BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik,

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhinya kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

PERSEPSI ISTRI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Ringkasan Skripsi. Disusun Oleh: Veralia Maya Bekti M2A604071

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB V PENUTUP. A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Mantan Pekerja Seks Komersial

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

I. PENDAHULUAN. lain hal. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pengertian pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB II KAJIAN TEORI. adalah bercintaan atau berkasih-kasihan sehingga dapat disimpulkan. perempuan, adanya komitmen dari kedua belah pihak biasanya

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang dihuni manusia, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan. Secara empiris jumlah perempuan yang tercatat korban kekerasan dalam rumah tangga menurut Badan Pusat Statistik Yogyakarta yang bersumber pada Dinas Sosial Yogyakarta pada tahun 2011 adalah 934 kasus KDRT se DIY dan 30% diantaranya terjadi di wilayah Kabupaten Sleman. [diakses melalui http://yogyakarta.bps.go.id. Tanggal 25 November 2011]. Hal ini ditunjukkan dalam kehidupan masyarakat, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Kemudian tindakan tersebut tercermin dalam kasus penganiayaan terhadap istri yang diartikan sebagai bentuk pengajaran dan kekerasan itu akan berlanjut terus menerus tanpa ada seorangpun yang mencegahnya. Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan oleh seorang suami, dengan melakukan kekerasan terhadap istrinya dengan memukul atau menampar istrinya, menendang, dan memaki-maki dengan ucapan yang kotor/kasar. Kultur budaya masyarakat yang mengedepankan laki-laki dapat dipastikan posisi perempuan bersifat subordinasi terhadap laki-laki. Segala bentuk kekerasan yang terjadi bagi perempuan selalu mempunyai legitimasi kultural masyarakat, karena memang posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki. 1

Pencegahan kekerasan dilakukan secara terus-menerus dengan diberlakukannya sistem hukum yang diharapkan dapat mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap Perempuan (Katjasungkana, 2002:161). Perempuan yang menjadi korban kekerasan karena adanya ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam relasi pasangan perkawinan, keluarga, atau hubungan intim. Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan bahwa dasar perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia (Saraswati, 2004:26-28). Kenyataannya yang terjadi di tengah masyarakat justru sebaliknya, kekerasan terhadap perempuan masih banyak dilakukan di berbagai daerah maupun di kota-kota besar. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung memilih diam untuk mempertahankan nilai-nilai keharmonisan keluarga tersebut. Akibatnya perempuan juga cenderung memilih penyelesaian secara perdata melalui perceraian daripada menuntut pelaku kekerasan. Terjadinya kekerasan dalam keluarga akan menimbulkan dampak yang negatif pada anak bahkan keluarga itu sendiri, seperti istri menuntut untuk bercerai karena tidak tahan akan perilaku suami yang keras dan kasar. Perbedaan pertentangan dan kekecewaan baik dalam segi materi, mental maupun seksual, telah membentuk dinding pemisah antara suami dan istri (Gunarsa, 2007:89). 2

Ketidaksesuaian ini memberi kesempatan bagi terbentuknya hubungan segitiga atau lebih. Hubungan yang tidak wajar lagi antara beberapa individu ini memperbesar dinding pemisah dan merusak keutuhan keluarga. Penderitaan ini akan lebih dirasakan oleh kaum istri, kerena istri merupakan penampung emosi dari suami. Padahal sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, segala kekerasan dalam bentuk penganiayaan yang terjadi dilingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat merupakan suatu pelanggaran hukum sebagaimana yang telah diatur di dalamnya. Apabila melihat tingkat kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang cukup tinggi, maka diperlukannya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah, melalui LSM yang bergerak dalam bidang tersebut. Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta yang berada di bawah Departemen Sosial, punya tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan terhadap remajaremaja yang diterlantarkan oleh keluarganya dan perempuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Karena keterbatasan dalam dana dan kemampuan sumber daya, maka remaja-remaja dan perempuan gangguan mental psikologis di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta belum semuanya mendapatkan pembinaan. Oleh karena itu Dinas Sosial masih membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak baik individu maupun kelompok untuk memberdayakan perempuan korban KDRT. Karena masalah ini merupakan masalah bersama seluruh lapisan masyarakat. Saat ini organisasi-organisasi sosial yang telah 3

bekerja sama dalam berpartisipasi menangani masalah anak terlantar seperti lembaga swadaya masyarakat, maupun panti sosial. Kedepannya kebijaksanaan penanganan diarahkan pada upaya pemberian pelayanan kesejahteraan sosial dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan kaum bagi remaja-remaja terlantar, memberi pelayanan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan mereka sebagai bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional, kebijaksanaan tersebut ditempuh melalui pendekatan dengan sistem panti dan luar panti, seperti yang dilakukan oleh Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta. Dalam penyelesaian permasalahan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan Panti Sosial Karya Wanita bekerja sama dengan LSM (NGO) yang memiliki peranan melakukan penanganan dalam membantu menyelesaikan memecahkan suatu masalah kekerasan terhadap perempuan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang gender adalah Rifka Annisa. Mereka menyerukan, agar kaum lelaki menghentikan kekerasan terhadap kaum perempuan. kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam keluarga. Dan kaum laki-laki diidentikkan sebagai akar permasalah tersebut. Padahal, secara subtantif, kaum laki-laki adalah sosok yang mampu melindungi dan mengayomi kaumperempuan. Pihak LSM Rifka Annisa membantu di Panti Sosial Karya Wanita, agar program permberdayaan perempuan berjalan secara efektif, karena tanpa bantuan pihak LSM (swasta), Panti Sosial Karya Wanita (pemerintah) 4

kurang greget dalam menjalankan program pemberdayaan di Panti Sosial tersebut. Banyaknya faktor yang mendorong tindakan kekerasan terhadap perempuan, bahkan dari faktor psikologis pun dapat membentuk perilaku kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin. Perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dimengerti antara satu sama lain. Simpson dan Gangestad (dalam Baron, 2005:31), menggambarkan sebuah garis di posisi kontinum mengenai sociosexuality (sosioseksualitas). Pada satu ujung garis kontinum terdapat orang-orang (umumnya laki-laki) yang mengekspresikan unrestricted sociosexual orientation (orientasi sexual yang tak terbatas) dimana lawan jenis dikejar-kejar hanya sebagai pasangan seksual tanpa adanya kebutuhan akan kedekatan, komitmen, atau ikatan emosional. Pada ujung yang lain dari dimensi ini adalah individu (umumnya wanita) yang mengekspresikan restricted sociosexual orientation (orientasi sosiosexual yang terbatas) di mana hubungan seks diterima hanya jika disertai adanya afeksi dan kelembutan. Kekerasan yang dialami perempuan merupakan kekerasan yang tidak sewajarnya dilakukan oleh seorang suami, dimana seorang istri memiliki hak asasi untuk hidup bahagia. Kekerasan yang dilakukan suami kepada istri banyak bentuknya, yaitu kekerasan fisik, seperti menjambak, memukul, bahkan menendang, dan kekerasan seksualitas, hal ini mengakibatkan bekas luka pada tubuh seorang istri. 5

Sesuai dengan pengamatan yang ada di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta. Tindakan-tindakan kekerasan terhadap perempuan sering kali dilakukan, bahkan tindakan kekerasan menimbulkan kerusakan fisik dan tekanantekanan psikologis yang dirasakan oleh istri. Kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya di wilayah DIY banyak sekali ditemukan. Tindakan kekerasan terhadap perempuan banyak didorong dan dimotivasi oleh beberapa sebab dan pengaruh yang mendorong kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan masih dianggap sebagai budak laki-laki, dimana seorang istri mempunyai hak untuk dapat berperan dalam keluarga itu sendiri maupun di masyarakat. Kekerasan yang terjadi di DIY menunjukkan taraf yang cukup memprihatinkan dan perlu diperhatikan. Panti Sosial Karya Wanita mempunyai fungsi sebagai unit pelaksana teknis dinas dalam memberikan pelayanan pemberdayaan, kesejahteraan dan rehabilitasi sosial bagi para perempuan yang rawan sosial psikologis. Panti Sosial Karya Wanita juga memberikan pelaksanaan konseling bagi warga binaan, karena untuk kembali ke tengah masyarakat mereka membutuhkan kesiapan secara mental maupun psikologis. Program di Panti Sosial Karya Wanita adalah memberdayakan perempuan korban KDRT berupa ketrampilan, Panti Sosial Karya Wanita ini menampung binaan berasal dari wilayah DIY (Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo) terutama yang rawan masalah sosial psikologis korban KDRT. Perempuan binaan yang berada di Panti Sosial Karya Wanita berada pada usia produktif yaitu antara 15-35 tahun. Berdasarkan survey diperoleh data bahwa 6

Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta telah melakukan program pemberdayaan perempuan berupa ketrampilan olah pangan, mejahit, dan salon/ tatarias. Untuk saat ini jumlah peserta pelatihan ketrampilan olah pangan 14 orang, menjahit 22 orang dan salon 14 orang. Korban KDRT ini membutuhkan dukungan baik finansial maupun mental untuk tetap bertahan dan dapat kembali hidup normal di masyarakat. Korban KDRT membawa dampak yang negatif dan buruk di mata keluarga dan masyarakat. Perempuan yang mengalami kekerasan takut untuk melaporkan kejadian tersebut pada pihak yang berwajib, terkadang pihak berwajib pun membiarkan kasus tersebut. Kekerasan yang dialami oleh istri mengakibatkan tekanan-tekanan psikologis, dimana seorang istri juga mempunyai hak untuk hidup layak dalam keluarga. Para korban KDRT yang ada di Panti Sosial Karya Wanita untuk dibina dan diarahkan untuk meningkatkan kondisi mental psikologis dan kepercayaan diri agar mampu meningkatkan semangat hidup serta mampu menyesuaikan dengan norma-norma kehidupan dalam masyarakat agar mampu mewujudkan sebuah kemandirian. Sehubungan dengan kompleknya permasalahan yang dialami perempuan, maka perlu adanya usaha pemberdayaan perempuan sebagai wujud perhatian terhadap mereka. Pemberdayaan disini berupa pengembangan potensi baik yang berupa sumberdaya, kesempatan, pengetahuan maupun berupa ketrampilan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menentukan masa depan yang terkadang belum disadari bahwa mereka memiliki berbagai potensi. 7

Dengan melihat fenomena kekerasan terhadap perempuan yang telah dijabarkan diatas penulis termotivasi untuk melakukan penelusuran lebih lanjut tentang sejauh mana efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan perempuan akibat KDRT di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut peneliti dapat mengangkat permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana efektivitas program pemberdayaan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan tugas di dalam program pemberdayaan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Secara akademis dapat memberikan sumbangan positif terhadap khasanah keilmuan di jurusan Administrasi Negara mengenai konsep pemberdayaan perempuan. 2. Secara Teoritis, melatih diri dan mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir penulis melalui penelitian dan penulisan karya ilmiah tentang efektivitas program pemberdayaan. 8

3. Secara Praktis, sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan evaluasi bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Karya Wanita Yogyakarta secara khusus dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan pelayanan sosial bagi wanita binaan sosial. 9