BAB I PENDAHULUAN. Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Gambaran perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Tenaga Kesehatan. Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito

Lampiran 1. Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003

GAMBARAN PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA DOKTER UMUM DAN DOKTER GIGI PUSKESMAS SERTA ANALISIS PERHITUNGANNYA DENGAN METODE WISN DI KOTA BEKASI TAHUN 2008

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan kualitatif karena sangat kaya dan sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI HASIL PENELITIAN. Tabel VI.1. Karakteristik Informan

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu mewujudkan kesehatan optimal. Sedangkan sasaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF BEKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF BEKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. puskesmas. Menurut Permenkes RI Nomor 75 tahun 2014 tentang. Pusat Kesehatan Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.

BAB I PENDAHULUAN. beragam macamnya, salah satunya ialah puskesmas. Puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. fungsional terdepan sesuai dengan keputusan MENKES No. 128/ MENKES/ SK/ II/ 2004/ tanggal 10 Februari 2004 tentang kebijakan dasar

PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. (Ilyas, 2011). Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang baik salah satunya

KETUA PENGADILAN AGAMA BEKASI. SURAT KEPUTUSAN Nomor: W10-A19/090/SK/HK.05/I/2016

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. izin penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus Pemerintah dari Gubernur Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA REKAM MEDIS DENGAN METODE WORKLOAD INDICATORS OF STAFFING NEED (WISN) DIPUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam upaya pemenuhan tuntutan kesehatan. Salah satu indikator

PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA REKAM MEDIS DENGAN METODE WORKLOAD INDICATORS OF STAFFING NEED (WISN) DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA

b. Tantangan Eksternal 1) Kelembagaan : Dukungan sektor lain terhadap bidang kesehatan masih belum optimal karena masih ada anggapan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan tantangan strategis, baik dari segi eksternal maupun internal, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling,

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. 128/MENKES/SK/II/2004 sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PROFIL PUSKESMAS KARANGASEM I TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I. PENDAHULUAN A.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III OBYEK LAPORAN KKL. 3.1 Gambaran Umum Puskesmas Cimahi Utara Keadaan Geografis Puskesmas Cimahi Utara

KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rakyat Indonesia? Visi Indonesia sehat 2010 bertujuan untuk meningkatkan

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam upaya memberikan pelayanan informasi kesehatan

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG HOME CARE SERVICES WALIKOTA YOGYAKARTA,

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan kebijakan otonomi daerah, desentralisasi merupakan salah satu strategi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

Daftar Isi. Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

Tin Herniyani, SE, MM

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai landasan untuk berpikir atau bertindak dalam pembangunan kesehatan. Dasar-dasar ini merupakan landasan dalam penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan secara nasional yang meliputi: dasar perikemanusiaan; dasar adil dan merata; dasar pemberdayaan dan kemandirian serta dasar pengutamaan dan manfaat (Depkes RI, 2000). Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Perencanaan tenaga kesehatan perlu mengutamakan kebutuhan tenaga untuk mewujudkan upaya-upaya preventif dan promotif yang proaktif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2004). Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat Indonesia yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan berperilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2000). Penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut perlu didukung antara lain oleh pengembangan sumber daya tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah Gambaran perencanaan kebutuhan...,siti Puji Lestaari, 1 FKM UI, 2008

2 yang memadai (Depkes RI, 2000). Salah satu langkah yang dilakukan dalam pengembangan sumber daya tenaga kesehatan adalah perencanaan tenaga kesehatan. Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kesehatan adalah upaya untuk mengetahui kebutuhan tenaga kesehatan dewasa ini dan di masa mendatang, menyusun prioritas tenaga yang dibutuhkan dan menyusun alokasi sumber daya untuk menunjang prioritas tersebut (Depkes RI, 2000). Perencanaan tenaga kesehatan bertujuan untuk menyusun rencana kebutuhan tenaga kesehatan, baik jenis maupun jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2000). Perencanaan tenaga kesehatan dewasa ini pada tingkat pusat, propinsi dan kabupaten serta kota masih sangat lemah. Peta kebutuhan tenaga kesehatan yang mengantisipasi perkembangan di masa depan, menyeluruh, spesifik dan jelas belum ada sehingga sukar dalam pengembangan tenaga kesehatan untuk mengadakan prioritas dan pengalokasian sumber daya tenaga yang semestinya (Depkes RI, 2000). Perencanaan tenaga kesehatan perlu mengutamakan kebutuhan tenaga untuk mewujudkan upaya-upaya preventif dan promotif yang proaktif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2000). Perencanaan tenaga kesehatan perlu memperhatikan dengan seksama keperluan komposisi yang tepat dari berbagai jenis tenaga kesehatan di masa mendatang yang diperlukan oleh masyarakat (Depkes RI, 2000). Bila ditinjau secara lebih spesifik, pendistribusian untuk beberapa jenis tenaga kesehatan masih kurang merata, yaitu terutama dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, beberapa tenaga kesehatan masyarakat (termasuk epidemiolog kesehatan,

3 administrator kesehatan, sanitarian dan asisten sanitarian), bidan, ahli gizi dan asisten analis kesehatan (Depkes RI, 2000). Khusus untuk tenaga dokter umum dan dokter gigi, sejak tahun delapan puluhan permasalahannya telah berubah dari kekurangan ke masalah terbatasnya sumber daya untuk mempekerjakan dokter-dokter tersebut. Di pihak lain, lulusanlulusan fakultas kedokteran dan kedokteran gigi semakin meningkat jumlahnya setiap tahun dan secara hukum pemerintah bertanggung jawab untuk mempekerjakan dan mengatur mereka (Ilyas, 2002). Pertumbuhan jumlah dokter umum dan dokter gigi di Indonesia secara keseluruhan tidak disertai dengan distribusinya ke daerah-daerah yang sangat membutuhkan. Adapun lainnya bekerja di kota kecil dan bagian (presentase) terkecil bekerja di puskesmas kecamatan (Ilyas, 2002). Menurut Depkes (2004) yang dikutip oleh Adisasmito (2007), pada tahun 2001 diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,9 dokter umum dan 2,0 dokter gigi. Banyak puskesmas yang belum memiliki jumlah tenaga dokter umum dan dokter gigi dengan memadai, apalagi tenaga dokter umum dan dokter gigi sangat dibutuhkan di daerah perkotaan yang penduduknya padat. Salah satu contoh kota yang penduduknya padat adalah Kota Bekasi. Letak Kota Bekasi sangat strategis, di mana wilayahnya berbatasan dengan propinsi DKI Jakarta. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi di Kota Bekasi memberikan akses menuju Jakarta telah menjadikan Kota Bekasi salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta. Dengan mobilitas yang cukup tinggi akibat kemudahan akses masuk dan keluar Kota Bekasi melalui perbatasan-perbatasan yang ada, maka perlu adanya penanganan bersama pada wilayah-wilayah perbatasan untuk

4 mencegah meluasnya penularan penyakit. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan Dinas Kesehatan Kota Bekasi yaitu meningkatkan Upaya Pencegahan, Penanganan dan Pemberantasan Penyakit (Profil Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2006). Dinas Kesehatan Kota Bekasi mempunyai visi Unggul dalam Pelayanan Kesehatan Prima Menuju Masyarakat Kota Bekasi Sehat Tahun 2010. Salah satu penjelasan visinya adalah diharapkan seluruh masyarakat Kota Bekasi sadar akan pentingnya kesehatan dengan perilaku sehat, mudah mendapatkan informasi kesehatan serta memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata (Profil Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2006). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan sumber daya manusia, khususnya tenaga dokter umum dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan medis, yang berkualitas dan kuantitasnya memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Bekasi melimpahkan upaya pembangunan kesehatan tingkat pertama kepada seluruh puskesmas di Kota Bekasi yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (selanjutnya disingkat UPT). Salah satu tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi adalah menyediakan tenaga kesehatan, khususnya dokter umum dan dokter gigi, yang sesuai dengan kebutuhan, seimbang dan merata karena merupakan kunci keberhasilan pembangunan kesehatan yang diharapkan dapat menjamin meningkatnya kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Kota Bekasi. Untuk menyediakan tenaga kesehatan, khususnya dokter umum dan dokter gigi, yang sesuai dengan kebutuhan, seimbang dan merata tersebut perlu dilihat jumlah kunjungan pasien pada masing-masing puskesmas di Kota Bekasi karena jumlah

5 kunjungannya pasti berbeda-beda. Jumlah kunjungan pasien ke Balai Pengobatan (selanjutnya disingkat BP) umum dan BP gigi pada tahun 2007 terangkum dalam Rekapitulasi Laporan Kunjungan Puskesmas di Kota Bekasi Tahun 2007 berikut ini: Tabel I.1 Tabel Jumlah Kunjungan Pasien di Poli Umum Poli Gigi Puskesmas di Kota Bekasi Tahun 2007 No. Puskesmas Jumlah Kunjungan di BP Umum Jumlah Kunjungan di BP Gigi 1. Jati Bening 23.275 3.555 2. Jati Makmur 37.358 9.971 3. Pondok Gede 50.715 12.913 4. Jati Rahayu 21.387 4.540 5. Jati Warna 19.459 4.882 6. Jati Sampurna 29.152 7.724 7. Jati Asih 43.955 9.741 8. Jati Luhur 28.264 1.828 9. Bojong Menteng 14.200 2.844 10. Bojong Rawalumbu 34.742 12.734 11. Pengasinan 13.868 2.568 12. Wisma Jaya 21.280 4.984 13. Aren Jaya 35.042 7.823 14. Duren Jaya 20.521 6.390 15. Karang Kitri 29.808 3.531 16. Jaka Mulya 24.183 4.884 17. Perumnas II 20.469 3.746 18. Marga Jaya 12.936 2.227 19. Pekayon Jaya 21.174 3.195 20. Teluk Pucung 24.792 7.501 21. Kaliabang Tengah 35.713 8.706 22. Marga Mulya 12.325 1.544 23. Seroja 50.191 10.870 24. Bintara 15.696 4.350 25. Bintara Jaya 20.364 4.825 26. Rawa Tembaga 39.624 8.666 27. Kranji 12.255 3.636 28. Kota Baru 30.537 4.224 29. Pejuang 31.358 9.376 30. Bantar Gebang I 64.729 8.700 31. Bantar Gebang II 24.887 5.439 (Rekapitulasi Laporan Kunjungan Puskesmas Tahun 2007)

6 Berdasarkan tabel I.1, dapat diketahui bahwa puskesmas yang jumlah kunjungannya tertinggi adalah Puskesmas Bantar Gebang I karena wilayah kerjanya mencakup 4 kelurahan. Selain itu, Puskesmas Bantar Gebang I merupakan salah satu puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP) yang waktu operasionalnya 9 jam sehingga jumlah kunjungan pasiennya sangat tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap puskesmas yang berdasarkan jumlah kunjungan tersebut perlu didistribusikan tenaga dokter umum dan dokter gigi yang memadai sesuai dengan beban kerjanya. Distribusi tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel I.2 Tabel Jumlah Dokter Umum dan Dokter Gigi Puskesmas di Kota Bekasi No. Puskesmas Jumlah Dokter Umum Tahun 2008 Jumlah Dokter Gigi No. Puskesmas Jumlah Dokter Umum Jumlah Dokter Gigi 1. Jati Bening 1 2 17. Perumnas II 2 2 2. Jati Makmur 6 2 18. Marga Jaya 2 2 3. Pondok Gede 5 2 19. Pekayon Jaya 3 1 4. Jati Rahayu 3 2 20. Teluk Pucung 2 2 5. Jati Warna 3 2 21. Kaliabang Tengah 2 1 6. Jati Sampurna 5 2 22. Marga Mulya 1 2 7. Jati Asih 4 2 23. Seroja 5 2 8. Jati Luhur 2 2 24. Bintara 1 2 9. Bojong Menteng 2 1 25. Bintara Jaya 2 1 10. Bojong Rawalumbu 5 3 26. Rawa Tembaga 4 3 11. Pengasinan 2 1 27. Kranji 2 1 12. Wisma Jaya 3 2 28. Kota Baru 2 1 13. Aren Jaya 2 3 29. Pejuang 5 4 14. Duren Jaya 1 2 30. Bantar Gebang I 5 3 15. Karang Kitri 3 1 31. Bantar Gebang II 2 1 16. Jaka Mulya 2 2 (Data Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2008) Berdasarkan Tabel I.2, sebagian besar jumlah dokter umum lebih banyak daripada dokter gigi karena disesuaikan dengan jumlah kunjungan di BP Umum yang lebih tinggi daripada BP Gigi yang bisa dilihat pada tabel sebelumnya.

7 Jumlah dokter umum dan dokter gigi tersebut sudah termasuk dengan dokter umum dan dokter gigi yang merangkap menjadi kepala puskesmas. Jumlah dokter umum dan dokter gigi berbeda-beda antara puskesmas yang satu dengan yang lain karena jumlah kunjungan masing-masing juga berbeda-beda. Fungsi dokter di negara-negara berkembang, terutama yang bekerja di puskesmas, mempunyai tugas dan kewajiban ganda yaitu fungsi administratif (kerja manajemen) dan fungsi medis (kerja langsung). Mereka harus mempunyai kinerja yang baik dalam kedua fungsi tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi kesehatan dengan sumber daya yang terbatas. Tentu saja ini bukan tugas dan kewajiban yang mudah untuk dicapai sekaligus (Ilyas, 2002). Oleh karena itu, diperlukan perencanaan kebutuhan tenaga dokter yang melihat kedua fungsi tersebut. Perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi yang dilakukan selama ini oleh tim perencana dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi belum secara tegas menggunakan metode tertentu karena mereka belum mendapat pelatihan mengenai metode perhitungan tenaga kesehatan. Perencanaan yang dilakukan adalah dengan cara memperkirakan jumlah tenaga dokter umum dan dokter gigi yang dibutuhkan berdasarkan usulan dari puskesmas. Namun, Dinas Kesehatan Kota Bekasi hanya berperan sebagai perantara usulan tersebut karena yang mempunyai kewenangan dalam perekrutan tenaga kesehatan, khususnya tenaga dokter umum dan dokter gigi adalah Badan Kepegawaian Daerah (selanjutnya disingkat BKD). Kewenangan BKD tersebut tidak terlepas dari ketersediaan anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Namun apabila

8 terjadi kekurangan anggaran, penambahan anggaran bisa diajukan melalui Anggaran Belanja Tambahan (selanjutnya disingkat ABT). Walaupun semua berpangkal kepada anggaran, ada baiknya jika tim perencana mencoba menghitung kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas dengan metode perhitungan kuantitatif terlebih dahulu yang kemudian hasilnya bisa dikroscek secara kualitatif kepada puskesmas yang bersangkutan, baru kemudian disesuaikan dengan anggaran yang ada dan kalau perlu diajukan penambahan anggaran. Metode perhitungan kuantitatif yang direkomendasikan penulis merupakan metode pengkajian kebutuhan unit pelayanan seperti di puskesmas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit adalah metode Workload Indicator Staff Need (selanjutnya disingkat WISN) atau metode Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Indikator Beban Kerja. Metode WISN adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Metode ini meliputi lima langkah, yakni: menetapkan waktu kerja tersedia; menetapkan unit kerja dan kategori SDM; menyusun standar beban kerja; menyusun standar kelonggaran dan perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja (Depkes, 2004). Langkah-langkah tersebut menjabarkan setiap kegiatan dokter yang meliputi fungsi administratif dan fungsi medis. Kelebihan metode ini adalah secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.

9 Dari semua kelebihannya, metode WISN juga memiliki kekurangan yaitu terletak pada kelima langkah tersebut yang terlalu panjang dan memerlukan ketelitian yang tinggi. Karena, jika terjadi kesalahan perhitungan pada salah satu langkah, maka kesalahan juga akan berimbas pada hasil untuk langkah selanjutnya. Selain itu, untuk mendapatkan data yang akurat untuk bahan perhitungan tidak mudah karena data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi kurang lengkap sehingga harus dicek ulang ke puskesmas yang bersangkutan. 1.2 Rumusan Masalah Perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi yang dilakukan selama ini oleh tim perencana dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi belum secara tegas menggunakan metode tertentu karena mereka belum mendapat pelatihan mengenai metode perhitungan tenaga kesehatan. Ada beberapa puskesmas yang jumlah dokter umum dan dokter giginya sama padahal jumlah kunjungannya berbeda jauh. Seharusnya penempatan dokter umum dan dokter giginya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing puskesmas. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk menyebabkan jumlah kunjungan puskesmas di Kota Bekasi semakin lama semakin meningkat sehingga diperlukan penyesuaian kembali mengenai jumlah tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. Adapun cara yang dilakukan oleh tim perencana dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi selama ini adalah dengan memperkirakan jumlah tenaga dokter umum dan dokter gigi yang dibutuhkan berdasarkan usulan dari puskesmas-puskesmas tanpa dilakukan perhitungan terlebih dahulu. Dinas Kesehatan Kota Bekasi sendiri tidak

10 mempunyai kewenangan dalam perekrutan tenaga kesehatan, khususnya tenaga dokter umum dan dokter gigi, karena semua tergantung pada keputusan BKD berdasarkan anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Apabila terjadi kekurangan anggaran, maka bisa diajukan penambahan anggaran melalui Anggaran Belanja Tambahan (selanjutnya disingkat ABT). Walaupun demikian, perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi harus tetap dilakukan dengan benar guna memenuhi kebutuhan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat gambaran perencaaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi secara keseluruhan dengan pengamatan secara langsung terhadap sistem gambaran perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi itu sendiri. Selain itu, penulis juga tertarik untuk mencoba menghitung jumlah kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi dengan metode Workload Indicator Staff Need (WISN) atau metode Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Indikator Beban Kerja sebagai rekomendasi kepada tim perencana dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Diketahuinya gambaran perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum puskesmas serta analisis perhitungannya dengan metode WISN di Kota Bekasi tahun 2008.

11 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya tim perencana pada perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 2. Diketahuinya anggaran pada perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 3. Diketahuinya alat dan bahan yang digunakan pada perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 4. Diketahuinya metode yang digunakan perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 5. Diketahuinya mesin yang digunakan pada perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 6. Diketahuinya fungsi perencanaan pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 7. Diketahuinya fungsi penganggaran pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 8. Diketahuinya fungsi pelaksanaan pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 9. Diketahuinya fungsi pengendalian pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 10. Diketahuinya fungsi pengkoordinasian pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 11. Diketahuinya fungsi evaluasi pada proses perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi.

12 12. Diketahuinya gambaran perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi yang dilakukan oleh tim perencana di Dinas Kesehatan Kota Bekasi. 13. Diketahuinya analisis kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi dengan metode WISN pada tiga puskesmas di Kota Bekasi tahun 2008 yang dilakukan oleh penulis. 14. Diketahuinya pendapat dari tim perencana kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi tentang metode WISN. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa 1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana cara melakukan perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. 2. Diharapkan dapat menambah pengalaman mahasiswa dalam melakukan penelitian di lapangan dan terjun ke masyarakat. 1.4.2 Manfaat Bagi Fakultas 1. Diharapkan dapat menambah perbendaharaan keilmuan yang sudah ada. 2. Diharapkan dapat mengetahui sejauh mana hasil proses belajar mengajar yang dilakukan selama ini di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan aplikasi yang dilakukan oleh mahasiswa di lapangan. 1.4.3 Manfaat Bagi Institusi 1. Diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengenai kapasitas tenaga dokter umum dan dokter

13 gigi puskesmas agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau beban kerjanya sehingga pemberian pelayanan kesehatan bisa maksimal. 2. Diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengenai metode perhitungan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi yang mungkin bisa digunakan dalam perencanaan yang mendatang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini memberikan gambaran tentang perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi serta melakukan analisis perhitungan kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi dengan metode WISN pada tiga puskesmas di Kota Bekasi tahun 2008 yang dilakukan oleh penulis melalui pendekatan sistem: input, proses dan output. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji data primer yang merupakan hasil wawancara mendalam dengan tim perencana kebutuhan tenaga dokter umum dan dokter gigi puskesmas di Kota Bekasi. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Puskesmas (Pengasinan, Duren Jaya dan Bantar Gebang I). Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota Bekasi pada bulan Maret-Juni 2008 serta di Puskesmas Duren Jaya, Puskesmas Pengasinan dan Puskesmas Bantar Gebang I pada bulan Juni 2008.