TINJAUAN PUSTAKA. Rotan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

KETIDAKSEIMBANGAN DISTRIBUSI NILAI TAMBAH DALAM RANTAI NILAI PERDAGANGAN ROTAN

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga.

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu yang beranekaragam. manfaat kerna batangnya kuat, kerat dan elastis sehingga membuat bambu

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

BAB I PENDAHULUAN. mancanegara. Dapat dikatakan sebagai kerajinan tradisional. Baik sebagai bentuk

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

DAFTAR GAMBAR Halaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

European Union. Potensi rotan ramah lingkungan

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu

Potensi Produksi dan Pengembangan Rotan serta Permasalahannya di Kabupaten Katingan

KAJIAN PRODUKSI DAN PASAR KOMODITAS ROTAN di JAWA TIMUR. Oleh : NANANG DWI WAHYONO *) ABSTRAK

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara dan telah terbukti terutama di saat resesi ekonomi pada tahun 1985 dan

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Rotan Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen rotan terbesar dan memiliki jenis rotan terbanyak di dunia. Dalam sub sektor kehutanan rotan menyumbangkan devisa terbesar setelah komoditi kayu dan dapat merupakan sumber perluasan kesempatan kerja serta sumber pemerataan pembangunan. Rotan adalah palem pemanjat berduri yang terdapat didaerah tropis dan subtropis. Tumbuhan ini merupakan sumber rotan batang untuk industri mebel rotan, sementara itu juga digunakan untuk berbagai maksud kurang penting secara lokal (Dransfield, 1996). Hasil dari rotan batang merupakan sumber untuk industri mabel. Rotan batang kadang dikelirukan dengan bambu, rotan bentuknya sangat padat dan biasanya dapat dibengkokkan dengan mudah tanpa deformasi yang nyata. Kebanyakan rotan batang yang memasuki perdagangan dunia dikumpulkan dari tanaman yang tumbuh liar, dan diberbagai bagian Asia Tenggara rotan merupakan hasil hutan yang paling penting setelah kayu. Pada tingkat lokal, rotan sangat penting secara sosial karena memberikan sumber nafkah kepada masyarakat sekitar yang berdiam didekat hutan. Hasil yang paling penting dari rotan adalah rotan batangan yaitu batang rotan yang pelepah daunnya telah dihilangkan. Salah satu jenis rotan yang banyak digunakan untuk kerajinan rotan adalah rotan manau. Rotan manau merupakan rotan yang berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat, awet, mudah diolah dan buku tipis atau tidak menonjol. Kualitas manau asalan sangat dipengaruhi oleh cacat alami karena hama atau cacat lain yang tejadi pada saat pemanenan, pemupukan di hutan dan pengangkutan ke tempat pengolahan (Puspitojati dan Martono, 2000). Rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk, ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang menarik. Dengan sifat-sifatnya tersebut rotan dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga seperti berbagai jenis mebel, tikar, peralatan dapur dan berbagai jenis barang kerajinan lainnya. Karakteristik

itu juga mengakibatkan banyak konsumen yang menyukai barang-barang kerajinan hasil dari rotan. Pemanfaatan rotan untuk kerajinan, sebagian besar berasal dari batang. Dalam industri rotan biasanya batang rotan diklasifikasikan berdasarkan kualitas penampilan, kelenturan, ketahanan, dan ukuran batang (Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992). Potensi Rotan di Indonesia Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi oleh kayu karena rotan termasuk tumbuhan memanjat pada pohon. Adapun jumlah total rotan di Indonesia yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keprluan lokal mencapai kurang lebih 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum diusahakan/ diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru mencapai 28 jenis saja. Jenis rotan lainnya belum begitu tersentuh karena kecilnya potensi dan belum dikenal sifat-sifatnya. Sejarah industri rotan di Indonesia menunjukkan betapa tidak menentunya dan tidak stabilnya kondisi pasar bagi beberapa produk hasil hutan. Kalimantan yang merupakan salah satu kawasan penghasil utama bahan baku rotan menggunakan tanaman ini untuk digunakan sebagai bahan pengikat/penyangga pada konstruksi bangunan tradisional selama periode penjajahan dan sampai dekade 1960-an, akan tetapi di tahun 1988, pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor rotan mentah dan produk rotan setengah jadi dalam upaya untuk mengatur penjualan, meningkatkan pengolahan rotan dalam negeri dan memperoleh porsi lebih atas keuntungan yang berasal dari rotan. Sayangnya, kebijakan ini malah kontra-produktif dan nilai ekspor serta harga yang diterima petani atas kegunaan rotan menurun. Penurunan ini mempengaruhi banyak orang, khususnya para pemanen yang sudah terbiasa dengan fluktuasi harga tetapi kurang memahami alasan di balik menurunnya harga rotan yang tiba-tiba. Selama larangan ekpor ini berlaku dipihak lain pabrik pengolahan rotan bertambah pada tahun 1989, dari 3 unit menjadi 42 unit. Pabrikpabrik ini mulai menghasilkan nerbagai barang jadi rotan dan mebel. Sebelumnya pabrik-pabrik yang ada biasanya hanya menghasilkan produk-produk setengah

jadi. Meskipun volume keseluruhan produk rotan yang dihasilkan menurun, ada indikasi bahwa nilai yang diperoleh untuk setiap unit volumenya dapat meningkat. (de Beer. 2005). Tabel 1. Potensi produksi rotan Indonesia Provinsi Potensi Produksi (ton/tahun) Aceh 45.000 Riau 2.800 Sumatera Utara 6.000 Sumatera Barat 34.000 Jambi 6.900 Bengkulu 23.100 Sumatera Selatan 5.000 Lampung 24.000 Kalimantan Barat 92.500 Kalimantan Tengah 24.000 Kalimantan Selatan 7.000 Kalimantan Timur 11.650 Sulawesi Utara 87.000 Sulawesi Tengah 18.000 Sulawesi Selatan 150.000 Nusa Tenggara Barat 36.000 Jumlah 573.890 Sumber : Departemen Kehutanan & Perkebunan, 1999 Meskipun taksiran potensi rotan yang dimiliki begitu besar, namun kemampuan produksinya perlu diwaspadai. Sebab, luas kawasan hutan setiap waktu selalu berubah-ubah karena kegiatan pembangunan, misalnya pembukaan lahan hutan untuk perkebunan besar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya, sekaligus mengakibatkan bekurangnya bahkan musnahnya potensi tumbuhan rotan yang tersedia dan tumbuhan di hutan alam. (Departemen kehutanan & perkebunan, 1999).

Asal dan Penyebaran Rotan Rotan menyebar di kawasan ekuator Afrika, India, Sri Lanka, kaki pengunungan Himalaya, Cina bagian selatan melalui kepulauan Malaysia ke Australia dan Pasifik sebelah Barat sampai Fiji (Sutarno, 1994). Upaya Pelestarian Pelestarian rotan dilakukan berdasarkan jenis-jenis yang bersifat endemik. Tetapi yang mendapat prioritas utama dalam pelestariannya adalah : 1. Jenis yang potensial dan terancam kepunahannya, antara lain seperti : a. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari) b. Rotan Sega ( Calamus caesius ) a. Rotan Lilin ( Calamus javensis Blume ) 2. Jenis-jenis komersil yang pengusahaannya dapat dikembangkan dan berkelanjutan, antara lain seperti : a. Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro) b. Rotan Manau (Calamus manau) c. Rotan Irit (Calamus trachycoleus Beccari) d. Rotan Getah ( Daermonorps angustifolia Mart ) e. Rotan Sega ( Calamus caesius ). Januminro, 2003. Industri Rotan Perkembangan peradaban manusia pada saat ini dicirikan dengan kemajuan di bidang teknologi termasuk industri. Walaupun demikian, pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri saja sehingga industri pengolahan seperti barang jadi dari rotan masih terbatas pada industri rakyat seperti furniture, kerajinan dan lain-lainnya. Sebagai industri yang mengolah salah satu hasil hutan, industri barang jadi rotan termasuk dalam kategori agroindustri. Industri yang bersifat mekanis masih sangat terbatas dan umumnya penghasil barang setengah jadi. Industri yang bersifat mekanis ini

antara lain terdapat di Padang, Jambi, Banjarmasin, Ujung Pandang dan Surabaya. Sedangkan di kota lainnya, misalnya Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, dan Bandung terbatas pada industri non mekanis seperti peralatan rumah tangga. Dalam kaitannya dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ekspor nonmigas, maka industri rotan ini sangat potensial dalam menghasilkan devisa dari hasil ekspor. Industri pengolahan rotan berkembang pesat sejak tahun 1989, yaitu sejak adanya larangan ekspor rotan mentah (dalam bentuk asalan dan belahan bulat) pada tahun 1986 dan rotan setengah jadi (dalam bentuk rotan poles, hati rotan) pada tahun 1988 dari seluruh wilayah Indonesia. (Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 1992). Industri rotan pada saat ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan hasil produksinya, yaitu: 1. Industri yang menghasilkan rotan bahan baku, yaitu kelompok yang menghasilkan rotan bahan baku berupa rotan bulat w dan s (washed and sufurized), rotan belahan (split), dan rotan poles kasar. 2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat-sifat keluarannya. 3. Industri yang menghasilkan barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan. Pengolahan rotan merupakan industri yang padat karya dan tidak memerlukan tenaga pendidikan serta investasinya relatif murah. Berdasarkan proses produksinya, mebel dan rotan (rattan furniture) di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Mebel rotan yang merupakan hasil industri, dengan ciri-ciri : a. Proses produksi mempergunakan peralatan mekanis yang relatif modern. b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan yang sama, sehingga produksinya seragam. c. Skala produksinya relatif massal dan padat modal. 2. Mebel rotan yang merupakan hasil kerajinan, dengan ciri-ciri :

a. Proses produksinya menggunakan alat manual atau semi mekanis. b. Ukuran komponen-komponen mebel rotan kadang-kadang tidak sama, sehingga produksinya tidak seragam. Aspek lain dari mebel rotan yang nampak adalah desain (design). Umumnya mebel rotan dapat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu : 1. Antique design, yaitu desain-desain yang nampak secara fisik sudah lama walaupun sebenarnya adalah hasil reproduksi. 2. Modern design, yaitu desain-desain yang sifatnya praktis dan biasanya ada tambahan komponen, sehingga praktis penggunaannya. 3. Country style, yaitu desain-desain yang sudah dikenal sejak jaman dahulu. 4. Contemporary style, yaitu desain-desain yang berhubungan erat dengan kreasi seni perancangnya. 5. Another design, desain ini adalah yang tidak termasuk pada poin 1 sampai 4 atau merupakan campuran dari keempat desain tersebut diatas sehingga dihasilkan suatu desain baru (Supiardi, 2000). Rotan Sumatera Utara Dinas Kehutanan menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Propinsi Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp) sebagai salah satu komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Rotan yang dimanfaatkan secara komersil hanya 6 jenis yaitu : 1) Rotan manau (Calamus manan) 2) Rotan semambo (C. sciopionum) 3) Rotan sega (C. caesus) 4) Rotan getah (C. scipionum) 5) Rotan batu (C. dipenhorstii) 6) Rotan cacing (C. javensis)

Hasil studi Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara juga menyebutkan bahwa di Propinsi Sumatera Utara terdapat 3 saluran pemasaran rotan dari petani/produsen sampai ke konsumen (perajin dan eksportir). Struktur dan skema arus tata niaga rotan dari sentra produksi ke konsumen pengolah disajikan pada gambar berikut : Pedagang pengumpul I Petani Konsumen produsen Pedagang pengumpul III Pengrajin Eksportir Pedagang pengumpul II Gambar 1. Struktur pemasaran dan skema arus tataniaga rotan dari daerah sentra produksi rotan Sumatera Utara dari gambar di atas dapat di simpulkan bahwa pada umumnya saluran tata niaga komoditas rotan terbagi atas empat saluran pemasaran, yaitu : 1. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Konsumen/Pengolah/Eksportir 2. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ----> Eksportir/ Pengolah 3. Petani ----> Pedagang Pengumpul I ----> Pedagang Pengumpul II ----> Pedagang Pengumpul III ----> Eksportir/Pengolah 4. Petani ----> Eksportir/Pengolah (Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003). Kerajinan Rotan Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun-temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat serta relatif seragam bentuknya. Barang-barang kerajinan rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang, mebel, tangkai sapu, kurungan burung, tirai, perangkap binatang, pemukul kasur.

Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan mebel dalam berbagai bentuk/model. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu, industri berbahan baku rotan ini memiliki kandungan lokal (local content) yang sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku. Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa : 1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi. 2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. 3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai multiplier effect yang positif terhadap pengembangan industri pariwisata dan pemanfaatan limbah rotan. 4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan. 5. Peningkatan pembangunan daerah. Kerajinan rotan memerlukan polesan halus dengan tangan-tangan trampil mulai dari membelah rotan, menghaluskan/meraut sesuai ukuran/ keperluan hingga menganyam sesuai dengan barang yang akan dibuat. (Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, 2003). Perolehan Bahan Baku Rotan Bahan baku rotan banyak terdapat di Pulau Sumatera, Pulau kalimantan, dan pulau-pulau lain. Rotan diperoleh dari hutan alam dan sebagian besar berasal dari tanaman budidaya. Untuk Pulau Sumatera rotan dapat ditemukan di Desa Asahan, kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dan di Pulau Kalimantan ada disekitar sungai Barito, Sungai Kapuas dan Sungai kahayan. Pemanenan rotan dihutan alam dilakukan oleh 3-5 orang petani rotan yang menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan. Pengumpulan rotan sangat berbahaya karena sering jatuhnya dahan yang mati dalam proses penarikan rotan. Batang rotan yang telah diambil kemudian dipotong-potong menjadi 2-3 m untuk rotan diameter besar dan 5-7 m untuk rotan

diameter kecil. Kemudian potongan batang tadi diangkut keluar dari hutan untuk dibawa ke pedangang pengumpul pertama. Bahan baku mentah ini diterima pedagang pengumpul pertama dari petani rotan dan kemudian mengolah bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku yang sudah diolah juga dapat diterima langsung oleh pengrajin (produsen) besar tergantung dari pola distribusi yang dijalankan dilapangan, bahan baku rotan setengah jadi yang sudah diterima kemudian diolah menjadi barang jadi dan dibentuk sesuai fungsi serta kebutuhannya dan dapat langsung dipasarkan kepada konsumen. (Zakaria, 1994). Peluang pasar Rotan menempati nilai perdagangan Internasional yang masih berkembang dalam perabot, lampit dan barang-barang manufaktur lainnya. Perdagangan luar negeri ini ditaksir sekitar US$ 4 setiap tahunnya. Suatu perkiraan yang sangat konservatif mengenai perdagangan dalam negeri ini mencakup nilai barangbarang dalam pasar perkotaan dan perdagangan pedesaan dari bahan dan hasil produk rotan. Dengan satu atau lain cara 0,7 milyar dari 5 milyar manusia di dunia menggunakan atau terlibat dalam perdagangan rotan dan produk rotannya. Berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan menyusutnya sumber daya dalam beberapa negara penghasil. Basis sumberdaya dalam beberapa negeri penghasil utama sebagian dilindungi oleh pelanggaran ekpor barang mentah, ini juga mendorong perluasan industri manufaktur domestik. Meningkatnya populasi dunia, yang diharapkan mencapai 8,2 milyar menjelang tahun 2025 diharapkan mendorong kebutuhan yang meningkat akan sumberdaya ini dan barang jadinya. Kegiatan penelitian dan pengembangan teristimewa dalam budidaya telah meningkat secara mencolok selama 1 (satu) dasawarsa terakhir dan kemungkinan besar akan terus meningkat lebih lanjut. Niaga rotan tampaknya siap berkelanjutan untuk berkembang baik secara domestik di dalam negeri penghasil maupun global. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan penghasil rotan yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparatif dimana hasil produksi rotan dalam segala bentuknya

diekspor ke mancanegara, serta merupakan penghasil devisa yang penting dari sektor non migas. Disamping itu rotan juga telah dibudidayakan di Kalimantan Timur, Sumatera, Jawa dan daerah lain (Dransfield, 1996). Perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari rotan seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2. Volume dan nilai ekspor barang jadi dari rotan Indonesia Tahun Nilai (US $ 000) Volume (000 Ton) 1994 354.364 115 1995 374.5303 110 1996 323.937 92 1997 204.447 53 1998 11.391 3 1999 (s/d Juni) 7.174 5 Sumber : Bank Indonesia, 2000 Dampak Negatif Terhadap Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya Industri kerajinan rotan umumnya memanfaatkan behan baku rotan dari segala jenis dan ukuran, disamping itu sisa bahan baku masih bisa dimanfaatkan sehingga secara teoritis limbahnya tidak mencemari lingkungan. Dampak negatif akan timbul apabila pasokan bahan baku dari berbagai jenis dan ukuran tersebut didapat dari menebangi segala macam jenis rotan yang ada dengan merusak hutan, dengan demikian maka kelestarian lingkungan akan terganggu dan terkena ancaman pengenaan green label dari dunia internasional. Antisipasi terhadap dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan green label dapat dihindari apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku rotan betul-betul tidak merusak hutan dan sedapat mungkin diperoleh dari perkebunan rotan. Sampai saat ini belum ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model pengelolaan hutan. Hal ini mengakibatkan sulitnya pengumpulan sistem hukum yang mendukung pengelolaan kawasan rotan yang berbasis komunitas yang

menyebabkan tidak terakomodasinya kepentingan pada hukum negara. Kebebasan dalam mengelolah kawasan walaupun dibatasi dengan aturan-aturan adat dalam mengelolah dan memungut hasil, tetapi dalam aturan negara hal ini tidak tercakup sehingga mereka yang memanfaatkan kawasan tersebut akan memperoleh kewajiban yang sama dengan institusi yang bebeda. Sistem hukum ini terkait juga dengan lemahnya sistem birokrasi pemerintah dalam perdagangan hasil hutan, tidak ada aturan baku mengenai resolusi konflik kawasan menambah rumitnya persoalan hak atas kawasan industri rotan. Sesuai dengan penjelasan di atas maka ada beberapa solusi yang ditawarkan mengenai hal ini, yaitu : 1. Ada skema sertifikasi yang sesuai dengan model pengelolaan kawasan rotan baik yang budi daya maupun alam. Hal ini berimplikasi kepada harus adanya peninjauan ulang prinsip dan kriteria yang ada saat ini. 2. Adanya penyederhanaan skema yang akan memberikan keringanan beban proses sertifikasi sehingga tidak akan memberatkan perkumpulan yang pada akhirnya mampu meningkatkan insentif harga. 3. Lembaga-lembaga akreditas sertifikasi dan kelompok pendukung harus melakukan kampanye dan promosi kepada konsumen akhir (masyarakat). (Lembaga Ekolabel Indonesia, 2005).