KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL PEMBAHASAN. Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke-

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

PENGARUH EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

TINJAUAN PUSTAKA. . Gambar 1 Temulawak

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah et

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

I. PENDAHULUAN. produk yang bernilai gizi dan ekonomis tinggi. Pertambahan berat badan yang. maupun kuantitasnya (Supratman dan Iwan, 2001).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

V. PEMANFAATAN HERBAL UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH AYAM KUB

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

JUMLAH LEUKOSIT DAN DIFFERENSIASI LEUKOSIT AYAM BROILER YANG DIBERI MINUM AIR REBUSAN KUNYIT (Curcuma domestica Val) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata ROXB.) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS PADA AYAM BROILER SKRIPSI.

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. strain Cornish dengan betina yang besar yaitu Plymouth Rocks yang merupakan

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Tinjauan Mengenai Flu Burung

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

Transkripsi:

KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza adalah karya Saya dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Albertus Aditya Sandy B04070019

ABSTRACT Albertus Aditya Sandy. Protection study of four herbal medicine formula on lifespan of Avian Influenza infected-broiler. Under direction of Bambang Pontjo Priosoeryanto and Mawar Subangkit The objective of this research was to study the protection of combination between temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), and temuireng (Curcuma aeruginosa) on mortality of Avian Influenza (AI) infected-broiler (challenge test). Sixty broilers were randomly divided into six treatment groups (F1, received combination of temulawak, meniran, sambiloto and temuireng; F2, received temulawak, meniran and temuireng; F3, received temulawak and temuireng; F4, received meniran and sambiloto; negative control was specific pathogen free/spf (chicken without vaccination and herbal extract), and positive control group that received only AI vaccine. Challenged test was done at Biosafety Level 3 facility. The challenge AI virus used was H 5 N 1 Nagrak strain 0,1 ml 10 5 EID 50. The length of the challenge was 10 days. The result showed that F3 and F1 groups give 10% protection within one broiler live at the last days of test. The result mention above concluded that this two combination could be developed as an anti AI virus substance and further study is needed. Keywords: Broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng,,Challenged Test

ABSTRAK Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Mawar Subangkit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3, kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto; kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10% yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan. Kata kunci : Ayam broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng, Uji Tantang

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA ALBERTUS ADITYA SANDY Skripsi Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa NIM : Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza : Albertus Aditya Sandy : B04070019 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet Pembimbing I Drh. Mawar Subangkit Pembimbing II Diketahui, Drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD. APVet Wakil Dekan FKH IPB Tanggal lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya, penulis ucapkan kepada 1 Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Cinta, Embah, dan Mbak Sucik atas kesabaran dan hati yang benar benar sabar untuk menunggu penulis menyelesaikan skripsinya. 2 Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis. 3 Drh. Risa Tiura, MS., PhD. dan Ibu Siti Sa diah MSi., Apt., Ssi. selaku dosen penguji luar komisi. 4 Drh. Andriyanto. M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas semua nasehat dan petuah yang membangun penulis. 5 Andre Manik, Olif, Greg, dan Cha cha selaku teman sepenelitian. 6 Megasari Septyaningrum yang selalu menjadi inspirasi utama penulis. 7 Anggota Suzuran, Pondok Para Gakgik: Rio, Antok, Daud, Olil, Madu, Rizzar, Opay (Istri Madu), plus Danang dan Fahri serta teman teman Baskom ISTANA CERIA: Tue, Soki, Rendra, Echo, Guntur, Tampan, Dion, Loris, Nci dan Ika selaku teman seperjuangan penulis yang selalu merusuhi hari hari penulis. 8 Keluarga Om Albert, Bulik Dwi, Mbak Fel, Mbak Ita, Sam dan Rio yang telah menjaga dan menggantikan peran orang tua penulis di Bogor. 9 Teman teman Komunitas Seni Steril, HIMPRO Ruminansia dan GIANUZZI 44. Terima Kasih buat semua pengalaman mengesankan.

10 Ibu Lely selaku staf AJMP, terima kasih karena tidak pernah bosan dan sabar membantu urusan surat menyurat penulis. 11 Semua anggota fotokopian Wawan Ngopi Center atas banyaknya kertas yang telah dibuang percuma karena banyak kesalahan dalam penulisan. 12 Semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Februari 2012 Albertus Aditya Sandy

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 10 Maret 1989 dari ayah Yosep Herminto dan Catharina Kristiyani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dibesarkan di kota Probolinggo dan menempuh pendidikan sekolah taman kanak kanak di TKK Mater Dei Probolinggo, kemudian melanjutkan pendidikan di SDK Mater Dei Probolinggo hingga lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Mater Dei Probolinggo dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAK Santo Albertus di kota Malang. Penulis lulus pada tahun 2007.dan diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Komunitas Seni Steril sebagai anggota divisi Event Organizer pada tahun 2008 dan menjabat sebagai Kepala Divisi Komunitas Seni Steril pada tahun 2009-2010, anggota divisi eksternal Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia pada tahun 2008-2010. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara seperti Introvet, Seminar Nasional Ruminansia, AFC dan VUH. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan HACCP selama 3 hari yang diadakan oleh mahasiswa FKH IPB angkatan 44 pada tahun 2011.

iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza... 4 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)... 5 Meniran (Phyllanthus niruri L)... 6 Sambiloto (Andrographis paniculata Nes)... 8 Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb).. 9 Ayam broiler. 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian... 12 Alat dan bahan... 12 Metode penelitian... 12 Persiapan kandang penelitian... 12 Penyediaan ekstrak... 12 Pencekokan ekstrak... 13 Perlakuan penelitian... 13 Uji Ketahanan Hidup. 14 Analisis Data.. 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji tantang ayam broiler terhadap AI... 15 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 21 Saran... 21 DAFTAR PUSTAKA... 22 LAMPIRAN... 26 iii iv v

iv DAFTAR TABEL No Teks Halaman Tabel 1 Kelompok perlakuan... 13 Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup selama 10 hari uji tantang... 15

v DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza... 4 Gambar 2 Rimpang temulawak... 6 Gambar 3 Tanaman meniran... 8 Gambar 4 Tanaman sambiloto... 9 Gambar 5 Tanaman temuireng... 10 Gambar 6 Ayam Broiler... 11

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya, maupun bidang bidang lainnya. Pertumbuhan pada bidang ekonomi khususnya telah memacu peningkatan pendapatan masyarakat baik di kota maupun di pedesaan yang akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan asupan gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif mudah didapat. Kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein harus dibarengi dengan pemahaman akan kelayakan dan kesehatan sumber protein hewani tersebut. Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak dapat dilepaskan dari penanganan masalah kesehatan hewan. Kesehatan hewan menjadi sangat penting karena tidak sedikit hewan yang dapat menjadi perantara penyakit berbahaya bagi kesehatan manusia, bahkan beberapa penyakit hewan dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis). Ayam merupakan salah satu penghasil protein hewani dengan tingkat populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsumsi hasil olahan asal ayam dapat dinikmati oleh semua jenis religi dan kepercayaan. Di samping itu, ayam merupakan ternak yang masa panennya cepat dan pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998). Masalah kesehatan utama yang paling sering dihadapi oleh peternakan ayam khususnya di Indonesia adalah Avian Influenza. Virus Avian Influenza yang secara pandemik terjadi di seluruh dunia telah menyebabkan kematian, kerugian serta kehancuran yang besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Kematian massal pada populasi ternak khususnya ayam berdampak nyata menyebabkan goyahnya ekonomi global (Cannell et al. 2008). Adanya kejadian wabah serta ancaman penyakit Avian Influenza sudah tentu secara ekonomis sangat merugikan peternak. Di lain pihak, kejadian penyakit Avian Influenza dapat menyebabkan manifestasi klinis bagi kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian hewan dan manusia. Untuk menghindari terjadinya kerugian yang sangat besar akibat serangan wabah penyakit Avian Influenza,

2 diperlukan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi dan diagnosa secara cepat dan tepat serta melakukan penanggulangan dan atau pengobatan. Salah satu upaya untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini di suatu kawasan peternakan ayam adalah dengan vaksinasi dan pengobatan dengan antivirus. Vaksinasi merupakan garda terdepan dalam menghadapi serangan virus ataupun agen infeksius. Vaksinasi harus dilakukan secara rutin selama masa wabah virus tersebut berdasarkan dari wabah virus pada musim sebelumnya, akan tetapi wabah epidemik virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang berbeda maka tidak dapat dipastikan bahwa setiap pemberian vaksin dapat sukses mencegah terjadinya serangan Avian Influenza (Hudson 2009). Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium dan lapangan, Swayne (2005) menyebutkan bahwa syarat-syarat vaksin Avian Influenza yang baik adalah mampu melindungi terhadap gejala klinis dan kematian secara massal, mampu mengurangi penyebaran virus di lapangan apabila unggas yang divaksin terserang Avian Influenza, mencegah penularan kontak dengan virus yang ada di lapangan, memberikan proteksi minimal selama 20 minggu, melindungi unggas terhadap tantangan virus baik dosis tinggi maupun dosis rendah serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus Senyawa sintetis yang paling banyak digunakan sebagai antivirus Avian Influenza adalah inhibitor neuroamidase oseltamivir (Tamiflu ) dan zanavir (Relenza ). Penggunaannya sebagai antivirus Avian Influenza telah dilaporkan dapat menciptakan resistensi terhadap virus selama proses aplikasinya, setara analoginya dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Jefferson et al. 2006). Masyarakat sekarang sudah mulai beralih kepada pengobatan herbal tradisional sebagai solusi untuk mengobati masalah-masalah kesehatan baik pada manusia maupun pada ternak. Pemanfaatan pengobatan dengan menggunakan tanaman ini telah berkembang sejak lama pada masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Hal ini diketahui dari kemampuan masyarakat untuk meracik obat dan tradisi minum jamu yang mengakar kuat. Tradisi ini didukung dengan kekayaan flora Indonesia yang sangat berlimpah. (Kardinan dan Kusuma 2004).

3 Indonesia dikenal sebagai mega diversity country, yaitu bangsa yang memiliki keanekaragaman hayati. Terdapat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup pada hutan tropis di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan tumbuhan yang hidup di hutan tropis di Amerika Selatan dan Afrika Barat. Sejumlah 9600 spesies tanaman diduga memiliki khasiat sebagai obat dan 200 spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat yang penting bagi industri farmasi dan obat tradisional. Beberapa tumbuhan bahkan sedang dalam penelittian sebagai kontrol dan pencegahan penyakit viral khususnya penyakit Avian Influenza (Kardinan dan Kusuma 2004). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula 4 tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. dan mengetahui formula herbal yang tepat dalam menghambat kematian akibat Avian Influenza. Manfaat Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai formula empat tanaman obat asal Indonesia untuk menghambat kematian akibat flu burung dan sebagai kontrol pencegahan terhadap penyakit Avian Influenza pada unggas.

4 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleatnya berantai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza memiliki selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Untuk proses penempelannya pada reseptor yang spesifik, virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang berfungsi menginfeksi sel sel inangnya (host) pada saat virus ini menginfeksi. Terdapat 2 jenis penonjolan yaitu hemaglutinin (HA) dan neuroamidase (NA), yang terletak di bagian terluar dari virion. (Horimoto dan Kawaoka 2001). Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011) Virus influenza mempunyai empat jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid (NP), hemaglutinin (HA), neuramidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus influenza A sangat patogen pada manusia dan binatang, menyebabkan angka kematian dan kerugian yang tinggi, serta dapat menyebabkan pandemik di seluruh dunia. Penyebab virus Avian Influenza tipe A ini sangat patogen adalah karena mereka mudah bermutasi, baik berupa antigenik drift ataupun antigenik shift sehingga membentuk varian varian baru yang lebih patogen. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus

5 influenza A telah menyebabkan wabah pandemik antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889) (Yuen dan Wong 2005). Tipe virus influenza B adalah jenis yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C adalah jenis yang paling jarang ditemukan walaupun dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Virus influenza B dan C jarang sekali atau bahkan tidak meyebabkan wabah pandemik (Horimoto dan Kawaoka 2001). Penyakit Avian Influenza di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di peternakan ayam layer di Kecamatan Legok Tangerang pada tahun 2003. Dari sini penyakit meluas ke 9 provinsi di Indonesia, yang meliputi 51 kota atau kabupaten dan menyebabkan kematian pada ternak unggas yang diperkirakan mencapai 4,13 juta ekor. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kematian ternak unggas akibat Avian Influenza mencapai 6,27 juta ekor yang berasal dari 16 provinsi yang mencakup 100 kota atau kabupaten. Angka kematian tertinggi pada unggas terutama ditemukan di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung dimana jumlah kematian lebih dari 1 juta ekor tiap provinsi (Ditkeswan RI 2004). Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan kasus Avian Influenza ke daerah baru yang meliputi Sulawesi Selatan lalu menyebar ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dan pada akhir 2005, kasus Avian Influenza dilaporkan sudah mencapai Nangroe Aceh Darusalam. Pada akhir tahun 2006, kasus Avian Influenza dilaporkan terjadi di Manokwari, Irian Jaya Barat (Naipospos 2005) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) Di antara tanaman obat yang termasuk suku jahe jahean (Zingiberaceae), temulawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk pabrik jamu atau obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang temulawak adalah bagian yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja ginjal dan bersifat antiinflamasi. Manfaat lain temulawak secara medis, diantaranya sebagai hepatoprotektor,

6 antikanker, antidiabetes, antimikroba, antilipidemia, antijamur, obat jerawat, penambah nafsu makan, dan antioksidan (Nurcholis 2008). Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung senyawa metabolit aktif, seperti kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri, zat pati, flavonoid, kamfer, turmerol, phellandrene, myrcene, isofuranogermacen, p-tolymetilkarbitol, kation Fe, Ca, Na, dan K. Sedangkan menurut Hwang et al. (2000), kandungan pati dalam temulawak dapat berkhasiat sebagai senyawa imunomodulator. Taksonomi temulawak menurut Supriadi (2008) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Monocotyledonae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB Gambar 2 Rimpang temulawak (Supriadi 2008) Meniran (Phyllanthus niruri L) Meniran merupakan tanaman yang telah dipergunakan turun temurun sebagai obat tradisional karena memiliki banyak khasiat. Khasiat tanaman meniran karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia berkhasiat, di antaranya adalah alkaloid (sekurinin), flavonoid (kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin), dan lignan (filantin dan hipofilantin) (Kardinan dan Kusuma 2004).

7 Bagian bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit. Daun dan batang meniran dipakai sebagai obat penyakit kelamin. Ekstrak air dari meniran dipakai sebagai pelarut batu ginjal dan batu di saluran kencing oleh masyarakat di Brazil dan Peru (Freitas et al. 2002). Taksonomi meniran menurut Tjandrawinata (2005)adalah: Kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Euphorbiales famili : Euphorbiaceae genus : Phyllanthus spesies : Phyllanthus niruri L Kandungan flavonoid dari meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem imun (imunomodulator). Sebagai imunomodulator, kandungan flavonoid pada meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, namun juga menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun tersebut. Jadi meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem imun (Suhirman dan Winarti 2010). Tjandrawinata et al. (2005), telah melakukan uji pra-klinis untuk menguji aktivitas ekstrak daun meniran. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan mencit, untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi dari ekstrak daun meniran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak P.niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi sitokin spesifik (gamainterferon, interleukin, tumor nekrosis, dan faktor alfa), aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit). Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik, seperti Natural Killer cell (NK sel).

8 Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005) Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Sambiloto merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sambiloto juga dikenal dengan nama yang berbeda pada tiap daerah, yaitu sambilata (Sumatra), Ki Oray (Sunda), sambiloto (Jawa), papaitan (Maluku), dan ampadu tanah (Minang). Sambiloto mengandung metabolit sekunder turunan lakton, yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid, saponin, tannin, flavonoid, homoanografolid, 14-deoksi-11, 12- didehidroandrografolid (Aji 2009). Taksonomi sambiloto menurut Aji (2009) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Scrophulariales famili : Acanthaceae genus : Andrographis spesies : Andrographis paniculata Komponen aktif dari sambiloto yang diisolasi dari ekstrak metanol mempunyai efek imunomodulator dan dapat menghambat induksi sel penyebab HIV. Komponen komponen tersebut, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi IL-2 limfosit perifer darah manusia (Elfahmi 2006). Menurut Puri et al. (1993), sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh, baik berupa respon antigen spesifik, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel fagosit. Respon antigen spesifik yang dihasilkan akan menyebabkan

9 diproduksinya limfosit dalam jumlah besar, terutama limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000). Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000) Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Tanaman temuireng berupa semak, berbatang semu. Daun tungal, berwarna hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar, berdaging dan mengerucut. Rimpang temuireng adalah bagian yang paling umum digunakan sebagai obat herbal. Taksonomi temuireng menurut Sastroamidjojo (2001) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Liliopsida ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma aeruginosa Roxb. Rimpang temuireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai obat antijamur (Syukur dan Hernani 2002). Kandungan kimia ekstrak rimpang temuireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene,

10 inderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, saponin, bisdemetyoxykurkumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Chinami et al. 2006). Gambar 5 Tanaman Temuireng (Planthus 2008) Ayam Broiler Ayam adalah vertebrata darah panas dengan tingkat metabolisme tinggi. Anak ayam umur sehari (DOC Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39 C dan suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 sampai ayam tersebut mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara 40,6 C 40,7 C (Suprijatna et al. 2005). Ayam peliharaan yang ada di Indonesia sekarang merupakan keturunan dari ayam hutan hasil perbaikan mutu genetis sesuai dengan manfaat dan tujuan pemeliharaannya. Berikut adalah taksonomi Zoologi ayam menurut Suprijatna et al. (2005): kingdom :Animalia filum :Chordata subfilum :Vertebrata kelas :Aves ordo :Galliformes genus :Gallus spesies :Gallus domesticus Ayam broiler adalah sebutan untuk ayam ras pedaging, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam karena mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan,

11 maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia (Pramudyati dan Effendy 2009). Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh breederfarm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Cobb, Arbor arcres, Tatum, Indianriver, Hybro, Cornish, Brahma,Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall m, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707 (Pramudyati dan Effendy 2009). Gambar 6 Ayam broiler (Pramudyati dan Effendy 2009).

12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Uji ketahanan hidup ayam yang diinfeksi dengan virus Avian Influenza (uji tantang) dilakukan di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 ekor ayam broiler (strain Cobb) yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 1, vaksin Newcastle Disease aktif dan inaktif, vaksin gumboro aktif, vaksin Avian Influenza inaktif, virus Avian Influenza lapang H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50, dan formula tanaman obat Indonesia yaitu F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng), F2 (temulawak, meniran, dan temuireng), F3 (temulawak dan temuireng), dan F4 (meniran dan sambiloto). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan perlakuan ayam yang meliputi 6 petak kandang ayam, pipet atau stomach tube untuk mencekok ramuan herbal, peralatan kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan, dan sekam sebagai alas kandang. Metode Penelitian Persiapan Kandang Penelitian Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (floor). Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan dikapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 10% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan. Penyediaan Ekstrak Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman temulawak, sambiloto, dan temuireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi tanaman meniran

13 yang menggunakan pelarut air. Pembuatan ekstraksi dan formula dari kombinasi tanaman obat dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Pencekokan Ekstrak Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formula tanaman obat dengan menggunakan stomach tube. Ayam diangkat dan dibuka mulutnya lalu stomach tube dimasukkan ke dalam mulut ayam dan disemprot formula tanaman obat yang telah dilarutkan di dalam aquades. Aturan pencekokan adalah 1 kali sehari pada pukul 16.00 WIB selama 26 hari. Perlakuan penelitian Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan elektrolit lewat air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Selain itu juga dilakukan vaksinasi Newcastle Disease dan vaksinasi Gumboro sebagai prosedur wajib pemeliharaan ayam untuk penelitian di lapang. Sebanyak 60 ekor ayam pedaging dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan yaitu (Tabel 1) : Tabel 1 Kelompok Perlakuan Perlakuan Kontrol (SPF) Kontrol + F1 F2 F3 F4 Keterangan 10 ekor ayam tanpa diberi perlakuan apa apa baik divaksin maupun diberi formula tanaman obat. 10 ekor ayam divaksin Avian Influenza inaktif tanpa diberi formula tanaman obat. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak, meniran dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula temulawak dan temuireng. 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza diberi formula meniran dan sambiloto.

14 Uji Ketahanan Hidup Setelah masa perlakuan dan pemeliharaan selama 26 hari, semua kelompok perlakuan diinfeksi dengan virus Avian Influenza lapang strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 melalui rute perinhalasi yang dilakukan di dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3 PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor. Pengamatan kematian ayam dilakukan sampai 10 hari pasca infeksi. Analisis Data Data jumlah dan hari kematian ayam dicatat hingga hari ke-10, kemudian dianalisis secara deskriptif dan naratif disertai penyajian tabel serta dibandingkan dengan bahan pustaka.

15 HASIL PEMBAHASAN Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang dengan menggunakan virus Avian Influenza. strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 melalui rute perinhalasi dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3. Penggunaan fasilitas kandang Biosafety Level 3 dimaksudkan agar tidak mencemari lingkungan dan meminimalisasi faktor luar yang dapat menyebabkan kematian ayam selain infeksi dari virus Avian Influenza. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah persen proteksi, yaitu persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dibandingkan dengan jumlah ayam total. Selain itu, gradasi kematian ayam setiap harinya dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan literatur dan pustaka yang telah ada. Uji tantang dilakukan selama 10 hari untuk mendapatkan data yang optimal karena kematian ayam akibat infeksi virus Avian Influenza terjadi pada 3-4 hari sesudah terjadinya infeksi. Hasil penelitian dari uji tantang ayam broiler terhadap virus Avian Influenza didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Kelompok Perlakuan Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Mortalitas ( mati / total) %Proteksi Non Vaksin AI + F1 10 10 10 6 2 1 1 1 1 1 1 9/10 10 Non Vaksin AI + F2 10 10 10 5 3 2 0 0 0 0 0 10/10 0 Non Vaksin AI + F3 10 10 9 6 3 2 2 2 2 1 1 9/10 10 Non Vaksin AI + F4 10 10 10 5 2 1 1 0 0 0 0 10/10 0 Kontrol Tervaksin 10 10 10 6 6 4 3 2 2 1 0 10/10 0 SPF (non vaksin) 10 9 8 2 1 1 0 0 0 0 0 10/10 0 Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup setiap harinya selama 10 hari masa uji tantang ayam broiler terhadap virus Avian Influenza Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan formula 3 (F3) dan formula 1 (F1) dimana masing-masing kelompok terdapat sisa

16 1 ekor ayam. Formula 3 (F3) adalah kelompok ayam broiler tanpa pemberian vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak dan temuireng. Pada hari ke-2 terjadi kematian 1 ekor ayam, 3 ekor ayam pada hari ke-3, 3 ekor ayam pada hari ke-4, 1 ekor pada hari ke-5, dan kematian 1 ekor pada hari ke-9 sehingga tersisa 1 ekor pada hari terakhir. Kelompok formula 1 (F1) adalah kelompok ayam broiler tanpa vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng. Kelompok formula 1 (F1) juga menyisakan 1 ekor ayam pada hari ke-10, terjadi gradasi kematian ayam yang tinggi pada kelompok perlakuan 1 (F1). Pada hari ke-3, terjadi kematian 4 ekor ayam, 4 ekor ayam pada hari ke-4, dan 1 ekor pada hari ke-5. Jadi sejak hari ke-5 pada kelompok perlakuan 1 (F1) sudah tersisa 1 ekor ayam yang bertahan sampai hari terakhir. Perlakuan yang diberikan pada kelompok formula 3 yaitu ayam dicekok dengan kombinasi formula temulawak dan temuireng tetapi tidak mendapat vaksinasi Avian Influenza. Pada hasil penelitian pada kelompok formula 3 terlihat bahwa pemberian formula kombinasi antara temulawak dan temuireng dapat memberikan daya tahan hidup yang lebih lama dengan adanya 1 ekor ayam yang masih hidup pada hari terakhir perlakuan walaupun tanpa pemberian vaksinasi. Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan menandakan adanya aktifitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal dari temulawak dan temuireng. Avian Influenza merupakan penyakit pada unggas yang memiliki morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi. Persentase kematian pada unggas dapat mencapai angka 100%. Pada gejala awal ditemukan adanya penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur, gangguan pernapasan berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata berlebih), dan bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, ptechiae subkutan pada kaki sehingga kaki terlihat kemerahan, seperti bekas kerokan. Gejala diare sering juga ditemukan. Penampakan khas adalah sianosis pada pial dan jenggernya, eksudat cair dari rongga hidung dan kematian mendadak secara beruntun dalam jumlah yang besar. (Damayanti et al. 2004). Temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Rimpang dari kedua tanaman ini sama-sama

17 memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder. Kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain. Literatur dan data penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki aktifitas farmakologi yaitu efek antiinflamasi, antiimunodefisiensi, antivirus (virus flu burung), antibakteri, antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan antiinfeksi (Araujo dan Leon 2001). Selain mengandung zat kuning kurkumin, rimpang temulawak juga mengandung minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral (Ketaren 1988). Rimpang kering temulawak dengan kadar air 10% memiliki komposisi yang terdiri dari pati, lemak, kurkumin, serat kasar, protein, mineral, dan minyak atsiri. Kurkumin (C 2 H 20 O 6 ) atau diferu-loyl methane pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan diketahui dapat dilarutkan dalam aseton dan etanol pada tahun 1913. Kurkumin merupakan struktur kimia yang tidak dapat larut dalam air. (Araujo dan Leon 2001). Menurut Nidom (2005), kurkumin yang terdapat pada temulawak dan temuireng dapat berfungsi sebagai antisitokin. Seperti diketahui, bila terjadi infeksi virus Avian Influenza maka kadar sitokin dalam tubuh akan naik. Kenaikan sitokin dalam tubuh ini berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan oksigen (O 2) menjadi peroksida (H 2 O 2 ) yang meracuni sel-sel paru-paru. Peningkatan sitokin pada paru-paru dalam jumlah besar menyebabkan terjadinya reaksi badai atau banjir sitokin (cytokine storm) yang mengakibatkan kerusakan sel yang parah pada sel paru-paru sehingga menyebabkan pneumoni yang akut. Pneumoni akut inilah yang sering menyebabkan kematian pada unggas atau manusia yang terinfeksi Avian Influenza karena terjadinya kegagalan fungsi pernapasan. Replikasi virus Avian Influenza memicu produksi besar besaran sitokin proinflamasi (badai sitokin) seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan tumor necrosis factor (TNF-α). Sitokin inilah yang masuk ke sirkulasi sistemik dan paru paru sehingga menyebabkan pneumonia. Berdasarkan penelitian Liza (2010), kurkumin diketahui dapat menghambat perlekatan pada replikasi virus sehingga produksi sitokin akibat terjadinya replikasi dapat dicegah.

18 Pemanfaatan temulawak dan temuireng untuk mengatasi infeksi Avian Influenza telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Penggunaan kurkumin dalam temu-temuan sebagai jamu untuk unggas telah lama dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah sekitar Gunung Kidul - Jawa Tengah. Masyarakat memberikan ramuan jamu yang terdiri dari temulawak, kunyit putih, temuireng, laos, jahe, daun sereh, secang, daun salam, cengkeh, arang batok kelapa dan ginseng pada unggas dan ayam yang disekitarnya telah terserang flu burung (Nidom 2005). Pada penelitian ini, selain digunakan temulawak dan temuireng sebagai variabel, juga digunakan tanaman meniran dan sambiloto. Pada data hasil penelitian terlihat bahwa pemberian meniran dan sambiloto tidak begitu mempengaruhi ketahanan hidup ayam yang terinfeksi virus Avian Influenza. Dapat dilihat dengan membandingkan data perlakuan kelompok F1 dan F3, walaupun sama-sama terdapat 1 ekor ayam pada hari terakhir, tetapi pada hari ke- 4 telah terjadi lebih banyak jumlah kematian sebanyak 4 ekor pada kelompok perlakuan F1. Berdasarkan data kematian diketahui bahwa bahan aktif dalam ekstrak meniran dan sambiloto tidak mampu menginaktifkan virus AI, tetapi hanya mampu menghambat virus untuk menginfeksi sel. Zat aktif kemungkinan bekerja dalam meningkatkan kekebalan tubuh sehingga virus dapat dikendalikan dan tidak menyebar ke sel lain (Madav et al. 1995). Terlihat pada kelompok perlakuan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto), terdapat 100% kematian pada hari ke-6 untuk kelompok F2 dan hari ke-7 untuk kelompok perlakuan F4. Perlakuan pada kelompok F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) bila dibandingkan dengan perlakuan F3 (temulawak, temuireng) dimana terdapat penambahan meniran malah menghasilkan kematian 100% pada hari ke 6. Hal ini terkait dengan potensi toksisitas kombinasi temulawak dan meniran. Berdasarkan penelitian Hutabarat (2010), kombinasi ekstrak temulawak dan meniran memiliki nilai LC 50 (nilai toksisitas) sebesar 246,0993 ppm lebih besar daripada nilai toksisitas temulawak yaitu 17,9456 ppm. Disebutkan bahwa penggunaan ekstrak kombinasi temulawak dan meniran berpotensi toksik. Selain itu penggunaan

19 meniran dalam kombinasi kurang begitu efektif dalam memperkuat daya hidup ayam dikarenakan meniran hanya berpotensi sebagai imunomodulator. Senyawa turunan flavonoid dalam tanaman meniran dilaporkan memiliki potensi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mampu menangkal serangan virus, bakteri, atau mikroba lainnya, namun tidak bersifat menginaktivasi virus tersebut (Suhirman dan Winarti 2010). Selain itu menurut Tjandrawinata (2005), uji praklinis pada mencit dan tikus didapatkan hasil bahwa pemberian ekstrak meniran malah akan merangsang sekresi sitokin spesifik (interferon-gamma, tumor necrosis factor, dan interleukin) dimana sudah diketahui bahwa penyebab kematian utama pada kasus infeksi Avian Influenza pada ayam adalah badai sitokin. Aktifitas pada sambiloto berbeda dengan meniran. Menurut Puri et al. (1993), sambiloto diduga memiliki fungsi ganda baik sebagai imunostimulan maupun sebagai imunomodulator. Sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh (imunostimulan), baik berupa respon imun spesifik yang akan memproduksi limfosit, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel fagosit. Respon imun spesifik terutama akan menghasilkan limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000). Mardisiswojo dan Harsono (1975) menyatakan bahwa zat aktif pada sambiloto yang berfungsi sebagai obat adalah andrografolid dan neoandragrafolid yang rasanya sangat pahit. Andrografolide yang terkandung di dalam sambiloto diantaranya laktone, flavonoid, alkane, keton, dan aldehide. Aktivitas kerja andrografolide terletak pada kelenjar adrenal. Hal ini dikarenakan, sambiloto dapat merangsang pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar pitutiari anterior, yang berada di dalam otak. Selanjutnya, kelenjar adrenal bagian korteks akan terangsang untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang dihasilkan inilah yang kemudian akan bertindak sebagai imunosupresan. Efek imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan respon imun sebagai mekanisme umpan balik dari adanya respon imun yang tinggi terhadap suatu antigen.

20 Vaksin Avian Influenza yang ada di pasaran khususnya yang ada di Indonesia selama ini dipercaya dapat memberikan efek kekebalan dan proteksi terhadap unggas. Pada penelitian ini vaksinasi digunakan sebagai kontrol untuk mengamati aktivitas kerja vaksin terhadap daya tahan hidup ayam broiler. Berdasarkan grafik perbandingan hasil uji tantang terlihat bahwa mulai hari ke-3 sebenarnya tingkat mortalitas pada ayam kelompok kontrol tervaksin memiliki tingkat mortalitas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok F3 dan F1. Akan tetapi pada hari terakhir kelompok tervaksin tetap mengalami mortalitas 100%. Tindakan vaksinasi seharusnya bertujuan untuk memberikan proteksi pada unggas yang diinduksi vaksin tersebut. Proteksi vaksin dapat dilakukan dengan uji tantang menggunakan virus yang memiliki tingkat virulensi tinggi. Vaksin yang baik harus memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit (Kayne dan Jepson 2004). Efektivitas vaksinasi dan tingkat kegagalannya tergantung banyak faktor, diantaranya kualitas vaksin, program penerapan di lapangan, cara penanganan vaksin, kondisi ayam, serta cara vaksinasinya. Vaksin Avian Influenza bukan barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter hewan (Fadilah et al. 2007). Penggunaan vaksin yang memiki strain berbeda juga menjadi penyebab tindakan vaksinasi pada penelitian ini menghasilkan mortalitas 100%, lebih tinggi daripada kelompok perlakuan F3 dan F1. Virus yang digunakan pada uji tantang ini adalah virus strain baru yaitu virus Avian Influenza H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50, sedangkan vaksin Avian Influenza yang digunakan adalah vaksin komersil dengan strain lama. Di samping itu, pelaksanaan vaksinasi pada ayam pedaging atau ayam potong juga masih menjadi perdebatan, karena umur ayam potong (broiler) yang relatif singkat (28 hari), sedangkan vaksin baru merangsang titer yang protektif untuk kekebalan pada 3 minggu setelah vaksinasi dilakukan (BALIVET 2004).

21 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa F3 (temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng) lebih efektif menghambat kematian ayam brolier akibat virus Avian Influenza dibandingkan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto). Kombinasi tanaman obat pada F3 dan F1 memiliki potensi untuk pencegahan flu burung. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi F3 (temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, dan temuireng) dengan parameter lain sehingga didapatkan bahan alternatif pencegahan flu burung yang dapat dipasarkan.

22 DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2011. Avian Influenza Reported in Indonesia.[terhubung berkala] http://imakahi.wordpress.com/2011/04/20/avian-influenza-reported-inindonesia/ [11 Januari 2012]. Aji W. 2009. Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewandaru (Egenia uniflora L) dan herbal sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta:Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak. Yogyakarta: Kanisius. Araujo CAC dan Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723-728. Badan POM. 2006. Meniran Phyllanthus niruri L, Jakarta: Badan POM. Balai Penelitian Veteriner. 2004. Monitoring titer antibodi pasca vaksinasi Avian Influenza. Bogor: Laporan APBN.BALIVET. Baskin CR, Ohmann HB, Tumpey TM, Sabourin PJ, Long JP, Sastre AG, Tolnay AE, Albrecht R, Pyles JA, Olson PH, Aicher LD, Rosenzweig ER, Krishna KM, Clark EA, Kotur MS, Fornek JL, Proll S, Palermo RE, Sabourin CL dan Katze G. 2009. Early and sustained innate immune response defines pathology and death in nonhuman primates infected by highly pathogenic influenza virus. PNAS. 106: 345-346. Cannell JJ, Zasloff M, Garland CF, Scragg R, dan Giovannucci E. 2008. On the epidemiology of influenza. Virol. J. 5:29. Chinami K., Tetsuo N., Made SP., Andrai A, dan Kazuyoshi O. 2006. Comparison of Curcuma sp. In Yakushima With C. aeruginosa and C. zedoaria in Java by trnk genesequence, RAPD pattern and essentials oil component. http://www.spingerlink.com/spingerlink-journal Article/%2Findex%2 FKT1269M388194TXX.pdf. [5 Desember 2011]. Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Indriani R, Wiyono A, dan Darminto. 2004. Gambaran klinis dan patologis pada ayam terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9: 128-135. Decker JM. 2000. Introduction to Immunology 11th. USA: Blackwell Science. Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Perkembangan Wabah Avian Influenza. Diktat Workshop Avian Influenza. Jakarta. [10 Maret 2004].

23 Elfahmi. 2006. Phytochemical and biosynthetic studies of lignands with a focus on Indonesian medicinal plants[thesis]. Nedherlands: Facilitas Beddrif of Gronigen. Fadilah R, Iswandari, dan Polana A. 2007. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agromedia Pustaka. Freitas AM, Schor N, dan Boim MA. 2002. The effect of Phyllanthus niruri on urinary inhibitors of calcium oxalate crystallization and other factors associated with renal stone formation, British Journal of Urology International, 829 834. Horimoto T, dan Kawaoka Y. 2001. Pandemicthreat posed by Avian InfluenzaA viruses. ClinMicrobiol Rev. 14(1) : 129-149. Hudson JB. 2009. The use of herbal extracts in the control of influenza. J. Med. Plant. Res. 3(13). 1190. Hutabarat N. 2010. Profil kimiawi dari formula ekstrak meniran, kunyit, dan temulawak berdasarkan toksisitas terbaik[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hwang JK, Shim JS, dan Pyun YR. 2000. Antibacterial activity of xanthorrizol from Curcuma Xanthorriza againts oral pathogens. Fitotherapia 71: 321-323. Jefferson T, Demicheli V, Jones M, Di Pietrantonj C, dan Rivetti A. 2006. Antivirals for influenza in healthy adults: systematic review. Lancet 367: 303-313. Kardinan A dan Kusuma FR. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Kayne SB dan Jepson MH. 2004. Veterinary Pharmacy. London: Pharmaceutical Press. Ketaren S. 1988. Penentuan komponen utama minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Liza. 2010. Temulawak, dari uji empiris hingga uji klinis. Mitra Sehat Alami keluarga. [terhubung berkala]. http//www. Lizaherbal.com/main. [24 Desember 2011] Madav HC, Tripathi T, dan Mishra SK. 1996. Analgesic, antipyretic, and antiulcerogenic effect of andrografolide [abstrak]. Indian J. Pharm. Sci. 57 [3]: 121-25.

24 Murphy FA, Paul EJ, Marian CH, dan Michael JS. 1999. Veterinary Virology Third Edition. USA: Academic Press. Mardisiswojo S dan Harsono R. 1975. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. Jakarta: Karya Wacana. Hlm 23-30 Naipospos TP. 2005. Upaya Pengendalian Avian Influenza Pada Hewan. Artikel Seminar ASOHI: Pengendalian Flu Burung Pada Hewan dan Manusia, Jakarta. Nidom CA. 2005. Tangerang Miniatur Indonesia. Jakarta: Majalah Poultry Indonesia. 305. Nurcholis W. 2008.Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Planthus. 2008. Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.). [terhubung berkala] http://www. iptek.net.id/html.[26 Desember 2011]. Pramudyati JS, dan Effendy J. 2009. Petunjuk Teknis : Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). Materi Pelatihan Petani Pengembangan Usaha Budidaya Ternak Ayam Bagi KMPH Di Wilayah Binaan GTZ Merang Reed Pilot Project Tanggal 19 s.d 21 Agustus 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Palembang. Puri A, Saxena RP, Saxena KC, Srivastava V, dan Tanden JS. 1993. Immunostimulant agent from Andrographis paniculata. J Nat Prod July 56 (7): 995-999. http://www.rechnature.com/products/ herbal/articles/aleanson.html. Sastroamidjojo S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Sugiharto. 2004. Pengaruh infus rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) terhadap kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit tikus putih yang diberi larutan timbal nitrat [Pb(NO3)2]. Jurnal Hayati Berkala 10: 53-57. Suhirman S dan Winarti C. 2010. Prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik & Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Supriadi D. 2008. Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suprijatna E, Atmomarsono U, dan Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya.

25 Swayne D. 2005. Avan Influenza, poultry vaccines: a review AI-16 A ProMedmail post. (http://www.promedmail.org) Syukur C dan Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Depok: Penebar Swadaya. Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology. China: W. B. Saunders Company. Tjandrawinata RR, Maat S, dan Noviyanty D. 2005. Effect of standarized Phyllantus niruri extract on changes in immunologic parameters: corelation between pre-clinical and clinic studies. Medika XXI (6): 367-371. Yuen KY dan Wong SS. 2005. Human Infection by avian influenza A H5N1. Hong Kong Med J. 11(3) 189-199.

LAMPIRAN 26

27 Lampiran 1 Jadwal perlakuan penelitian Waktu (hari ke - ) Kegiatan 0 Ayam untuk hewan percobaan masuk kandang dan diistiharatkan selama 4 hari untuk beradaptasi dengan kandang disertai pemberian air gula dan vitamin. 4 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin aktif lewat tetes mata dan hidung serta pemberian antibiotik. Hari ke-1 pemberian perlakuan formula tanaman obat indonesia : F1 : temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng F2 : temulawak, meniran, dan temuireng F3 : temulawak dan temuireng F4 : meniran dan sambiloto pada ayam dan terus diberikan secara berkala setiap hari sampai hari ke 30 11 Vaksinasi Gumboro dengan vaksin aktif secara oral. 14 Vaksinasi Avian Influenza khusus untuk ayam kontrol tervaksinasi tanpa pemberian formulasi 17 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin inaktif. 30 Infeksi ayam dengan virus Avian Influenza H 5 N 1 strain Nagrak 0,1 ml 10 5 EID 50 dengan rute infeksi perinhalasi dan pengamatan uji ketahanan hidup di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri- Bogor dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3 selama 10 hari. 40 Analisis data secara deskriftif dan naratif tentang uji ketahanan hidup ayam dan pembandingan dengan bahan pustaka.

28 Lampiran 2 Dokumentasi kegiatan Ayam dan kandang perlakuan penelitian. Ekstrak herbal yang dipakai (F1,F2,F3,F4) Aplikasi ekstrak herbal pada ayam (pencekokan)