Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

dokumen-dokumen yang mirip
Belajar dari redd Studi komparatif global

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

Manusia, Hutan, dan. Perubahan Iklim

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Strategi CIFOR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

LKS EFEK RUMAH KACA, FAKTA ATAU FIKSI. Lampiran A.3

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

West Kalimantan Community Carbon Pools

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Transkripsi:

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon BOGOR, Indonesia (25 November 2010) _ Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa sejumlah besar karbon dilepaskan ke atmosfer ketika hamparan hutan yang tumbuh pada rawa gambut di Asia Tenggara dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal ini mendorong para ilmuwan untuk mendesak perlunya perhatian khusus tentang isu tersebut dalam diskusi iklim yang akan datang. Lahan gambut mencakup sekitar 3% dari luasan daratan di bumi, namun dapat menyimpan hingga sejumlah 1/3 dari keseluruhan karbon tanah. Apabila karbon tersebut diemisikan ke atmosfer, maka hal tersebut akan setara dengan sekitar 75 tahun pembakaran bahan bakar fosil jika dihitung pada laju pembakaran bahan bakar fosil global saat ini. Lebih dari 100.000 hektar lahan gambut di Asia Tenggara saat ini setiap tahunnya dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan penghasil bubur kayu. Dalam sebuah artikel yang telah melalui telaah para ahli yang dipublikasikan bulan ini dalam jurnal PNAS, sejumlah ilmuwan dari Center for International Forestry Research (CIFOR) yaitu: Daniel Murdiyarso, Kristell Hergoualc h, dan Louis Verchot, mendesak pentingnya point khusus tentang lahan gambut dalam berbagai kesepakatan di masa mendatang perihal REDD+, sebuah mekanisme global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, serta konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, serta peningkatan cadangan karbon hutan. Diperlukan tindakan untuk menghentikan perusakan lahan gambut berhutan yang saat ini tingkat perusakannya sangat mengkhawatirkan, demikian disampaikan Murdiyarso. kita tahu bahwa lahan gambut

mengandung lebih banyak karbon yang tersimpan di bawah tanah yang tersimpan di atas tanah, namun seberapa besar yang dilepaskan sebagai emisi bergantung pada berbagai faktor biofisik dan praktik-praktik pengelolaannya. Acuan penghitungan gas rumah kaca yang dikembangkan oleh Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim (IPCC) tidak menyebutkan secara spesifik tentang tentang gambut. Mereka lebih mengacunya secara luas sebagai lahan basah, yang sebenarnya juga mencakup persawahan, rawarawa, sungai-sungai alami dan sistem danau, yang mengandung karbon jauh lebih sedikit daripada lahan gambut. Hingga saat ini, kita hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang faktor-faktor emisi untuk penghitungan gas rumah kaca pada lahan gambut tropis; jauh lebih sedikit dibandingkan pengetahuan yang sama tentang jenis ekosistem yang lain, ujar Hergoualc h. Namun demikian, sekarang kita lebih memahami tentang faktor-faktor tersebut untuk lahan gambut tropis. Kami telah menghitung karbon yang hilang dari gambut pada suatu perubahan pemanfaatan lahan dengan mengukur bagaimana sebuah peralihan pada vegetasi mengubah pemasukan dan pengeluaran utama karbon dari gambut. Lahan gambut umumnya dijumpai pada daerah yang berawa di mana kondisi tergenang air membatasi difusi oksigen ke dalam tanah, memperlambat dekomposisi kandungan organik yang mati, seperti tumbuhtumbuhan dan pohon. Walaupun tanah gambut cenderung miskin hara dan karenanya hanya sesuai untuk beberapa tipe tanaman komoditas pertanian tertentu, tetapi ekosistem lahan gambut ini, setidaknya di daerah tropis, merupakan ekosistem yang penting untuk keanekaragaman hayati, menyediakan tempat hidup bagi ribuan spesies, termasuk berbagai jenis tumbuhan dan binatang yang endemik, langka dan terancam punah. Lahan gambut juga dimanfaatkan secara meluas oleh masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut, khususnya untuk sumber kayu dan bahan bakar. Di Indonesia yang merupakan salah satu pemilik lahan gambut terluas di dunia, perlindungan dari tempat tampungan karbon ini terancam oleh peraturan nasional tahun 2009 yang memberikan ijin untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dengan kedalaman gambut kurang dari 3 meter. Sayangnya hal ini tetap berlangsung meskipun pada tahun yang sama pemerintah menerbitkan laporan yang mengungkapkan bahwa hampir separuh emisi karbon dari negara ini bersumber dari perusakan dan degradasi lahan gambut. Indonesia adalah negara pengemisi karbon ketiga terbesar di dunia.

Salah satu tantangan utama dalam memanfaatkan REDD+ untuk memperlambat laju perusakan lahan gambut adalah untuk menemukan cara untuk memberikan kompensasi yang paling sesuai bagi masyarakat untuk tidak membudidayakan kelapa sawit di atas lahan gambut. Satu hektar perkebunan sawit di Indonesia dapat memberikan keuntungan bersih bagi pemiliknya sejumlah $4.000 hingga $10.000. Hal ini lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan hanya membiarkan hutan dan gambut tidak terganggu dan hanya memetik hasil kredit karbon dari pasar sukarela yang pada tarif yang berlaku saat anya akan menghasilkan $500 sampai dengan $1000. Meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit mentah dari Cina, India dan Eropa yang sebagian besar digunakan untuk minyak goreng, memungkinkan keuntungan lebih besar bagi industri perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu dapat menjadi kendala bagi program REDD+, jika REDD+ dipandang kurang menguntungkan dibanding perkebunan kelapa sawit. Jika kebijakan-kebijakan Iklim global tidak dapat menciptakan sistem insentif yang signifikan untuk mengatasi faktor ekonomi pendorong deforestasi, maka skema REDD+ tidak akan dapat bersaing secara finansial, demikian ujar Verchot. Diperkirakan bahwa kehilangan total karbon akibat konversi hutan rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 60 ± 10 ton karbondioksida per hektar per tahun, selama 25 tahun pertama setelah perubahan pemanfaatan tutupan lahan. Lebih dari separuhnya berasal dari gambut itu sendiri. Sekitar seperempat dari emisi total dilepaskan selama tahun pertama ketika pembakaran dilakukan untuk membuka lahan. Angka total ini lebih dari dua kali lipat dari karbon yang hilang akibat konversi hutan pada tanah mineral menjadi perkebunan kelapa sawit. Walaupun lahan gambut telah lama dipandang sebagai daerah penting untuk penyimpanan karbon dan bahwa hilangnya lahan tersebut mengakibatkan pelepasan gas rumah kaca yang sangat besar ke atmosfer, usaha-usaha yang dilakukan untuk dapat lebih memahami atau menghitung tingkat penyimpanan karbon yang dimiliki oleh ekosistem ini masih jauh dari yang diharapkan. CIFOR dan rekanannya saat ini melakukan penelitian untuk memantau dan mengukur sumber karbon dan fluktuasinya pada lahan gambut di berbagai wilayah Indonesia dengan harapan agar informasi

tersebut dapat menjadi senjata yang berharga dalam pertempuran melawan perubahan iklim. ############## Untuk membaca artikel dalam PNAS yang berjudul Opportunities for reducing greenhouse gas emissions in tropical peatlands, (Peluang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada lahan gambut tropis), silahkan klik di sini. ############## The Center for International Forestry Research (CIFOR) CIFOR memajukan kesejahteraan manusia, konservasi lingkungan dan kesetaraan melalui penelitian yang berorientasi pada kebijakan dan praktik yang mempengaruhi kondisi hutan di negara berkembang. CIFOR membantu memastikan agar pembuatan keputusan yang berdampak pada hutan berdasarkan pada keilmuan yang kuat dan prinsip-prinsip pengelolaan yang baik dan mencerminkan kepentingan negara-negara berkembang serta masyarakat yang bergantung atas hutan. CIFOR merupakan salah satu dari 15 pusat penelitian yang tergabung dalam Kelompok Konsultatif bagi Penelitian Pertanian Internasional (Consultative Group on International Agricultural Research). www.cifor.cgiar.org www.forestsclimatechange.org Para jurnalis yang akan berada di Cancún untuk COP 16 juga direkomendasikan untuk menghadiri peringatan Hari Hutan (Forest Day) pada tanggal 5 Desember 2010. Forest Day merupakan salah satu landasan utama yang bersifat global bagi siapa saja yang berminat atas hutan dan perubahan iklim untuk saling berinteraksi dan bertukar pikiran. Tahun lalu, sekitar 1.500 orang menghadiri acara tersebut di Kopenhagen, termasuk sejumlah pemimpin dunia, tiga pemenang nobel, kalangan peneliti terkemuka, donor, para pembuat kebijakan, sejumlah pemimpin masyarakat pribumi, 250 negosiator iklim dan lebih dari 100 jurnalis. Tahun ini kami memperkirakan bahwa sebanyak 2.000 orang akan turut ambil bagian. Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, silahkan mengunjungi situs www.forestday.org