BAB II PENGATURAN HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN. A. Perkembangan Hukum Jaminan Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

ANALISIS HUKUM PERBANKAN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SK PENGANGKATAN PNS. Oleh : Paula Bawuna 1

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ada

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Perkembangan Hukum Jaminan Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia Jaminan adalah sesuatu yang mempunyai nilai dari debitur, yang disertakan dalam transaksi, dalam rangka untuk menjamin hutangnya, tanpa disertakannya jaminan, maka yang terjadi hanya suatu kontrak atas hutang atau atas piutang, dan suatu kewajiban untuk melunasinya. Menurut R. Subekti mengemukakan bahwa jaminan kredit yang baik dan ideal adalah yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya, yang tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya, yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima (pengambil) kredit. 34 Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit akan selalu memerlukan jaminan, dalam hal ini demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam artian piutang dari pihak yang meminjamkan atau debitur akan terjamin dengan adanya jaminan. Hak-hak yang bersifat memberikan jaminan secara khusus diatur dalam KUH Perdata. Hak-hak mana adalah previlege, gadai, dan hipotik dikatakan 34 R. Subekti, Op. Cit., hlm. 19 30

31 secara khusus karena disamping hak-hak jaminan itu ada yang diatur didalam maupun diluar KUH Perdata. 35 Hak-hak jaminan lain itu bukanlah hak jaminan perseorangan atau pribadi, melainkan hak fidusia, creditverband, dan oogtsverband. Hak-hak jaminan di sini tidak memberikan kewenangan bagi yang berhak untuk mempergunakan nikmat yang dihasilkan kebendaan, tetapi hanya memberikan kepada yang berhak kewenangan untuk menguasai benda sebagai pendukung nilai yang berupa uang, hanya yang berupa memberi sejumlah uang. Dari sebab itu pada hakekatnya hak-hak jaminan kebendaan tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri, melainkan selalu merupakan accessoir, hak-hak jaminan kebendaan itu bagi yang berhak (kreditur) sangat berperan, karena memberikan preferensi dalam hal ia melakukan perihal atas benda-benda tertentu dari harta kekayaan debitur, guna menutup schuld si debitur kepadanya. Sedangkan hak jaminan pribadi terdapat pada penanggungan (borgtocht), yang memberikan jaminan untuk dipenuhinya perutangan. Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi olehdebitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan peryaratan untuk memperkecil risikobank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian scara prinsip jaminanbukan persyaratan utama. Bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yangdibiayainya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. Sebagai langkah antisipatif dalam menarikkembali 35 Purwahid Patrik & Kashadi, Hukum Jaminan, (Semarang: FH UNDIP, 2002), hlm. 4

32 dana yang telah disalurkan oleh kreditur kepada debitur, jaminan hendaknya dipertimbangkan dua faktor, yaitu: 36 1. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal,sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan, jika dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memilikikekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi. 2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual ataudiuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur, dengan mempertimbangkan dua faktor di atas, jaminan yang diterimaoleh pihak bank dapat meminimal risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip kehatihatian (prudential banking). Secara normatif saranaperlindungan bagi kreditur tercantum dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. Pasal 1131, Pasal 1132 KUH Perdata merumuskan bahwa segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan adadi kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa kebendaan tersebutmenjadi jaminan bersama-sama bagi semua benda yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu di bagi menurutkeseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk di dahulukan. 36 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hlm. 71

33 Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan secara umum atau jaminan yang lahir dari undang-undang, disini undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau berlaku asas paritas creditorum, dimana pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara berimbang (ponds-ponds gewijs).jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya caraterjadinya, sifatnya kebendaan yang dijadikan obyek jaminan dan lain sebagainya, yaitu: 1. Jaminan karena undang-undang. 2. Jaminan umum dan jaminan khusus. 3. Jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. 4. Jaminan pokok, jaminan utama dan jaminan tambahan. 5. Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak. 6. Jaminan regulatif dan jaminan non regulatif. 7. Jaminan konvensional dan non konvensional. 8. Saham sebagai agunan tambahan. Jenis kredit apabila dilihat dari segi macam jenis jaminannya terdiri dari kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan, yaitu: a. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminanyang diberikan si calon debitur. b. Kredit tanpa jaminan, yaitu merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter sertaloyalitas atau nama baik si calon debitur. 37 atas adalah: Lembaga-lembaga jaminan dengan hak kebendaan seperti yang termaksud di hlm. 101-104 37 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),

34 1. Gadai Masalah mengenai gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1161 KUH Perdata. Menurut Pasal 1150KUH Perdata pengertian dari gadai adalah: Suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biayamana harus didahulukan. Menurut ketentuan pasal tersebut terdapat beberapa unsur yang pokok mengenai gadai: a. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang gadai. b. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur atau orang lainatas nama debitur. c. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh maupun tidak bertubuh, yang dimaksudkan tidak bertubuh adalah piutang, yang meliputi: 1) Piutang atas bawa (Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata). 2) Piutang atas tunjuk (Pasal 1152 KUH Perdata). 3) Piutang atas nama (Pasal 1153 KUH Perdata). d. Kreditur berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. 2. Fidusia Fidusia mempunyai arti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan sebagai jaminan. Timbulnya fidusia karena adanya inbezitstelling dalam gadai kurang

35 memenuhi kebutuhan masyarakat yang akan mencari modal pinjaman, di mana bendajaminan tersebut masih diperlukan dalam menjalankan usahanya. Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu benda bergerak berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Sebelum undang-undang jaminan fidusia ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Fidusia mempunyai ciri-ciri: a. Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 38 b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan ditangan siapapun obyek tersebut berada. 39 c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 40 d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 41 3. Hak tanggungan Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikutbenda-benda lain yang merupakan kesatuan 38 Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia 39 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia 40 Pasal 6, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia 41 Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

36 dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.dengan di undangkannya undang-undang hak tanggungan maka ketentuan-ketentuan tentang hak jaminan atas tanah, yang berlaku sebelumnya, terutama ketentuan-ketentuan tentang eksekusi hipotik, sepanjang yang sudah diatur dalam undang-undang menjadi hapus. 42 Ciri-ciri hak tanggungan adalah sebagai berikut: a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference). b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hokum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Sedangan lembaga jaminan dengan hak jaminan pribadi yang diatur dalam undang-undang adalah penanggungan (borgtocht). Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang, manakala orang inisendiri tidak memenuhinya. Tujuan dari penanggungan adalah memberikan jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Dengan tegas dikatakan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, bahwa penanggungan didasarkan atas suatu perjanjian, dan perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian antara kreditur denganpemberi jaminan pribadi (borg). Konsekuensinya adalah bahwa perjanjian penanggungan sebagai juga perjanjian pada umumnya harus memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata, 42 Pasal 26, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

37 agar menjadi perjanjian yang sah, dalam arti bahwahanya atas persetujuan kedua belah pihak yang bersangkutan saja, perjanjian penanggungan dapat dibatalkan Pasal 1338KUH Perdata, dengan tidak mengurangi bahwa perjanjian itujuga batal, kalau perikatan pokoknya juga hapus. Selanjutnya, dalam kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi dimasyarakat dapat di perhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan dengan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang bisa berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utangsehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikanhak kebendaan kepada pemegang jaminan. Kegiatan pinjam-meminjam uangyang dikaitkan dengan persyaratan penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dengan badan usaha. Badan usaha umumnya secara tegas mensyaratakan kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang di tawarkan (diajukan) oleh pihak peminjam umumnya akan di nilai oleh badan usaha tersebut sebelum diterima sebagai objek jaminan atas pinjaman yang di berikannya. Penilaian yang seharusnya dilakukan sebagaimana yang biasa terjadi di bidangperbankan meliputi penilaian dari segi hukum dan dari segi ekonomi. Berdasarkan penilaian dari kedua segi tersebut di harapkan akan dapat disimpulkan kelayakan sebagai jaminan utang yang baik dan berharga. Jadi unsur jaminan paling tidak keyakinan dari pihak kreditur terhadap

38 debitur dapat mengembalikan hutangnya sesuai yang diperjanjikan merupakan unsur yang sangat penting di dalam setiap perjanjian kredit. B. Macam-Macam Jaminan Yang Digunakan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Perjanjian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah bukanlah tanpa risiko, karena suatu risiko mungkin saja terjadi. Risiko yang umumnya terjadi adalah risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan. Keadaan tersebut sangatlah berpengaruh kepada kesehatan bank, karena uang yang dipinjamkan kepada debitur berasal atau bersumber dari masyarakat yangdisimpan pada bank itu sehingga risiko tersebut sangat berpengaruh ataskepercayaan masyarakat kepada bank yang sekaligus kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang ada telah dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok sajadan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan. 43 43 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 68

39 Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank sering terbentur kepada ketiadaan jaminan berupa agunan yang dimiliki oleh calon debitur. Menghadapi kendala ketiadaan jaminan tersebut, bank sebagai penyalur dana menyikapi dengan mengadakan penawaran kepada pegawai negeri sipil berupa penawaran kredit dengan tanpa penyertaan agunan. Selanjutnya mengenai jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Jaminan yang didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan kemampuan nasabah atau debitur untuk membayar kembali kreditnya, dengan dana yang berasal dari usaha yanng dibiayai kredit, yang tercermin dalam cash low nasabah atau yang lebih dikenal dengan first way out. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan analisis dan evaluasi atas watak atau karakter, kemampuan, modal serta prospek debitur. 2. Jaminan yang didasarkan atas likuiditas agunan atau second way out apabila dikemudian hari first way out tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran kembali kredit. Sedangkan berdasarkan sumber pendanaannya, agunan kredit dibedakan menjadi agunan pokok dan agunan tambahan, yaitu : a. Agunan pokok, dimana agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber atau dibiayai dari dana kredit bank. Agunan ini dapat berupa barang, proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin, persediaan dagang atau hak tagih, dan lain-lain). 44 Agunan kredit dapat hanya berupa agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dalam jaminan utama (watak, 44 Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

40 kemampuan, modal dan prospek), diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya. b. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk di dalam batasan agunan pokok tersebut diatas. Misalnya surat berharga, garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain. C. Kedudukan SK PNS Sebagai Jaminan Dalam Sistem Perbankan Perkembangan perbankan modern, kredit tidak terbatas pada peminjaman atau pembiayaan melalui mekanisme yang lebih sederhana berupa transaksi penyerahan uang tunai secara langsung kepada debitur. Sekarang ini transaksi di bidang kredit menggunakan prosedur, mekanisme, dan instrumen yang lebih kompleks, namun memudahkan kreditor dan debitur bertransaksi. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena adanya dukungan teknologi komunikasi, telematika, dan informasi yang semakin canggih sehingga saat ini kebanyakan kredit perbankan diciptakan dan disalurkan lewat komputer sehingga sudah tidak banyak lagi melibatkan transfer uang tunai secara nyata, oleh karenanya dalam suatu negara semakin berkurang kemungkinan adanya pembatasan wilayah secara kaku dalam perkreditan ini. Memperhatikan kompleksitas prosedur, mekanisme, instrumen, juga permasalahannya, maka sangat wajar dan tidak berlebihan apabila pengertian kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia juga begitu luas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), yaitu: Pengertian kredit yang dimaksudkan dalam Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB) tidak terbatas hanya pada pemberian fasilitas kredit yang lazim

41 dibukukan dalam pos kredit pada aktiva dalam neraca bank, namun termasuk pula pembelian surat berharga lain yang diterbitkan nasabah, pengambilan tagihan dalam rangka anjak piutang, dan pemberian jaminan bank yang di antaranya, meliputi akseptasi, endosemen, dan aval surat-surat berharga. Pengertian kredit yang disebut di atas begitu luas termasuk juga dengan jaminan berupa SK PNS, dimana pengertian tersebut menggambarkan cakupan transaksi ekonomi dan keuangan di mana kreditor menyerahkan suatu nilai kepada debitur dan sebaliknya, debitur berjanji akan mengembalikannya pada waktu yang telah ditetapkan pada masa depan. Adapun nilai yang diserahkan tersebut berupa uang, jasa-jasa, barang, atau klaim keuangan, seperti obligasi atau comercial paper. Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit. Kredit pada awal perkembangannya adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam bermula karena adanya kepercayaan di antara mereka, yaitu si pemberi pinjaman percaya bahwa si peminjam akan mengembalikan pinjamannya (baik dengan disertai bunga maupun tidak disertai bunga) pada saat yang telah dijanjikan. Dengan dasar adanya kepercayaan inilah pinjam-meminjam berlangsung dan dikenal dengan sebutan kredit. Adapun definisi dari perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam terdapat dalam Pasal1754 KUH Perdata yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barangyang bisa habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhirini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang samapula. 45 45 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditia Bakti, 1995), hlm. 125

42 Unsur utama dan pertama dari kredit yaitu unsur kepercayaan.unsur yang lainnya bersifat sebagai penunjang dari unsur pertama dan utama tersebut, dalam arti unsur tersebut berguna dalam rangka pertimbangan yang menyeluruh dalam mendapatkan atau memperoleh keyakinan dan kepercayaan untuk terjadinya suatu hubungan atau perikatan hukum dalam bidang perkreditan tersebut. Dalam penelitian ini, yang menjadi jaminan penunjang yaitu SK PNS. Bank dalam memberikan kredit dengan jaminan SK PNS percaya bahwa jaminan tersebut sudah cukup menggambarkan kemampuan nasabah dalam melunasi kredit yang diberikan. Bank Sumut merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dimana dalam pengertian yang lebih sempit lagi, Bank Sumut sepenuhnya berada dalam pengawasan pemerintah secara khusus. Jadi pada saat nasabah yang merupakan pegawai negeri sipil mengajukan permohonan kredit kepada pihak Bank Sumut, sangat memudahkan pihak bank untuk membangun kepercayaan kepada debitur yang merupakan pegawai negeri sipil, karena baik pihak bank sebagai kreditur dan pihak pegawai negeri sipil sebagai debitur sama-sama berada dalam pengawasan dan naungan yang sama yaitu pemerintah. Sehingga dengan jaminan SK PNS sudah cukup bagi pihak bank untuk memberikan kredit. Terlebih lagi sebagian besar pegawai negeri sipil mendapatkan gaji dari pemerintah melalui Bank Sumut sebagai perantara. Sehingga mempermudah pihak bank untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap pegawai negeri sipil yang memiliki kredit di bank. Dengan kondisi seperti ini, sangat kecil kemungkinan terjadinya kredit macet, karena pembayaran kredit bisa secara langsung dipotong dari

43 gaji yang diterima oleh pegawai negeri sipil yang bersangkutan, dimana jaminan pokok atau sumber pengembalian kredit yaitu dari penghasilan gaji atau pensiun pegawai negeri sipil setiap bulan dengan menyerahkan surat kuasa kepada bank untuk memotong gaji pensiun atau mendebet rekening tabungan untuk angsuran kredit. Pada dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkandung maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak) biasanya lebih cenderung melakukan perbuatan hukum tersebut dengan merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis. 46 Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan). Agunan yang dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang bergerak seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan surat-surat bukti kepemilikan kendaraan bermotor, agunan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di dalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan, 47 pengangkatan 46 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 1984), hlm. 42 47 Sjachran Basah, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 230

44 pegawai negeri sipil (SK PNS) 48, atau berupa surat keputusan pensiun pegawai negeri sipil, dan lain sebagainya. Walaupun SK PNS bukan merupakan benda yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan), tetapi perkembangan dalam praktik perbankan yang melihat sisi ekonomis pada surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa bank sebagai jaminan kredit. Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit dengan jaminan SK PNS, dimana dari unsur tersebut dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah, dimana juga debitur sebagai pegawai negeri sipil selalu menjaga dan tidak merusak kredibilitasnya. Pemberian kredit dapat dilaksanakan ketika ada persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai debitur yang disebut perjanjian kredit. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembayaran, sudah semestinya jika pemberi kredit dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. D. Karakteristik Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Berupa SK PNS Pada praktik perbankan, sering di jumpai bank telah menyediakan formulir atau blanko perjanjian kredit. Formulir tersebut disodorkan pada setiap pemohon kredit yang isinya tidak diperbincangkan melainkan setelah dibaca oleh pemohon, 48 Ajib Rakhmawanto, Seleksi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS Volume 1 Tahun 2007, (Jakarta: Pusat Pengkajian Dan Penelitian Kepegawaian BKN, 2010), hlm. 2

45 pihak bank hanya meminta pendapat calon nasabah, apakah dapat menerima syaratsyarat yang tersebut dalam formulir itu atau tidak. Sedangkan hal-hal yang kosong di dalam formulir, seperti jumlah pinjaman, besarnya bunga, tujuan pemakaian kredit, dan jangka waktu kredit adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelum ada persetujuan dari kedua belah pihak. Adapun ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut: 1. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah ditetapkan secara sepihak. 2. Masyarakat sama sekali tidak dapat menentukan isi atau syarat yang diperjanjikan. 3. Masyarakat terdorong oleh kebutuhan terpaksa menerima isi atau syarat yang diperjanjikan, sehingga apabial kemudian akan mengadakan perubahan isi atau syarat tersebut sama sekali tidak bisa. 4. Isi atau syarat yang diperjanjikan telah dipersiapkan terlebih dahulu. 49 Perjanjian kredit ini mengandung kelemahan terutama dihubungkan dengan Pasal 1320, Pasal 1338 KUH Perdata, karena dalam perjanjian kredit tidak mengandung adanya kesepakatan dalam arti luas dari kedua belah pihak, melainkan hanya sepihak. Sedangkan pihak pemohon dalam memberi kesepakatannya hanya fiktif belaka. Dengan demikian perjanjian kredit tidak hanya mengandung kelemahan tetapi sekaligus menyimpang dari asas-asas yang terkandung dalam Pasal 1320, Pasal 1338 KUH Perdata. Terlepas dari kelemahan dari penyimpangan Pasal 1320, Pasal 1338 KUH Perdata, sebab disatu segi, timbulnya perjanjian (standart) kredit tidak dilatar belakangi oleh kaum ekonomi kuat, tetapi oleh kemauan pemerintah untuk membantu 49 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Standart Dan Perkembangannya Di Indonesia. (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 97

46 dan merangsang pertumbuhan pengusaha ekonomi lewat bantuan kredit. Sedangkan disisi lain, pemberian atau pelepasan kredit tanpa disertai adanya persyaratan yang ketat akan mengakibatkan terbukanya risiko yang besar bagi kelangsungan usaha bank dan pada akhirnya akan melumpuhkan tujuan yang terkandung dalam pemberian kredit itu sendiri. Pada praktik perbankan, secara yuridis formal terdapat 2 jenis perjanjian kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya: 50 a. Akta atau perjanjian kredit di bawah tangan, adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. b. Akta atau perjanjian kredit notaril (otentik), adalah perjanjian yang dibuat secara Notariil dalam pemberian kredit kepada nasabahnya yang dibuat di hadapan notaris. Bank dalam memberikan kredit pada nasabah harus melihat prinsip-prinsip standart dalam memahami nasabah. Prinsip tersebut dapat dilakukan dengan sistem penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabahdebitur tersebut dikenal dengan istilah The 5C s of Credit Analysis yang merupakan ukuran kemampuan penerima kredit (debitur) untuk mengembalikan pinjamannya, yaitu: 51 1. Kemampuan (capacity) adalah kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan dan melihat perspektif masa depan, sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 50 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 182 51 Kasmir, Op. Cit., hlm. 140

47 2. Watak (character) adalah kepribadian, moral, dan kejujuran pemohon kredit. Apakah ia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, yang timbul dari persetujuan kredit yang akan diadakan. Hal ini menyangkut sampai sejauh mana kebenaran dari keterangan-keterangan yang diberikan pemohon tentang data-data kepribadian, seperti asal usul kehidupan pribadi, apakah pemohon seorang yang royal, keadaan masa lalunya, apakah pernah terlibat didalam black list dan sebagaimana informasi dan referensi antara bank, juga dibutukan. 3. Kondisi ekonomi (condition of economy) dimana dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. 4. Modal (capital) dimana pemohon disyaratkan wajib memiliki modal sendiri dan kredit dari bankberfungsi sebagai tambahan. Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvaliditas, rentabilitas dan juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. 5. Jaminan (collateral) merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu

48 masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Pada kebiasaannya pihak bank tidak memakai syarat yang keempat dalam kredit ini, yaitu collateral karena tidak ada agunan sama sekali dalam penyaluran kredit ini dan yang ditonjolkan dari prinsip tersebut adalah character dan capacity to repay. Itulah sebabnya dalam hal ini, bank meminta persyaratan SK PNS untuk mengetahui pekerjaan dari calon debitur, dan dari surat tersebutkemudian dapat dinilai kemampuan untuk membayar kembali berdasar jumlah kredit yang akan dikucurkan dan pokok gaji dari calon debitur tersebut berdasarkan golongan dan kepangkatan terakhir.