BAB I PENDAHULUAN. Alpert dkk., 2000). Menurut Indriyanto (2006), Invasi merupakan proses masuknya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016, No Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Jenis Invasif; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konse

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

Ekologi Padang Alang-alang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

RESTORASI EKOLOGI. Pertanyaan Besar Dapatkah kita merestorasi Ekosistem yang rusak? Dirangkum oleh Susana Dewi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dapat berupa pohon, herba, rumput maupun tumbuhan tingkat

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

Di Indonesia, spesies asing invasif diketahui telah menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah Mikania micrantha Kunth (Asteraceae) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

BAB I. PENDAHULUAN A.

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

EKOSISTEM. Yuni wibowo

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

I. PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara ekologi, invasi merupakan pergerakan suatu spesies dari suatu area dengan kondisi tertentu menuju ke area lain dengan kondisi yang berbeda kemudian secara perlahan spesies tersebut mengokupasi habitat barunya (Clements, 1905 dalam Alpert dkk., 2000). Menurut Indriyanto (2006), Invasi merupakan proses masuknya bakal kehidupan berbagai spesies organisme pioneer (invaders) baik itu berupa buah, biji, spora, telur, larva dan sebagainya dari suatu daerah ke daerah yang baru dan menetap di daerah baru tersebut. Suatu spesies introduksi dapat menjadi invasif jika mereka mampu menyingkirkan spesies asli dari persaingan memerebutkan sumber daya seperti nutrisi, cahaya, ruang, air dan sebagainya. Selain itu suatu spesies mampu menginvasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik di lingkungan yang baru sehingga akan menguntungkan pertumbuhannya, tetapi merugikan bagi spesies lokal (Alpert dkk., 2000). Jika spesies tersebut berevolusi di bawah kompetisi yang sengit dengan tingkat predasi yang tinggi, maka lingkungan baru mungkin membuat spesies tersebut berkembang biak dengan cepat. Proses invasi suatu lingkungan tidak hanya disebabkan oleh adanya introduksi spesies asing, tetapi spesies-spesies lokal juga dipertimbangkan dapat menjadi invasif ketika penyebarannya dilakukan di dalam habitat buatan manusia 1

seperti kebun atau halaman atau ketika kelimpahannya meningkat akibat campur tangan manusia di habitat alaminya (Randall, 1997 dalam Alpert dkk., 2000). Pada dasarnya proses invasi dari spesies tumbuhan asing dapat dibagi menjadi tiga proses, yaitu proses introduksi, proses kolonisasi dan proses naturalisasi (Cousens dan Mortimer, 1995 dalam Radosevich dkk., 2007). Menurut Sukisman (2010), karakteristik yang paling terlihat pada tumbuhan invasif diantaranya cepat membentuk naungan, merupakan spesies pionir, memiliki fenologi yang berbeda dan tidak memiliki musuh alami. International Day On Biological Diversity (IBD) mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies asing (baik itu tumbuhan ataupun hewan) yang mempengaruhi habitat, ekonomi, lingkungan atau ekologis (dalam Kumar dkk., 2009). Sedangkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) mendefinisikan Invasive Alien Species (IAS) sebagai jenis tanaman asing (exotic) ataupun jenis tanaman asli yang berada pada ekosistem alami atau semi alami yang mampu mengubah habitat dan mengancam keanekaragaman hayati aslinya (Dey, 2009a). Spesies invasif bisa berupa spesies asli (native) maupun spesies non-pribumi (eksotik) yang hidup diluar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat dan menimbulkan kerusakan pada lingkungan baik itu secara ekologis maupun ekonomi (Kumar dkk., 2009). Pejchar dan Mooney (2009), mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies asing (non-native) yang pada umumnya diintroduksi oleh manusia kemudian 2

mengancam ekosistem, habitat atau spesies lainnya dan menyebabkan perubahan global pada lingkungan. Dampak kerusakan yang ditimbulkan spesies invasif antara lain mampu mengubah struktur habitat yang ditempati, mengurangi ketersediaan air, mengurangi perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman, serta mampu mengubah komposisi gizi dan mengubah lanskap (Hakim dkk., 2004). Selain itu spesies invasif juga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, pertanian, kesehatan manusia, serta memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian (Witt, 2010). Pengaruh dan dampak spesies invasif bagi ekosistem memang beragam. Namun yang menjadi perhatian pada spesies invasif adalah kemampuan sebarannya meningkat cepat, daya saing yang tinggi dan kemampuan untuk menginvasi wilayah baru memerlukan periode yang singkat (McNeely dkk., 2001), selain itu spesies invasif memiliki kecenderungan sifat yang agresif, mampu menembus hambatan alam dan menjadi pemangsa spesies lokal sehingga mengubah komposisi keanekaragaman hayati di habitat baru (Anonim, 2009). Spesies invasif merupakan elemen utama dari perubahan global dan berkontribusi terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, dan menimbulkan berbagai gangguan pada ekosistem diseluruh dunia (Py sek dan Richardson, 2010). Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh spesies invasif pada keanekaragaman hayati antara lain (Dey, 2011b) : 3

a. Hilangnya keanekaragaman hayati akibat kompetisi ruang pada habitat oleh spesies invasif, b. Kepunahan spesies hewan asli oleh predasi, c. Hilangnya keanekaragaman hayati akibat kegiatan pengendalian (pembakaran terkendali) spesies invasif non pribumi (eksotik) pada padang rumput, d. Kelimpahan spesies berkurang sehingga menjadi terancam dan hampir punah. Menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan jenis vegetasi akibat serangan spesies invasif juga terjadi di padang penggembalaan Sadengan. Spesies invasif mulai menyerang padang penggembalaan Sadengan pada tahun 1985, yang berupa semak dan pepohonan. Pada tahun 1999, padang penggembalaan Sadengan mulai terinvasi oleh enceng-enceng (Cassia tora) dan kerinyu (Chromolaena odorata) yang menyebabkan menyusutnya padang penggembalaan Sadengan hingga 13,35 ha atau 16 % dari luas semula (Yulianto, 1999). Invasi spesies di padang penggembalaan Sadengan mencapai puncaknya pada tahun 2003 di mana dampak dari invasi ini mengakibatkan padang rumput segar hanya tersisa ± 2 Ha (Nurhara, 2008). Dengan meluasnya penutupan spesies invasif alang-alang (Imperata cylindrica), enceng-enceng (Casia tora) dan kerinyu (Chromolaena odorata) di padang penggembalaan Sadengan, mengakibatkan perubahan pada struktur vegetasi di padang penggembalaan Sadengan. Meskipun lamuran merah (Arundinella setosa) dan lamuran putih (Dichantium caricosum) masih mendominasi, namun jenis rumput balung (Arudinella setosa), merakan (Heteropgon contortus), rumput gajah (Pennicetum purpureum) dan lamuran 4

(Polytrias amaura) yang dulu ditanam di Sadengan, ketersediaanya menjadi berkurang. Ketiga jenis invasif ini nampaknya telah menggantikan spesies asli sebagai spesies utama dengan mengubah komposisi habitat dengan menyerap sumber daya air secara lebih efisien dan mengurangi penetrasi sinar matahari ke permukaan tanah di mana rumput tumbuh di padang penggembalaan Sadengan (Hakim dkk., 2004), sehingga kualitas habitat padang Sadengan menurun. Upaya rehabilitasi terhadap padang penggembalaan Sadengan sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1985 berupa pembakaran gulma (alang-alang) sampai dengan tahun 1997. Selain itu, upaya lain yang dilakukan pihak pengelola antara lain : a) pembabatan; b) pendongkelan; c) pembuatan titik air yang berupa Springkel dan, d) pembuatan persemaian rumput. Namun, kegiatan tersebut belum dapat memberantas spesies invasif enceng-enceng (Cassia tora) dan kerinyu (Chromolaena odorata) serta belum dapat mengoptimalkan pertumbuhan rumput yang dijadikan pakan banteng. Jenis tumbuhan invasif ini akan muncul kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama setelah kegiatan pemberantasan dan segera mendominasi kembali pada areal bekas pembabatan spesies invasif tersebut. Pengelolaan padang Sadengan diyakini belum mendapatkan hasil yang sempurna karena masih bersifat trial and error atau masih dalam tahap mencari format yang sesuai, sehingga dibutuhan pengelolaan secara intensif guna mempertahankan ketersediaan sumber pakan yang optimal (Nurhara dkk., 2008). Pengaruh dan dampak spesies invasif tidak hanya pada komposisi keanekaragaman hayati diatas tanah saja, namun pada kenyataannya, banyak bukti yang menunjukkan 5

bahwa spesies invasif secara signifikan juga mempengaruhi cadangan benih didalam tanah pada daerah yang terserang, yang mengakibatkan perubahan komposisi dan kelimpahan cadangan benih dalam tanah (Gioria dan Osborne, 2009). Cadangan benih memainkan peranan penting dalam menentukan struktur komunitas tumbuhan, komposisi dan dinamika vegetasi dari waktu ke waktu. Jika komposisi dan kelimpahan cadangan benih dalam tanah berkurang, maka akan mempengaruhi juga regenerasi vegetasi di atas tanah nantinya. Jadi, dengan menurunnya keragaman dan kelimpahan komunitas benih, maka akan mengurangi keanekaragaman vegetasi di atas tanah (Gioria dan Osborne, 2008). Besarnya korelasi antara komposisi spesies di soil seed bank dengan vegetasi diatas tanah akan terdeteksi selama terjadinya suksesi (Duro dkk., 2011). Guna mengembangkan strategi dan pengelolaan spesies invasif, dibutuhkan pemahaman tentang pengaruh spesies invasif terhadap soil seed bank dan atribut tanah di sekitar daerah terinvasi; kesamaan komposisi spesies pada soil seed bank dan vegetasi diatas tanah; dan keanekaragaman vegetasi antara soil seed bank dengan vegetasi di atas tanah pada habitat yang terinvasi dengan yang habitat tidak terinvasi. Pengetahuan ini penting untuk mengendalikan spesies invasif dengan mengembangkan tindakan pengawasan/pengendalian dan pemulihan, yang didasarkan pada informasi terkait komposisi, kelimpahan dan presistensi cadangan benih dalam tanah. 6

1.2. Rumusan Masalah Sadengan merupakan feeding ground buatan yang secara alamiah selalu terjadi suksesi alam. Sadengan mulai dibangun sebagai feeding ground pada tahun 1975-1979 dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan (Anonim, 1995). Berdasarkan SK. Direktorat Jenderal PPA tahun 1978, feeding ground Sadengan dibuka seluas 75 Ha, namun kenyataan di lapangan ditemukan seluas ± 84 Ha (Nurhara, 2008). Padang penggembalaan Sadengan mulai terinvasi oleh semak dan pepohonan pada tahun 1985. Adanya invasi yang terjadi di padang penggembalaan Sadengan merupakan ancaman serius bagi padang penggembalaan Sadengan, dimana jenis ini menggantikan jenis rumput yang ditanam sebagai spesies utama, sehingga mengakibatkan turunnya kualitas habitat. Selain itu, invasi spesies berdampak juga terhadap keanekaragaman hayati dengan mengubah struktur habitat, mengurangi ketersediaan air, mengurangi perkecambahan benih dan pertumbuhan, mengubah komposisi gizi, dan mengubah lanskap (Hakim dkk., 2004). Dampak lain yang diakibatkan oleh spesies invasif enceng-enceng (Cassia tora) dan kerinyu (Chromolaena odorata) adalah memengaruhi dinamika dan komposisi tanah dalam skala luas dan memiliki dampak yang besar pada fungsi ekosistem seperti siklus hara tanah (Dogra dkk., 2010). Turunnya keragaman dan kelimpahan jenis pada komunitas benih dapat mengurangi keanekaragaman vegetasi yang tumbuh di atas tanah, sedangkan 7

pembentukan cadangan benih yang terus menerus berfungsi sebagai gudang propagul, yang nantinya berperan penting dalam mendukung ekspansi di masa mendatang (Gioria dan Osborne, 2009). Cadangan benih (seed bank) merupakan komponen utama dari siklus hidup spesies dan sumber penting dari keanekaragaman tumbuhan (Roberts 1981 dalam Gioria dkk., 2012). Generasi yang akan muncul sangat ditentukan oleh kompatibilitas biji-biji tegakan dalam seed bank untuk dapat tumbuh dan berkembang. Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut maka studi mengenai komposisi biji viable dalam seed bank menjadi sangat penting. berikut : Dari gambaran yang ada, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai 1. Apakah atribut tanah memengaruhi spesies invasif di padang penggembalaan Sadengan? 2. Apakah keanekaragaman jenis vegetasi pada soil seed bank berbeda antara habitat yang terinvasi dan yang tidak terinvasi? 3. Apakah adanya spesies invasif berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahan jenis vegetasi pada soil seed bank? 4. Apakah soil seed bank memiliki kontribusi bagi regenerasi spesies invasif enceng-enceng dan kerinyu pada padang penggembalaan Sadengan? 8

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Tekstur, Bulk density; porositas, ph tanah, karbon (C-Organik), dan Nitrogen total (N)) pada habitat yang terinvasi dan tidak terinvasi, 2. Untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis vegetasi pada soil seed bank antara habitat yang terinvasi dan tidak terinvasi, 3. Untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan jenis pada soil seed bank di padang penggembalaan Sadengan, 4. Untuk mengetahui kontribusi soil seed bank terhadap regenerasi spesies invasif enceng-enceng dan kerinyu pada padang penggembalaan Sadengan. 1.4. Hipotesis Dari rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka didapatkan hipotesis sebagai berikut : 1. Adanya perbedaan sifat fisik dan kimia tanah pada habitat padang penggembalaan Sadengan akan memengaruhi keberadaan spesies invasif di sekitarnya, 2. Habitat yang terinvasi akan memiliki keanekaragaman jenis yang lebih rendah jika dibanding keanekaragaman jenis pada habitat yang tidak terinvasi, 3. Cadangan benih dalam tanah (soil seed bank) memiliki komposisi yang sama dengan vegetasi di atasnya dan memiliki kelimpahan jenis yang tinggi, 9

4. Cadangan benih dalam tanah (soil seed bank) memiliki kontribusi terhadap regenerasi spesies invasif di padang penggembalaan sadengan. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian tentang soil seed bank ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang regenerasi spesies invasif yang terkandung dalam tanah serta potensi jenis tanaman lain yang akan tumbuh, di mana informasi ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk menggembangkan strategi manajemen yang lebih efektif. 10