I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia adalah tanaman buah-buahan. Permintaan produk buah-buahan di pasar dunia cenderung (trend) terus

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (1990) menyatakan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

PENDAHULUAN. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan luas panen buah-buahan di Indonesia dalam. lain disebabkan terjadinya peremajaan tanaman tua yang tidak produktif

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Ekonomi Makro

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BADAN PUSAT STATISTIK

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor non migas merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat dibutuhkan Indonesia dalam mendukung perekonomian nasional. Selama beberapa tahun terakhir, sektor non migas terutama yang berasal dari sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Beberapa peran penting sektor pertanian antara lain sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, penyedia bahan baku industri serta sebagai penyedia pangan, sandang dan papan bagi penduduk Indonesia. Peran sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusinya terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan besarnya volume ekspor serta impor. Besarnya kontribusi nilai PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional cukup besar dibanding sektor-sektor lain. Nilai PDB untuk sektor pertanian selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang meningkat, dengan rata-rata peningkatan sepanjang tahun 2004 sampai 2006 sebesar 2,82 persen per tahun (Tabel 1). Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004-2006 Lapangan Usaha (Sektor) PDB Sektoral (miliar Rp.) Pangsa terhadap PBD (%) 2004 2005 2006 2004 2005 2006 1. Pertanian 247.163,60 253.726,00 261.296,80 14,34 13,07 12,90 2. Pertambangan dan Penggalian 160.100,50 165.085,40 168.729,90 8,94 11,07 10,62 3. Industri Pengolahan 469.952,40 491.421,80 514.192,20 28,07 27,71 28,05 4. Listrik, Gas, Air bersih 10.897,60 11.584,10 12.263,60 1,03 0,96 0,91 5. Bangunan 96.334,40 103.483,70 112.762,20 6,59 7,03 7,46 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 271.142,20 293.877,20 311.903,50 16,05 15,45 14,87 7. Pengangkutan dan Komunikasi 96.896,70 109.467,10 124.399,00 6,20 6,50 6,92 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 151.123,30 161.384,30 170.495,60 8,47 8,28 8,13 9. Jasa-Jasa 152.906,10 160.626,50 170.612,10 10,32 9,94 10,14 Produk Domestik Bruto 1.656.516,80 1.750.656,10 1.846.654,90 100 100 100 PDB Non Migas 1.506.296,60 1.605.247,60 1.703.086,00 90,73 88,62 89,17 PDB Migas 150.220,20 145.408,50 143.568,90 9,27 11,38 10,83 Sumber : Badan Pusat Statistik (2007) dan Bank Indonesia (2007) Rata-rata volume dan nilai ekspor-impor produk pertanian Indonesia juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, dengan tingkat pertumbuhan volume ekspor pada tahun 2005 sebesar 17,91 persen dan tingkat pertumbuhan

volume impor pada tahun yang sama sebesar 0,78 persen (Tabel 2). Rata-rata nilai neraca ekspor-impor produk pertanian yang meningkat serta besarnya kontribusi terhadap PDB nasional menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat menjadi kekuatan perekonomian Indonesia. Tabel 2. Neraca Ekspor dan Impor Produk Pertanian Tahun 2004-2006 2004 2005 2006 Subsektor Volume (Kg) Nilai (USD) Volume (Kg) Nilai (USD) Volume (Kg) Nilai (USD) T. Pangan Ekspor 1170247442 274497239 1123504033 286759477 861335403 264307559 Impor 9670604316 2423417775 8936435847 2115139808 12205261813 2646232725 Hortikultur Ekspor 296478733 177089540 384092283 227617442 451068406 236976726 Impor 798321898 344791048 856393158 367424554 970284706 534175246 Perkebunan Ekspor 15556889495 9107466305 18592702467 10702128795 21394135259 14001324695 Impor 1353601447 1323371273 2091654011 1532519642 1764117697 1908240859 Peternakan Ekspor 221663791 328536645 233481615 298562696 188822797 255570765 Impor 873619160 936174934 910930268 1121831745 904638897 1154299200 Pertanian Ekspor 17245279461 9887589729 20333780398 11515068410 22895361865 14758179745 Impor 12696146821 5027755030 12795413284 5136915749 15844303113 6242948030 Keterangan : Nilai impor tahun 2006, data kumulatif sampai bulan September Sumber : Departemen Pertanian (Diolah) Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, dan subsektor perikanan. Subsektor hortikultura terdiri dari komoditas buahbuahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan nasional di masa depan. Komoditas buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, konstribusi PDB komoditas buah-buahan menempati urutan pertama di atas komoditi hortikultura lain dengan nilai rata-rata antara tahun 2003 sampai 2006 berdasarkan harga konstan sebesar Rp. 22,398 milyar atau sebesar 52,45 persen dari total PDB hortikultura 1. Komoditas buah-buahan memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan karena pada setiap tahun rata-rata volume produksinya menunjukkan peningkatan yang cukup 1 Nilai PDB Hortikultura Tahun 2003-2006. http://www.deptan.go.id. [12 April 2008].

signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan produksi buah-buahan Indonesia sepanjang tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 menunjukkan kecenderungan yang meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 14,9 persen per tahun (Tabel 3). Tabel 3. Produksi Buah-Buahan Indonesia Sepanjang Tahun 2001 2006 No. Komoditas Tahun Growth 2001 2002 2003 2004 2005 2006 (%)* 1 Alpukat 141.703 238.182 255.957 221.774 227.577 239.463 5,22 2 Belimbing 53.157 56.753 67.261 78.117 65.967 70.298 6,57 3 Duku 113.071 208.350 232.814 146.067 163.389 157.655-3,51 4 Durian 347.118 525.064 741.831 675.902 566.205 747.848 32,08 5 Jambu Biji 137.598 162.120 239.108 210.320 178.509 196.180 9,90 6 Jambu Air 73.061 97.296 115.210 117.576 110.704 128.648 16,21 7 Jeruk 691.433 968.132 1.529.824 2.071.084 2.214.020 2.565.543 15,88 8 Jeruk Siam - - 1.441.680 1.994.760 2.150.219 2.479.852 15,33 9 Jeruk Besar - - 88.144 76.324 63.800 85.691 34,31 10 Mangga 923.294 1.402.906 1.526.474 1.437.665 1.412.884 1.621.997 14,80 11 Manggis 25.812 62.055 79.073 62.117 64.711 72.634 12,24 12 Nangka 415.079 537.186 694.654 710.795 712.693 683.904-4,04 13 Nenas 494.968 555.588 677.089 709.918 925.082 1.427.781 54,34 14 Pepaya 500.571 605.194 626.745 732.611 548.657 643.451 17,28 15 Pisang 4.300.422 4.384.384 4.177.155 4.874.439 5.177.607 5.037.472-2,71 16 Rambutan 350.875 476.941 815.438 709.857 675.579 801.077 18,58 17 Salak 681.255 768.015 928.613 800.975 937.930 861.950-8,10 18 Sawo 63.011 69.479 83.877 88.031 83.787 107.169 27,91 19 Markisa - - 71.898 59.435 75.767 119.683 57,96 20 Sirsak 46.951 52.974 68.426 82.338 82.892 84.373 1,79 21 Sukun 41.036 47.549 62.432 66.994 73.637 88.339 19,97 22 Melon 37.141 59.106 70.560 47.664 58.440 55.370-5,25 23 Semangka 240.298 266.904 455.464 410.195 366.702 392.587 7,06 24 Blewah - - 31.532 34.582 63.860 67.708 6,03 Total 8275251 9677854 11544178 15081259 16419540 17000619 10,21 Keterangan : * Pertumbuhan produksi tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 - Data tidak tersedia Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) Buah-buahan adalah salah satu jenis hortikultura yang mempunyai daya tarik tersendiri. Buah mempunyai rasa yang segar dan khas, yaitu perpaduan dari berbagai macam rasa dengan komposisi yang tepat, sehinggga banyak digunakan sebagai pemicu selera makan (appetizer) dan sebagai jus. Selain itu, buah juga memiliki aroma dan warna spesifik, yang menjadi ciri khas bagi setiap jenis. Sebagai bahan pangan, buah mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Buah mempunyai kadar air, vitamin, mineral dan serat yang tinggi, tetapi mengandung energi, lemak, dan karbohidrat yang rendah, sehingga buah baik untuk kesehatan tubuh. Mengingat begitu pentingnya nilai buah-buahan bagi masyarakat, maka manusia perlu mengkonsumsi buah dalam jumlah tertentu. Akan tetapi, konsumsi

masyarakat Indonesia terhadap komoditas tersebut masih relatif kecil dibandingkan yang telah dianjurkan FAO (Food Agricultural Organization). FAO menetapkan standar konsumsi buah minimal 65,75 kg per orang per tahun, tetapi konsumsi rata-rata penduduk Indonesia terhadap buah-buahan baru mencapai 40 kg per orang per tahun (Dirjen Bina produksi Hortikultura, 2001). Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia terdapat berbagai varietas salak diantaranya: salak pondoh, salak swaru, salak enrekang, salak gula pasir, salak bali, salak padang sidempuan, salak gading ayu, salak pangu, salak sibakua, salak sangata, salak condet, salak manonjaya, salak madura, salak ambarawa, salak kersikan, salak bongkok. Diantara berbagai jenis serta varietas salak tersebut, varietas salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, dan gula batu atau bali mempunyai nilai komersial yang tinggi, sehingga varietas tersebut ditetapkan oleh pemerintah sebagai varietas unggul untuk dikembangkan 2. Produksi salak nasional menunjukkan angka yang cukup besar, salak memberikan sumbangan produksi terbesar keempat terhadap total produksi buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 6,57 persen atau sebesar 937.930 ton dan produksi terbesar berasal dari Jawa Tengah yaitu sebesar 165.173 ton atau sekitar 17,6 persen dari total produksi salak nasional (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini menunjukkan fluktuasi produksi dan luas panen tetapi cenderung menunjukkan peningkatan. Terjadinya peningkatan produksi salak secara langsung akan mempengaruhi penawaran baik dipasar lokal maupun pasar nasional, sehingga peningkatan penawaran salak yang diikuti kegiatan pemasaran yang baik akan mempengaruhi juga permintaan terhadap salak. Dari segi penawaran, beberapa faktor yang mempengaruhi salak pondoh, diantaranya: (1) kecenderungan meningkatnya luas areal tanaman salak, (2) iklim, (3) harga sarana produksi, (4) perkembangan teknologi produksi salak, dan (5) bagi daerah-daerah pasar tertentu ketersediaan buah salak sangat dipengaruhi oleh cara pengemasan dan sarana transportasi yang dapat menjamin kesegaran dan mutu buah salak sampai di tangan konsumen. Sedangkan dari segi permintaan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan diantaranya: (1) semakin meningkatnya jumlah penduduk yang 2 Salak (Salacca edulis). http://www.ristek.go.id. [21 Desember 2007].

berminat pada buah salak sebagai dampak keberhasilan program penyuluhan dan program peningkatan gizi masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah, (2) tingkat harga salak di pasar eceran, (3) tingkat harga buah-buahan lainnya, dan (4) tingkat pendapatan konsumen buah salak atau kekuatan daya beli masyarakat pada umumnya. Daerah-daerah di Indonesia yang tercatat sebagai sentra produksi salak diantaranya: Padangsidempuan (Sumatra Barat), Serang (Banten), Sumedang, Tasikmalaya, Ciamis, Batujajar (Jawa Barat), Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), Bangkalan, Pasuruan (Jawa Timur), Karang Asem (Bali), Enrekang (Sulawesi Selatan). Akan tetapi pada umumnya daerah-daerah sentra salak tersebut memproduksi buah salak yang khas. Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra produksi salak terbesar di Indonesia dan Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu daerah sentra salak di Jawa Tengah. Pada tahun 2005, besarnya produksi salak di Kab. Banjarnegara mencapai 110.812.995 kg atau mencapai 67 persen dari produksi salak untuk Jawa Tengah (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2006). Besarnya produksi tersebut merupakan sebuah peluang dalam memenuhi permintaan pasar, hal ini dikarenakan permintaan buah-buahan secara umum maupun permintaan salak secara khusus yang akan terus meningkat pada waktu ke waktu (Tabel 4). Selain itu, perdagangan bebas juga memberikan peluang dan tantangan baru dalam pengembangan komoditas hortikultura dimasa yang akan datang. Tabel 4. Perkiraan Permintaan Buah-Buahan Indonesia Sampai Tahun 2015 Tahun Populasi Konsumsi Buah Penduduk (Juta) Konsumsi/Kapita (Kg) Total Konsumsi (Ribu ton) 1998 200.000 36,76 7.352.00 2000 213.000 36,76 7.829.88 2005 227.000 45,70 10.373.90 2010 240.000 57,92 13.900.80 2015 254.000 78,74 19.999.96 Keterangan : Data tahun 1998 2005 merupakan kondisi aktual; Sumber : Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2000). Pada tahun 1997 sampai 2002, Departemen Pertanian, Direktorat Bina Produksi Hortikultura dan Dinas Pertanian Kab. Banjarnegara dengan bantuan dari OECF (Overseas Economic Coorporation Fund) Jepang, mengembangkan kebun salak pondoh secara lengkap seluas 1.000 Ha di Kec. Banjarnegara dan Kec. Sigaluh, Kab. Banjarnegara dimana bantuan tersebut berupa bibit, pupuk,

jaringan irigasi, pelatihan untuk petani, bangunan pengumpul hasil sampai dengan alat pengolahan berupa vaccum fryer. Produksi buah salak di Kab. Banjarnegara lebih besar dibandingkan komoditas buah-buahan lain dengan volume produksi buah salak yang berfluktuatif (Tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa buah salak khususnya salak pondoh merupakan salah satu komoditi buah unggulan di Kab. Banjarnegara yang selalu dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi serta dikembangkan sebagai salah satu identitas serta kebanggaan Kab. Banjarnegara. Tabel 5. Produksi Komoditas Buah Unggulan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2002-2006 Produksi (Kg) Growth No. Komoditas 2002 2003 2004 2005 2006 (%)* 1 Salak 298934315 293982616 239729400 110812995 166866800 50,6 2 Pisang 5640027 6454027 8833400 7322856 8528150 16,5 3 Nenas 267679 28431 60400 55043 93543 69,9 4 Jambu Biji 1720279 562235 780900 178600 297800 66,7 5 Rambutan 6726146 6726146 5040400 5463900 1509800-72,4 6 Duku 1198275 4847308 261400 1242300 120600-90,3 7 Pepaya 1269136 707236 614600 591688 760550 28,5 8 Durian 2815500 2416935 410800 1494500 1005600-32,7 9 Jeruk Siam 1138960 1357745 567500 722100 516100-28,5 10 Mangga 3306180 497781 353800 429800 721500 67,9 Keterangan : * Pertumbuhan produksi tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara (2007). Pengembangan salak pondoh di Kab. Banjarnegara didasarkan bahwa salak pondoh merupakan salah satu varietas salak unggulan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No. 272/Kpts/TP. 240/4/1988 dan SK Menteri Pertanian No. 462/Kpts/TP. 240/7/1993. Salak pondoh memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi, kadar gula yang lebih tinggi serta kadar asam yang lebih rendah dibanding dengan jenis salak lain (Redaksi Agromedia, 2007). Salak pondoh juga mempunyai keunggulan dibanding dengan salak lain, dari segi rasa salak pondoh memiliki rasa yang manis dan tidak sepet saat masih muda, dan daya simpan yang lebih lama karena buah salak pondoh tergolong buah yang berpola respirasi non klimaterik yang memiliki umur penyimpanan yang relatif lebih lama dimana salak pondoh mulai membusuk setelah 13 hari penyimpanan pada suhu kamar (Santoso, 1990), serta salak pondoh merupakan salah satu buah lokal yang pemasarannya dapat memasuki supermarket.

Buah salak pondoh merupakan salah satu produk pertanian khususnya hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, memerlukan tempat atau ruangan yang luas, dan pada umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari pedesaan sampai perkotaan. Sehingga berdasarkan ciri-ciri tersebut, buah salak khususnya salak pondoh perlu mendapatkan penanganan yang intensif dalam penanganan pasca panen serta pemasaran, sehingga salak yang sampai ke konsumen masih dalam keadaan baik dan segar. 1.2. Perumusan Masalah Salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan nasional dan pangsa pasar salak tidak hanya mencakup pasar lokal maupun nasional tetapi sudah merambah ke pasar internasional. Di Indonesia produksi salak saat ini menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan daerah penanamannya telah menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Tabel 6. Produksi Salak Pada Seluruh Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2006 Produksi Salak (kg) No. Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Susukan 152700 197220 114310 151200 66000 132800 2 Pwj. Klampok 31100 16800 25000 8900 23100 23100 3 Mandiraja 0 0 138500 84500 157000 116200 4 Purwonegoro 157800 148100 225300 258800 84700 33000 5 Bawang 150000 81000 188510 352200 130900 100300 6 Banjarnegara 2764500 146400 2236275 13516600 166800 5451600 7 Pagedongan 0 0 0 0 4147500 3773600 8 Sigaluh 7571000 5527100 15180000 9442500 8945200 7169800 9 Madukara 55841000 56260200 132538861 76160300 67489000 76541200 10 Banjarmangu 171430400 25608899 128691200 126794800 4227400 55451400 11 Wanadadi 97050 8271 48300 96200 126000 77800 12 Rakit 20400 0 0 5800 23100 9300 13 Punggelan 2274200 577951 212560 454200 290100 275800 14 Karangkobar 2752000 746800 249150 513100 245400 323900 15 Pagentan 31000000 207200000 13480000 10850000 23600000 16280000 16 Pejawaran 9000 820 13200 13000 0 0 17 Batur 0 0 0 0 0 0 18 Wanayasa 547000 2079754 551450 792300 515795 717000 19 Kalibening 250000 335000 90000 235000 575000 390000 20 Pandanarum 0 0 0 0 0 0 Jumlah 275048150 298934315 293982616 239729400 110812995 166866800 Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara (2001 2006)

Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra produksi salak terbesar di Indonesia dan Kab. Banjarnegara merupakan salah satu daerah sentra salak khususnya salak pondoh di Jawa Tengah. Produksi salak pondoh tersebar hampir diseluruh kecamatan-kecamatan di Kab. Banjarnegara, dengan lokasi sentra salak pondoh adalah Kec. Sigaluh, Mudakara, Banjarmangu, Pagentan, Pagedongan dan Banjarnegara. Hal ini dilihat bahwa produksi salak di beberapa kecamatan tersebut memiliki produksi yang besar dibanding kecamatan lain di Kabupaten Banjarnegara (Tabel 6). Buah salak pondoh produksi Kab. Banjarnegara selain dipasarkan di dalam pasar lokal, sebagian besar dipasarkan keluar daerah seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, Mataram, Medan dan beberapa kota baik di pulau Jawa maupun diluar pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan pasar lokal menyerap produk sangat kecil dibandingkan kemampuan pasar-pasar diluar Kab. Banjarnegara. Sehingga sebagian besar salak pondoh Kab. Banjarnegara dipasarkan diluar daerah. Perbedaan harga di konsumen akhir di pasar lokal dengan harga di konsumen akhir di pasar-pasar luar daerah juga merupakan salah satu alasan bahwa sebagian besar salak pondoh dari Kab. Banjarnegara dipasarkan di luar daerah. Harga yang diterima konsumen akhir di pasar lokal hanya berkisar Rp. 3.500,- per kilogram, sedangkan harga yang diterima konsumen akhir di Jakarta misalnya dapat mencapai Rp. 7.000,- per kilogram. Jauhnya daerah pemasaran salak pondoh dengan sentra produksi serta relatif tersebar, hal ini menyebabkan sangat penting peran lembaga tataniaga dalam menyalurkan salak pondoh dari petani sampai kepada konsumen akhir. Karena apabila petani menjual langsung kepada konsumen akhir yang tersebar luas, petani akan menghadapi resiko berupa biaya transportasi dan keterbatasan informasi pasar yang umumnya hanya dimiliki oleh lembaga-lembaga tataniaga, misalnya informasi pasar potensial. Perubahan harga jual salak pondoh yang terjadi ditingkat petani cukup berfluktuatif. Pada musim panen raya yaitu pada bulan November sampai Desember, harga jual salak pondoh hanya sekitar Rp. 1.500 per kilogram sedangkan diluar musim panen harga jual salak pondoh di tingkat petani cukup tinggi yang dapat mencapai Rp. 5.000 per kilogram atau bahkan lebih (Tabel 7). Apabila perubahan harga yang terjadi di tingkat petani dapat mempengaruhi harga di tingkat lembaga-lembaga tataniaga maka dapat dikatakan bahwa pasar

tersebut terpadu. Dengan kata lain bahwa informasi pasar bersifat simetris sehingga perubahan harga dapat ditransmisikan secara sempurna pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Tabel 7. Perubahan Harga Salak Pondoh di Kabupaten Banjarnegara Pada Juni 2007 sampai Maret 2008 No. Bulan Tahun Harga (Rp/Kg) 1 Juni 2007 4297,45 2 Juli 2007 4530,16 3 Agustus 2007 4580,52 4 September 2007 4786,12 5 Oktober 2007 4801,62 6 November 2007 2676,26 7 Desember 2007 1837,94 8 Januari 2008 2259,45 9 Februari 2008 3090,07 10 Maret 2008 3668,80 Sumber : Pedagang Salak Pondoh di Pasar Salak Banjarnegara (Diolah) Salah satu bentuk pasar efisien adalah dengan sistem pemasaran yang terbentuk relatif pendek dengan fungsi-fungsi tataniaga yang merata. Selain itu, ciri pasar yang efisien adalah distribusi marjin tataniaga yang tersebar secara merata pada seluruh pelaku atau lembaga tataniaga dan bagian dari harga di tingkat pengecer yang diterima oleh petani. Selain pendeknya saluran tataniaga yang terbentuk dan meratanya margin tataniaga, ciri lain dari pasar yang efisien adalah ada atau tidaknya keterpaduan (integrasi) dan korelasi harga pada berbagai tingkat pasar. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa banyak lembaga tataniaga atau pelaku pasar yang terlibat, bagaimana pola saluran tataniaga yang terbentuk dan apa fungsi masingmasing lembaga tataniaga pada pasar komoditi salak pondoh yang terjadi di Kab. Banjarnegara? 2. Bagaimana struktur pasar pada setiap lembaga tataniaga yang dihadapi komoditi salak pondoh di Kab. Banjarnegara dan bagaimana perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat? 3. Bagaimana keragaan pasar pada sistem tataniaga salak pondoh yang terjadi di Kab. Banjarnegara berdasarkan margin tataniaga, bagian harga yang diterima petani (farmer s share), rasio keuntungan dan biaya, dan keterpaduan pasar yang terjadi?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini, antara lain: 1. Mengidentifikasi lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga, serta mengidentifikasi pola saluran tataniaga pada sistem tataniaga komoditi salak pondoh; 2. Menganalisis struktur pasar dan perilaku pasar pada komoditi salak pondoh; 3. Menganalisis keragaan tataniaga salak pondoh, berdasarkan margin tataniaga, bagian harga yang diterima petani (farmer s share), rasio keuntungan dan biaya, dan keterpaduan pasar salak pondoh; 4. Menganalisis efisiensi sistem tataniaga komoditi salak pondoh di Kabupaten Banjarnegara. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta mengingat adanya keterbatasan sumberdaya yang tersedia (terutama waktu dan dana), menimbulkan keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu penelitian dilakukan hanya di Kab. Banjarnegara dengan lokasi pengambilan data dan informasi baik informasi dari petani maupun lembaga tataniaga yang terlibat adalah di beberapa kecamatan yang telah ditentukan sebelumnya.