Ashri Salam, Ld. Murfain, Ld. Ali Rahmat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,Kendari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

1. Pengantar A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Transkripsi:

PKMK-2-11-1 PROGRAM PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TENTANG PELESTARIAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI PESISIR PANTAI SAMBULI KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA. Ashri Salam, Ld. Murfain, Ld. Ali Rahmat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,Kendari ABSTRAK Mangrove adalah salah satu organisme yang hidup pada daerah pantai (pesisir) dengan jenis sampai 12 jenis. Habitat Mangrove sebahagian besar adalah daerah berlumpur, berpasir dan bebatuan. Fungsi mangrove merupakan penyanggah bagi ekosisitem lain, tempat memijah organisme perairan dan mencegah terjadinya abrasi pantai yang diakibatkan terkikisnya sedimen-sedimen pada daratan. Terjadinya pendangkalan pantai adalah salah satu bentuk apabila mangrove tidaka ada. Pasang tertinggi sering terjadi dan mengakibatkan pemukiman sekitar pantai tenggelam diakibatkan oleh punahnya ekosisitem Mangrove. Beberapa hal tersebut diatas mayoritas diakibatkan oleh ulah manusia dalam memanfaatkan mangrove tanpa melestariakannya. Dalam program kami ada beberapa tahapan dalam melihat ulah manusia yaitu melakukan Identifikasi Mangrove, Penyuluhan, Penanaman dan Pemeliharaan. Kata kunci : Mangrove, Masyarakat, Pesisir Pantai Sambuli PENDAHULUAN Pembangunan dan pertambahan penduduk yang terus meningkat sangar mempengaruhi peningkatan kebutuhan pangan masyarakat. Peningkatan kebutuhan ini merupakan salah satu penyebab timbulnya perilaku manusia untuk mengekspolitasi sumberdaya alam hayati secara berlebihan tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian. Sumberdaya alam hayati yang terus dieksploitasi salah satu diantaranya adalah berada pada wilayah pesisir dan pulaupulau kecil seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang dimana ketiga komponen wilayah pesisir ini termasuk daerah paling produktif karena merupakan peralihan antara ekosistim darat dan laut yang saling berinteraksi dan merupakan habitat yang paling subur bagi organisme perairan. Saat ini beberapa habitat tersebut telah mengalami degradasi yang sangat memperihatinkan. Hutan bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang didaerah pasang surut pantai belumpur (Bengen, 2000). Sementara diwilayah pesisir didefenisikan sebagai wilayah dimana dataran berbatasan dengan laut. Batasan wilayah oesisir didaratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses bahari seperti pasang surutnya laut, angina laut dan intruksi air laut, sengakan batasan wilayah pesisir dilaut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses proses alami didaratan seperti sedimenatsi dan mengalirnya air tawar ke laut serta daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan kegiatan manusia didaratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistim yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Sirgar

PKMK-2-11-1 dan Purwaka, 2002). Masing masing elemen dalam ekosistim memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistim (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistim keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan bahan pencemar. Di Sulawesi Tenggara, pola eksploitasi pada wilayah pesisir dan pulau pulau kecil sangat sering terjadi terutama pada ekosistim mangrove. Hal ini ditandai dengan semakin berkurangnya luasan mangrove yang ada didaerah ini dimana pada tahun 1992, luas mangrove di Sulawesi tenggara sesuai interprestasi foto udara oleh tim yang tergabung dalam Cheicoins International Consulting Divison bekerjasama dengan Pusat studi Lingkungan Universitas Hasanuddin adalah 96.200 Ha (Soesilo, 1996) dan pada tahun 1996 berkurang menjadi 70.840 Ha (Siswanto, 1997). Berdasarkan hasil interprestasi Citra Landast, luas mangrove pada tahun 1998 sekitar 26.524,4 Ha dan pada tahun 2000 mnjadi 15.326,9 Ha (Halili, 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa didaerah Muna tingkat kerusakan mangrove telah mencapai sekitar 40 50 %. Banyak darah pantai dimana sebelumnya ditumbuhi mangrove tetapi kini telkah berubah menjadi lokasi tambak, pemukiman penduduk, industri dan jalan raya. Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistim air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan dan lain lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organic (detrictus). Selama proses dekomposisi, mangrove berangsur angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme pemakan deposit seperti moluska, kepiting dan cacing. Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua yang biasanya didominasi oleh ikan ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh ikan predator besar yang mementuk konsumen tingkat tiga. Singkatnya, hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian siklus hidupnya. Salah satu wilayah pesisir yang mengalami degradasi ekosistim yang merupakan efek dari perilaku eksploitasi adalah di Kelurahan Sambuli Kecamatan Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Degradasi ekosistim tersebut telah berimplikasi negative terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat pesisir hingga menyebabkan abrasi pantai yang signifikan, penurunan kualitas air, hilangnya habitat biota air dan penurunan produktivitas perairan yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat khususnya nelayan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecenderungan eksploitasi tersebut adalah kurangnya kurangnya kesedaran dan pemahaman masyarakat tentang arti penting kelestarian sumberdaya alam hayati, peranan ekosistim mangrove da terumbu karang dalam kehidupan serta pertambahan penduduk yang menyebabkan terjadinya alih fungsi dari daerah penyangga dan penyedia unsur hara bagi organisme perairan menjadi daerah atau lokasi pembangunan. Kondisi demikian ini sebanding dengan eksploitasi yang terus menerus tanpa ada upaya dan konservasi untuk pelestariannya.

PKMK-2-11-3 Oleh sebab itu, sudah mendesak untuk melakukan langkah langkah konservasi dan budidaya bersama seluruh komponen masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Langkah langkah konservasi tersebut dijadikan sebagai suatu acuan dalam upaya mengendalikan dan memelihara kelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistimnya sekaligus mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan nelayan melalui Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat Tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan Abeli Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Luasan mangrove semakin berkurang menyebabkan beberapa biota laut yang berhabitat didalamnya mulai hilang. Kondisi ini secara langsung mempengaruhi nilai pendapatan masyarakat nelayan yang berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan tersebut. Jika tidak dilakukan upaya perbaikan dapat dipastikan bahwa dalam waktu yang relative singkat akan terjadi penurunan populasi yang semakin banyak lagi sehingga tidak ada keseimbangan antara lingkungan dan pemanfaatannya. Titik permasalahannya adalah bagaimana kelestarian mangrove tetap terjaga melalui kpedulian masyarakat dalam memanfaatkannya. Tujuan program ini adalah sebagai upaya perlindungan keestarian hutan mangrove dengan melibatkan masyarakat sehingga fungsi ekonomi, ekologi dan biologi hutan mangrove selalu terpenuhi dalam kehidupan manusia sekaligus merupakan langkah solutif dalam menyikapi kondisi masyarakat pesisir yang masih banyak mengandalkan lautan bebas sebagai lahan penangkapan. Luaran yang diharapkan dalam program ini adalah : 1. Terbinanya kesedaran masyarakat untuk memelihara dan melestarikan hutan mangrove. 2. Eksploitasi hutan mangrove dialam akan menurun sehingga populasinya terus lestari. 3. Masyarakat pesisir dan nelayan penangkap lainnya tidak lagi melakukan penangkapan dilautan bebas yang sangat mengancam keselamatan jiwa mereka karena hutan mangrove merupakan habitat beberapa biota laut. 4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan kreativitasnya dalam melihat kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan. Kegunaan program ini adalah : 1. Bagi lingkungan akan terjadi keseimbangan ekologi dan kelestarian mangrove. 2. Tumbuhnya jiwa dan semangat peduli lingkungan dikalangan masyarakat dan mahasiswa perikanan. 3. Sebagai hasil, akan terjadi pengurangan abrasi pantai akibat eksistensi hutan mangrove. 4. Akan terpelihara daerah ini sebagai daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makan (feeding grounds) dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. METODE PENDEKATAN Program ini dilaksanakan selama kurang lebih empat bulan yaitu mulai pertengahan bulan Februari 2006 sampai pada bulan pertengahan Mei 2006.Lokasi pelaksanaan program adalah di pesisir pantai Kelurahan Sambuli Kecamatan Abeli kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

PKMK-2-11-4 Gambar 1. Kondisi Pantai Sambuli Persiapan dan survey pendahuluan dilakukan untuk sosialisasi pada warga setempat setelah sosialisasi pada pemerintah dan instansi terkait. Sosialisasi ini bertujuan untuk agar program ini diketahui oleh seluruh komponen yang berkepentingan terutama masyarakat sekitar lokasi yang akan merasakan manfaat secara langsung. Pada survey pendahuluan, yang dilakukan adalah pendataan informasi dari masyarakat tentang lokasi yang direkomendasikan oleh mereka berdasarkan persyaratan persyaratan yang cocok seperti substrat tanah yaitu lempung berpasir, lokasi penanam yaitu pada daerah pasang surut dan terhindar kegiatan manusia. Bibit yang digunakan adalah yang berasal dari alam yang ukurannya berkisar 20 30 cm. Sebelum ditanam, bibit tersebut terlebih dahulu dipelihara dalam polybag, hal ini dimaksudkan agar bibit tersebut bisa beradaptasi dengan substrat tanah tempat penanaman, selain itu diharapkan bibit yang ditanam mempunyai ukuran yang relative sama. Pengadaan bibit berlangsung sekitar sati bulan yakni dari awal Februari sampai akhir Februari 2006 (Gambar 2). Sebelum penanaman bakau dilakukan, terlebih dahulu dilakukan temu wacana dengan masyarakat yang dilibatkan. Temu wacana ini sekaligus menyampaikan manfaat kelestarian ekosistim mangrove dalam kehidupan manusia, teknik penanaman bakau, pemeliharaan dan monitoring serta mengharapkan keterlibatan mereka secara kolektif dalam program ini (Gambar 3). Gambar 2. Tahap Pengadaan Bibit

PKMK-2-11-5 Gambar 3. Penyuluhan tentang pelestarian mangrove Setelah kegiatan penanaman, selanjutnya dilaksanakan monitoring setiap dua minggu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakau. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran tinggi pohon secara acak dengan asumsi mewakili semua bibit yang ditanam sedangkan untuk mengetahui jumlah bakau yang hidup dilakukan dengan menghitung jumlah bakau yang mati dan sekaligus diganti dengan bibit bakau yang sidah disiapkan (stock) (Gambar 4). Hasil monitoring akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk rekomendasi keberhasilan penanaman bakau kepada pemerintah dan instansi terkait. Gambar 4. Tahap Monitoring dan Pemeliharaan Alat yang digunakan dalam program ini adalah Tenda pembibitan, Meter rol, Gerobak mini, Tali raffia, Polybag, Kayu patok gelondongan, Papan, Senter. Bahan yang digunakan dalam program ini adalah Bakau yang masih berumur kurang lebih 2 bulan Keberhasilan program ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek proses dan aspek hasil yang dicapai yakni ; 1. Aspek proses, yang dievaluasi adalah tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi serta keterlibatan masyarakat untuk mengembangkan dan

PKMK-2-11-6 mengadopsi usaha program pemeliharaan hutan mangrove sebagai langkah efektif dalam meningkatkan kelestarian wilayah pesisir. 2. Aspek hasil, yang dievaluasi adalah nilai tingkat pertumbuhan bakau, nilai fungsi biologi dan ekologi hutan bakau dan produktivitas penanaman bakau yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya keberadaan mangrove sangat berarti bagi ekosistem lain selain mangrove itu sendiri. Hal ini di tandai dengan kembalinya organismeorganisme perairan yang melakukan pemijahan, bertelur dan melakukan aktivitas lainnya. Hal seperti ini juga akan berdampak positif bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti dengan tidak lagi merasakan banjir dengan naiknya air laut atau pasang tertinggi dan kembalinya biota laut akan mempermudah manusia dalam melakukan aktivitas penangkapan seperti ikan, udang dan banyak lagi. Kelurahan Sambuli kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara adalah salah satu daerah yang wilayahnya sebagian besar pesisir pantainya Terdregradasi atau Ekosisitem Mangrovenya punah. Hal tersebut 90% diakibatkan oleh ulah manusia dengan melakukan penebangan untuk kebutuhan sehari-hari. Pada program kali ini ada beberapa hal yang dilakukan antara lain melakukan survey lapangan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar ekosisitem mangrove punah dan diakibatkan oleh apa. Yang kedua adalah melakukan penyemaian bibit Mangrove sebagai obyek utama dalam program ini. Yang ketiga adalah melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian Mangrove bagi kehidupan manusia.hal Yang terakhir adalah melakukan proses pemeliharaan dan monitoring dengan tujuan agar kelak Mangrove dapat tumbuh dengan baik, selain itu akan diketahui berapa banyak jumlah satuan Mangrove yang hidup dengan rentang waktu yang cukup lama. Pemilihan jenis bibit yang ditanam adalah salah satu ciri dalam tekhnik penanaman. Pada daerah bersubstrat lumpur maka jenis Mangrove yang direkomendasikan adalah jenis Bruguiera dan Rhizophora dengan kadar garam (salinitas rendah) Sedangkan jenis Avicennia dan Sonneratia yang tumbuh daerah bersalinitas tinggi itu berada pada daerah bebatuan dan berpasir atau sering disebut pada substrat pasir berbatu. Dalam pemilihan jenis sangat penting karena bila jenis yang ditanam tidak cocok dengan lokasi yang direkomendasikan maka akan lambat proses perkembangannya atau bahkan akan mati. KESIMPULAN Pelestarian mangrove dikalangan masyarakat saat ini sangat kurang, hal tersebut diakibatkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya manfaat dari mangrove. Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian Mangrove yang berbasis masyarakat adalah salah satu cara untuk memberikan pengertian sekaligus pengetahuan kepada masyarakat bahwa Mangrove buat manusia mempunyai banyak kegunaan dan manfaat dengan cara melakukan penanaman dan pemeliharaan Kemampuan dan keamauan masyarakat untuk mengelolah dan melestarikan Mangrove telah ada, akan tetapi perhatian dari banyak pihak

PKMK-2-11-7 sangatlah kurang seperti Pemerintah dan Pendidikan Tinggi dalam melihat potensi tersebut. Oleh karena itu kiranya perlu ada kerjasama pihak Pemerintah dan Pendidikan Tinggi dalam pengelolahan mangrove yang dengan cakupan luas. DAFTAR PUSTAKA Anonymous,1967. Petunjuk Tahapan Survey (Survey Directory). Direktorat Inventarisasi dan Perencanaan Kehutanan.,1986. Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan Bakau. Kerjasama Antara Badan INTAG dengan LP-IPB.,1999. Laporan Inventarisasi Potensi Bakau di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Santong Labobaron (RTK.81) Kabupaten Daerah Tingkat II Sumbawa, Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat. BIPHUT Wilayah VIII Denpasar. Hadiprajitno Soedari, 1991. Inventarisasi Hutan. Bogor. www. Lautkita.org/mangrove_ind.html.

PKMK-2-11-8