BAB I PENDAHULUAN. syariah sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang penting peranannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi syariah karena produk tersebut tidak mengandung unsur riba yang

LAPORAN POSISI KEUANGAN UNIT SYARIAH PT AJB BUMIPUTERA 1912 PER 31 DESEMBER 2012 (dalam jutaan rupiah)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bukan komersial. Potensi pengembangan industri asuransi di Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kecenderungan untuk menghindari atau mengalihkan risiko kepada pihak lain

BAB I PENDAHULUAN. jumlah perusahaan asuransi di Indonesia untuk asuransi jiwa sebanyak 98

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA INVESTASI PESERTA I. NERACA A. GABUNGAN SEMUA AKAD Per 30 September 2014 dan Triwulan II 2014

PT Asuransi Takaful Umum Laporan Posisi Keuangan 31 Desember 2011 (dalam Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian bisa

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus

Daftar Pertanyaan Wawancara

Asuransi Syariah. Insurance Goes To Campus. Oleh: Subchan Al Rasjid. Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 17 Oktober 2013

SALINAN NOMOR 18 /PMK.010/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

(Dalam jutaan Rp.) Februari Tahun Februari Tahun 2016

Laporan Keuangan Publikasi Bulanan PT Asuransi Syariah Keluarga Indonesia (ASYKI) Asyki Business Center, Jl. RE. Martadinata No. 2D Air Mancur Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam

(Dalam jutaan Rp.) Januari Tahun Desember Tahun 2016

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan asuransi dalam mengurangi risiko di Indonesia. Industri jasa. modal untuk investasi diberbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi masa krisis keuangan global, asuransi adalah solusi yang dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan investasi yang di selenggarakan sesuai dengan syariah.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Tahunan Tahun 2016 SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

BAB III PELAKSANAAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

2015 PENGARUH LIKUIDITAS DAN EFISIENSI OPERASIONAL TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DI BURSA EFEK INDONESIA

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan III Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Istilah syariah adalah sesuatu yang bisa dikatakan sedang marak sejak

PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan dana pensiun. (Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, 2008: 48) (2012), tiga diantaranya merupakan asuransi jiwa syariah.

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan II Tahun 2016 SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1.1. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Tahunan Tahun 2014 SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan IV Tahun 2015

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan I Tahun 2015

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan II Tahun 2015 SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PT Asuransi BRI Life DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan I Tahun 2017

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi syariah.

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari risiko, bahaya atau kerugian

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan II No. URAIAN RINCIAN SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk

PT. Asuransi BRI Life DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan II Tahun 2017 SAK SAP SAK SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

BAB I PENDAHULUAN. bahaya.resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 PEMBAHASAN. kontribusi yang dibayarkan oleh peserta, dana investasi dari akad mudharabah, hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINGKAT SOLVABILITAS DANA TABARRU' TRIWULAN I 2012 Per 31 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Perasurasian, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri Asuransi Jiwa Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. variasi dari jumlah dan jenis perusahaan perbankan di Indonesia cukup luas, mulai

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Triwulan II Tahun 2016 / Per 30 Juni 2016

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Triwulan II Tahun 2015 / Per 30 Juni 2015

PT. Asuransi BRI Life I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Triwulan I Tahun 2017 Tahun 2017 / Per 31 Maret 2017

PT. Asuransi BRI Life I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Triwulan II Tahun 2017 / Per 30 Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan jasa keuangan bagi nasabah-nasabahnya, dimana pada

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Tahunan 2016 / Per 31 Desember 2016

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN III 2013 Per 30 September 2013

B. LAPORAN PERHITUNGAN SOLVABILITAS DANA PERUSAHAAN TRIWULAN II Per 30 JUNI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan IV Tahun 2014

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Triwulan I Tahun 2013

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' III. LAPORAN AKUMULASI DANA TABARRU' Per Triwulan I Tahun 2014

Analisis Pengaruh Rasio Klaim Dan Underwriting Terhadap Profitabilitas Perusahaan Asuransi Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB I PENDAHULUAN. Padang sebagai urat nadi perekonomian Propinsi Sumatera barat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

LAPORAN PERHITUNGAN TINGKAT SOLVABILITAS DANA TABARRU' TAHUNAN 2013

PT Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA DANA TABARRU' I. NERACA Per Tahunan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perusahaan asuransi mempunyai

LAPORAN PERHITUNGAN TINGKAT SOLVABILITAS DANA TABARRU' TRIWULAN III 2013 Per 30 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Industri jasa asuransi merupakan salah satu pilar keuangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat kehidupan manusia tidak dapat terlepaskan dari risiko. Risiko

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem

LAPORAN PERHITUNGAN TINGKAT SOLVABILITAS DANA TABARRU' TRIWULAN I 2014

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

PT. Asuransi Jiwa BRINGIN JIWA SEJAHTERA I. NERACA DANA PERUSAHAAN Per Triwulan IV Tahun 2015 / Per 31 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan nonbank

BAB I PENDAHULUAN. didirikan pada tahun 1963 di Mesir, dengan namamitghamr Bank. Lembaga

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertumbuhan sektor ekonomi syariah di Indonesia berkembang pesat. Tidak hanya pertumbuhan positif yang ditunjukkan oleh perbankan syariah, hal itu juga memberi efek positif juga terhadap lembaga keuangan ataupun nonkeuangan syariah lain, seperti asuransi, pasar modal, obligasi dan reksadana syariah, serta pegadaian syariah. Kini mulai berkembang pula lembaga asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang penting peranannya. Hal ini dikarenakan kegiatan usahanya memberikan perlindungan melalui dana yang bersumber dari premi asuransi dari masyarakat dan diinvestasikan pada sektor yang produktif dan aman dengan berlandaskan prinsip syariah. Asuransi syariah dinilai dapat memenuhi kebutuhan dalam menghadapi risiko yang selalu menyertai dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Untuk mengamankan baik atas diri atau keluarga mereka, serta harta miliknya dari peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian atau menyebabkan gangguan dalam mencapai tujuan hidup mereka. Asuransi syariah muncul dengan prinsip bermuamalah berasarkan kepada prinsip moralitas dan keadilan, yaitu sesuai dengan syariah Islam dan lebih bermaslahat. Perkembangan industri asuransi syariah di Indonesia diawali oleh PT Syarikat Takaful Indonesia pada 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim

2 Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI), yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Syarikat Takaful Malaysia Berhad, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Hal ini ditandai dengan keluarnya izin operasional pada tahun 1994 kepada PT Asuransi Takaful Keluarga berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.KEP-385/KMK.017/1994. Sementara, PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak di bidang asuransi umum syariah didirikan pada tahun 1995, setahun setelah PT Asuransi Takaful Keluarga muncul. Pertumbuhan industri asuransi syariah di Indonesia mengalami banyak tantangan. Dari mulai masalah kenaikan harga BBM di akhir tahun 2004 hingga tahun 2005, lalu serangkaian peristiwa bencana alam dan kecelakaan massal yang terjadi sepanjang tahun 2006 juga memberikan tekanan pada masyarakat dan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang berefek terhadap buruknya kinerja industri asuransi nasional. Kemudian, tahun 2008 merupakan tahun yang berat bagi perekonomian dunia. Krisis ekonomi global yang diawali dengan krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat menyebar ke wilayah-wilayah lain di dunia. Berbagai industri terutama industri keuangan termasuk perbankan, pasar modal dan asuransi, terpaksa mengalami penurunan kinerja serta kerugian investasi sehingga pemerintah setempat terpaksa harus melakukan bail-out bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang dinyatakan bankrut.

3 Pada tahun 2010 persaingan pasar juga semakin ketat dengan adanya aktivitas ekspansi usaha yang semakin agresif dari perusahaan-perusahaan asuransi lain dengan cara membuka cabang dalam asuransi syariah. Namun demikian, perlahan tapi pasti pertumbuhan industri asuransi syariah semakin baik. Hal ini tentu memberikan dampak positif terhadap pencapaian industri asuransi syariah. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah di Indonesia yang saat ini telah berjumlah 51 perusahaan. Hal itu terlihat pada tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Pertumbuhan Perusahaan Asuransi Dan Reasuransi Dengan Prinsip Syariah 2006 2010 Keterangan 2006 2007 2008 2009 2010 Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Prinsip 2 2 2 2 3 Syariah Perusahaan Asuransi Kerugian dengan Prinsip 1 1 1 1 2 Syariah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memiliki Unit 9 12 13 17 21 Syariah Perusahaan Asuransi Kerugian yang memiliki 15 19 19 19 22 Unit Syariah Perusahaan Reasuransi yang memiliki Unit 3 3 3 3 3 Syariah Jumlah 30 37 38 42 51 (Sumber: Bapepam LK, Perasuransian Indonesia: 2010) Seiring dengan pertumbuhan jumlah perusahaan asuransi syariah, pertumbuhan aset industri asuransi syariah berkembang pesat. Menurut Kepala Biro Asuransi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam- LK), Isa Rachmatarwata dalam (keuangan.kontan.co.id:2011), menjelaskan bahwa

4 Aset asuransi syariah di Indonesia tercatat naik 47,6% menjadi Rp 4,5 triliun atau per akhir Desember 2010. Pertumbuhan ini didominasi oleh aset asuransi jiwa syariah sebesar Rp 2,95 triliun atau Sementara aset asuransi kerugian dan reasuransi syariah tercatat Rp 1,12 triliun. Pertumbuhan positif itu dapat berlanjut pada tahun depan, mengingat kondisi perekonomian nasional yang diproyeksi tetap tumbuh positif, serta semakin diminatinya produk asuransi syariah (Isa Rachmatarwata,kontan.co.id:2011). Data selama 31 Desember 2010 menunjukkan total premi bruto asuransi dan reasuransi syariah pada tahun 2010 mencapai Rp 2.787,3 miliar atau meningkat sebesar 15,7% dari premi bruto tahun 2009. Jumlah premi pada tahun 2010 adalah 2,2% dari total premi bruto perusahaan asuransi dan reaasuransi. (Bapepam LK, Perasuransian Indonesia, 2010). Peningkatan premi ini berasal dari perolehan premi bruto asuransi jiwa syariah tahun 2010 sebesar Rp 2.121 miliar atau 2,8% dari total premi bruto perusahaan asuransi jiwa tahun 2010. Sedangkan pencapaian premi bruto asuransi kerugian dan reasuransi syariah adalah Rp 666,3 miliar atau 2,4% dari total premi bruto asuransi kerugian dan reasuransi tahun 2010. Walaupun demkinan, merujuk data Biro Perasuransian Bapepam-LK, pangsa pasar asuransi syariah masih di bawah 3%. Padahal 87% populasi masyarakat Indonesia merupakan muslim (keuangan.kontan.co.id:2011). Hal itu membuat pertumbuhan asuransi syariah semakin tahun harus bisa lebih bersaing dengan industri asuransi konvensional.

5 Selain kondisi ekonomi di Indonesia yang tidak menentu, tantangan yang juga harus dihadapi oleh asuransi syariah adalah masalah permodalan. Hal ini karena sangat erat kaitannya dengan penyerapan risiko. Semakin besar risiko yang diserap maka semakin besar juga modal yang harus dimiliki. Mengingat danadana yang dihimpun perusahaan asuransi merupakan dana masyarakat, perusahaan asuransi syariah dituntut untuk mengelola risiko dan investasi secara profesional, bertanggung jawab dan sesuai prinsip-prinsip syariah. Hal ini akan berujung kepada kesehatan bisnis asuransi syariah. Penilaian atas kesehatan bisnis dalam asuransi syariah memang sangat penting untuk menjamin kepentingan pemegang polis sebagai pihak tertanggung juga bagi ketahanan perusahaan terhadap kondisi global saat ini yang harus dihadapi. Upaya untuk menjaga momentum perkembangan industri asuransi syariah yang sehat dan memiliki keunggulan bersaing terus dilakukan pemerintah Indonesia. Salah satunya, pemerintah telah menerbitkan peraturan berupa Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Salah satu isinya, menetapkan bahwa setiap perusahaan asuransi dan reasuransi syariah maupun konvensional di Indonesia wajib memenuhi tingkat solvabilitas minimal 120%. Tingkat kesehatan (solvabilitas) dari perusahaan asuransi di Indonesia ditentukan dengan nilai rasio Risk Based Capital (RBC). Kemampuan menjaga tingkat RBC, berdampak pada kemampuan perusahaan asuransi menjaga citranya, khususnya kesehatan keuangannya.

6 Menurut Keputusan Menteri Keuangan No 424/KMK.06/2003 dalam Pasal 3 disebutkan bahwa: Modal minimum berbasis risiko merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi salam pengelolaan aset dan liabilitas. Oleh karena itu, modal minimum berbasis risiko populer juga dengan sebutan Batas Tingkat Solvabilitas Minimum, yang diukur dengan Risk Based Capital. Konsep RBC berbeda antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Asuransi konvensional menerapkan prinsip risk transfering sehingga perusahaan harus memiliki solvabilitas yang cukup untuk menanggulangi kewajiban/klaim yang akan terjadi. Namun, perusahaan suransi syariah tidak menanggung klaim dari peserta melainkan dengan konsep risk sharing, yaitu ditanggung bersamasama oleh para RBC bagi perusahaan berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan atau unit syariah memberikan talangan (qardh) apabila terjadi defisit pada dana tabarru. Oleh karena itu, apabila tingkat solvabilitas minimum kurang dari 120 % dari dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas, maka sesuai peraturan Menteri Keuangan dalam PMK No 424/KMK.06/2003 maka perusahaan asuransi tersebut wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan dan dilarang membagikan dividen atau memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada pemegang saham. Terlebih jika tingkat solvabilitas perusahaan asuransi syariah kurang dari 40%, maka perusahaan dikenakan sanksi peringatan

7 pertama dan terakhir dan sangat berisiko perusahaan tersebut untuk ditutup jika tidak ditingkatkan kesehatan keuangannya. Munculnya beberapa tantangan tersebut mengakibatkan indikator-indikator keuangan industri asuransi syariah tumbuh secara sangat perlahan, bahkan justru mengalami penurunan. Pertumbuhan asuransi syariah Takaful Indonesia yang diwakili oleh Asuransi Takaful Umum (ATU) dan Asuransi Takaful Keluarga (ATK) juga menunjukkan pertumbuhan secara perlahan. Kedua perusahaan ini merupakan perusahaan asuransi pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah secara menyeluruh dalam bidangnya masing-masing. Berdasarkan laporan tahunan Takaful Indonesia, dapat diketahui beberapa data keuangan ATU dan ATK pada tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.2 Perkembangan Data Keuangan Takaful Indonesia 2008-2009 (dalam Rp Miliar) Keterangan ATU ATK 2008 2009 % 2008 2009 % Aset Total 118.98 139.47 17,22 493.83 703.03 42,36 Investasi 76.05 89.75 18,01 411.65 606.69 47,38 Kewajiban 18.75 18.51 (1,28) (8.37) 7.40 188,41 Jumlah Ekuitas 57.49 70.92 23,36 29.52 103.41 250,30 Kontribusi Bruto 97.23 107.81 10,88 291.79 207.69 (28,82) Beban Klaim 37.63 45.83 21,79 138.30 171.79 24,21 Surplus Underwritting 41.24 41.21 (0,07) 62.73 36.98 (41,05) Laba (Rugi) Bersih 7.80 7.51 (3,72) 14.06 5.79 (58,82) (Sumber: Laporan Tahunan Asuransi Takaful Indonesia, diolah kembali) Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa asuransi kerugian masih mengalami pertumbuhan yang masih lambat bila dibandingkan dengan asuransi

8 jiwa pada rentang tahun 2008-2009. Karena pada kisaran tahun 2008-2009 ini beberapa indikatos asuransi syariah mengalami kenaikan atau penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekuitas ATU hanya mencapai 23%, tidak sebaik pertumbuhan ATK yang mencapai 250%. Pertumbuhan aset ATU pada tahun 2009 sebesar 17,22% juga tidak sebaik pertumbuhan aset ATK yang mencapai 42,36%. Namun, tidak begitu dengan pertumbuhan pendapatan kontribusi (premi). Kontribusi bruto yang diperoleh ATU sebesar 10,88%, menunjukkan trend yang positif yaitu sebesar 10,88% namun tidak diikuti oleh ATK, di mana pertumbuhannya menunjukkan penurunan sebesar 28,82%. Hal ini dapat terlihat pula pada perubahan perolehan laba. Total laba ATU dan ATK sama-sama mengalami penurunan yaitu 3,72% dan 58,82%. Namun, penurunan laba ATK lebih signifikan daripada penurunan laba ATU. Rendahnya pertumbuhan laba menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan Asuransi Takaful Indonesia juga rendah. Profitabilitas pada hakikatnya merupakan indikator sebuah perusahaan yang merepresentasikan efisiensi kinerja perusahaan tersebut. Selain dari sisi penilaian kesehatan, perusahaan asuransi syariah juga diharapkan memperoleh keuntungan dari kegiatan operasinya sehingga perusahaan dapat berkembang. Kemampuan perusahaan asuransi dalam memperoleh keuntungan (profitabilitas) merupakan salah satu faktor penting bagi para pemilik dan pemegang saham. Hal ini untuk mendorong kepercayaan para stakeholder terhadap asuransi syariah.

9 Aktifitas utama usaha asuransi syariah adalah mengelola premi dari masyarakat melalui aktivitas underwriting terhadap risiko-risiko yang kemungkinan terjadi. Pendapatan dari asuransi syariah berasal dari ujrah atau fee pengelolaan dana yang telah dititipkan dengan akad wakalah bil ujrah atau menggunakan akad mudharabah melalui aktifitas investasi dengan tingkat risiko yang kemungkinan akan dihadapinya, di mana keuntungan dibagi menurut rasio atau persentase yang disepakati kedua belah pihak, yang sebagian bersifat variabel, tergantung dari volume penjualan dan jumlah dana yang dikelola perusahaan. Sedangkan profit pada asuransi syariah, diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Dalam perkembangannya, Takaful Indonesia menghadapai keadaan yang fluktuatif dalam mencapai profitabilitas disamping juga untuk mencapai Risk Based Capital yang dipersyaratkan minimal sebesar 120%. Untuk melihat tingkat solvabilitas dan profitabilitas yang dicapai oleh Takaful Indonesia selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.3: Tabel 1.3 Perkembangan Tingkat Solvabilitas dan Profitabilitas ATK dan ATU ATU ATK Tingkat Tingkat Tahun Tingkat Tingkat Profitabilitas Profitabilitas Solvabilitas Solvabilitas (ROE) (ROA) (ROE) (ROA) 2008 154% 13,56% 6,75% 120,15% 47,62% 2,74% 2009 162% 10,59% 5.38% 120,23% 5,60% 0,60% 2010 160,68% 11,38% 4,60% 120,63% 12,13% 1,24% (Sumber: Laporan Tahunan Asuransi Takaful Indonesia, diolah)

10 Dari data di atas, dapat dilihat perubahan nilai solvabilitas ATU dan ATK masing-masing mengalami rata-rata naik turun yang secara relatif berbeda-beda setiap tahunnya, yaitu dari tahun 2008-2010. Nilai Risk Based Capital (RBC) ATK dan ATU pada tahun 2008-2010, cenderung stabil, terlebih pada ATU angka pencapaian RBC nya cukup menjanjikan dan telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Tetapi dalam hal tingkat profitabilitasnya, nilai profitabilitas untuk ATU dan ATK pada tahun 2008-2010 ini cenderung tidak stabil dan naik turun, bahkan nilai ROA pada ATK cenderung menurun setiap tahunnya. Jika keadaan seperti ini terus terjadi, maka bisnis perusahaan ini bisa terganggu bahkan perusahaan akan berkembang sangat lambat sehingga industri asuransi syariah semakin lambat untuk maju. Dalam aktifitasnya, karena pangsa pasar yang belum begitu kuat, perusahaan asuransi syariah harus membuka pooling sebanyak-banyaknya agar dapat memperbesar penguasaan pasar. Hal ini disebabkan klaim pada asuransi syariah berdasarkan asas risk sharing, bukan berdasarkan risk transfering. Jadi, semakin besar penetrasi pasar, perolehan dana tabarru akan meningkat dan dapat terserap dengan baik sehingga solvabilitasnya dapat tercapai. Dalam asuransi syariah setiap perusahaan harus memperbanyak pool (keanggotaan asuransi). Jika pool-nya banyak akan mengurangi resiko dan sebaliknya jika pool-nya kecil akan memperbanyak risiko (Isa Rachmarmawata, dalam pksinteraktif.com: 2011) Akan tetapi, di sisi lain semakin meningkatnya penyerapan risiko, juga semakin meningkatkan resiko perusahaan asuransi syariah dalam pemenuhan klaim jika terjadi. Karena, jumlah dana tabarru yang dihibahkan perbandingan

11 jumlahnya relatif jauh lebih kecil daripada jumlah dana yang dibayarkan untuk tujuan investasi. Dengan adanya batasan tingkat solvabilitas ini menyebabkan perusahaan asuransi sebagai pengelola juga harus dapat melakukan serangkaian cara agar dapat memenuhi solvabilitas dana tabarru dalam memenuhi klaim Untuk mencapai Risk Based Capital yang telah ditetapkan, perusahaan dapat mengurangi risiko underwriting, dengan cara mengikutsertakan sebagian pertanggungan kepada reasuransi. Selain itu, perusahaan juga dapat membatasi penyerapan risiko dari nasabah dengan konsekuensi pertumbuhan penerimaan premi akan terbatas. Selain itu, cara lain juga bisa dilakukan dengan menekan klaim yang terjadi. Penentuan kebijakan untuk kinerja perusahaan yang baik ini dihadapkan pada masalah adanya teori pertukaran (trade off) antara faktor solvabilitas dan profitabilitas (Van Horne,2005:217). Jika perusahaan asuransi memutuskan untuk memenuhi tingkat solvabilitas tercapai dalam jumlah besar, kemungkinan tingkat solvabilitas akan terjaga, namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak menurunnya profitabilitas. Sejalan dengan teori dari Van Horne, Dhruv Sharma (2009) menyatakan masalah saat ini mengalokasikan jumlah modal berbasis risiko (Risk Based Capital) yang sesuai merupakan masalah optimasi trade-off multi-tujuan dengan dua gol bersaing: maksimalisasi kekayaan pemegang saham dan menjamin kesehatan dan umur panjang perusahaan. Maka dari itu, alokasi modal berbasis risiko (Risk Based Capital) merupakan suatu keharusan tetapi dapat mengurangi keuntungan (profitabilitas) bagi pemegangnya (Dhruv Sharma:2009).

12 Seperti yang dikemukakan juga oleh Bambang Riyanto (2001: 203) bahwa dalam hubungan tingkat solvabilitas dengan rentabilitas modal sendiri (profitabiltias) terdapat keadaan tertentu dimana suatu kepentingan solvabiltias adalah bertentangan dengan kepentingan rentabilitas modal sendiri. Tuntutan bagi perusahaan asuransi syariah untuk mencapai laba secara optimal akan terbatas dengan ketentuan harus memenuhi tingkat solvabilitas dana tabarru yang ditetapkan. Jika semakin tinggi batas tingkat solvabilitas dana tabarru, maka otomatis jaminan baik berupa modal atau aktiva yang harus dimiliki perusahaan untuk menanggulangi risiko terhadap kewajiban semakin tinggi, sehingga pengelolaan investasi akan kurang efisien dan cenderung memilih investasi berisiko rendah. Hal ini dapat mempengaruhi profitabilitasnya. Berdasarkan grand teori menurut Keown (2005) adalah semakin tinggi risiko, semakin tinggi return yang akan diterima, begitupun sebaliknya. Kekurangan dalam pemenuhan kewajiban akan menggerus modal asuransi yang sudah disediakan. Namun, jika solvabilitas berlebih, maka akan menyebabkan perusaahaan overlsovency sehingga menimbulkan dana menganggur sehingga tidak produkif dan juga akan membuang kesempatan memperoleh laba. Penelitian sebelumnya yang berjudul Pengaruh Tingkat Risk Based Capital terhadap Profitabilitas Perusahaan Asuransi terdaftas di BEI telah dilakukan oleh Tammy Trilestari (2010). Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat solvabilitas (Risk Based Capital) terhadap profitabilitas pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah dengan judul Pengaruh Risk Based Capital Terhadap Profitabilitas

13 Pada Perusahaan Asuransi Syariah (Studi Kasus pada PT Asuransi Takaful Umum dan PT Asuransi Takaful Keluarga Periode 2004-2010). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pertumbuhan Risk Based Capital pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 2. Bagaimana pertumbuhan profitabilitas pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 3. Bagaimana pengaruh Risk Based Capital terhadap profitabilitas pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maksud penelitian ini dilakukan adalah untuk memecahkan rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu menguji pengaruh Risk Based Capital sebagai faktor yang mempengaruhi profitabilitas pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. Untuk itu, yang akan penulis lakukan adalah memperoleh, mengumpulkan, mengelola dan menganalisis data guna mendapatkan kesimpulan. 1.3.2 Tujuan Penelitian

14 Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah-masalah yang dirumuskan di atas, yaitu sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pertumbuhan Risk Based Capital pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 2. Untuk mengetahui pertumbuhan profitabilitas Pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 3. Untuk mengetahui pengaruh Risk Based Capital terhadap profitabilitas pada PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan ilmu akuntansi khususnya dalam akuntansi keuangan dan industri asuransi syariah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya. 1.4.2 Kegunaan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan mengenai pentingnya kebijakan dalam upaya meningkatkan profitabilitas dan juga dalam menentukan tingkat kesehatan keuangan melalui pencapaian Risk Based Capital.