ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TERAPI HORMONAL ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENIL

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Kanker Nasofaring. Wulan Melani. Wulan Melani 1, Ferryan Sofyan 2. Mahasiswa F.Kedokteran USU angkatan 2009 /

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS)

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

Maksilektomi medial endoskopik

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA DENGAN DIAGNOSIS AWAL HEMANGIOMA KAPILARE Nimim Putri Zahara

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

Penatalaksanaan Epistaksis

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus:

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

Biopsi payudara (breast biopsy)

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

Bedah sinonasal endoskopik angiofibroma nasofaring belia: laporan seri kasus berbasis bukti (evidence based)

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

LAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Teknik Radiografi Sinus Paranasal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

: PPDS THT FK-USU (Asisten Ahli) : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan. A. Nama : dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL NIP :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf

JUVENILE ANGIOFIBROMA NASOFARING BAB I PENDAHULUAN. Juvenile angiofibroma merupakan tumor jinak hipervaskuler di nasofaring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi

Transkripsi:

ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja 1,2,3. Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s / d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun 4 dan jarang pada usia diatas 25 tahun 2. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak 5 dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher 1,2. Dilaporkan insidennya antara 1 : 5.000 1 : 60.000 pada pasien THT 2. Di RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2001 Nopember 2002 dijumpai 11 kasus angiofibroma nasofaring. Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan 1. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal 1,2. Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang 1,6. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna 7. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid 6. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak 5,6. Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi 2-6. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif 6. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI 2-6. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila 4. Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi 3. Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain 6. Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren 2,4. Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna 2. Kami laporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia pada anak usia 12 tahun yang dilakukan pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving. Laporan Kasus ( MR : 22-50-04 ) Seorang anak laki-laki, TA, berusia 12 tahun, kiriman seorang dokter spesialis THT di Lubuk Pakam, datang ke Poliklinik THT RSUP.H. Adam Malik pada tanggal 19 Oktober 2002 dengan keluhan utama : sering keluar darah dari hidung. Dari allo 2002 Digitized by USU digital library 1

anamnesis diketahui bahwa keadaan ini dialami penderita sejak + 1 tahun yang lalu, hilang timbul disertai hidung tumpat. Sakit kepala (-), pendengaran berkurang (-). SP : Normal SL : Telinga : normal Hidung : RA : mukosa merah muda disertai sekret dan krusta darah (+) RP : massa kemerahan menutupi nasofaring Tenggorokan : normal Hasil CT scan nasofaring / paranasal sinus tanggal 7 Oktober 2002 : Dilakukan regular scan 5 mm melalui daerah sinus / nasofaring. Pada daerah nasofaring tidak tampak soft tissue mass, fossa rosenmuller dan retrofaringeal plane tampak normal. Sinus maksilaris kanan dan kiri jernih dengan dindingnya yang intact. Paranasal sinus kanan / kiri yang lain tampak jernih. Dalam kavum nasi kanan tampak soft tissue mass yang besar dan meluas sampai daerah atas nasofaring menekan septum nasi ke kiri. Kesimpulan : kesan tumor kavum nasi kanan yang luas, kemungkinan suatu Angiofibroma. Diagnosis : Angiofibroma nasofaring Rencana : pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving. Persiapan : 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Foto toraks 3. Konsul ke bagian Ilmu Kesehatan Anak 4. Konsul Anestesi 5. Persiapan darah WB 1000 cc Dilakukan operasi midfacial degloving pada tanggal 29 Oktober 2002. Laporan operasi : - Penderita ditidurkan di meja operasi dengan infus dan ETT terpasang. - Daerah operasi disucihamakan dengan povidone iodine dan alkohol 70%. - Dibuat landmark pada daerah frenulum dengan membuat tegel, dilakukan infiltrasi pehacain 2% + NaCl 0,9% 2:3 pada sub labial kiri-kanan sampai tuberositas maksila kiri-kanan. - Dilakukan insisi pada mukosa sub labial mulai dari tuberositas maksila satu sisi sampai periosteum. - Periosteum di luksir sampai fossa kanina kiri-kanan. - Mukosa hidung diinsisi sekeliling pinggir bawah nares anterior dan lateral apertura piriformis, dilakukan pemotongan septum mulai dari spina nasalis anterior sampai sutura nasofrontal. - Dimasukkan 2 buah kateter pada nares kiri-kanan dan dikeluarkan pada sub labial, ditarik ke arah superior sampai glabela. - Dipastikan lokasi dari massa tumor melalui apertura piriformis dan rongga mulut. Ditemukan tumor mengisi nasofaring. - Setelah diidentifikasi, dimasukkan elevatorium melalui apertura piriformis dan massa tumor dilepaskan dari tempat lengketnya dibantu dengan jari tangan yang dimasukkan melalui mulut. - Setelah lepas, massa tumor ditarik keluar dan didapatkan massa lunak dengan ukuran + 6 x 5 x 2 cm! dikirim ke bagian PA RSUP.H. Adam Malik. - Dilakukan palpasi dinding sinus maksila kanan dengan jari tangan! dinding intak. - Kontrol perdarahan. - Daerah operasi dicuci dengan H 2 O 2 3% dan NaCl fisiologis. - Septum dijahit dengan metode angka 8 dan jahitan matras selang-seling. - Insisi sub labial dijahit dengan vicryl 3/0. 2002 Digitized by USU digital library 2

- Dipasang tampon bellocq dan tampon anterior. - Perdarahan + 1000 cc, transfusi darah WB durante operasi sebanyak 2 pack. - KU post op : baik Terapi : (advis dari bagian Ilmu Kesehatan Anak) : - IVFD cairan 2:1 64 tts / menit mikro - Inj. Ampicillin 500 mg / 6 jam - Inj. Gentamycin 60 mg / 12 jam - Inj. Deksametason 1 / 2 ampul / 12 jam (1hari saja) - Inj. Asam traneksamat 150 mg / 8 jam - Inj. Antalgin 250 mg / 8 jam (k/p) Hb post op : 12,8 gr % Follow up : Tanggal 30-10-2002 ( hari II post op ) KU : nyeri pada daerah operasi (+), badan terasa lemah. Th/ : diteruskan Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan tumor : Kesimpulan : Angiofibroma Tanggal 31-10-2002 ( hari III post op ) KU : nyeri pada daerah operasi (+), badan terasa lemah. Tampon dibuka! perdarahan (-) Th/ : diteruskan Tanggal 1-11-2002 ( hari IV post op ) KU : nyeri pada daerah operasi sudah berkurang, badan masih terasa lemah. SL : RA! krusta (+) Th/ : obat injeksi! stop Co-Amoxiclav syrup Forte 3 x cth I Asam mefenamat syrup 3 x cth I Tanggal 5-11-2002 ( hari VIII post op ) KU : Baik SL : RA : krusta (+) Th/ : Co-Amoxiclav syrup Forte 3 x cth I! Os PBJ dan dianjurkan cuci hidung di rumah dengan NaCl fisiologis dan kontrol 2 hari kemudian. Tanggal 7-11-2002 ( hari X post op ) Os kontrol ke Poliklinik THT RSUP.H.Adam Malik KU : Baik SL : RA : krusta sudah berkurang Th/ : Cuci hidung Dianjurkan kontrol 3 hari kemudian. Diskusi Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya pada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja 2,3,5. Perempuan 2002 Digitized by USU digital library 3

yang didiagnosis dengan angiofibroma nasofaring belia harus mengikuti tes genetik 2. Etiologinya diduga ada hubungannya dengan hormonal 2. Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi 2,4,5. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal 2. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing. Ada beberapa pendekatan teknik operasi yang dikemukakan oleh para ahli seperti lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary dan midfacial degloving 2,3,6. Pada penderita ini digunakan pendekatan midfacial degloving yang mempunyai beberapa keuntungan, seperti : menghindari timbulnya jaringan parut pada wajah, memberikan penglihatan yang baik pada daerah operasi dan memberikan pembukaan bilateral secara bersamaan 8. Pada penderita ini, berdasarkan gambar CT scan diduga telah terjadi invasi ke sinus maksila kanan, tetapi sewaktu dilakukan palpasi pada dinding sinus maksila kanan durante operasi ternyata dinding sinus maksila kanan intak. Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch 2. Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut : - Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring - Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal. - Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila. - Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita. - Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal. - Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus. Klasifikasi menurut Fisch : - Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang. - Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang. - Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus. - Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary. Pada penderita ini berdasarkan klasifikasi di atas maka dapat ditentukan staging penyakitnya yaitu stage I / I A. Kesimpulan Telah dilaporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia stage I / I A pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang telah dilakukan pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving dan berhasil baik.. 2002 Digitized by USU digital library 4

Kepustakaan 1. Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001. 151-2. 2. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm 3. Shaheen OH. Angiofibroma. In : Hibbert J (ed). Scott-Brown s Otolaryngology. 6 th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. 5/12/1-6. 4. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7 th ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1999. 778, 887-8. 5. Jafek BW, Murrow BW. ENT Secrets. 2 nd ed. Philadelphia : Hanley & Belfus Inc., 2001. 265, 275, 306, 497. 6. Becker W, et al. Ear, Nose and Throat Diseases A Pocket Reference. 2 nd ed. New York : Thieme Med Publisher Inc., 1994. 385-6. 7. Adams GL, et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997. 324. 8. Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic529.htm 2002 Digitized by USU digital library 5