BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

ketentuan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. dampak hampir pada semua aspek atau sektor kehidupan. Dampak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Belanja menurut PSAP No.2, (dalam Erlina, 2008) adalah. mengurangi saldo Anggaran lebih dalam periode tahun anggaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

DAFTAR ISI. Elita Dewi: Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, 2002 USU Repository 2006

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Otonomi Daerah a. Pengertian otonomi daerah Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonomi yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilyah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat (Nasional) kepada pemerntah lokal atau daerah dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan keputusannya dikenal sebagai otonomi daerah. Dengan pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari desentralisasi. Diharapkan agar setiap daerah yang termasuk daerah otonom, mampu menjalankan roda pemerintahan di daerahnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab.

b. Dasar Hukum Otonomi Daerah Semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan Undang- Undang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang- Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. c. Tujuan otonomi daerah Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu: 1. Tujuan politis bahwa pemerintah daerah akan berada pada posisi sebagai instrumen pendidikan politik ditingkat lokal yang secara agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar dalam menciptakan kesatuan dan persatuan berbangsa dan bernegara. Pemberian otonomi dan pembentukan institusi pemerintah daerah akan mencegah terjadinya sentralisasi dan mencegah terjadinya bentuk pemisahan diri. Adanya institusi pemerintah daerah akan mengajarkan kepada masyarakat untuk menciptakan kesadaran membayar pajak dan sebaliknya juga memposisikan pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan pemakaian pajak rakyat. 2. Tujuan administratif adalah mengisyaratkan pemerintah daerah untuk mecapai efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Beberapa hal yang perlu mendapat prioritas dalam pemantapan otonomi daerah adalah hal-hal sebagai berikut: 1. Peningkatan kemitraan antar pemerintah kabupaten dan DPRD serta kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah kabupaten dan kota. 2. Penataan kelembagaan dan sinkronisasi-harmonisasi antara peraturan pemerintah pusat dan daerah. 3. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Peningktan partisipasi masyarakat dan kemitraan sinergis pelaku pembangunan terkait. 5. Peningkatan koordinasi dengan pusat dan propinsi serta kerjasama antar daerah. 2. Keuangan daerah dalam masa otonomi Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.

Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh pelayanan kemasyarakatan di daerah, oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna. Lahirnya otonomi daerah telah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Sumber-sumber Penerimaan lainnya. Untuk itu kebijaksanaan keuangan daerah diarahkan pada upaya penyesuaian secara terarah dan sistematis untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah bagi pembiayaan pembangunan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan ini juga diarahkan pada penerapan prinsipprinsip, norma, asas dan standar akuntansi dalam penyusunan APBD agar mampu menjadi dasar bagi kegiatan pengelolaan, pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tujuan keuangan daerah pada masa otonomi adalah menjamin tersedianya keuangan daerah guna pembiayaan pembangunan daerah, pengembangan pengelolaan keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma, asas dan standar akuntansi serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara kreatif melalui penggalian potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai keuangan daerah adalah kemandirian keuangan daerah melalui upaya yang terencana, sistematis, berkelanjutan, efektif dan efisien.

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satu usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau yang dikenal dengan istilah good governance. Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Dengan demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah. Ada beberapa perbedaan pertanggungjawaban keuangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah adalah diantaranya: 1. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi. 2. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan

3. Pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah. Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah. Memasuki era reformasi, masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia, baik di propinsi, kota maupun kabupaten mulai membahas laporan pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama. Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja daerah. Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Pemerintah dalam menyikapi kemajuan pola pikir masyarakat saat ini harus dapat membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan

manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nir laba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives). Dalam penelitian ini yang dimakud dengan kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini juga disampaikan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006. Adapun rasio-rasio yang dapat digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut (Indra Bastian, 2000:274): 1. Rasio Kemandirian Yaitu menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat atau pinjaman.

Rasio Kemandirian = Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bantuan Pemerintah Pusat / Propinsi dan Pinjaman Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio Kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daereah (PAD). 2. Rasio Upaya Fiskal Bagian ini akan mengukur tingkat kemampuan daerah dalam mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rasio Upaya Fiskal = Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan target besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ingin dicapai dalam 1 tahun anggaran dan ditetapkan berdasarkan kemampuan rasional yang ingin dicapai. Rasio Upaya Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam mencapai target pendapatan dalam1 tahun. Semakin tinggi hasil rasionya, akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerah

semakin lebih baik dan adanya perencanaan yang baik dalam mengelola pendapatan. 3. Rasio Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio Desentralisasi Fiskal = Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal juga dapat diukur dengan: Rasio Desentralisasi Fiskal = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah Total Pendapatan Daerah Rasio Desentralisasi Fiskal ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah terhadap total pendapatan daerah. Di dalam pengukuran kinerja, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi ini bisa ukur juga dalam bentuk rasio-rasio. Besar kecilnya kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Pemerintah daerah juga sangat perlu dalam memperkirakan hal ini. Karena mereka dapat mengetahui komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) mana, yang memiliki kontribusi yang terbesar atau mungkin terkecil. Sehingga pemerintah daerah dapat merencenakan strategi-strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam

mengantisipasi hal ini. Untuk dapat mengetahui besar kecilnya kontribusi yang dihasilkan oleh masing-masing komponen tersebut dapat dilakukan dengan perhitungan dibawah ini: 1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Pajak Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Retribusi Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3. Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Laba BUMD Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Penerimaan Lain-lain yang Sah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Hal ini juga diungkapkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 21. Begitu juga dengan bentuk dan susunan APBD ditetapkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 22 terdiri dari 3 bagian, yaitu: Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan menggambarkan potensi penerimaan daerah yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Penerimaan lainnya yang Sah yang harus dicapai untuk pemenuhan belanja pelayanan publik. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit pelaksana.

Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan makin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD diperkirakan tidak akan terdiri dari dua sisi dan akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Penerimaan, Pengeluaran dan Pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori yang baru yang belum ada di era pra reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak pemerintah daerah, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemerintah daerah. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus atau sumber penutup defisit anggaran. Dalam bentuk APBD yang baru itu pula, penerimaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selanjutnya pengeluaran diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu: Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, Pelayanan Publik, Belanja Modal, Belanja Transfer, dan Belanja Tak Tersangka. 5. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Adapun sumber pendapatan daerah otonom menurut Halim (2004 : 67) adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari: a. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Publik Investment. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: 1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari : Pajak kenderaan bermotor Bea balik nama kenderaan bermotor Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Kabupaten / Kota terdiri dari : Pajak hotel dan restoran Pajak hiburan Pajak reklame Pajak penerangan jalan Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan b. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenisjenis retribusi terdiri dari: 1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten / Kota terdiri dari: Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pelayan Persamapahan / Kebersihan Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akta Catatan Sipil Retribusi Pelayanan Pemakaman Retribusi Pelayanan Pengbuan Mayat Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan

Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan Retribusi Jasa Usaha Terminal Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan / Persenggrahan / Villa Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Retribusi Izin Gangguan Retribusi Izin Trayek c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Jenis pendapatan ini meliputi: 1. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah 2. Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank 3. Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank 4. Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi: 1. Hasil Penjualan Asset Daerah yang Tidak Dipisahkan 2. Penerimaan Jasa Giro 3. Penerimaan Bunga Deposito 4. Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan 5. Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah (TP-TGR) 2. Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jenis-jenis Dana Perimbangan ini terdiri dari: 1. Bagi Hasil Pajak / Buka Pajak, yang meliputi: a. Bagi Hasil Pajak b. Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus, yang meliputi: a. Dana Alokasi Khusus Reboisasi b. Dana Alokasi Khusus Non Reboisasi 4. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi untuk Kabupaten / Kota 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari:

a. Bantuan Dana Kontijensi / Penyeimbang dari Pemerintah b. Dana Darurat B. Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1 Dewi Pengaruh Rasio Variabel independen PAD dan DAU Anggra Efektivitas PAD adalah PAD (X1) mempunyai pengaruh Yunita dan DAU dan DAU (X2), yang signifikan Terhadap Tingkat sedangkan variabel terhadap kemandirian Kemandirian dependen adalah keuangan daerah. Keuangan Daerah kemandirian Pada keuangan daerah (Y). Pemkab/Pemko di Sumatera Utara 2 Asha Analisa Pengaruh Variabel independen Secara simultan ada Florida Pendapatan Assli adalah Pajak Daerah pengaruh PAD 3 Marsaulina L. Tobing 4 Rifana Ayu Daerah terhadap Keuangan Pemerintah Kabupaten (PAD) Kinerja dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumut Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah (X10, Retribusi Daerah (X2), Laba BUMD (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (X4), sedangkan dependen kinerja (Y).. variabel adalah keuangan Variabel yang digunakan adalah tingkat kemandirian pembiayaan diukur dengan kemampuan daerah dalam pembiayaan dan kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan dan desentralisasi fiskal Variabel independen adalah DAU (X1), sedangkan variabel dependen adalah kemndirian keuangan daerah (Y). terhadap kinerja keuangan pemerintah, artinya keseluruhan komponen PAD sangat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah kab/kota di Propinsi Sumut. Dan secara parsial, hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan kab/kota di Propinsi Sumut. Adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi meskipun tidak signifikan. DAU mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

Dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Hubungan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lai-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap kinerja keuangan dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut: Pajak Daerah (X 1 ) Retribusi Daerah (X 2 ) Hasil PH dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X 3 ) Kinerja Keuangan (Y) Lain-lain PAD yang Sah (X 4 ) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Kinerja keuangan daerah adalah mencerminkan kemampuan serta kemandirian pemerintah daerah dalam menghasilkan serta menggali pendapatan daerahnya, khususnya pendapatan asli daerahnya. Penggalian sumber-sumber pendapatan asli daerah ini harus terus-menerus dilakukan, agar hasil yang didapat maksimal, sehingga daerah tersebut mampu dalam mengatur dan menjalankan roda pemerintahan di daerahnya masing-masing. Untuk dapat menjalankan pemerintahan di suatu daerah, selain diperlukan skil yang cukup, juga diperlukan dana yang cukup banyak. Banyak atau sedikitnya dana yang didapat adalah tidak lepas dari berapa efektif serta efisiennya pemerintah daerah tersebut dalam menggali potensi daerahnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Masingmasing komponen ini berbeda-beda sumbangsinya terhadap daerah tersebut. Daerah yang satu belum tentu sama pendapatannya dengan daerah yang lain untuk tiap komponen dalam Pendapatan Asli Daerah tersebut. Hal ini juga tergantung dari seberapa besar usaha yang dilakukan oleh masing-masing daerah dalam meningkatkan pendapatan di daerahnya masing-masing melalui Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Masyarakat selaku stakeholder dalam pemerintahan juga dapat mengevaluasi kinerja para aparat pemerintahan daerah mereka. Masyarakat dapat melihatnya dari seberapa besar pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah

dalam memajukan daerahnya. Pembangunan di daerahnya apakah sudah sesuai dengan iuran pajak atau retribusi yang telah mereka keluarkan. Kesejahteraan masyarakat harus juga diikutsertakan dalam menilai kinerja aparat pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat di daerahnya, maka kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah semakin baik, dan begitu juga apabila kesejahteraan masyarakat rendah, maka kinerja aparat pemerintah daerah perlu dipertanyakan. Hal ini karena tidak sesuainya hasil pendapatan asli daerah yang diperoleh dari masyarakat dengan hak yang diterima masyarakat tersebut. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hipotesis penelitian ini adalah: Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial dan simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.