PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

dokumen-dokumen yang mirip
COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015

KAJIAN Q FEVER PADA SAPI PERAH IMPOR DARI AUSTRALIA YANG MASUK MELALUI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA ENDAH KUSUMAWATI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

penyakit menular baru harus dilakukan secara holistik dan terpadu dengan melakukan pelayanan kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2017

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Q fever Karakteristik C. burnetii

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JULI 2016

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAYANAN KARANTINA HEWAN BERDASARKAN KATEGORISASI MEDIA PEMBAWA HPHK DAN WAKTU PELAYANAN

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JANUARI 2017

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Ekspor Impor September 2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR JULI 2017

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

KTT Ketahanan Pangan Jakarta, Indonesia 7 & 8 Februari 2012

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MALUKU OKTOBER 2016

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

Perkembangan Ekspor dan Impor Bulan September 2017 Provinsi Bali

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN NOVEMBER 2016

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015

A. PERKEMBANGAN EKSPOR

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH JUNI 2012

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NTT BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2015

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI UTARA BULAN OKTOBER 2014

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR MALUKU JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NOVEMBER 2014

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi informasi mengakibatkan meningkat pula frekuensi lalu-lintas dan jumlah komoditi hewan beserta produknya di masing-masing kegiatan ekspor, impor, dan antar area. dan jumlah sapi impor yang dilalu-lintaskan melalui Bandar Udara Soekarno- Hatta disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 dan jumlah sapi impor yang dilalu-lintaskan melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta berdasarkan Laporan Tahunan Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) SOEHATTA (2011) Bulan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Januari 191 1 192 1 0 0 Februari 0 0 0 0 0 0 Maret 0 0 202 1 0 0 April 588 3 0 0 0 0 Mei 0 0 0 0 220 1 Juni 430 2 247 2 132 3 Juli 0 0 47 1 395 4 Agustus 17 1 0 0 0 0 September 17 1 203 1 0 0 Oktober 0 0 0 0 0 0 Nopember 0 0 0 0 99 1 Desember 158 3 0 0 0 0 Total 1 401 11 891 6 714 8 Jenis sapi yang diimpor antara lain adalah sapi perah, merupakan ternak yang relatif banyak dipelihara untuk memproduksi susu. Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjenak) (2011) menyebutkan bahwa 80% bahan baku susu masih diimpor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2011), sepanjang Januari sampai Juni 2011, impor susu bubuk Indonesia mencapai 101 657 ton dengan nilai US$ 381.472 juta atau setara dengan Rp 3.2 triliun. Rata-rata setiap tahun

2 Indonesia mengimpor bahan baku dan produk jadi susu sebesar US$ 600 juta atau kurang lebih Rp 5.1 triliun. Impor terbanyak berasal dari Selandia Baru dengan nilai sebesar US$ 126.65 juta, Australia senilai US$ 85.297 juta, Amerika Serikat senilai US$ 77.610 juta, Filipina sebanyak US$ 19.247 juta, Singapura senilai US$ 15.528 juta dan negara lainnya US$ 57.137 juta. BPS juga mencatat, pergerakan impor susu dari bulan ke bulan menunjukan kenaikan, April 2011 impor susu hanya sebesar US$ 58.368 juta, Mei naik US$ 70.865 juta, Juni naik menjadi US$ 77.432 juta. Lonjakan susu impor yang masuk ke Indonesia seiring dengan pertumbuhan industri susu yang mencapai level 6 sampai 7% per tahun. Kegiatan importasi beresiko masuknya berbagai penyakit ke Indonesia. Keputusan importasi pada akhirnya harus mempertimbangkan kepentingankepentingan lain baik ekonomi dan politis. Analisa risiko merupakan suatu proses komplek yang sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk menjamin keamanan dan kesehatan pangan secara fisik, tetapi juga secara rohani, karena dalam tahap analisa risiko sudah termasuk verifikasi kehalalan produk yang akan diimport dimana merupakan orientasi penting bagi masyarakat Indonesia. Kebijakan importasi yang didasari murni oleh analisa risiko tidak akan memberikan efek yang merugikan berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan importasi itu sendiri apabila kondisi negara sudah cukup memadai dengan pilihan tidak melakukan importasi. Kondisi yang memadai tersebut harus mencakup kesiapan negara akan ketersediaan ternak dan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Program swasembada pangan merupakan program yang tepat untuk mendukung kebijakan importasi. Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS 2014) merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan untuk mewujudkan ketahanan pangan asal ternak berbasis sumber daya lokal. Pencapaian swasembada daging sapi merupakan tantangan yang tidak ringan, karena pada tahun 2009 impor daging mencapai 7.0 x 10 4 ton dan sapi bakalan setara dengan 250.8 x 10 3 ton daging (Ditjenak 2010). Data menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor sapi rata-rata 6.5 x 10 5 ekor per tahun yang sebagian besar berasal dari Australia (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia/APFINDO 2010). Australia merupakan

3 negara asal dan pertama ditemukannya Query fever (Q fever) pada pekerja rumah potong hewan di Brisbane pada tahun 1935 (Acha dan Szyfres 2003). Hewan sapi dengan produknya yang diimpor dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan masuknya penyakit baru (eksotik) yang dapat menular pada hewan dan manusia ke Indonesia. Q fever merupakan penyakit yang bersifat zoonosis yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Hewan ternak yang dapat terserang adalah sapi, kambing, domba maupun ternak ruminansia lain. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi, melalui makanan asal ternak terinfeksi seperti daging, susu, produk ternak lainnya maupun oleh partikel debu yang terkontaminasi agen penyebab. Q fever tersebar luas di seluruh dunia bahkan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara seperti Amerika, Perancis, Inggris, Italia, Jerman, Spanyol, Kanada, Jepang, Australia, Thailand, Taiwan, Malaysia, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara (Fournier et al. 1998). Akibat distribusi geografis Q fever yang sangat luas dan letak geografis Indonesia yang berdekatan wilayah dengan negara-negara endemik Q fever terutama Australia, maka perlu diwaspadai penyebaran infeksi penyakit ini di Indonesia. Penelitian tentang Q fever di beberapa negara sudah demikian maju, bahkan sekuensing genom dari C. burnetii secara lengkap sudah dilakukan, mengingat C. burnetii mempunyai potensi untuk dipakai sebagai senjata biologis (Seshadri et al. 2003). Laporan epidemiologi dari banyak negara menyebutkan bahwa orang yang sering kontak langsung dengan ternak, seperti peternak, pekerja rumah potong, masyarakat yang tinggal di daerah kumuh (urban area) berpeluang besar terserang Q fever. Indonesia dengan jumlah penduduk yang sebagian besar adalah petani yang tidak terlepas dari hewan ternak serta banyaknya lokasi kumuh di perkotaan sangat rentan terhadap infeksi Q fever. Penentuan diagnosis yang cepat dan akurat terhadap Q fever sangat dibutuhkan sebagai upaya pengendalian yang tepat dan cepat.

4 Perumusan Masalah Penelitian terhadap penyebab Q fever di Indonesia sampai saat ini masih jarang dilakukan karena gejala klinis bentuk akut infeksi Q fever yang tidak begitu menciri, seperti terjadinya pneumonia, keguguran ataupun tingginya kasus hepatitis dan endokarditis. Temuan kasus klinik belum pernah didiagnosa kearah adanya Q fever, sehingga kurang diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi dampak jangka panjang penyakit ini sangat membahayakan dan fatal bagi manusia. Di sisi lain Indonesia merupakan pengimpor ternak terutama sapi, baik sapi bakalan, sapi perah maupun daging beku dari Amerika, Australia, New Zealand dan beberapa negara lain. Selain itu era globalisasi akan meningkatkan arus lalu lintas perdagangan ternak dan juga mobilitas manusia, yang juga berdampak terhadap cepatnya penyebaran penyakit khususnya zoonosa seperti Q fever ataupun yang lainnya. Laporan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 1955 Q fever pertama kali ditemukan di Indonesia dari 188 serum sapi yang diperiksa secara serologis positif mengandung antibodi C. burnetii menggunakan cappilary tube agglutination test (CAT) (Kaplan dan Bertagna 1955). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rumawas (1976) menunjukkan bahwa dari 323 sampel darah sapi yang diambil dari Bogor, Bandung, Surabaya dan Semarang ditemukan 4 sampel (1.2%) positif antibodi terhadap Q fever menggunakan metode CAT. Vanpeenen et al. (1978) juga melakukan penelitian penyakit Q fever pada pekerja di Indonesia secara seroepidemiologi. Penelitian selanjutnya dilaporkan Miyashita et al. (2001) pada kasus pneumonia yang diderita oleh seseorang yang pernah tinggal di Indonesia dan ditemukan positif terinfeksi C. burnetii. Hasil seroprevalensi Q fever di Bogor pada domba dan kambing menunjukkan sebesar 31.88% dan 20.29% menggunakan metode indirect immunofluorescent antibody (IFA), sedangkan dengan metode nested polymerase chain reaction (nested PCR) terhadap 245 ekor sapi bali dan Brahman cross ditemukan 15 ekor (6.12%) positif DNA C. burnetii serta pada 165 ekor kambing dan domba ditemukan 6 ekor (3.64%) positif DNA C. burnetii di Bali dan Bogor (Mahatmi 2006).

5 Data di atas dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian tentang keberadaan penyakit Q fever di Indonesia terutama pada hewan sapi yang diimpor dari Australia, hal ini penting dilakukan karena sampai saat ini volume importasi sapi masih tinggi untuk mewujudkan swasembada daging tahun 2014. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan suatu kajian tentang penyakit Q fever dan keberadaan C. burnetii pada sapi perah impor dari Australia, dan (2) mengkaji faktor risiko penyebaran C. burnetii ke lingkungan berkaitan dengan sanitasi, higiene personal, dan biosekuriti. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran data yang pasti dan akurat tentang keberadaan C. burnetii sebagai penyebab penyakit Q fever sehingga dapat dijadikan pertimbangan ilmiah dalam hal importasi sapi perah dari Australia. Hipotesa Hipotesa penelitian ini adalah (1) C. burnetii sebagai penyebab Q fever ditemukan dan menginfeksi sapi perah impor dari Australia, dan (2) terdapat faktor risiko penyebaran C. burnetii ke lingkungan peternakan berkaitan dengan sanitasi, higiene personal dan biosekuriti.