RINGKASAN DAN SUMMARY

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan. Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli :12 -

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah,

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si.

KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING: UPAYA MEMBANGUN INDONESIA YANG MULTIKULTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Proses Komunikasi dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB III Metodologi Penelitian. waktu, merupakan suatu upaya untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

yang mungkin selama ini belum banyak yang membaca pertarungan wacana semacam ini sebagai sebuah fenomena politis. Kontribusi Teoritik

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

Kredo Tentang Perbedaan: Perempuan di Parlemen di Norwegia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

Dengan menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif ini, peneliti akan menghimpun data berkenaan dengan peran orang-orang yang

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri

Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi!

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta 1

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

Penyusunan Kebijakan Responsif Gender. Bivitri Susanti Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara)

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

~Tangg31 : - - MAR 2ooq _ -J YOGYAKARTA. oleh: Marhumah NIM: Promotor: : Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A.

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. digolongkan dalam beberapa bagian: Pertama, perempuan mempunyai. Ketiga, teks keagamaan sangat menghargai perempuan, sehingga

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

GENDER DAN KELUARGA MIGRAN DI INDONESIA 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V PENUTUP Pengantar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

pelajar non-muslim yang berkunjung ke pesantren Tebuireng

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERBEDAAN PERAN, FUNGSI, DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN HASIL KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

RINGKASAN DAN SUMMARY Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkap fakta-fakta ilmiah (scientific finding) berkaitan dengan peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama, melalui studi Komunikasi Budaya terhadap peran perempuan Nahdlatul Ulama dalam Gerakan Perempuan Indonesia saat ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni penelitian yang mengungkap fakta dalam satu rentang waktu tertentu, berdasarkan sekelompok orang atau seseorang yang dianggap representatif. Penulisan dilakukan dengan deskriptif eksploratif, dan analisis dilakukan secara kualitatif. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentukbentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentuk-bentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat. Bentukbentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah sebagai pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosio-kultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas.model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilainilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta gerakan Internasional. 1

Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama. Kata Kunci: Peran, sosio-kultural, Perempuan Nahdlatul Ulama, Komunikasi Budaya, Gerakan Perempuan 2

I. PENDAHULUAN Penelitian dilakukan terhadap peran sosio-kultural Perempuan Nahdlatul Ulama dalam gerakan perempuan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui paradigma Komunikasi Budaya terhadap peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama di antara posisi dan peran perempuan Indonesia secara umum. Perempuan Nahdltul Ulama, secara keseluruhan pada dasarnya memiliki basis sosial-kultural yang hampir sama. Kalangan Nahdlatul Ulama yang dikenal sebagai masyarakat tradisional, dengan tradisi relasi-kuasa antara laki-laki dan perempuan dengan budaya patriarkhal yang sangat kuat. Hal ini juga ditunjang dengan nilai-nilai budaya lokal yang memosisikan perempuan sebagai pendamping suami dalam kehidupan sosial. Pada posisi ini, peran perempuan dilokalisir pada domain domestik dan privat. Posisi perempuan Nahdlatul Ulama mulai bergeser, sejak Nahdlatul Ulama memutuskan untuk Kembali Ke Khittah pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXVII pada 1984; pemikiran Abdurrahman Wahid, adaptasi pemikiran Timur maupun Barat, fenomena perubahan sosial-kultural masyarakat Indonesia, dan juga gerakan Kalangan Muda Nahdlatul Ulama, merupakan faktor penyebab terjadinya transformasi dalam konteks peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama. 3

II. HASIL PENELITIAN Penelitian terhadap kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama, dikategorikan dalam tiga model gerakan, dengan spesifikasi masing-masing gerakan. Adapun modelmodel gerakan perempuan Nahdlatul Ulama masing-masing adalah: Pertama, Model Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama; Kedua, Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama; Ketiga, Model Gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama. 2.1 Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama dapat dibagi dalam tiga komponen utama, yakni Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif; Model Gerakan Perempuan Modern, Model Gerakan Perempuan Transisional. 2.1.1 Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif Model gerakan perempuan Tradisional Konservatif, direpresentasikan sebagai berikut: 4

Proses Komunikasi Budaya Nilai-nilai Agama Konteks Sosial Budaya Perempuan Nahdlatul Ulama Nilai-nilai Kultural Perspektif Perempuan Tradisional Nahdlatul Utama - Pembatasan Peran Perempuan - Domestifikasi Peran Sosio Kultural Perempuan Nahdlatul Ulama - Budaya Patriarkal - Fatalisme Gerakan Sosiokultural Perempuan Tradisional NU Exclusive Tertutup Intoleran terhadap paham lain 5

Gambar 1. Model Gerakan Perempuan Tradisional Konservatif Nahdlatul Ulama Gambar di atas menunjukkan, proses komunikasi budaya masuk dalam konteks sosial budaya, ketika nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya tradisional mengungkung dan membatasi ruang Perempuan Nahdlatul Ulama. Kondisi yang demikian menjadikan perempuan Nahdlatul Ulama tidak mampu mengembangkan perspektifnya dalam menjawab realitas sosial yang lebih luas. Nilai-nilai agama, di satu sisi, selain membatasi gerak perempuan Nahdlatul Ulama, tafsir agama juga memperkuat domestifikasi perempuan Nahdlatul Ulama. Selain ini, kondisi ini diperkuat dengan nilai-nilai kultural dengan budaya patriarkhal dan juga budaya fatalisme. Kondisi ini membatasi peran sosio-kultural Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama. Pemahaman dan kondisi yang dihadapi kalangan Perempuan Tradisional ini, kemudian membatasi gerak sosial dan kultural mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama yang sebagian besar adalah tokoh-tokoh di pondok-pondok pesantren Nahdlatul Ulama, cenderung bergerak secara ekslusive, yakni gerakannya terbatas di kalangan mereka sendiri: kalangan santri yang mereka bina, kalangan masyarakat yang juga mereka bina dan menjadi pengikutnya, dan kelompok-kelompok tertentu yang menjadi pengikut setia mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama ini juga cenderung intoleran dengan paham-paham baru di luar mereka. Ideologi Aswaja merupakan satu-satunya ideologi yang dianut, dan sama sekali tidak menerima pandangan dari luar yang mereka anut, sekalipun dari kalangan Nahdlatul Ulama sendiri. 6

2.1.2 Model Gerakan Perempuan Modern Model gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai berikut: Proses Komunikasi Budaya Realitas Sosio Kultural Perempuan Indonesia Proses Interaksi Sosial, Budaya, dan Agama Perempuan Nahdlatul Ulama Realitas Perempuan Nahdlatul Ulama Proses Internalisasi - Gerakan Pengarus Utamaan Gender - Gerakan Baru NU - Gerakan Sosial Kultural Kalangan Muda NU - Interaksi Internasional Transformasi Sosial dan Kultural - Peningkatan Pendidikan - Tafsir Baru Agama Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama Terbuka Kritis Inklusive Radikal 7

Gambar 2. Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama Model gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama seperti yang direpresentasikan pada Gambar 4 menunjukkan, bahwa proses komunikasi budaya terjadi dalam konteks realitas sosiokultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama, yang secara intens juga dikomunikasikan dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru. Di sisi lain, terjadi internalisasi nilai-nilai baru yang diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan dan tafsir baru Agama. Prosesproses dari nilai-nilai sosial, budaya dan agama, yang terdiri dari gerakan pengarusutamaan gender, gerakan baru Nahdlatul Ulama yang dimulai sejak Abdurrahman Wahid menjadi Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1984, gerakan sosiokultural kalangan Muda Nahdlatul Ulama dan interaksi dengan kalangan masyarakat Internasional, terutama dalam perspektif HAM dan pengarusutamaan gender, menjadikan kalangan perempuan modern Nahdlatul Ulama bergerak lebih terbuka, kritis baik secara internal maupun eksternal, inklusive dan radikal dalam arti memberikan tafsir baru terhadap Kitab Kuning, terutama tentang penguatan terhadap peran perempuan dalam ranah yang lebih luas. 2.1.3 Model Gerakan Perempuan Transisional 8

Model gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai berikut: Proses Komunikasi Budaya Proses Interaksi Sosiokultural dan Agama Realitas Sosiokultural Perempuan Indonesia Perempuan Nahdlatul Ulama Realitas Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama Nilai-nilai Budaya Tradisional Nahdlatul Ulama - Gerakan Baru NU - Gerakan Keluarga Modern NU - Gerakan Pengarus Utamaan Gender Proses Internalisasi dan Transformasi Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama - Pembatasan peran Perempuan - Tafsir Ortodox - Domestifikasi Perempuan Inklusive 9 Taqiyah Pemilahan Masyarakat

Gambar 3. Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama Gambar 5 menunjukkan, bahwa peran-peran transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, dipengaruhi oleh realitas sosio-kultural perempuan Indonesia dan di sisi lain realitas perempuan tradisional Nahdlatul Ulama. Terdapat gap antara kedua realitas itu. Proses interaksi antara nilai-nilai sosio-kultural dan penafsiran nilai-nilai agama baru dalam lingkung Nahdlatul Ulama, menyebabkan terciptanya perspektif baru di kalangan perempuan transisional Nahdlatul Ulama ini. Gerakan yang dapat diamati pada Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, adalah inklusive, dalam arti gerakan dan pemikiran baru biasanya tidak dilakukan berdiri sendiri, tetapi dengan cara menyelipkan dalam bahasan-bahasan tradisional, misalnya memasukkan nilai-nilai kesetaraan gender ketika membahas Kitab Kuning. Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama juga terindikasi taqiyah, yakni menyembunyikan gerakan dari kalangan yang dianggap kontroversi. Pada akhirnya, gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama memilah masyarakat. Pada masyarakat yang cenderung tradisional konservatif, Perempuan Transisional ini tidak akan mendiskusikan atau mengemukakan pandangan-pandangan baru, misalnya tentang HAM dan kesetaraan gender. Sementara, pada masyarakat yang sudah lebih 10

terbuka, kalangan Perempuan Transisional ini akan mendiskusikan dan mengemukakan pandangan mereka dalam konteks yang disesuaikan dengan masyarakat yang dihadapi. Dan, jika pendapatnya dibantah atau disudutkan, kalangan perempuan transisional ini memilih diam dan tidak memberikan komentar. III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Berdasarkan telaah terhadap fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentukbentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat yang dihadapi. Masyarakat tertentu kalangan perempuan ini berkomunikasi secara terbuka, namun kalangan masyarakat lainnya kalangan perempuan transisional ini cenderung tertutup. 11

2. Bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah sebagai pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen di Perguruan Tinggi, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosiokultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas. 3. Model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama, dengan tidak melihat unsur-unsur dari luar Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta interaksi dengan gerakan Internasional. Sementara, proses internalisasi dilakukan melalui proses peningkatan pendidikan dan tafsir baru agama. Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses 12

interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama. 3.2 Saran-Saran Perlu ada penelitian lanjutan untuk dapat memotret secara utuh tentang peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama. Pemilahan-pemilahan antara kalangan struktur perempuan Nahdlatul Ulama dan kalangan kultur perempuan Nahdlatul Ulama akan mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat 13