BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERLANTAI BANYAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN GEDUNG BERLANTAI BANYAK. Beton dan beton bertulang digunakan sebagai bahan bangunan diseluruh dunia.

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II KAJIAN LITERATUR. Sebuah plat beton bertulang merupakan bidang datar yang lebar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Struktur Beton Bertulang Beton bertulang adalah suatu material beton dengan menanamkan baja di dalamnya dengan cara mengecornya bersamaan dengan b

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA STRUKTUR

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

T I N J A U A N P U S T A K A

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Yogyakarta, Juni Penyusun

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen struktur yang harus diperhatikan. penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DESAIN ALTERNATIF GEDUNG PARKIR UNIVERSITAS BINA NUSANTARA TANPA SISTEM PERKAKUAN DINDING GESER

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok.

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Transkripsi:

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERLANTAI BANYAK 2.1 Umum Dalam desain bangunan, khususnya bangunan tinggi berlantai banyak, faktor struktur merupakan salah satu faktor penting dalam suatu perencanaan. Suatu perancangan bangunan berlantai banyak membutuhkan perhitungan yang sangat teliti dan tepat. Hasil dari perhitungan kekuatan struktur dibuat seoptimal mungkin sehingga didapat bangunan yang kuat dan stabil sehingga dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna maupun penghuninya. Secara umum struktur bangunan terdiri dari dua bagian utama, yaitu struktur bagian atas meliputi balok, kolom, lantai, dan atap yang berfungsi untuk mendukung beban-beban yang bekerja pada suatu bangunan dan struktur bagian bawah berupa pondasi yang mempunyai fungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke bawah. Dalam merencanaakaan bangunan gedung berlantai banyak dibutuhkan standarisasi, agar tujuan perencanaan tersebut dapat tercapai sesuai apa yang direncanakan. Di Indonesia mempunyai standarisasi yang dapat dijadikan salah satu pedoman untuk mendesain sebuah bangunan struktur. Didalam panduan SNI yang mengatur tentang standart perencanaan struktur beton bertulang di Indonesia adalah SNI 03-2847-02 dimana dalam pasal 10.1 tertera ketentuan perencanaan struktur beton bertulang yang berbunyi Semua komponen struktur 4

harus direncanakan cukup kuat sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam tata cara ini, dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan ditentukan dalam 11.2 dan 11.3. (SNI 03-2847-02, hal 51). Terdapat beberapa kriteria yang harus direncanakan dalam mendesain suatu struktur yaitu : 2.1.a Kemampuan layan (Serviceability) Struktur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang diizinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan, taraf tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Defleksi atau deformasi besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi dikontrol oleh kekakuan struktur dan kekakuan sangat bergantung pada jenis, besar dan distribusi bahan pada struktur. 2.1.b Efisiensi Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan. 5

2.1.c Konstruksi Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemen-elemen struktural akan efisiensi apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu : Keamanan Struktur harus aman dan kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja padanya seperti beban mati, hidup, angin dan gempa. Kekakuan Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari faktor tekuk. Stabilitas Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap momen-momen yang bekerja padanya seperti momen geser dan gaya uplift. 2.2 Beban-Beban pada Struktur Dalam melakukan analisis desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Perencanaan bangunan konstruksi beton bertulang pada umumnya berdasarkan pada keadaan batas atau ultimit. Analisis struktur dikerjakan untuk berbagai 6

kombinasi pembebanan ultimit untuk mendapatkan gaya dalam desain berdasarkan keadaan ekstrem yang mungkin terjadi. 2.2.a Beban Mati Beban mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakter yang pasti. Berat sendiri struktur adalah beban mati, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis dan lain-lain. Semua metode untuk menghitung beban mati suatu elemen didasarkan atas peninjauan berat suatu material yang terlibat dan berdasarkan volume elemen tersebut. 2.2.b Beban Hidup Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindahpindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahanlahan pada struktur. Beban penggunaan (occupancy loads) disebut juga beban hidup, yang termasuk beban hidup adalah berat manusia, perabot, material yang disimpan dan sebagainya. Semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat pindah atau bergerak dan secara khas beban ini bekerja vertikal ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat berarah horizontal. 2.2.c Beban Gempa Menurut peraturan SNI 03 1726 2002, sub bab 4.1.1. standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam 7

perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50% tahun. Menurut peraturan SNI 03 1726 2002, sub bab 4.7.1 Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Data-data untuk menentukan beban gempa rencana antara lain : a. Faktor Keutamaan (I) menurut peraturan SNI 03 1726 2002, sub bab 4.1.2 I = I 1. I 2 (2.1) Dimana : I I 1 = Faktor Keutamaan = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung. I 2 = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. I = 1,4. 1,0 = 1,4 Faktor-faktor Keutamaan I 1, I 2 dan I ditetapkan menurut Tabel 1. 8

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan b. Faktor reduksi gempa (R) menurut peraturan SNI 03 1726 2002, sub bab 4.3.3 1,6 R = μ. f 1 R m (2.2) dimana : R μ = Faktor reduksi gempa = Faktor daktilitas untuk struktur gedung f 1 = Faktor kuat lebih beban beton dan bahan 1.6 R m = Faktor reduksi gempa maksimum 9

c. Struktur bangunan yang akan dibangun berada di Padang Menggunakan peraturan SK SNI T 15 1991 03, berada pada wilayah gempa 5 lunak d. Waktu getar alami struktur gedung (T) T = 0.06 (H) 3/4 (2.3) Dimana : H = tinggi struktur bangunan 2.2.d Daktilitas Daktilitas merupakan kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. SK SNI T 15-1991-03 menetapkan bahwa struktur beton bertulang dapat direncanakan dengan tingkat daktilitas 1, 2 atau 3. Tingkat daktilitas 1 (elastis) Struktur dengan tingkat daktilitas 1 (μ = 1.0) harus direncanakan agar tetap berperilaku elastis saat terjadi gempa kuat. 10

a. Tingkat daktilitas 2 (daktilitas terbatas) Struktur dengan tingkat daktilitas 2 atau daktilitas terbatas (μ = 1.5-5.0) harus direncanakan sedemikian rupa dengan pendetailan khusus sehingga mampu berperilaku inelastis terhadap beban siklis gempa tanpa mengalami keruntuhan getas. b. Tingkat daktilitas 3 (daktilitas penuh) Struktur dengan tingkat daktilitas 3 atau daktilitas penuh (μ = 5.3) harus direncanakan terhadap beban siklis gempa kuat sedemikian rupa dengan pendetailan khusus sehingga mampu menjamin terbentuknya sendisendi plastis dengan kapasitas pemencaran energi yang diperlukan. 2.3 Analisis Struktur Gedung beton bertulang berlantai banyak merupakan kombinasi dari balok, kolom, pelat dan dinding yang dihubungkan satu sama lain untuk membentuk suatu kerangka monolitis. Setiap bagian harus mampu menahan gaya yang bekerja padanya. Oleh karena itu, penentuan gaya-gaya merupakan bagian yang penting di dalam proses perencanaan. Analisis dimulai dengan menghitung seluruh beban yang dipikul oleh konstruksi, termasuk berat sendiri konstruksi. Selanjutnya parameter-parameter penampang seperti luas dan momen inersia dihitung. Gaya-gaya dapat dihitung dengan berbagai metode analisis struktur statis tak tentu, baik secara manual maupun software komputer. 11

Dalam menganalisis struktur gedung, pada Tugas Akhir ini digunakan program komputer ETABS. Program ini dapat memberikan bantuan dalam analisis struktur yang melibatkan perhitungan matematis. Beban yang diterima struktur direncanakan sebagai pembebanan vertikal gravitasi dan pembebanan lateral gempa. Pembebanan vertikal gravitasi terdiri atas beban mati dan beban hidup. Dengan menggunakan software ETABS ini analisis rangka struktur balok, kolom baik normal maupun perkakuan sudah otomatis menghitung sebagai beban mati, sehingga beban vertikal hanya berasal dari pelat. Dinding dan kaca berada di tepi-tepi gedung. Pemodelan pada struktur 3 dimensi dalam satuan kg dan cm dengan gaya gravitasi sebesar 9.81 m/dt 2, kondisi untuk semua tumpuan adalah jepit. 2.4 Metode Analisis Perencanaan Bangunan Metode yang digunakan dalam menganalisis perencanaan bangunan pada Tugas Akhir ini yaitu, Analisis beban statik ekuivalen dan Analisis dinamis. 2.4.a Analisis Beban Statik Ekuivalen Setiap struktur gedung harus direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan suatu beban geser dasar akibat gempa dalam arah-arah yang ditentukan. Gaya lateral direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan suatu beban geser dasar akibat gempa (V) dalam arah-arah yang ditentukan. Besarnya beban lateral menurut peraturan SNI 03 1726-2002 dapat dinyatakan sebagai berikut : 12

V C1 I = W R t (2.4) Dimana : V = gaya geser horizontal total akibat gempa R = Faktor reduksi gempa C 1 = Faktor respon gempa I = Faktor keutamaan W t = Berat total bangunan termasuk beban hidup yang sesuai Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai ke-i menurut persamaan : F i = W n i= 1 i W i Z i Z i V (2.5) dimana : Wi = berat lantai tingkat ke-i Zi = ketinggian lantai Nilai T 1 diatas hanyalah perkiraan awal, waktu getar alami yang akan digunakan pada perencanaan adalah persamaan sebagai berikut: n i1 i 2 i wid i1 T1 0, 63 n dan T 1 < H 3/4 (2.6) g f d i 13

Bedasarkan SNI 03 1726 02 nilai koefisien pembatas waktu getar alami fundamental () pada wilayah gempa 5 adalah = 0,9 2.4.b Analisis Dinamik Analisis dinamik adalah untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan cara analisa ragam spektrum respon atau dengan cara analisa respon riwayat waktu. Spektrum respon merupakan plat respon maksimum (perpindahan, kecepatan ataupun percepatan maksimum) pada dasar sistem struktur dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan sistem berderajat kebebasan tunggal. Absis dari spektrum adalah frekuensi natural (periode) dari sistem dan ordinat merupakan respon maksimum. Jadi dalam menentukan respon dari suatu grafik spektrum untuk suatu pengaruh tertentu, maka hanya diperlukan untuk mengetahui frekuensi natural dari sistem itu. Salah satu aspek penting dalam analisa dinamik adalah periode dan pola getar alami. Dalam hal ini dapat dilakukan analisis modal untuk mode getaran dengan menggunakan eigenvector. Setiap pasangan eigenvector disebut mode getar alami struktur. Mode tersebut ditunjukkan dengan memberi nomor dari 1 sampai n sesuai jumlah yang diinginkan yang diperoleh program. Data jumlah mode n yang akan dihitung harus diberikan sebelum dilakukan analisis, kemudian program 14

akan mencari mode frekuensi tersebut. Hasil analisis ini dapat berupa frekuensi dan periode. Untuk analisis dinamik pada software ETABS ini penulis mencoba menggambarkan secara sederhana prosesnya. Struktur dengan jumlah bentang dan kolom tersebar dapat diidealisasikan hubungan massa dan per, sehingga dapat dianggap : Massa terpusat pada bidang lantai Balok pada lantai, kaku tak hingga dibandingkan kolom Deformasi struktur tak dipengaruhi gaya aksial yang terjadi pada struktur Dengan kondisi struktur yang terdiri dari beberapa lantai, maka keseimbangan dinamik dengan sistem derajat kebebasan banyak. Sifat dinamis yang perlu diketahui yaitu frekuensi natural dengan getaran tak bebas dengan damping dimana harga F 0, sehingga : [M] {ÿ} + [C] {ý} + [K] {y} = {F} (2.7) Dimana : [M] : Matrik massa {ÿ} : vektor percepatan [C] : Matrik redaman [K] : Matrik kekakuan {ý} : vektor kecepatan {y} : vektor perpindahan Selanjutnya Mario Paz (1996 : 181) mengatakan sebuah kolom yang bermassa seragam dengan kedua ujungnya terjepit atau tak berotasi, konstanta kekakuannya adalah : 15

I = x bh3 (2.8) K = (2.9) Untuk kekakuan kolom persegi menggunakan rumus diatas. Sedangkan untuk menentukan Inersia kekakuan kolom berbentuk lingkaran maka menggunakan rumus seperti berikut : I = x π D4 (2.9) Dimana : L : tinggi kolom E : Modulus Elastisitas I : Momen Inersia Konstanta kekakuan kolom tidak digunakan dalam perhitungan ETABS, melainkan secara otomatis sudah dihitung oleh ETABS pada saat mengimput atau memasukkan dimensi kolom. Kemudian dikatakan lagi, redaman yang ada pada struktur relatif kecil dan secara praktis tidak mempengaruhi perhitungan frekuensi natural dan pola perubahan bentuk dari sitem, jadi pengaruh redaman dapat diabaikan. Oleh sebab itu pada praktiknya untuk struktur teredam diselesaikan dengan metode yang sama untuk sistem struktur tak teredam (Mario Paz, 1996 : 228) Berdasarkan keterangan Mario Paz di atas, maka persamaan geraknya menjadi : [M] {ÿ} + [K] {y} = {F} (2.10) Solusi untuk persamaan (2.24) dengan gerak harmonis dalam bentuk, 16

y i = a i sin (ωt α), i = 1, 2,..., n ÿ = - ω 2 a i sin (ωt α), i = 1, 2,..., n Dalam notasi matriks, {y} = {a} sin (ωt α) (2.11) {ÿ} = - ω 2 {a} sin (ωt α) (2.12) Dimana : a i : amplitudo gerak dari koordinat ke i n : jumlah derajat kebebasan Substitusi persamaan (2.11) dan (2.12) ke dalam persamaan (2.10), sehingga - ω 2 [M] {a} sin (ωt α) + [K] {a} sin (ωt α) = {F} (2.13) Atau kembali dalam besaran matriks, [K] - ω 2 [M] = { F} { } ( ) a sin. t. (2.14) Persamaan (2.14) dapat diselesaikan dengan hanya satu variabel yang tak diketahui. Dari persamaan (2.14) yang perlu diketahui, [K] merupakan matriks kekakuan berdasarkan persamaan (2.9) didefinisikan sebagai gaya koordinat i bila satu besaran perpindahan diberikan pada titik j. ω 2 merupakan nilai eigenvalue untuk analisis mode shape dan frekuensi. Mode alami perilaku struktur diberikan oleh software 17

dan digunakan sebagai analisis spektrum respon. Eigenvalue merupakan akar dari frekuensi sudut ω, untuk mode tersebut. Frekuensi f, dan periode T merupakan fungsi ω, yang ditunjukkan dengan : f =, (2.15) 2 T 1 = (2.16) f Data jumlah mode yang akan dihitung harus diberikan sebelum dilakukan analisis, kemudian program akan mencari frekuensi tersebut. [M] merupakan matriks diagonal massa dimana elemen yang tidak nol hanya pada diagonal utama. {a} merupakan nilai konstanta amplitudo gerak (simpangan). {F} merupakan vektor gaya, menurut Lumantarna (2000) gaya ini dapat berupa beban impuls dan beban sembarang. Berdasarkan keterangan Mario Paz dan B. Lumantarna di atas bahwa tipe analisis superposisi yang digunakan untuk menyederhanakan masalah agar mendapatkan respon dengan banyak derajat kebebasan menjadi hanya menentukan respon sistem berderajat kebebasan tunggal dimana tiap persamaan hanya mempunyai satu variabel yang tak diketahui. 18

Analisis dinamik harus dilakukan untuk struktur gedung-gedung berikut: Gedung-gedung yang strukturnya sangat tidak beraturan Gedung-gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata Gedung-gedung yang tingginya lebih dari 40 m Gedung-gedung yang bentuk, ukuran dan peruntukannya tidak umum Analisa dinamik yang ditentukan didasarkan atas perilaku struktur yang bersifat elastik penuh dan dengan meninjau gerakan gempa dalam satu arah saja. 2.5 Faktor Beban Ultimit Pada SK SNI-03-2847-02 diatur berbagai kombinasi ultimit dengan memberikan faktor-faktor beban pada masing-masing komponen atau jenis beban. Kombinasi-kombinasi beban ultimit yang dipakai adalah sebagai berikut: U 1 = 1,4D (2.17) U 2 = 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) (2.18) U 3 = 1,2D + 1,0L + 1,6W + 0,5 (A atau R) (2.19) U 4 = 0,9D + 1,6W (2.20) U 5 = 1,2D + 1,0L + 1,0E (2.21) U 6 = 0,9D + 1,0 E (2.22) Keterangan : 19

D = beban mati L = beban hidup E = beban gempa W = beban angin A = beban atap R = beban hujan 2.6 Perencanaan Struktur Pelat Pelat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari material monolit yang tingginya kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Pelat dapat dianalisis sebagai grid-grid menerus. Akan tetapi, kita akan mendapat manfaat lebih banyak apabila kita meninjau pelat dengan memperhatikan bagaimana berbagai jenis pelat memberikan momen dan gaya geser internal yang mengimbangi momen dan geser eksternal. Beban yang umum bekerja pada pelat mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Sejak digunakannya beton bertulang modern untuk pelat, hampir semua gedung menggunakan material ini sebagai elemen pelat karena beton bertulang merupakan material yang dapat memberikan kemungkinan dalam desain. Beton bertulang yang dicor di tempat adalah material yang sangat berguna untuk membuat pelat karena banyak alasan. Beton misalnya, selalu dapat dibuat bersifat 2 arah apabila ditulangi dengan benar. Pelat dapat ditumpu diseluruh tepinya, atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom-kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Kondisi tumpuan dapat sederhana atau jepit. Adanya kemungkinan variasi kondisi tumpuan menyebabkan pelat 20

dapat digunakan untuk berbagai keadaan. Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat yang harus dipenuhi tidak hanya kekuatan tapi juga kekakuannya. Pelat selain sebagai penahan beban berlaku juga sebagai bagian pengaku lateral struktur. Gaya dalam yang dominan adalah momen lentur, sehingga perancangan tulangannya relatif sederhana. Syarat-syarat untuk menentukan tebal minimum pelat (SK SNI T-15-1991-03): Rumus 1 h L n fy [ 0.8+ 1500 ] (2.23) (36 + 9β) Rumus 2 h L n fy [ 0.8+ ] 1500 36 (2.24) Rumus 3 h L n [0.8+ fy 1500 ] 36+5β{α m -0.12[1+ 1 ]} (2.25) Dimana : β Ln : panjang bentang bersih pelat setelah dikurangi tebal balok (cm) fy : tegangan leleh baja untuk pelat h : tebal pelat 21

α m : koefisien jepit pelat n β : jumlah tepi pelat : Ln memanjang (cm) / Ln melintang (cm) Selain itu pada SK SNI T 15 1991 03 Pasal 3.6.6 mengijinkan untuk menentukan distribusi gaya dengan menggunakan koefisien momen yang dapat dilakukan dengan mudah. Setelah menentukan syarat-syarat batas, bentang dan tebal pelat kemudian beban-beban dapat dihitung. Dalam SK SNI T 15 1991 03 pasal 3.2.2 untuk pelat yang sederhana berlaku rumus : W U = 1,2 W D + 1,6 W L (2.26) Menurut peraturan SK SNI T 15 1991 03 tabel 3.2.5 (b), batas lendutan l maksimum adalah 480 bentang. Lendutan yang terjadi akibat beban merata (Timoshenko dkk, 1998) adalah : δ = α. W u. b 4 D (2.27) Dimana : D = Ec. H 3 12 (1 - μ 2 ) (2.28) δ α : lendutan yang terjadi : koefisien lendutan Wu : beban ultimate (kg/cm 2 ) μ : nilai poison rasio 22

D Ec h b : momen akibat lentur untuk pelat (kg.cm) : modulus elastisitas beton : tebal pelat : lebar pelat 2.7 Perencanaan Struktur Balok Perancangan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan membuat detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur ultimit, gaya-gaya lintang, dan momen-momen puntir dengan cukup kuat. Kekuatan suatu balok lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi dari pada lebarnya. Lebar yang sesuai dapat sepertiga sampai setengah dari tinggi, tetapi mungkin jauh lebih kecil untuk suatu balok tinggi, dan mungkin pula dipakai balok-balok yang lebih lebar dan rendah untuk mempertahankan tinggi ruangan. Diusahakan agar dimensi balok jangan terlalu sempit karena akan timbul kerusakan dalam menyediakan selimut beton dan jarak tulangan yang memadai. Secara umum dimensi balok diperkirakan dengan : H = 1/10 L sampai dengan 1/12 L (2.29) L = bentang pelat terpanjang B = 1/2 H sampai dengan 2/3 H (2.30) H = tinggi balok Untuk memeriksa kekakuan balok terhadap lendutan (δ), lendutan maksimum yang terjadi pada tengah bentang bila balok dianggap sendi dan rol pada ujungujungnya (Timoshenko dkk, 1988) adalah : 23

Dimana : δ = 5.W U. L 4 384.EI (2.31) L = panjang bentang balok E = modulus elastisitas balok I = momen inersia balok Dalam merencanakan penulangan balok harus dapat memenuhi persyaratan dibawah ini ; B 1. > 0. 3 H (2.32) 2. b > min 25cm (2.33) min < < (2.34) 3. maks Koefisien balok dengan pelat, α m merupakan nilai rata-rata α untuk semua balok. Untuk mencari lebar effektif dengan menggunakan rumus sebagai berikut : beff = b W + ½. L 1 + ½.L 2 (2.35) beff = b W + 8 hf + 8 hf (2.36) beff = L / 4 (2.37) Menurut SK SNI T 15 1991 03 untuk lebar effektif dari balok L ditetapkan sebesar lebar balok ditambah dengan harga terkecil dari nilai 1 l 12 atau 6h, 1 ataupun l 1. 2 24

2.8 Perencanaan Struktur Kolom Kolom-kolom di dalam sebuah konstruksi berfungsi meneruskan bebanbeban dari balok-balok dan pelat-pelat ke bawah sampai ke pondasi. Karenanya, kolom-kolom merupakan bagian konstruksi tekan, meskipun mungkin harus pula menahan gaya-gaya lentur akibat kontinuitas dari konstruksi. Perencanaan kolom memperhatikan keadaan batas tegangan (kekuatan) dan kekakuan untuk menghindari deformasi berlebihan dan tekuk. Daktail tulangan yang benar dan penutup beton yang cukup adalah penting. Perbandingan h b dari kolom tidak boleh < dari 0.4. Syarat untuk menentukan dimensi kolom (Kusuma dan Andriono, 1996), yaitu: N u A gross 0.2 fc' (2.38) A gross N u 0.2 fc' (2.39) Dimana : N u = W u = beban ultimate yang dipikul kolom (kg) A gross = luas kolom yang dibutuhkan (cm 2 ) Fc = mutu beton (Mpa) Untuk batang-batang eksentrisitas yang sangat besar atau yang sangat kecil, pedoman mengatur ketentuan-ketentuan keamanan tambahan, yang akan dikemukakan dibawah ini. Perilaku ini bervariasi, dimulai dari apabila batang ditekan secara konsentris (P = P n0, M = 0), pada interval dimana keruntuhan terjadi dengan 25

hancurnya beton, melalui kondisi seimbang dan interval dimana keruntuhan terjadi dengan melelehkan tulangan, sampai pada kondisi ekstrim lainnya akibat momen lentur (M = M n0, P = 0). Situasi ini dapat dibayangkan lebih mudah apabila hasil-hasil perhitungan digambarkan secara grafis melalui apa yang disebut diagram interaksi. Diagram diagram interaksi seperti ini juga merupakan alat bantu perencanaan yang sangat bermanfaat. Momen-momen dan eksentrisitas-eksentrisitas disini dihitung terhadap pusat plastis (untuk penampang-penampang simetris dihitung terhadap pusat geometrisnya) bukan terhadap pusat tulangan tarik. Setiap titik pada grafik tersebut, seperti misalnya titik a, menunjukkan sepasang harga P n dan M n yang menurut teori adalah kekuatan minimal akan dapat meruntuhkan batang tersebut. Untuk tekan konsentris M = 0 grafik tersebut mulai dari o dengan kekuatan P n0 merupakan batang yang dibebani secara konsentris. Bagian ob menunjukkan daerah dengan eksentrisitas yang kecil dimana keruntuhan diawali dengan hancurnya beton. Titik b mewakili kondisi seimbang, yaitu suatu keadaan dimana aksi serentak beban P nb dan momen M nb beton akan mencapai regangan batasnya (0.003) pada saat yang sama ketika tulangan tarik mencapai tegangan lelehnya. Bagian bc menunjukkan suatu daerah dimana keruntuhan diawali dengan melelehnya tulangan tarik. Akhirnya, titik ujung c menunjukkan kapasitas momen M n0 apabila bekerja lentur saja, yaitu, apabila P n = 0. Semua garis miring yang melalui titik awal mempunyai suatu kemiringan yang kebalikannya merupakan eksentrisitas terhadap pusat dari kombinasi hargaharga batas P n dan M n seperti yang terlihat pada gambar berikut. 26

P n P no P n Compressio o tension failure c M n M no M nb Gambar 2.1 Diagram interaksi untuk tekan dengan lentur, P n dan M n. Compression failure = keruntuhan tekan Tension failure = keruntuhan tarik Pada daerah ob yaitu daerah keruntuhan tekan, apabila beban aksial P n semakin besar momen yang didapat dipikul oleh penampang tersebut sebelum ia mengalami keruntuhan. Namun demikian, pada daerah bc atau daerah tarik terjadi hal sebaliknya, semakin besar beban aksial semakin besar pula kapasitas momen dari penampang tersebut. 2.9 Sistem Perkakuan Elemen Vertikal Gedung 2.9.a Sistem Rangka Kaku (Rigid Frame System) Sistem rangka kaku pada umumnya berbentuk grid persegi teratur, terdiri dari balok horisontal dan kolom vertikal yang dihubungkan di suatu bidang dengan menggunakan sambungan kaku (rigid). Rangka ini bisa satu bidang dengan dinding interior bangunan, atau sebidang dengan fasade bangunan. Prinsip rangka kaku akan ekonomis untuk bangunan sampai 30 lantai dengan material baja dan sampai 20 lantai dengan material beton. 27

Gambar 2.2 Sistem struktur rangka (Schuller, 1989) Gambar-gambar denah menunjukkan penerapan sistem-sistem struktur ini pada berbagai bentuk denah bangunan yang ditentukan oleh berbagai jenis pola grid, seperti di bawah ini : Rangka melintang sejajar Pada grid persegi tipikal Pada grid persegi dengan grid interior Pada grid radial Pada grid lengkung Pada dua sumbu Rangka Luar Pada rangka luar dengan rangka inti melintang Pada rangka luar dan dalam pada grid persegi 28

Contoh-contoh di atas memperlihatkan kemungkinan untuk membagi bangunan berdasarkan sistem rangka. Gambar 2.3 : Lentur balok dan kolom struktur rangka Karena kontinyuitasnya, maka rangka kaku bereaksi terhadap beban lateral terutama melalui lentur dari kolom dan balok (Gambar 2.3). Sifat menerus dari rangka bergantung pada tahanan rotasi dari sambungan dan batang-batang. Kapasitas beban rangka sangat bergantung pada kekuatan balok dan kolom individual. Kapasitasnya menurun sebanding dengan kenaikan tinggi lantai dan jarak antar kolom. Dari sisi lendutan lateral, pada rangka kaku disebabkan oleh dua hal yaitu : Lendutan yang disebabkan oleh lentur kantilever (gambar 2.4) Fenomena ini dikenal sebagai chord drift. Ketika melawan momen gulling, rangka ini berlaku sebagai balok kantilever vertikal yang melentur melalui deformasi aksial serat-seratnya. Disini pemanjangan 29

dan pemendekan kolom akan menghasilkan ayunan lateral. Mode lendutan menyumbang kira-kira 20% dari penyimpangan total struktur. Gambar 2.4 : Deformasi struktur rangka (Schueller, 1989) Defleksi karena lentur balok dan kolom Fenomena ini dikenal sebagai shear lag atau frame wracking. Gaya geser horisontal dan vertikal yang bekerja pada kolom dan balok menyebabkan terjadinya momen lentur pada batang-batang tersebut. Apabila melentur, seluruh rangka mengalami distorsi. Mode deformasi ini menyebabkan 80% dari jumlah ayunan total struktur yang terdiri dari 65% karena lentur balok dan 15% karena lentur kolom. Lengkung defleksi setara dengan diagram geser eksternal, kemiringan deformasi adalah minimum pada bagian dasar struktur, yaitu tempat terjadinya gaya geser terbesar. 30

2.9.b Sistem Dinding Geser (Shear Wall / Core Wall System) Dinding geser adalah unsur pengkaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang bekerja pada bangunan. (Gambar 2.5) memperlihatkan dinding geser sebagai dinding luar, dalam ataupun berupa inti yang memuat ruang lift atau tangga. Susunan geometri sistem dinding geser tidak terbatas. Bentuk-bentuk dasar yang umum diperlihatkan pada lingkaran pusat pada (Gambar 2.5). Bentuk segitiga, persegi panjang, sudut, kanal dan flens lebar adalah contoh-contoh bentuk yang umum dikenal. Sistem dinding geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap menutupi ruang geometris. Bentuk-bentuk ini adalah L, X, V, Y, T, dan H. Sebaliknya, sistem tertutup melingkupi ruang geometris, bentuk-bentuk yang sering dijumpai adalah bujursangkar, segitiga, persegi panjang dan bulat. Sistem dinding geser baik di dalam maupun di luar bangunan, dapat disusun secara simetris atau asimetris. Lingkaran tengah pada (Gambar 2.5) memperlihatkan berbagai susunan simetri yang dapat digunakan untuk bentuk bangunan sederhana dengan menggunakan satu, dua, tiga ataupun empat unsur dasar dinding geser di tempattempat yang berbeda pada bangunan. 31

Gambar 2.5 : Susunan dinding geser Bentuk dan penempatan dinding geser mempunyai akibat yang besar terhadap perilaku struktural apabila dibebani secara lateral. Inti yang diletakkan asimetris terhadap bentuk bangunan harus memikul torsi selain lentur dan geser. Akan tetapi, rotasi dapat juga terjadi pada bangunan yang memiliki susunan dinding geser simetris apabila angin bekerja pada fasade yang terbuat dari tekstur permukaan yang berbeda (haluskasarnya permukaan) atau apabila angin tidak bekerja pada titik berat massa bangunan. (Gambar 2.6) 32

Gambar 2.6 : Pengaruh permukaan dan letak dinding terhadap gaya lateral Perlawanan yang optimal terhadap torsi diperoleh pada penampang inti tertutup. Akan tetapi, ketika menganalisis perlawanan terhadap torsi, kekakuan torsi harus dikurangi apabila terdapat bukaan jendela dan bukaan lainnya karena menurunnya kekakuan dinding akibat perlubangan tersebut. Belahan dinding yang mempunyai bukaan besar untuk memuat sistem mekanikal dan elektris mungkin tidak dapat menahan beban demikian. Apabila resultan dari gaya- gaya lateral melalui titik berat dari kekakuan relatif bangunan, maka yang dihasilkan hanyalah reaksi translasi. Kasus yang paling jelas adalah pada bangunan dinding geser murni. Pada bangunan dinding geser rangka kaku, sebagai perkiraan awal dianggap bahwa geser akan dipikul seluruhnya oleh inti karena kekakuannya jauh melebihi kekakuan lateral rangka. 33

Apabila susunan dinding geser itu adalah asimetris, maka resultan gaya lateral tidak melalui titik berat kekakuan bangunan. Yang terjadi adalah rotasi dari dinding geser ditambah dengan translasi. Penyebaran tegangan tergantung pada bentuk sistem dinding geser. 2.9.c Sistem Perbesaran Kolom Sudut serta Balok Lantai Atas dan Bawah Penggunaan perkakuan tambahan berupa perbesaran kolom sudut serta balok lantai atas dan bawah sangat bermanfaat untuk meningkatkan faktor kekakuan pada sepanjang rangka. Selain mampu memperkecil terjadinya lendutan juga dapat mereduksi momen-momen dalamnya, sehingga momennya mengecil dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan. Dari gedung berlantai 10 yang dianalisis dengan cara statis ekivalen, pada bangunan yang bertapak bujur sangkar perkakuan yang ada mampu memperkecil lendutan yang terjadi. Sedangkan pada bangunan bertapak persegi panjang, perkakuan hanya efektif pada arah memendek (Maya Kumala Sari,1991). Pada gedung berbentuk persegi panjang sistem perkakuan tambahan ini menimbulkan efek yang agak berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. Sistem perkakuan hanya mampu memperkecil goyangan pada lantai ke-1 dan ke-2. Sedangkan mulai lantai ke-3 dan seterusnya ke atas, goyangan yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan. 34

Perkakuan pada struktur gedung membawa pengaruh pada momen yang dihasilkan oleh balok dan kolom. Pada lantai teratas terjadi peningkatan momen yang besar hampir pada semua baloknya, terlebih pada balok sepanjang sisi gedung yang diberi perkakuan, hal ini terjadi hingga lantai ke-1. Berdasarkan distribusi momen akibat beban vertikal dan beban lateral, sistem perkakuan untuk gedung berbentuk bujur sangkar diperoleh momen tumpuan (negatif) yang bertambah besar dan momen lapangan (positif) yang relatif lebih kecil. Sedangkan pada kolom, peningkatan momen hanya terjadi pada kolom-kolom sudutnya. Selebihnya momen pada kolom lainnya mengecil akibat pengaruh distribusi momen. Pengaruh perkakuan pada redistribusi momen gedung berbentuk persegi panjang tidak jauh berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. Gambar 2.7 : Sistem perkakuan vertikal dengan perbesaran kolom serta balok lantai dan bawah (Sari, 1999) 35

Pada Tugas Akhir ini perhitungan struktur atas dengan sistem perkakuan vertikal dinding geser. Pemilihan dinding geser ini diharapkan cukup efektif untuk bangunan-bangunan yang memuat ruang lift atau tangga. 2.10 Tulangan Baja dalam beton bertulang berfungsi memikul tegangan tarik, sedangkan beton sendiri berfungsi untuk memikul tegangan tekan. Dengan demikian, pada suatu gelagar beton bertulang, beton berfungsi memikul gaya tekan batang-batang baja yang dipasang longitudinal diletakkan di dekat permukaan tarik untuk memikul gaya tarik, dan sering kali batang-batang baja tambahan diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat memikul timbulnya tegangan tarik yang disebabkan oleh gaya geser pada badan gelagar. Supaya pemakaian tulangan bisa berjalan dengan efektif, harus diusahakan agar tulangan dan beton dapat mengalami deformasi bersama-sama, yaitu agar terdapat ikatan yang cukup kuat diantara kedua material tersebut untuk memastikan tidak terjadinya gerakan relatif (atau slip) dari tulangan dengan beton yang ada disekelilingnya. Dalam perencanaan, dikenal tulangan yang bersifat Balance Reinforced (tulangan berimbang) artinya tulangan leleh pada saat yang bersamaan dengan hancur beton. Ada dua kondisi dalam perencanaan yaitu kondisi Over Reinforced dan Under Reinforced. Berikut akan diuraikan perbedaan mengenai keduanya. 36

Over Reinforced Tulangan banyak Momen nominal (Mn) besar Garis netral besar Tulangan belum leleh saat beton hancur Keruntuhan tekan Keruntuhan tiba-tiba Brittle failure Under reinforced Tulangan sedikit Momen nominal (Mn) kecil Garis netral kecil Tulangan sudah leleh saat beton hancur Keruntuhan tarik Keruntuhan perlahan (didahului oleh lendutan yang besar dan retak-retak) Dactile failure Karena sifat dari over reinforced yang runtuhnya tiba-tiba, perancangan tidak boleh mencapai over reinforced. Perancangan harus selalu under reinforced. Banyaknya tulangan ditunjukkan oleh luas penampang tulangan (As) A s = (2.40) b d 37

Dimana : ρ : angka tulangan (tanpa dimensi) A s ρ b : luas tulangan : angka tulangan pada keadaan berimbang (balanced) ρ > ρ b : over reinforced (2.41) ρ < ρ b : under reinforced (2.42) Dalam perancangan : ρ 0.75 ρ b (2.43) ρ = 0,85. f. β. (2.44) Kapasitas momen akan meningkat dengan semakin banyaknya tulangan, tetapi tulangan yang makin banyak menyebabkan penampang tersebut menjadi over reinforced. Dalam perancangan, penampang dengan kapasitas besar tapi tetap under reinfoced. Solusinya adalah penampang dengan tulangan rangkap (ada yang diatas (tekan) dan ada di bawah (tarik). 38