1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN SRM (switched reluctance motor) atau sering disebut variable reluctance motor adalah mesin listrik sinkron yang mengubah torsi reluktansi menjadi daya mekanik. SRM digunakan sebagai penggerak lokomotif pertama kali pada tahun 1838 di Scotland. Nama SRM pada dasarnya menjelaskan dua sifat yang terdapat pada mesin itu sendiri, yaitu switched dan reluctance. Switched, maksudnya adalah mesin harus dioperasikan dalam suatu mode penyaklaran yang kontinyu, dan reluctance, maksudnya adanya perubahan nilai reluktansi sesuai dengan rangkaian kemagnetan yang dibentuk oleh kutub stator dan rotor [1]. SRM mulai digunakan untuk berbagai aplikasi pengaturan kecepatan sesudah tahun 1980 seiring dengan perkembangan teknologi elektronika daya [2]. Struktur SRM terdiri dari kutub stator dan rotor, kedua-duanya merupakan kutub yang menonjol (salient pole) [3]. SRM hanya mempunyai kumparan pada kutub stator, sedangkan kutub rotornya tidak mempunyai magnet permanen atau kumparan. SRM mampu menghasilkan torsi dengan cara merubah posisi kutub rotor terhadap kutub stator pada saat kumparan pada stator diberi sumber tegangan sesuai dengan urutan yang benar. Penggunaan SRM semakin meningkat dipicu juga oleh permasalahan energi secara umum, terutama pada abad 21. Ketergantungan kepada energi fosil perlu diantisipasi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif atau energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). SRM dapat difungsikan sebagai generator reluktansi atau SRG (switched reluctance generator ) untuk menghasilkan energi listrik dari energi yang terbarukan, misalnya dari energi angin. SRM terdiri dari empat komponen, yaitu pengubah daya (power converter), pengendali elektronik (control electronic), sensor posisi rotor (rotor position sensor), serta pengubah elektrik mekanik (electromechanic converter) [4]. SRM sudah menjadi sebuah pilihan yang kompetitif untuk berbagai penerapan dalam sistem penggerak mesin listrik, disebabkan beberapa kelebihan yang dimilikinya, misalnya : kehandalan yang tinggi, mudah perawatannya, serta mempunyai kinerja yang baik. Karakteristik penting yang harus difahami pada SRM bahwa torsi yang dihasilkan dipengaruhi oleh adanya parameter: fluks gandeng, induktansi, serta posisi rotor [2]. Besarnya induktansi pada SRM tergantung kepada posisi rotor dan besarnya arus yang mengalir melalui kumparan statornya [3]. Perkembangan elektronika daya (power electronic) yang semakin pesat menyebabkan penggunaan SRM semakin meningkat pula di berbagai bidang, misalnya untuk keperluan domestik atau peralatan rumah tangga [5], sistem daya dan pompa bahan bakar pesawat terbang, aplikasi turbin angin [6], sebagai starter/generator dari kendaraan listrik hibrid atau HEV (hybrid electric vehicle) [7]. Kinerja SRM yang optimal tidak mudah dicapai, karena harus melibatkan atau mengakomodasi sejumlah besar dari sistem yang 1
non linier pada SRM [8]. Penelitian tentang kinerja SRM menjadi topik yang sangat menarik selaras dengan perkembangan elektronika daya. Penelitian ini telah berlangsung sampai lebih dari dua dekade bahkan sampai sekarang [9]. Menurut [10], hampir semua penelitian yang dilakukan pada SRM berusaha untuk mendapatkan solusi mengenai masalah umum pada SRM, yaitu : torsi ripel, acustic, sensorless control, dan optimized control dengan biaya yang rendah. Salah satu dari empat komponen penting dalam SRM adalah sensor posisi rotor. Sensor posisi rotor akan memberikan informasi mengenai kedudukan sudut rotor terhadap stator untuk dapat menghasilkan torsi reluktansi. SRM akan menghasilkan torsi apabila terjadinya eksitasi pada kumparan fasa stator sinkron dengan posisi rotor. Komponen yang biasa digunakan untuk mendeteksi keberadaan posisi rotor secara langsung pada SRM diantaranya : encoder, resolver, atau hall shaft position sensor [11], meskipun mempunyai kelemahan. Kelemahan yang muncul misalnya bertambahnya biaya total, memerlukan tempat tertentu untuk menempatkan sensornya, serta kurang handalnya sistem [12]. Berdasarkan kelemahan tersebut, sampai sekarang sedang dikembangkan penelitian untuk menghilangkan atau menggantikan sensor posisi rotor secara langsung, tersebut menjadi sensor secara tidak langsung, yang sering disebut sensorless control method (metode pengendalian tanpa sensor). Metode ini akan berpengaruh terhadap biaya dan kinerja SRM, misalnya dalam pemilihan jenis pengubah daya (power converter) serta topologi stator dan rotornya. SRM akan menghasilkan kinerja yang lebih baik, apabila pemberian arus pulsa pada pengubah daya dilakukan secara cepat dan akurat. Penelitian tentang jenis pengubah daya pada SRM telah banyak dilakukan, baik melalui simulasi atau software atau modul tunggal (single modul) yang tersedia di pasaran. Penelitan tentang jenis pengubah daya SRM yang telah disimulasikan dengan simulink, misalnya : AHBC (asymmetric half bridge converter) [13], [14], [15], [16], [17]. Jenis pengubah daya SRM juga telah disimulasikan dengan P-Spice, misalnya : various converter [2], bifilar converter [4], c-dump converter [18], split dc supply converter [19]. Perkembangan software atau paket simulasi lain yang dirancang terutama untuk elektronika daya dan rangkaian kendali, adalah PSIM. Rangkaian pengubah daya yang biasa digunakan pada SRM perlu dibuktikan melalui simulasi PSIM. Kegiatan mensimulasikan suatu rangkaian pengubah daya SRM menggunakan PSIM merupakan suatu topik yang menarik, oleh karenanya akan diangkat sebagai penelitian. Masalah yang diangkat dalam penelitian akan difokuskan pada analisis rangkaian pengubah daya AHBC dengan PSIM untuk menggerakkan SRM 3 fasa, tanpa sensor posisi rotor, tetapi menggunakan sensor putaran motor. Menurut [2], [6], [20], [21], [22], [23], rangkaian AHBC merupakan jenis pengubah daya yang paling umum dan banyak di industri, karena kehandalannya. Topologi 6/4 SRM 3 fasa dipilih, karena mempunyai daerah torsi efektif yang sama [24], serta lebih menguntungkan dari sisi torsi ripel, getaran, serta acoustic noise [25]. Pertimbangan lainnya adalah topologi ini sudah tersedia 2
dalam software PSIM. Rangkaian pengubah daya AHBC terdiri dari dua saklar IGBT (insulated gate bipolar transisitor) dan dua dioda flywhell untuk setiap fasanya. Topologi 6/4 SRM 3 fasa, akan membutuhkan enam saklar IGBT dan enam dioda flywhell. Teknik penyaklaran (switching) yang dapat terapkan untuk menghidupkan saklar IGBT pada rangkaian pengubah daya AHBC, dibedakan menjadi dua, yaitu : soft switching dan hard switching. Teknik soft switching adalah kondisi dimana kerja kedua IGBT saat on dan off dibuat dalam waktu yang tidak bersamaan, sedangkan teknik hard switching adalah kondisi dimana kedua IGBT saat on dan off dibuat dalam waktu yang bersamaan. Teknik soft switching menghasilkan arus ripel dan acoustic noise yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik hard switching [26]. Penelitian ini akan membuktikan penerapan teknik penyaklaran baik soft switching maupun hard switching pada rangkaian AHBC SRM 3 fasa menggunakan PSIM berdasarkan parameter SRM 3 fasa sebenarnya. Hasil simulasi PSIM akan dibandingkan dengan data jurnal, khususnya pada empat besaran listrik, yaitu : putaran (n), torsi (T), tegangan (V m ) dan arus yang masuk ke motor (I m ). Penelitian ini juga akan mensimulasikan besarnya rugi-rugi semikonduktor pada IGBT dan dioda dalam pengubah daya AHBC menggunakan thermal module. Nilai sudut on ( - on ) tetap dan sudut pulsa ( - p ) yang bervariasi akan diumpankan ke rangkaian kendali (controller) untuk memicu IGBT pada rangkaian pengubah daya AHBC sehingga menghasilkan putaran dan torsi. Mengacu kepada penjelasan diatas, masalah pokok yang akan disimulasikan dengan PSIM adalah tegangan, arus, putaran, dan torsi serta rugi-rugi semikonduktor pada IGBT dan dioda dalam pengubah daya AHBC berdasarkan nilai sudut on tetap dan sudut pulsa yang divariasi. Nilai sudut pulsa yang bervariasi tersebut akan menghasilkan data yang bervariasi pula, diantaranya tegangan dan arus motor. Data tegangan dan arus motor tersebut akan digunakan untuk menghitung induktansi dan fluks gandeng berdasarkan frekuensi dasar penyaklaran. 1.2 Perumusan masalah Parameter SRM 3 fasa yang akan disimulasikan dengan PSIM bersumber dari jurnal internasional [27], selanjutnya dimasukkan ke parameter SRM 3 fasa versi PSIM. Kedua teknik penyaklaran, baik soft switching maupun hard switching akan disimulasikan melalui kegiatan trial and error, yaitu perlakuan (treatment) dengan cara menetapkan sudut on dan memvariasi nilai sudut pulsa. Nilai sudut on tetap dan sudut pulsa akan diubah-ubah untuk mendapatkan nilai putaran dan torsi dari yang terrendah sampai tertinggi. Hasil simulasi PSIM akan dibandingkan dengan data jurnal, yaitu putaran : 1000 rpm, torsi : 1 Nm, dan arus motor : 3 A, tegangan sumber 220 V serta hasil simulasi dalam jurnal tersebut (simulink). Rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 3
a. Bagaimanakah kinerja rangkaian pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM jika kondisi kedua sudut pulsanya sama? b. Bagaimanakah kinerja rangkaian pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM jika kondisi kedua sudut pulsanya berbeda? c. Bagaimanakah perbandingan kinerja pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM antara kondisi kedua sudut pulsa sama dengan kondisi kedua sudut pulsa berbeda? 1.3 Keaslian penelitian Pemodelan pengubah daya SRM telah dilakukan dengan beberapa software. Ada 8 (delapan) jenis pengubah daya, yaitu asymmetric bridge converter, resonant converter, two stage power converter, variable dc link converter, c dump converter, split dc supply converter, bifilar winding converter, serta r-dump converter) telah disimulasikan menggunakan PSPICE [2]. Analisis pengubah daya bifilar winding converter pada SRM 3 fasa dilakukan dengan PSPICE [4]. Simulasi dari SRM 3 fasa juga telah dilakukan dengan Matlab/Simulink dari model linier sampai non linier dengan pengubah daya AHBC [13]. Simulasi dalam rangka menghasilkan pengendalian yang optimal dari SRM 3 fasa dengan pengubah daya AHBC telah dilakukan menggunakan Matlab/Simulink [14]. Simulasi untuk memperoleh torsi yang optimal dari SRM telah dilakukan menggunakan FEM (finite elemen machine), FLC (fuzzy logic control), serta Matlab/Simulink [15]. Desain dan simulasi dari PI controlled dengan pengubah daya soft switched boost converter telah dilakukan menggunakan Matlab/Simulink [16]. Simulasi mnggunakan Matlab/Simulink juga telah dilakukan untuk pengubah daya soft switched front end converter [17]. Analisis tentang rangkaian pengubah daya c-dump converter pada SRM telah dilakukan pula menggunakan PSPICE [18]. Simulasi menggunakan PSPICE juga telah dilakukan untuk rangkaian split dc supply converter [19]. Menurut [28], matlab adalah software komputasi numerik untuk teknik dan perhitungan khusus, yang biasa digunakan untuk rangkaian teori, perencanaan filter, proses secara acak, sistem kontrol, teori komunikasi serta dapat menggambarkan tanggapan frekuensi dari prinsip dan konsep semikonduktor. PSPICE adalah adalah singkatan dari simulation program with integarted circuit emphasis, suatu program yang difungsikan untuk mensimulasikan rangkaian listrik dan elektronik (logika digital dan analog) terutama dikhususkan dalam perancangan rangkaian terintegrasi (integrated circuit). Perkembangan software atau paket simulasi yang lain yang telah dirancang terutama untuk elektronika daya dan rangkaian kendali, bernama PSIM. PSIM merupakan software simulasi terutama dirancang khusus untuk elektronika daya dan penggerak motor, misalnya : power suplai, pengubah daya, sistem kendali digital dan analog, magnetik, rugi-rugi pada komponen semikonduktor, serta konversi daya [28]. Rangkaian pengubah daya pada SRM sebenarnya dapat disimulasikan dengan PSIM. Penelitian tentang penerapan teknik penyaklaran (switching) baik soft maupun hard pada rangkaian AHBC SRM 3 fasa menggunakan PSIM 4
dengan mengacu kepada parameter SRM yang sebenarnya, sangat penting untuk dilakukan, hal ini disebabkan PSIM mempunyai kelebihan, diantaranya adalah kemampuan simulasi interaktif, yaitu mudah melakukan perubahan nilai parameter serta hasil perubahan tegangan arusnya dapat disimulasikan secara cepat. Kelebihan lainnya adalah adanya fasilitas thermal module untuk menghitung rugi-rugi dalam semikonduktor (rugi rugi konduksi dan penyaklaran) berdasarkan informasi dari data sheet perusahaan [29]. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tentang analisis pengubah daya AHBC pada SRM menggunakan PSIM adalah : a. Menjelaskan kinerja rangkaian pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM jika kondisi kedua sudut pulsa dibuat sama, dengan cakupan : putaran, torsi, tegangan, arus, rugi-rugi semikonduktor pada IGBT dan dioda, serta induktansi dan fluks gandeng. b. Menjelaskan kinerja rangkaian pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM jika kondisi kedua sudut pulsa dibuat berbeda, dengan cakupan : putaran, torsi, tegangan, arus, rugi-rugi semikonduktor pada IGBT dan dioda, serta induktansi dan fluks gandeng. c. Menjelaskan perbandingan kinerja pengubah daya AHBC SRM 3 fasa yang disimulasikan dengan PSIM antara kondisi kedua sudut pulsa sama dengan kondisi kedua sudut pulsa berbeda. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan pengetahuan bagi para pembaca yang berminat mengetahui konstruksi, cara kerja serta cara pengendalian pada SRM 3 fasa. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data awal bagi para pembaca yang berminat mengadakan penelitian tentang berbagai macam rangkaian pengubah daya pada SRM dengan menggunakan PSIM. 5