MENANGGULANGI KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT DENGAN ORAL SCREEN

dokumen-dokumen yang mirip
PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS II KELETAL DENGAN KOMBINASI AKTIVATOR - HEADGEAR

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAHAN AJAR Pertemuan ke 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

I. Nama mata kuliah : Ortodonsia. II. Kode/SKS : KGO 1/2. III. Prasarat : Anatomi IV. V. Deskripsi Mata Kuliah. VI. Tujuan Pembelajaran

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

I. Nama mata kuliah : Ortodonsia III. II. Kode/SKS : KGO III / I. III. Prasarat : Ortodonsia II. IV. Status Mata Kuliah : Wajib Program studi

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

The Prevalence and Treatment Success of Removable Orthodontic Appliance with Anterior Crossbite Cases in RSGMP UMY

Universitas Gadjah Mada 1

Perawatan Ortodonti pada Geligi Campuran. Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

RELAPS DAN PENCEGAHANNYA DALAM ORTODONTI

III. KELAINAN DENTOFASIAL

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

BPSL BUKU PANDUAN SKILL S LAB TATALAKSANA KELAINAN DENTOKRANIOFASIAL BLOK 9 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK NIM

BAHAN AJAR Pertemuan ke 11

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

MALOKLUSI PADA ANAK AKIBAT TIDAK MENDAPATKAN ASI MALOCCLUSIONS IN NON BREASTFED CHILDREN

GAMBARAN ORAL HABIT PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN

III. RENCANA PERAWATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA PEMULIHAN STOMATOGNATIK 2 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester) ASUHAN KEPERAWATAN ORTODONSIA I Semester V/ 1 SKS (1-0)/KKG 5313

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAHAN AJAR Pertemuan ke 6

LAPORAN P E N E L I T I A N. O I eh. Drg. ISNANIAH MALIK NIP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak

Manajemen Penjangkaran dalam Perawatan Ortodonti Menggunakan Alat Lepasan

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

LAPORAN KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK SPACE MAINTAINER. Disusun oleh: Hasna Hadaina 10/KG/8770. Low Xin Yi 10/KG/ Pembimbing:

BAHAN AJAR Pertemuan ke 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

Howes Analysis Measurement of Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha Bandung Patients

BPM BUKU PANDUAN MAHASISWA TATA LAKSANA KELAINAN DENTOKRANIOFACIAL BLOK 9 SEMESTER V TAHUN AKADEMIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

Analisa Ruang Metode Moyers

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada tindakan pencegahan dan koreksi terhadap maloklusi dan malrelasi pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

Transkripsi:

MENANGGULANGI KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT DENGAN ORAL SCREEN MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010

Bandung, Maret 2010 Disetujui oleh : Prof.Dr.Bergman Thahar, drg.,sp.ort. (K) NIP.19461005 197403 1 001 Kepala Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung i

ABSTRAK Bernafas melalui mulut merupakan salah satu dari kebiasaan buruk yang menyimpang dari keadaan normal dan mempunyai profil muka yang khas disebut adenoid facies. Etiologi kebiasaan bernafas melalui mulut disebabkan oleh faktor predisposisi, infeksi kronis, iklim dan alergi. Akibat dari bernafas melalui mulut menyebabkan gigitan terbuka, maloklusi kelas II Divisi 1 dan gingivitis. Penanggulangannya dapat dilakukan secara medis dan menggunakan alat yaitu oral screen. Oral screen merupakan alat ortopedik yaitu suatu alat myofunctional dimana alat tersebut bekerja berdasarkan fungsi otot. ii

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Menanggulangi Kebiasaan Buruk Bernafas Melalui Mulut dengan Oral Screen. Tidak sedikit hambatan yang penulis temui, tetapi berkat izin-nya serta bantuan berbagai pihak hambatan tersebut dapat penulis atasi. Untuk itu perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih kepada Prof. Dr. Bergman Thahar, drg.,sp.ort. (K) yang telah memberikan bimbingan kepada penulis didalam pembuatan suatu makalah. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bandung, Maret 2010 Penulis iii

DAFTAR ISI Hal ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... BAB I : PENDAHULUAN... BAB II : TINJAUAN UMUM KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT... 2.1 Pengertian, Etiologi dan Akibat Bernafas Melalui Mulut... 2.2 Perawatan Kebiasaan Bernafas Melalui Mulut... BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG ORAL SCREEN... 3.1 Definisi dan Teknik Pembuatan Oral Screen... 3.1.1 Definisi... 3.1.2 Teknik Pembuatan Oral Screen... 3.2 Mekanisme Kerja Oral Screen... BAB IV : KESIMPULAN... DAFTAR PUSTAKA... ii iii iv v 1 2 2 4 6 6 6 6 9 10 11 iv

DAFTAR GAMBAR GAMBAR Hal 2.1 Classic Adenoids Facies... 3.1 Model pada oklusi sentrik... 3.2 Oral Screen dari lilin pada model kerja... 3.3 Oral Screen dimasukkan pada kuvet... 3.4 Oral Screen... 3.5 Oral Screen... 3.6 Oral Screen. Seluruh tekanan jaringan lunak pipi dan bibir terpusat pada insisif pertama... 3 7 7 8 8 8 9 v

BAB I PENDAHULUAN Menurut Proffit, et.al., (2007), kebutuhan manusia untuk bernafas merupakan faktor penentu utama dalam menentukan bentuk dari rahang dan lidah serta bentuk kepala, karena kebiasaan bernafas melalui mulut dapat merubah keseimbangan tekanan pada rahang dan gigi yang akan berpengaruh pada pertumbuhan kedua rahang dan posisi gigi, sehingga kebiasaan bernafas melalui mulut dapat menyebabkan maloklusi. Sebagian besar orang tua kurang mengetahui dan menanggapi masalah kebiasaankebiasaan mulut yang terjadi pada anaknya, sehingga seringkali para orang tua menanggapinya sebagai masalah yang sangat menggelisahkan (Stewart, R.E., 1982). Kebiasaan mulut (Oral Habit) apabila dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan kelainan pada gigi serta jaringan pendukungnya (Boucher, C.O., 1974). Salah satu kebiasaan mulut adalah kebiasaan bernafas melalui mulut. Kebiasaan ini pada umumnya bersifat sementara, tapi ada juga terbawa sampai usia anak semakin meningkat, dan pada keadaan tertentu akan menimbulkan maloklusi. Penanggulangan kebiasaan bernafas melalui mulut adalah dengan memakai alat yang disebut Oral Screen atau tindakan operasi untuk memperbaiki penyimpanganpenyimpangan yang terjadi, misalnya : pembesaran kelenjar, pembesaran tonsil, polip hidung dan penyimpangan septum hidung. Oral Screen adalah merupakan suatu alat fungsional dengan menggunakan tekanan dari otot-otot orofasial dan jaringan lunak pada pipi dan bibir untuk mencegah bernafas melalui mulut dan defisiensi postur bibir (Houston, W.J.B., 1983 ; Adams, C.P., et.al., 1990). 1

BAB II TINJAUAN UMUM KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT 2.1 Pengertian, Etiologi dan Akibat bernafas melalui mulut Bernafas melalui mulut merupakan salah satu dari kebiasaan mulut yang menyimpang dari keadaan normal. Apabila seseorang tidak dapat bernafas dengan baik karena mengalami gangguan, maka cara lainnya adalah bernafas melalui mulut ( Massler, 1983). Menurut Proffit, et.al., (2007), perubahan pada pola pernafasan, seperti kebiasaan bernfas melalui mulut dapat merubah bentuk dari kepala, rahang dan lidah. Jika mempunyai kebiasaan buruk bernafas melalui mulut, maka Rahang Bawah dan lidah letaknya lebih rendah dari biasanya dan kepala akan memanjang. Apabila perubahan postur ini dibiarkan, maka tinggi muka akan bertambah dan gigi posterior akan menjadi ekstrusi. Apabila terjadi pertumbuhan kea rah vertikal dari tulang ramus, maka Rahang Bawah berotasi ke bawah dan ke belakang, sehingga menyebabkan open bite anterior dan overjet bertambah besar dan hal ini akan meningkatkan tekanan pada pipi yang menyebabkan lengkung gigi Rahang Atas menjadi sempit. Bernafas melalui mulut mempunyai gambaran yang khas disebut adenoid facies. Ciri khas adenoid facies yaitu muka yang sempit, gigi depan atas protrusif dan bibir terbuka (Finn, 1962 ; Proffit, et.al., 2007). 2

3 Gambar 2.1 Classic Adenoids Facies Kebiasaan bernafas melalui mulut disebabkan pembengkakan mukosa hidung yang muncul pada waktu pilek, alergi, infeksi kronis (Polip pulpa, Rhinitis kronis,sinusitis dan atropi Rhinitis) dan 0bstruksi anatomis, misalnya : saluran rongga hidung yang sempit (Finn, 1962 ; Proffit, et.al., 2007). Pembengkakan mukosa hidung pada waktu pilek, maka secara tidak sengaja merubah cara bernafas yaitu dengan cara bernafas melalui mulut pada waktu istirahat. Obstruksi pernafasan kronis dapat menyebabkan peradangan yang berkepanjangan pada mukosa hidung yang berhubungan dengan alergi atau infeksi kronis. Apabila obstruksi hidung kronis telah dihilangkan, tetapi tetap melakukan bernafas melalui mulut, hal ini bernafas melalui mulut merupakan suatu kebiasaan (Proffit, et.al., 2007). Akibat kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan open bite anterior, maloklusi kelas II divisi 1, tidak adanya Self cleansing terutama pada regio anterior rahang atas dan adanya gingivitis terutama pada regio anterior (Stewart, 1982 ; Proffit, et.al., 2007). Berat ringannya maloklusi akibat bernafas melalui mulut tergantung dari :

4 1. Lamanya (duration). 2. Seringnya (frequency). 3. Intensitas kebiasaan itu berlangsung. 4. Umur anak. 2.2 Perawatan kebiasaan bernafas melalui mulut Perawatan kebiasaan bernafas melalui mulut dibagi atas dua bagian, yaitu : 1. Perawatan secara medis yaitu : tindakan operasi dan pemberian obat-obatan. 2. Perawatan dengan memakai alat Oral screen. Apabila perawatan dari kebiasaan bernafas melalui mulut dilakukan pada masa tumbuh kembang yang tepat, maka penyembuhan dapat dicapai dalam jangka waktu yang pendek dan diperoleh hasil yang memuaskan. Perawatan bernafas melalui mulut sebaiknya dirawat segera pada masa geligi campuran. Pada umumnya perawatan dengan memakai alat intra oral yaitu Oral screen, apabila pasien di dalam perawatannya kooperatif, maka hasilnya akan sangat memuaskan. Oral Screen merupakan alat yang baik, murah dan mudah pembuatannya. Pergerakan yang ditimbulkannya merupakan pergerakan fisiologis dan prinsip kerjanya seakan-akan mulut ditutup dengan plat akrilik. Menurut Forrester, D.J., (1981), perawatan myofunctional ada dua jenis yaitu ; dengan menggunakan alat yaitu monoblok (oral screen) dan tanpa bantuan alat yaitu dengan latihan otot-otot tertentu. Alat myofunctional yang dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan bernafas melalui mulut adalah oral screen dan vestibular screen atau kombinasi dari keduanya. Menurut Van der Linden (1987), perawatan terhadap kebiasaan bernafas

5 melalui mulut dengan menggunakan selotip atau pleister terutama pada waktu malam hari dan alat ini menyebabkan sakit dan seakan-akan sebagai hukuman sehingga seringkali gagal. Bernafas melalui mulut dapat sembuh tanpa perawatan, disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, yaitu : 1. Tonsil-tonsil dan adenoid yang pada awalnya hipertropi pada masa kanakkanak, kemudian mengalami atropi setelah pubertas. 2. Rongga hidung dan faring membesar pada waktu dewasa. 3. Oral sphincter menjadi lebih kencang dan matang bila anak menjadi besar.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ORAL SCREEN 3.1 Definisi dan Teknik Pembuatan ORAL SCREEN 3.1.1 Definisi Oral screen adalah suatu alat yang dipasang pada bagian vestibula yang menutup jalan udara melalui mulut dan secara langsung berkontraksi dengan bibir yang berlawanan dengan gigi anterior dalam keadaan labioversi. Alat ini digunakan untuk melatih kembali bibir, untuk memperbaiki labioversi pada gigi anterior rahang atas dan sebagai alat untuk membantu melatih kembali dan memperkuat gerakan bibir. Alat ini tidak bisa digunakan jika anak tersebut sulit bernapas atau pernapasannya terhalang. Oral screen bukan alat yang digunakan untuk memperbaiki maloklusi kelas II (Moyers, 1988). Menurut Houston, W.J.B. (1983), Oral screen merupakan selapis tipis akrilik yang dipasang pada sulkus bukal dan dipakai pada malam hari. Adams, et.al., (1990), mengatakan bahwa Oral screen adalah merupakan suatu alat fungsional yang tidak memiliki komponen aktif yang menghasilkan tekananpada gigi geligi, tetapi memberi efek terhadap tekanan otot dan jaringan lunak pipi dan bibir. Oral screen juga digunakan untuk mencegah defisiensi pada postur bibir dan fungsinya dengan penutupan gigi geligi anterior dan jaringan gingiva disekitarnya dan untuk mencegah bernafas melalui mulut, apabila seal mulut posterior dan anterior tidak baik. 3.1.2 Teknik Pembuatan Oral Screen Oral Screen dibuat pada model kerja rahang atas dan bawah dalam posisi oklusi sentrik. Caranya : 1. Mencetak gigi rahang atas dan bawah, kemudian dicor dan dibasis untuk 6

7 model kerja. 2. Hasil cetakan harus mencetak seluruh kedalaman sulkus labial. 3. Ambil selapis lilin merah dengan ketebalan standar kemudian diletakkan pada permukaan labial gigi geligi dan prosesus alveolar sampai mucobuccal fold rahang atas dan bawah. Daerah frenulum labial dan bukal lilin dipotong. 4. Pasangkan kawat ditengah-tengah gigi insisif sentral pada oklusal plane dan dibuat lingkaran sebesar ibu jari untuk pegangan. 5. Kemudian lilin dipendam, dibuang lilin dan diisi dengan akrilik. 6. Intruksi pada pasien untuk memakai alat tersebut. Gambar 3.1 Model pada oklusi sentrik Gambar 3.2 Oral Screen dari lilin pada model kerja

8 Gambar 3.3 Oral screen dimasukkan ke kuvet sebelum ditutup Gambar 3.4 Oral Screen Gambar 3.5 Oral Screen

9 3.2 Mekanisme kerja Oral Screen Oral Screen digunakan pada daerah bibir dan bagian labial lengkung gigi untuk mendapatkan hasil perawatan yang baik dan hal inilah efek pemakaian Oral Screen dapat dilihat dengan tepat dan objektif (Adams, et.al., 1990). Aksi mekanis oral screen secara pasif, alat ini dapat meneruskan tekanan dari otot secara merata ke gigi geligi. Aksi mekanis oral screen secara aktif, alat ini hanya berkontak dengan gigigigi insisif rahang atas sehingga tekanan otot terkumpul pada gigi insisif rahang atas. Aksi mekanis Oral Screen adalah menghasilkan tekanan lingual pada gigi insisif rahang atas dan inklinasi lingual dari gigi geligi jika tidak ada hambatan mekanis pada saat pergerakan. Kemungkinan terjadinya perubahan hubungan oklusal yang lebih besar, seperti mengurangi overbite, overjet dan memperbaiki oklusi postnormal. (Adams, et.al., 1990 ; Moyers, 1988). Gambar 3.6 Oral Screen. Seluruh tekanan jaringan lunak pipi dan bibir terpusat pada insisif pertama

BAB IV KESIMPULAN Bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang menyimpang dari keadaan normal. Akibat dari kebiasaan bernafas melalui mulut akan menyebabkan terjadinya kelainan pada gigi serta jaringan pendukungnya. Penanggulangannya dengan menggunakan alat yaitu oral screen dan selain ini dengan secara medis yaitu pemberian obat atau tindakan operasi. Oral screen merupakan alat ortopedik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan fungsi otot. Oral screen merupakan alat yang baik, murah dan mudah dalam pembuatannya. 10

DAFTAR PUSTAKA 1. Adams, C.P. & Kerr, W.J. 1990. The Design, Construction and Use of Removable Orthodontic Appliances. 6 th Edition. Thomson Litho Ltd. East Kilbride. Scotland. h. 99 102. 2. Boucher, C.O. 1974. Current Clinical Dental Terminology. 2 nd Edition. St.Louis. The C.V. Mosby Co. h. 182. 3. Finn, S.B. 1962. Clinical Pedodontics. 2 nd Edition. Philadelphia and London. W.B. Saunders Co. h. 325-328, 311-312. 4. Forrester, D.J. 1981. Pediatrics Dental Medicine. 1 st Edition. Philadelphia. Lea & Febiger. h. 535-556. 5. Houston, W.J.B. 1983. Ortodonti Walther. 4 th Edition. Alih bahasa Lilian Yuwono. Jakarta. Hipokrates. 6. Massler, M. 1983. Oral Habit. Development and Management. h. 109-119. 7. Moyers, R.E. 1988. Handbook of Orthodontics. 4 th Edition. Year Book Medical Publishers, Inc., Chicago, London, Boca Raton. h. 533-537. 8. Proffit, W.R. & Fields, H.W. 2000. Contemporary Orthodontics. 4 th Edition. Mosby Inc., St. Louis. h. 154-158. 9. Stewart, R.E. 1982. Pediatrics Dentistry. St.Louis. The C.V. Mosby Co. h. 361-371. 10.Van der Linden, Frans P.G.M. 1987. Diagnosis and Treatment Planning in Dentofacial Orthopedics. London. Quintentessense Publishing Co. Ltd. h. 219-220. 11