2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan perkotaan saat ini telah menjadi kawasan sangat luas dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah mencanangkan programprogram

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pendidikan nasional dilandasi oleh paradigma membangun

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. keamanan, dengan senantiasa harus sebagai bentuk perwujudan wawasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk sebagai salah satu komponen dalam sistem wilayah atau kawasan.

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. relatif (Nursid Sumaatmadja, 1988:118). Lebih lanjut beliau mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang. pembangunannya terus mengalami perkembangan yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

KAPASITAS KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR. Oleh: IMANDA JUNIFAR L2D005369

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan potensi diri. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat. atau memproduksi sumber daya manusia yang berkualitas.

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEPANJANG KORIDOR JALAN MANADO- BITUNG DI KECAMATAN KALAWAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. PRAKATA... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... iiv DAFTAR GAMBAR... ix

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

BAB II KONDISI UMUM DAERAH

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH MENJADI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh YUYUT ARIYANTO

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang . Lisna Octa Rolina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bangsa diharapkan mampu memberikan peran dan andil dalam akselerasi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terbawah kedua setelah Rukun Tetangga (RT), akan tetapi desa justru menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

BAB I PENDAHULUAN. empat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Biro Sensus dari

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang penelitian ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ria Fitriana, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bandung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. sosio-ekonomi dan budaya serta interaksi dengan kota kota lain di sekitarnya. Secara

2.4 Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian... 47

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Mobilitas yang disebabkan oleh siswa yang. membawa kendaraan pribadi terus bertambah. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, hampir sebagian kota di Indonesia berkembang semakin pesat, di tandai dengan laju pertumbuhan dan persebaran penduduknya lebih terpusat kepada kota besar dan berkembang. Kota besar itu sendiri menyandang peran sebagai pusat pusat kegiatan yang sangat dinamis dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan, perekonomian, perdagangan, perindustrian dsb. Semuanya hampir terpusat di kota besar, ditambah dengan ledakan penduduk membuat daerah perkotaan semakin padat. Secara tidak langsung dengan adanya pusat-pusat kegiatan ini, dipastikan akan membutuhkan berbagai pembangunan fasilitas sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan tersebut. Pada wilayah yang sedang berkembang seperti halnya Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, bertambahnya jumlah penduduk berdampak pula terhadap perubahan penggunaan lahan, serta pembangunan berbagai fasilitas pelayanan publik lainnya. Banyaknya kebutuhan akan bangunan membuat lahan kosong dan lahan pertanian seperti persawahan terpaksa beralih fungsi. Hasil kajian dan analisis Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI), tiap tahun sekitar 7,8 persen areal pertanian beralih fungsi menjadi perumahan, kawasan industri atau pabrik dan lainnya. Sementara data kementerian PU mencatat, 30 persen lahan irigasi mengalami kerusakan, namun data lain dari Kelompok Tani Nasional Andalan (KTNA) menyebutkan alih fungsi lahan pertanian mencapai 45 persen per tahun. Perubahan lahan ini dominan terjadi daerah pinggiran kota dan kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari harga lahan yang semakin mahal menjadikan banyak investor maupun perorangan berlomba lomba mengalihkan sasarannya ke daerah pinggiran kota. Seperti halnya Kecamatan Parongpong yang secara tidak langsung harga lahanya masih rendah dibanding kota lainnya, namun dilihat dari segi ekonomisnya 1

2 masih bisa menguntungkan. Wilayah Kecamatan Parongpong yang lokasinya bersebelahan dengan Kota Bandung dan masuk kedalam wilayah administrasi Kab. Bandung Barat merupakan sebuah kecamatan peralihan yang sedang mengalami proses perubahan, kecamatan ini strategis dan memiliki aksesbilitas yang tinggi, orbitasi yang memudahkan terjangkaunya pelayanan umum yang terletak tidak jauh dari kecamatan seperti sekolah, pertokoan, dan fasilitas fasilitas umum lainnya, serta di dukung dengan udara yang sejuk menjadikan kecamatan ini menjadi pilihan penduduk pendatang untuk bermukim. Hal ini akan berakibat pada perubahan fisikal seperti perkembangan potensi wilayah tata guna lahan, demografi, serta sarana prasarana termasuk fasilitas pendidikannya. Menurut Sumaatmadja, (1988:45) dalam pembangunan terdapat spatial interaction concept yaitu keterkaitan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya Interaksi juga akan meningkatkan pertumbuhan penduduk, akibat terjadinya migrasi. Penduduk yang terus bertambah berdampak terhadap permintaan berbagai pelayanan termasuk pendidikan dsb. Konsekuensinya adalah berimbas pada pola mobilitas penduduknya yang tidak merata. Banyaknya kebutuhan akan bangunan membuat pemanfaatan fasilitas pendidikan terpusat pada kota kota yang relative memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Pertumbuhan penduduk menjadi ciri utama sebuah daerah berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana dapat menyebabkan suatu permasalahan penduduk, serta wilayah tersebut menjadi termajinalkan. Tuntutan penyediaan berbagai sarana dan prasarana seperti prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi dsb, akan meningkat sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk di kecamatan tersebut. Dengan jumlah penduduk yang tidak merata, pemerintah harus mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan penduduknya. Berikut adalah data penduduk dari badan statistik kab. Bandung Barat mengenai pertumbuhan penduduk di Kecamatan Parongpong.

3 Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Kec. Parongong No Tahun Jumlah 1 2004 78.282 2 2008 82.063 3 2009 86.103 4 2010 90.799 5 2011 97.724 Bps kabupaten bandung barat tahun 2008-2011 Dari pertumbuhan penduduk di atas dipastikan setiap tahunnya penduduk akan membutuhkan fasilitas pelayanan publik terutama fasilitas pendidikan untuk sekolah. Menurut Undang-undang republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab XII pasal 45 ayat 1 tentang sarana dan prasarana pendidikan, menyatakan bahwa : setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik. Sarana prasarana sangat perlu dilaksanakan untuk menunjang keterampilan siswa agar siap bersaing terhadap pesatnya teknologi. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, pemerintah memberikan fasilitas kepada warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan secara formal, dengan cara perluasan kesempatan belajar dengan dibangunnya sekolah, namun pada dasarnya pendidikan itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, karena untuk memperoleh pendidikan tidak hanya di sekolah formal saja. Akan tetapi sekolah itu sendiri merupakan sarana pengontrol yang tepat untuk mengembangkan potensi individu dan karakteristik anak. Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu proses untuk mencapai keadaan yang lebih baik untuk masa yang akan datang melalui pemilihan alternative rencana yang rasional, sistematis, mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksananya dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan dalam rangka

4 meningkatkan mutu pendidikan lebih efektif dan efisien sehingga proses pendidikan itu dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Sarana prasaran sangat dibutuhkan untuk menghasilkan KBM yang efektif dan efisien. Dan dibawah ini menunjukkan data jumlah sekolah SD, SMP, SMA serta elemen yang terlibat didalamnya di Kecamatan Parongpong: Nama Jumlah Tabel 1.2 Data Sekolah Kecamatan Parongpong Pemerintah Kepemilikan Swasta Jumlah Tenaga Pengajar Jumlah Siswa SD 41 30 4 292 8955 SMP 7 3 4 169 2223 SMA 1 1-50 338 SMK 1 - - 22 133 Sumber : disdikpora kab bandung barat 2011 Tabel 1.3 Data Anak Usia Sekolah Kecamatan Parongpong No Data Anak Usia Sekolah 2011 1 SD 9287 2 SMP 3025 3 SLTA 3272 4 Jumlah 15584 Disdikpora kab.bandung Barat 2011 Jumlah fasilitas pendidikan seperti sekolah di Kecamatan Parongpong terbilang sudah mencukupi. Berdasarkan data monografi, penduduk usia sekolah di Kecamatan Parongpong begitu banyak jumlahnya, hal yang menjadi pertanyaan adalah anak yang bersekolah di Kecamatan Parongpong berbanding terbalik dengan jumlah AUS ( Anak Usia Sekolah), jumlah siswa SD masih cenderung banyak

5 namun pada tingkatan SMP dan SMA jumlah siswa lebih sedikit dari AUS (Anak Usia Sekolah), ditambah jumlah SMP dan SMA yang bisa terbilang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat perkotaan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, serta fasilitas-fasilitas pendidikan di wilayah perkotaan lebih maju ketimbang yang berada di desa. Mugkin hal ini yang menarik minat anak-anak desa untuk menentukan lokasi belajar disana, agar tidak kalah bersaing demi memperoleh pendidikan yang lebih maju, menguasai teknologi secara baik, mempelajari ilmu pengetahuan secara global, dan juga tentu saja didorong oleh keinginan merubah nasib, mereka yakin bahwa iptek memiliki kemanfaatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pada kenyataanya sarana dan prasarana yang lengkap sebagian besar terdapat di pusat kota dan tidak menyebar secara merata. Dilihat secara garis besar hal inilah yang menjadi penentuan pemilihan lokasi sekolah, namun dilihat dari sisi lain faktor yang menentukan lokasi sekolah bukan hanya dari segi kualitas saja masih banyak faktor lain. Sesuai yang dikemukakan Christaller (dalam Sumaatmadja, 1988:122) mengemukakan bahwa tempat yang lokasinya sentral adalah tempat yang memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya maksimum, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktifitas pelayanan, maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya. Hal ini juga memungkinkan akan terjadinya persebaran serta pola mobilitas penduduk usia sekolah yang tidak merata dikarenakan berbagai faktor yang mendukung terhadap pemilihan lokasi sekolah tersebut. Masalah inilah yang menarik untuk di analisis serta di cermati.

6 B. Rumusan Masalah Kecamatan Parongpong merupakan suatu wilayah yang sedang mengalami perkembangan, Hal ini yang menyebabkan pola mobilitas dan perseban lokasi sekolah tidak merata. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas di temukan suatu rumusan masalah yang menjadi perhatian utama yaitu : 1. Bagaimanakah daya tampung sekolah di kecamatan Parongpong? 2. Bagaimanakah aksesbilitas penduduk terhadap lokasi sekolah di kecamatan Parongpong? 3. Faktor apakah yang mendukung pemilihan lokasi sekolah di kecamatan Parongpong? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang tertera, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalagh sebagai berikut : 1. Mengetahui daya tampung dan persebaran lokasi sekolah di kecamatan Parongpong. 2. Mengetahui aksesbilitas penduduk terutama pada anak usia sekolah di kecamatan Parongpong. 3. Mengetahui faktor faktor apa saja yang mendukung terhadap pemilihan lokasi sekolah di Kecamatan Parongpong. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran dan informasi umum terhadap suatu pola tingkah laku masyarakat di Kecamatan Parongpong. 2. Sebagai sarana berfikir serta meningkatkan nalar dan logika terutama bagi penulis umumnya bagi pembaca. 3. Sebagai studi banding teori yang ada dengan dilapangan. 4. Sebagai bahan pustaka atau referensi bagi peneliti selanjutnya. 5. Memberikan bahan masukan bagi pemerintah setempat dan penduduk kecamatan Parongpong dalam peningkatan fasilitas yang ada.

7 E. Definisi Operasional 1. Daya Tampung Sekolah Daya tampung sekolah adalah kemampuan setiap sekolah untuk menerima jumlah siswa dalam kapasitas yang sudah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah umum serta Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 1997/1998, dalam mekanisme pendirian sekolah. 2. Sekolah Menurut Deparetemen Pendidikan Nasional sekolah merupakan wahana atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 14 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. A. Pengertian Sekolah : Sekolah Dasar (SD) Sekolah Dasar (SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar dilaksanakan dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. B. Pengertian Sekolah : Sekolah Menengah Pertama ( SMP) Sekolah Menengah Pertama ( SMP) merupakan jenjang pendidikan dasar formal di Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) atau yang sederajat. Sekolah Menengah Pertama dilaksanakan dalam kurun waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. C. Pengertian Sekolah : Sekolah Menengah Atas ( SMA) Dalam (UU Nomor 20 Tahun 2003) pasal 18 dijelaskan yang dimaksud dengan pendidikan menengah adalah lanjutan pendidikan dasar. Sekolah Menengah Atas diselesaikan dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu mulai kelas 10

8 sampai kelas 12. Pada tahun kedua (di kelas 11). Umumnya pelajar Sekolah Menengah Atas berusia 16-18 tahun. Sumber: Diknas 3. Aksesbilitas Menurut Kencanawati (1998:4), aksesibilitas berasal dari kata accessibility merupakan bahasa Inggris yaitu hal yang dapat masuk/hal yang mudah dicapai/hal yang mudah dijangkau. Aksesibilitas dapat diartikan pula sebagai kemudahan atau keterjangkauan terhadap suatu objek yang ada di permukaan bumi. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor jarak (adalah panjang lintasan yang menghubungkan dua titik), kemudahan transportasi, biaya angkutan serta waktu tempuh yang kaitannya dengan pemilihan lokasi sekolah. 4. Lokasi Menurut Kartawidjaja et al. (2001: 9) Lokasi adalah posisi suatu tempat, benda, peristiwa atau gejala di permukaan bumi dalam hubungannya dengan tempat, gejala atau peristiwa lain. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa lokasi merupakan konsep yang sangat penting dalam menganalisa suatu ruang di permukaan bumi. Karena dapat menunjukan posisi suatu tempat atau gejala yang dikaji lebih khusus, baik aspek fisik, sosial, maupun ekonomi suatu masyarakat.