BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sangat mempengaruhi perkembangan negara tersebut. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan dunia perbankan syariah. dengan negara lain, terutama dalam sistem informasi akuntansi yang

BAB I PENDAHULUAN. Audit internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah fraud

BAB I PENDAHULUAN. semua organisasi di setiap negara, di sektor industri apapun, termasuk sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, kasus fraud yang terjadi di perbankan semakin marak.

BAB I PENDAHULUAN. tentang aktivitas perusahaan selama periode waktu tertentu. Pemakai internal

BAB I PENDAHULUAN. spesifik perbankan berfungsi sebagai agent of trust, agen of development dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi sebagai mana yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi. Lewat laporan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan

BAB I PENDAHULUAN. menampilkan kondisi perusahaan yang menggunakan data keuangaaaaan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan komponen penting dalam perusahaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi sesuai dengan yang. dinyatakan dalam Standar Akuntansi Keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat bagi pihak manajemen untuk

BAB I PENDAHULUAN. kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Menurut IAI (2011) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia bisnis, berbagai persaingan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Padahal perbankan merupakan salah satu tonggak perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan ekonomi masyarakat pada era saat ini tidak terlepas dari dunia

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin kompetitif dan kompleks. Tidak hanya pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. finansial bukan secara fisik. Laporan keuangan merupakan hasil input maupun

BAB I PENDAHULUAN. kredit atau lainnya serta memberikan jasa bank yang lain (Kasmir, 2002:11).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan sumber daya ekonomi perusahaan ke dalam sebuah media

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur mengenaiposisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan politik di Indonesia dan dunia yang sangat fluktuatif belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, auditor juga diwajibkan untuk mendeteksi adanya fraud dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup pesat. Sejak adanya paket-paket kebijakan yang. dikeluarkan pemerintah dan adanya UU No. 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjelma menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia tenggara. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan media yang digunakan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian politik di Eropa dan kebijakan moneter USA, semua perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur

BAB I PENDAHULUAN. yang dipimpinnya, karena baik buruknya performa perusahaan akan. minat investor untuk menanam atau menarik investasinya dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada

BAB I PENDAHULUAN. memiliki risiko terjadinya kecurangan atau Fraud. Kecurangan atau biasa disebut

BAB. I PENDAHULUAN. menghimpun dana masyarakat untuk dikelola dan menghasilkan return. Maka dari

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin kompetitif dan kompleks. Keadaan ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan hilangnya kepercayaan publik dan investor untuk berinvestasi

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan adalah informasi yang diperoleh dari laporan keuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perekonomian yang begitu pesatnya antara lain ditandai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan cerminan dari kondisi yang sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekadar kumpulan angka-angka, namun menjadi alat yang sangat berguna

BAB I PENDAHULUAN. Geus (1997) mengungkapkan fakta yang menarik tentang rata-rata harapan

BAB I PENDAHULUAN. sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal tersebut, maka begitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat telah menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Sebagai pemakai dan penyedia laporan keuangan, investor dan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dengan produk utamanya laporan keuangan telah lama dirasakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dalam mengoperasikan bisnisnya. Dari sisi negatif,

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal (pemegang saham, investor, pemerintah, kreditur, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. supervisi bank tersebut (Soebijoto, 2011). Modus kejahatan perbankan bukan

BAB I PENDAHULUAN. mengkhawatirkan timbulnya kecurangan (fraud) di lingkungan organisasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Industri biasa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat bersaing dengan kompetitornya.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat, terutama perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas perbankan atau

BAB I PENDAHULUAN. keputusan yang tepat. Tujuan laporan keuangan memberikan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan laporan keuangan kecurangan Report To The Nation : On

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (Revisi 2013)

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perbankan. Dalam meningkatkan kinerja perusahaan, pihak manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan.

BAB I PENDAHULUAN. pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada para stakeholder, laporan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan itu sendiri adalah memiliki wewenang dalam pembuatan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak tuntutan publik agar terciptanya tata kelola yang baik, agar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu pencerminan dari suatu kondisi perusahaan, karena di dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, terutama yang bersifat keuangan dan dimaksudkan untuk bermanfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (finacial

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang telah go public dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia wajib

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak dapat dipungkiri lagi, dalam tatanan ekonomi global tuntutan terciptanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan sangat ketat oleh lembaga lembaga tertentu, (Otoritas Jasa Keuangan), BAPEPAM-LK (Badan Pengawas Pasar

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan merupakan media komunikasi yang digunakan oleh pihak-pihak. mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses terakhir dari siklus akuntansi adalah diperolehnya hasil berupa laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi dalam bentuk informasi tertulis mengenai posisi keuangan, aktivitas dan kinerja keuangan yang disajikan secara terstruktur dan berkala. Penginformasian ini ditujukan kepada para pihak yang terkait, baik didalam maupun diluar perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban pihak manajemen atas aliran dana investasi dan kredit yang masuk ke perusahaan, serta sebagai alat untuk menarik investor baru yang hendak menanamkan modal. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2012) Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Di Indonesia, Laporan Keuangan wajib disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Menurut PSAK No. 1 (2013) tentang Penyajian Laporan Keuangan yang merupakan revisi dari PSAK 1 (2009), Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: a) laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; b) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode; 1

c) laporan perubahan ekuitas selama periode; d) laporan arus kas selama periode; e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; ea) informasi komparatif untuk mematuhi periode sebelumnya sebagaimana ditentukan dalam paragraf 36 dan 36A; dan f) laporan posisi keuangan pada awal periode sebelumnya yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya sesuai dengan paragraf 40A-40D. Pada umumnya, laporan keuangan diterbitkan untuk menampilkan kondisi terbaik yang dimiliki perusahaan. Namun, adakalanya perusahaan tidak dalam kondisi keuangan yang baik, misalnya terjadi peristiwa dimana pihak manajemen gagal mencapai tujuan kinerjanya sehingga informasi keuangan yang akan disajikan dalam laporan keuangan tidak memuaskan. Kondisi yang demikian berpotensi memicu pihak manajemen untuk melakukan berbagai cara termasuk melakukan tindak kecurangan. Upaya dengan memanipulasi laporan keuangan pun dilakukan agar informasi keuangan yang akan disajikan tampak baik dimata pihak yang berkepentingan demi menjaga eksistensi dan keberlangsungan hidup perusahaan. Perilaku yang demikian disebut kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). 2

Tindak kecurangan dengan cara memanipulasi informasi pada laporan keuangan menyebabkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan menjadi tidak valid dan relevan. Apabila laporan keuangan tidak valid dan relevan, maka informasi keuangan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan karena analisis yang dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya. Hal inilah yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan terkhusus bagi para pengguna yang menjadikan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan mengindikasikan adanya salah saji secara material baik yang dilakukan oleh suatu lembaga organisasi ataupun individu. Fraud yang dimaksud merupakan salah satu dari bentuk kejahatan dibidang ekonomi, yang tidak sedikit memakan biaya yang besar bagi suatu organisasi dan yang lebih tragisnya lagi bahwa organisasi yang bersangkutan secara implisit terkesan menyembunyikannya (Rahman, 2011). Kecurangan pelaporan keuangan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kepercayaan para investor dan pengguna pasar lainnya dari segi kualitas dan integritas proses pelaporan keuangan. Salah satu kasus kecurangan yang menggemparkan dunia terjadi di Amerika Serikat. Enron Corporation yang merupakan perusahaan energi dan perdagangan derivatif energi terbesar di AS telah melakukan manipulasi laba yakni melalui lembaga auditornya untuk mendongkrak laba mendekati USD 1 milyar. Kontribusi laba perseroan sekitar 80% dari divisi perdagangan derivatif dan melakukan rekayasa kinerja serta menyembunyikan kewajiban dalam laporan keuangan selama 3 tahun. 3

Kasus ini melibatkan Arthur Andersen sebagai auditor eksternal yang telah menghancurkan dokumen dan bukti-bukti penting. Enron yang menduduki ranking 7 dari 500 perusahaan terkemuka di AS bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir US $ 31.2 milyar. Kasus Enron tidak hanya merugikan pihak investor, tetapi juga para karyawan yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan dan investor di pasar modal. Selain Enron, terdapat banyak skandal manajemen laba berskala besar lainnya yang dilakukan secara ilegal seperti Xerox Corporation, WorldCom, Walt Disney Company, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh strategi maupun praktik curang (fraud) dari manajemen puncak yang berlangsung cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards (Gozali, 2012). Di Indonesia, kasus kecurangan pelaporan keuangan juga banyak ditemui. Misalnya, kasus kecurangan yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk yang selanjutnya disebut PT KF. Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam tahun 2002, ditemukan adanya salah saji (overstatement) dalam laporan keuangan yaitu pada laba bersih PT KF untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 milyar. Salah saji ini terjadi dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, yakni pada Unit Industri Bahan Baku, Unit Logistik Sentral dan Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF). Dari kasus ini diketahui bahwa perusahaan menggunakan ROA sebagai alat untuk memanipulasi laporan keuangan. 4

Selain PT KF, terdapat pula skandal keuangan pada perusahaan perbankan. Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk pinjaman dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan moneter pemerintah, industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan perbankan sebagai lembaga perantara keuangan memiliki fungsi Financial Intermediary. Sesuai dengan pengertian bank menurut PSAK No.31 dalam Noviyani (2012), bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (Financial Intermediary) yaitu suatu lembaga yang mempunyai peran untuk mempertemukan antara antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Menurut Gozali (2012), Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum yang ditetapkan Bank Indonesia, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang 5

Menurut Risiko. Semakin besar proporsi rasio ini, semakin baik posisi modal sebuah bank, dan sebaliknya. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (BI), bank yang dinyatakan sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%. BI menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam penentuan status bank (apakah bank tersebut merupakan bank yang sehat atau tidak). Kenyataannya, perusahaan perbankan dengan dasar utama kegiatan kepercayaaan (trust), baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dana justru terlibat skandal keuangan. Dalam kasus yang telah ditangani Bapepam tahun 2002, terdapat kasus PT Broadband Multimedia yang melakukan penjaminan atas hutang kepada Bank Lippo dan Bank Mayapada yang dilakukan tanpa seizin RUPS, selaku pemegang kekuasaan tertinggi. Hal ini menandakan bahwa terdapat unit pengawas yang terdapat di perusahaan ini belum melakukan monitoring secara efektif. Dalam beberapa kasus, fraud menyebabkan kerugian pada bank yang jumlahnya cukup besar sehingga bank tersebut dapat ditutup atau dilikuidasi, di antaranya adalah Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali yang dilikuidasi pada tahun 2005. Penutupan atau likuidasi akibat fraud tersebut sangat merugikan stakeholders antara lain pemerintah dan investor. Di samping itu, juga terdapat sembilan kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (sumber: www.kompas.com) : 1. pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari 6

luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS. 2. pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia (BII) pada 31 Januari 2011. Melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp 3,6 miliar. 3. pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Melibatkan lima tersangka, salah satunya customer service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar. 4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja. 5. pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera, Bekasi, Jawa Barat. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak ada dana. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan seorang pelaku dari luar bank. 7

6. pada 9 Maret terjadi pada Bank Danamon. Modusnya head teller Bank Danamon Cabang Menara Bank Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan 110.000 dollar AS. 7. penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi. Kerugian bank Rp 2,5 miliar. 8. pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah. 9. konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka. Menurut Hofstede Centre (2014) dalam K. Mohamed (2015), Malaysia hadir dengan skor Power Distance Index (PDI) tertinggi yakni 100 dan Indonesia menduduki posisi ke-2 tertinggi dengan angka 78 dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya. Di posisi ke-3 ada Singapore 74, disusul Vietnam 70, dan Thailand 64. Skor PDI telah menjadi alat pengukuran dalam penelitian ilmu sosial untuk membuat perbandingan perbedaan negara dan budaya. Skor rentang indeks antara 1 (terrendah) dan 120 (tertinggi) digunakan untuk mengukur gap. PDI menunjukkan bahwa terdapat tendensi yang tinggi bagi Fraud dan Fraudulent Financial Reporting (FFR) untuk terjadi berulang kali di negara tersebut. 8

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat. ACFE merupakan asosiasi yang memiliki misi untuk mengurangi peristiwa fraud dan kejahatan kerah-putih dengan mendeteksi dan menghalangi terjadinya fraud. Organisasi yang didirikan oleh Dr. Joseph T. Wells, CFE, CPA ini menerbitkan Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse pada tahun 1996 untuk pertama kalinya. Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse merupakan proyek penelitian anti fraud pertama yang dilakukan dengan menganalisis biaya, metodologi dan para pelaku kecurangan. Awalnya pada perusahaan di Amerika, namun saat ini laporan tersebut sudah memuat berbagai kasus kecurangan yang terjadi di enam belahan benua di dunia. Informasi yang terkandung dalam laporan ini berdasarkan kasus kecurangan yang telah diinvestigasi oleh Certified Fraud Examiner (CFE). Tabel 1.1 Jumlah dan persentase kasus Occupational Fraud serta jumlah kerugian di berbagai wilayah di dunia tahun 2010 dan 2012 2010 2012 Wilayah Jumlah kasus Kasus (%) Kerugian (USD) Jumlah kasus Kasus (%) Kerugian (USD) Amerika 1.021 56.8% $105,000 778 57.2% $120,000 Serikat Asia 298 16.6% $274,000 204 15.0% $195,000 Eropa 157 8.7% $600,000 134 9.9% $250,000 Afrika 112 6.2% $205,000 112 8.2% $134,000 Kanada 99 5.5% $125,000 58 4.3% $87,000 Amerika 70 3.9% $186,000 38 2.8% $325,000 Latin dan Karibian Oceania 40 2.2% $338,000 35 2.6% $300,000 Sumber: Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2010, 2012) 9

Tabel diatas menunjukkan jumlah kasus dan tingkat kerugian yang diderita oleh berbagai wilayah di dunia pada tahun 2010 dan 2012 berdasarkan Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse yang diterbitkan ACFE. Dalam Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2010), ACFE menganalisis 1.797 kasus occupational fraud yang terjadi pada 106 negara di dunia. Amerika Serikat menduduki posisi pertama dengan jumlah kasus tertinggi yakni 1.021 kasus. Asia berada pada posisi kedua dengan jumlah kasus 298. Eropa menduduki posisi ketiga dengan jumlah kasus 157. ACFE kembali menerbitkan Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2012). Dalam laporannya di tahun 2012, ACFE menganalisis 1.359 kasus occupational fraud yang terjadi pada 96 negara. Amerika Serikat kembali menduduki posisi pertama dengan jumlah kasus yang menurun dari tahun 2010 yakni menjadi 778 kasus. Pada posisi kedua, Asia kembali muncul dengan jumlah kasus 204 dan Eropa kembali menduduki posisi ketiga dengan jumlah 134 kasus. Tabel 1.2 Jumlah dan persentase kasus Occupational Fraud serta jumlah kerugian di berbagai wilayah di dunia tahun 2014 Wilayah Jumlah Persentase Kerugian kasus kasus (USD) Amerika Serikat 646 48.0% $100,000 Sub-Sahara Afrika 173 12.8% $120,000 Asia Pasifik 129 9.6% $240,000 Eropa Barat 98 7.3% $200,000 Eropa Timur dan Asia Tengah/Barat 78 5.8% $383,000 Kanada 58 4.3% $250,000 Amerika Latin dan Karibian 57 4.2% $200,000 Asia Selatan 55 4.1% $56,000 Timur Tengah dan Afrika Utara 53 3.9% $248,000 Sumber: Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2014) 10

ACFE kembali menerbitkan Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse tahun 2014 yang menunjukkan bahwa ACFE telah menganalisis 1.347 kasus occupational fraud yang terjadi pada lebih dari 100 negara. Pada Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse tahun 2014, ACFE menggolongkan lokasi geografis yang lebih rinci lagi dengan membagi lokasi menjadi 9 wilayah di dunia. Amerika Serikat kembali menduduki posisi pertama dengan jumlah kasus 646. Pada posisi kedua, terdapat Sub-Sahara Afrika dengan jumlah kasus 173. Asia Pasifik menduduki posisi ketiga dengan jumlah kasus 129. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ACFE tahun 2010 dan 2012, Indonesia yang termasuk dalam regional Asia. Pada tahun 2010, Indonesia berkontribusi 27 kasus kecurangan yang merupakan posisi ketiga setelah China dengan 62 kasus dan India 37 kasus dari total 298 kasus. Pada tahun 2012, serupa dengan Malaysia, Indonesia berkontribusi sejumlah 20 kasus. Seperti sebelumnya, kontributor kasus fraud terbesar di wilayah Asia adalah China dengan jumlah kasus yang menurun cukup tajam menjadi 35 kasus. Selanjutnya pada posisi kedua, India berkontribusi sebanyak 34 kasus dari total 204 kasus. Sementara itu, berdasarkan studi ACFE di tahun 2014, Indonesia tergolong dalam regional Asia Pasifik. Posisi pertama diduduki oleh China dengan jumlah kasus 39. Indonesia berada pada posisi kedua dan berkontribusi 19 kasus. Pada posisi ketiga, Philipina menyumbang 18 dari 129 kasus. Berdasarkan data dari ACFE tersebut, jumlah kecurangan di dunia, Asia dan Indonesia pada tahun 2010, 2012 dan 2014 dapat digambarkan dalam gambar berikut ini. 11

Sumber: Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2010, 2012, 2014) Gambar 1.1 Jumlah kasus Occupational Fraud di dunia, Asia dan Indonesia tahun 2010, 2012 dan 2014 Jika ditinjau dari segi industri, pada tahun 2010, perbankan dan jasa-jasa keuangan berada pada peringkat pertama dengan jumlah kasus kecurangan sebesar 298 dan jumlah kerugian $175,000. Pada tahun 2012, perbankan dan jasa-jasa keuangan kembali menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus kecurangan yang sedikit menurun yakni sebesar 229 dan jumlah kerugian $232,000. Pada tahun 2014, perbankan dan jasa-jasa keuangan masih tetap berada pada peringkat pertama dengan jumlah kasus kecurangan yang kembali meningkat menjadi 244 dan jumlah kerugian $200,000. Berikut ini disajikan gambar mengenai fenomena kasus kecurangan pada sektor perbankan yang memiliki kecenderungan menurun pada tahun berikutnya. 12

Sumber: Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (2010, 2012, 2014) Gambar 1.2 Jumlah kasus Occupational Fraud perbankan dan kerugiannya tahun 2010, 2012 dan 2014 Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh ACFE, berdasarkan laporan triwulan Bank Indonesia (BI) kepada DPR pada tahun 2012-2013, jumlah kasus tindak pidana perbankan (tipibank) yang dilaporkan kepada DPR jumlahnya cukup besar. Sejak Desember 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan bank telah beralih dari BI ke Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK dan menurut laporan triwulanan OJK kepada DPR masih didapati jumlah tipibank yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini: Tabel 1.3 Statistik Investigasi Dugaan Tindak Pidana Perbankan No. Tahun Jumlah kasus yang diinvestigasi 1. 2012 65 2. 2013 62 3. 2014 (Triwulan II-IV) 43* Sumber: Laporan Triwulan BI/OJK kepada DPR 13

Menurut Laporan Triwulanan OJK kepada DPR, modus fraud yang terjadi pada sektor perbankan diantaranya adalah penyimpangan pengeluaran biaya sponsorship, mark up fasilitas kredit, penggunaan dana debitur/nasabah untuk kepentingan pribadi, penggelapan dana, pemalsuan tanda tangan, menerima fee dari debitur, menerbitkan bank garansi fiktif, dan pemungutan biaya administrasi kepada nasabah. Caprio dan Levine (2002) dalam Gozali (2012) mengemukakan bahwa bank merupakan sektor usaha yang tidak transparan, sehingga memungkinkan terjadinya masalah keagenan. Masalah keagenan dalam sektor keuangan perbankan pada hakekatnya dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah masalah keagenan akibat hutang (debt agency problem) dan kedua adalah masalah keagenan akibat pemisahan kepemilikan dan pengendalian (separation of ownership and control). Selain berbagai fenomena yang telah disajikan sebelumnya, juga terdapat faktor lain yang mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting), yakni: kesenjangan penelitian (research gap). Penelitian yang menggunakan analisis fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan tidak banyak. Peneliti yang menggunakan analisis fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan diantaranya dilakukan oleh Lou dan Wang (2009) dan Rachmawati (2014). Sementara para peneliti lainnya, cenderung menggunakan rasio-rasio finansial maupun analisis laporan keuangan dalam meneliti kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian mengenai fraudulent financial reporting masih 14

menghasilkan temuan yang tidak konsisten misalnya penelitian yang dilakukan oleh Persons (1995), Anisa (2012), Hutomo (2012), Subroto (2012), Rosita (2014) dan Rachmawati (2014) sehingga dianggap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fraudulent financial reporting untuk memperoleh konsistensi temuan. Berikut ini inkonsistensi yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Tabel 1.4 Kesenjangan Penelitian (Research gap) No. Variabel Berpengaruh terhadap FFR 1. Profitabilitas Pengaruh negatif: Ansar (2011) 2. Leverage Pengaruh positif: Persons (1995), Anisa (2012) dan Dalnial (2014) 3. Efektivitas pengawasan Sumber: Diolah oleh peneliti. Pengaruh negatif: Rosita (2014) dan Wicaksono & Chariri (2015) Tidak Berpengaruh terhadap FFR Persons (1995), Hutomo (2012), Subroto (2012) dan Rachmawati & Marsono (2014) Hutomo (2012), Subroto (2012) dan Rachmawati & Marsono (2014) Rachmawati & Marsono (2014) Berdasarkan penelitian Ansar (2011), profitabilitas berpengaruh negatif terhadap fraudulent financial reporting. Sementara itu, hasil penelitian Persons (1995), Hutomo (2012), Subroto (2012) dan Rachmawati (2014) menunjukkan hal yang berbeda, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Berdasarkan penelitian Persons (1995), Anisa (2012) dan Dalnial (2014) diperoleh hasil bahwa financial leverage berpengaruh positif terhadap fraudulent financial reporting. Sedangkan hasil penelitian Hutomo (2012), Subroto (2012) dan Rachmawati (2014) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. 15

Berdasarkan penelitian Rosita (2014), efektivitas pengawasan berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting. Di sisi yang lain, Rachmawati (2014) menemukan bahwa efektivitas pengawasan tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Berdasarkan uraian di atas, kesenjangan penelitian mengenai fraudulent financial reporting digambarkan dalam tabel berikut. Berdasarkan fenomena dan research gap tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi fraudulent financial reporting serta mendeteksi ada atau tidaknya kecurangan pelaporan keuangan pada sektor perbankan dengan menggunakan faktor risiko tekanan dan kesempatan. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang berasal dari dua faktor penyebab terjadinya fraud triangle dan dari variabel-variabel tersebut, selanjutnya ditentukan proksi-proksi pengukurannya. Tidak digunakannya faktor rasionalisasi dikarenakan pelaku fraud akan selalu mencari alasan yang rasional untuk membenarkan perbuatannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan faktor risiko tekanan dan kesempatan berdasarkan konsep fraud triangle dalam mendeteksi ada tidaknya kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting), yang dituangkan dalam skripsi berjudul: Pengaruh Faktor Risiko Tekanan dan Kesempatan dalam Perspektif Fraud Triangle Terhadap Fraudulent Financial Reporting Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2012-2015. 16

1.2 Rumusan Masalah Permasalahan penelitian yang akan dibahas pada penelitian ini disajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: apakah profitabilitas, tingkat leverage, dan efektivitas pengawasan berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan (Fraudulent Financial Reporting) baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan perbankan tahun 2012-2015? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah tertera di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah profitabilitas, tingkat leverage dan efektivitas pengawasan berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan (Fraudulent Financial Reporting) baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan perbankan tahun 2012-2015 1.4 Manfaat Penelitian Selaras dengan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan menjadi ajang latihan meneliti untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam meneliti serta sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Akuntansi Strata I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 17

2. Bagi Investor Penelitian ini dapat membantu agar investor berhati-hati dan semakin bijak dalam menganalisa laporan keuangan, mendeteksi kesempatan terkait tindak kecurangan dalam penyajian laporan keuangan sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk berinvestasi. 3. Bagi Perusahaan Dengan adanya penelitian ini, perusahaan diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang bebas dari kecurangan dan salah saji yang material mengingat besarnya dampak dan pengaruh hal tersebut terhadap pengambilan keputusan ekonomi yang dilakukan oleh investor, kreditor, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. 4. Bagi Regulator Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam menentukan kebijakan publik yang tepat terkait good corporate governance sehingga dapat meminimalisir terjadinya kecurangan pelaporan keuangan sekaligus meningkatkan kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut mengenai kecurangan pelaporan keuangan. 18