BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik (Mardiasmo, 2009). Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada ketidakpuasan dimana tuntutan semakin tinggi diajukan terhadap pertanggung jawaban yang diberikan oleh penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka (Mahsun, 2006). Transparansi dan akuntabilitas merupakan syarat adanya efektivitas tata kelola (effective governance) pemerintahan. Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya daripada memberantas korupsi (Turner and Hulme, 1997). Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka menjawab penilaian kinerja atas tuntutan pelaksanaan akuntabilitas organisasi sektor publik terhadap terwujudnya good governance (Halim, 2007). Pengawasan berfungsi membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, serta berperan dalam mendeteksi secara dini terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan kebocoran (Sukriah dkk, 2009). Pemeriksaan laporan keuangan adalah pengawasan yang dilakukan oleh pemeriksa/auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh 1
2 kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Mulyadi, 2002). Kualitas hasil pemeriksaan merupakan indikator penilaian terhadap pengawasan yang telah dilakukan oleh aparat pemeriksa. Hasil pemeriksaan yang mempunyai kualitas baik diharapkan mampu memberikan jaminan terhadap tata kelola pemerintahan yang transparansi dan bertanggung jawab (Rai, 2008). Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pemeriksa untuk memberikan rekomendasi sebagai bahan perbaikan akuntabitas untuk dapat ditindaklanjuti. Inspektorat sebagai auditor internal pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat penting sebagai fungsi pengawasan dalam menciptakan tata kelola pemeritahan yang baik, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Masalah kasus korupsi yang ada didaerah menyita perhatian publik, bahkan berimplikasi pada penyidikan oleh penegak hukum sebagaimana sering didengar tentang kasus-kasus APBD yang terjadi di Bali yang mencuat melalui media cetak. Dari sembilan Kabupaten yang ada di Provinsi Bali, beberapa kabupaten pernah menjadi sorotan masyarakat dan media tentang terjadinya kasus korupsi yang menjerat aparat pemerintahnya, bahkan sampai ke ranah hukum. Salah satu pemerintah daerah di Bali yang menjadi perhatian publik saat ini adalah Kabupaten Klungkung, sudah menjadi topik utama media cetak dan elektronik, dimana selama lima tahun terakhir ini LKPD Kabupaten Klungkung masih mendapatkan opini WDP dari hasil audit BPK RI. Namun yang paling menyita perhatian publik adalah beberapa kasus yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Klungkung salah satunya masalah kasus penyalahgunaan wewenang
3 yang melibatkan mantan Pejabat dan Pejabat Pemerintah yang masih aktif menjadi tersangka oleh hasil penyidikan Kejaksaan Negeri Klungkung. Hal tersebut disinyalir disebabkan kurang maksimalnya pengawasan dan kualitas hasil pemeriksaan internal pemerintah kabupaten yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Klungkung. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan atas pengelolaan sumber daya daerah yang telah digunakan. Hasil audit BPK pada tahun 2013 terhadap 339 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hanyalah sebanyak 30%, Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak 63%, Tidak Wajar (TW) sebanyak 3%, dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP) sebanyak 4% (BPK, 2014). Masih belum banyaknya pemerintah daerah yang belum mendapatkan opini WTP dari hasil pemeriksaan BPK RI diindikasikan karena masih kurang maksimalnya kualitas hasil pemeriksaan dari pengawasan internal yang dilakukan oleh inspektorat terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerahnya (BPK, 2014). Kelemahan dalam audit pemerintahan salah satu diantaranya adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan, sehingga ukuran kualitas audit pemerintahan masih menjadi perdebatan (Ayuningtyas, 2012). Angelo (1981) mendefinisikan audit quality (kualitas audit) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
4 Definisi kualitas audit adalah sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon, et al., 2005). Kualitas hasil pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Kabupaten Klungkung saat ini masih menjadi sorotan publik, karena masih banyaknya temuan audit yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai auditor internal, akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal yaitu BPK RI. Perbandingan hasil temuan Inspektorat dengan BPK RI dapat dilihat pada Tabel 1.1, dimana rata-rata temuan dari BPK RI selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 lebih besar dari temuan Inspektorat Kabupaten Klungkung. Dengan adanya rata-rata temuan BPK RI yang lebih besar dengan jumlah kuantitas temuan yang lebih sedikit dari pada temuan aparat Inspektorat Kabupaten Klungkung, hal ini berarti hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI lebih efektif. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara kualitas hasil pemeriksaan aparat Inspektorat Kabupaten Klungkung masih relatif rendah dibandingkan hasil pemeriksaan dari BPK RI. Tabel 1.1 Perbandingan Hasil Temuan Inspektorat dengan BPK RI Th. Jml. Inspektorat Jumlah Kerugian (Rp) Rata-rata Temuan (Rp) Jml. BPK RI Jumlah Kerugian (Rp) Rata-rata Temuan (Rp) 2009 64 281.313.407,77 4.395.522,00 16 255.838.173,74 15.989.885,86 2010 76 111.723.399,00 1.470.044,72 22 894.845.592,20 40.674.799,65 2011 46 33.959.604,41 738.252,27 42 3.134.357.316,50 74.627.555,15 2012 36 52.701.657,70 1.463.934,94 33 10.266.725.721,66 311.112.900,66 2013 40 42.802.493,00 1.070.062,33 33 503.320.258,45 15.252.129,04 Sumber : Inspektorat Kabupaten Klungkung, 2015
5 Kualitas hasil pemeriksaan yang baik dapat dicapai apabila seorang pemeriksa memiliki kompetensi, pengalaman kerja dan independensi yang cukup baik pula. Fenomena kualitas hasil pemeriksaan tidak serta merta hanya dipengaruhi oleh faktor di atas, namun tergantung juga dengan adanya faktor kontinjensi, satu diantaranya adalah etika pemeriksa dapat memberikan dampak pencapaian tingkat kualitas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Indikasi rendahnya kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Klungkung kemungkinan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dalam menunjang fungsi pengawasan daerah. Kompetensi adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar (Rai, 2008). Secara konseptual kompetensi yang tinggi dimiliki pemeriksa akan memberikan kualitas hasil pemeriksaan baik. Salah satu hal yang menyebabkan kompetensi aparat pemeriksa kurang maksimal adalah kurangnya tingkat pendidikan dan pelatihan ketrampilan auditor aparat pemeriksa melalui sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) yang dilaksanakan dan difasilitasi oleh Pusdiklat BPKP. Untuk saat ini aparat yang telah menyelesaikan persyaratan pendidikan dan pelatihan untuk memiliki sertifikasi JFA pada Inspektorat Kabupaten Klungkung berjumlah kurang dari 50% dari 34 jumlah keseluruhan pegawai yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Lauw dkk (2012) dan Nugraha (2012) tentang kompetensi menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Liana (2014) dan Affandi (2013), yang menemukan hasil bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Kemudian Aprianti (2010)
6 menyatakan bahwa ketrampilan dan pengetahuan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan pemberian opini audit, dimana dalam penelitian ini hal tersebut termasuk sebagai indikator pada kualitas audit. Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja, sehingga semakin lamanya tingkat pengalaman yang dimiliki pemeriksa dalam tugasnya melaksanakan pemeriksaan, maka akan mampu memberikan kualitas hasil pemeriksaan yang maksimal (Mulyadi, 2002). Dengan adanya mutasi antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada pada pemerintahan Kabupaten Klungkung dan mutasi antar Inspektorat dengan satuan kerja perangkat daerah lainnya, menyebabkan aparat yang berpengalaman tergantikan oleh aparat yang tidak berpengalaman dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan daerah. Mutasi dan perpindahan antar pegawai dapat pula disebabkan adanya unsur politik dan kebijakan petinggi kekuasaan daerah sehingga menyebabkan aparat yang telah memiliki sertifikasi pelatihan jabatan fungsional auditor (JFA) terkadang ikut menjadi sasaran mutasi. Namun aparat yang menggantikan posisi yang ditinggalkan tersebut bukan orang yang tepat karena kurang atau bahkan tidak mempunyai pengalaman. Hal ini mengindikasikan bahwa pengalaman kerja berpengaruh terhadap kualitas hasil audit/pemeriksaan sesuai dengan hasil penelitian dari Sembiring (2012) dan Martini (2011). Akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Arisanti dkk (2012) dan Singgih (2010) menemukan hasil yang berbeda, dimana pengalaman kerja tidak mempengaruhi kualitas hasil audit/pemeriksaan.
7 Fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi (Boynton, 2001). Indepedensi terhadap faktor internal dan eksternal pemeriksa sangat mempengaruhi tingkat kulaitas hasil pemeriksaan yang dilakukan (BPKP, 2009). Sebagaimana auditor internal pada umumnya, aparat inspektorat termasuk di Pemerintah Kabupaten Klungkung yang berada di bawah pengaruh pihak penentu kebijakan tertinggi daerah yaitu Bupati. Artinya kewenangan Inspektorat atas pemeriksaan yang dilakukan bertanggung jawab kepada pihak internal daerah dan bukan kepada pihak eksternal, sehingga kadang-kadang pemeriksaan yang dilakukan berada dalam intervensi pihak pimpinan antar satuan kerja maupun pemegang kekuasaan dan pemegang kebijakan tertinggi daerah. Disamping itu pula, dilihat dari jumlah pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Klungkung sebanyak 5.421 orang dari jumlah penduduk sebesar 175.053 orang menyebabkan kemungkinan adanya banyak kedekatan hubungan interpersonal antar pegawai, baik hubungan kekerabatan atau relasi kepentingan lainnya. Hal ini yang dapat mempengaruhi indepensi aparat Inspektorat Kabupaten Klungkung dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas internal daerah. Penelitian sebelumnya yang mendukung bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan ialah Ningsih (2013), Pratiwi (2013), Lauso (2013), dan Septriani (2011). Sejalan dengan penelitian tersebut yang dilakukan oleh Slamet (2012) dan Kisnawati (2013), menemukan hasil bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil audit.
8 Etika dari pemeriksa juga diduga dapat memoderasi pengaruh antara kompetensi, pengalaman kerja dan independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hal ini didukung dari hasil penelitian Alim dkk (2007), Aprianti (2010) dan Kharismatuti (2012) yang meneliti etika auditor sebagai pemoderasi mempengaruhi kualitas hasil audit/pemeriksaan. Aparat pemeriksa harus mematuhi kode etik yang mengatur perilaku aparat dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota tim maupun dengan obyek pemeriksaan (obrik). Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi dan perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor/pemeriksa dalam menjalankan profesinya (Mulyadi, 2009). Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN) Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa menginginkan adanya aparat pengawasan yang bersih, berwibawa, tertib dan teratur dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan dan norma yang berlaku. Tidak jarang pula skandal kasus yang terjadi termasuk beberapa kasus di pemerintahan Kabupaten Klungkung dikaitkan dengan etika dan prilaku aparat pemeriksa yang diluar norma dan aturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai kemampuan etika pemeriksa memoderasi pengaruh kompetensi, pengalaman kerja dan independensi pada kualitas hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Klungkung.
9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: 1) Apakah etika pemeriksa mampu memoderasi pengaruh kompetensi pada kualitas hasil pemeriksaan? 2) Apakah etika pemeriksa mampu memoderasi pengaruh pengalaman kerja pada kualitas hasil pemeriksaan? 3) Apakah etika pemeriksa mampu memoderasi pengaruh independensi pada kualitas hasil pemeriksaan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui kemampuan etika pemeriksa memoderasi pengaruh kompetensi pada kualitas hasil pemeriksaan. 2) Untuk mengetahui kemampuan etika pemeriksa memoderasi pengaruh pengalaman kerja pada kualitas hasil pemeriksaan. 3) Untuk mengetahui kemampuan etika pemeriksa memoderasi pengaruh independensi pada kualitas hasil pemeriksaan.
10 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat akademik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat praktis bagi pemecahan masalah di masyarakat, yaitu sebagai berikut: 1) Dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori auditing dan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi khususnya mengenai kemampuan etika pemeriksa memoderasi pengaruh kompetensi, pengalaman kerja dan independensi pada kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat inspektorat. 2) Bagi Pemerintah Kabupaten Klungkung, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang faktor kompetensi, pengalaman kerja dan independensi serta etika pemeriksa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hasil pemeriksaan dalam untuk menunjang peningkatkan pengawasan Inspektorat Kabupaten Klungkung.