BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional,

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

PERBANDINGAN PENDEKATAN TAKNIS DAN PENDEKATAN TEKNIS TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA BASKET

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan media untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengajar yaitu terdapatnya interaksi antara siswa dan guru. Belajar menunjuk. dan evaluasi pembelajaran (Hamalik, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan filosofi yang mendasari pendidikan jasmani. Pendidikan

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Wulantika Utami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

BAB 1 PENDAHULUAN. cukup digemari dan diminati serta seringkali dipertandingkan antar kelas maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan Jumlah Wakatu Aktif Belajar Saat Proses Belajar Mengajar Permainan Bola

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FUTSAL

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan pondasi bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran matematika di SMP N 1 Ngemplak Boyolali masih

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan pengembangan dalam kepribadian maupun pengetahuan. maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. langkah-langkah dalam penelitian. Metode adalah langkah-langkah yang diambil

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. edukatif tersebut mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa,

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Engkos Koswara, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, perubahan yang dimaksud adalah meliputi perubahan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Shooting adalah salah satu gerakan melempar atau menembak bola kearah

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taufik Akbar Firdaus, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini berarti bahwa siswa harus belajar sesuatu dari padanya.

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Enjang Risan Solehudin, 2013

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks penelitian. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khusus berusaha untuk memantapkan penanaman nilai-nilai dari masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan pendidikan di lingkungan formal dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Sidiq Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Materi pelajaran pendidikan jasmani merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari IPA tidak terbatas pada pemahaman konsep-konsep IPA, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. antara guru dan peserta didik, tujuan dari pembelajaran tersebut meliputi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD. sampai SMA bahkan perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses untuk membantu individu untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendidikan jasmani merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, Pendidikan jasmani merupakan upaya agar dapat mengaktualisasikan seluruh potensi manusia dalam aktivitasnya berupa sikap, tindakan dan karya yang diberi berbentuk isi dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan. Selain itu pendidikan jasmani dapat juga diartikan pendidikan melalui aktifitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan dalam pendidikan jasmani. Menurut Rusli (2008:98) mengemukakan, bahwa Pendidikan jasmani merupakan media untuk meraih tujuan pendidikan sekaligus juga untuk meraih tujuan yang bersifat internal ke dalam aktivitas fisik itu sendiri. Pendidikan jasmani penting dilakukan karena di antaranya dapat memenuhi kebutuhan anak akan gerak, mengenalkan anak pada lingkungan dan potensi dirinya, menanamkan dasar keterampilan dan merupakan proses pendidikan secara keseluruhan baik fisik, mental maupun emosional. Oleh karena itu pendidikan jasmani sangat penting sekali diberikan pada siswa di sekolah. Dalam proses pembelajaran penjas, guru diharapkan dapat mengajar berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan (olahraga), internalisasi nilai-nilai (sportivitas, kejujuran, kerja sama, disiplin, dan bertanggung jawab), dan pembiasaan pola hidup sehat. Proses pembelajaran penjas yang dilakukan ini berbeda dengan proses pembelajaran mata pelajaran lain yang didominasi oleh kegiatan di dalam kelas yang lebih bersifat kajian teoretis. Kegiatan pembelajaran penjas lebih dominan pada aktivitas unsur fisik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat multidimensi (aspek psikomotorik, kognitif, dan apektif). Untuk itu kompetensi didaktik dan metodik

2 mengajar merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang guru penjas. Meski demikian masih banyak guru penjas yang melaksanakan proses pembelajaran dengan cara tradisional dengan menitikberatkan materi dan tujuan pembelajaran yang bersifat kecabangan olahraga tanpa memperhatikan siapa yang menjadi peserta didiknya. Dalam buku Revitalisasi yang ditulis Adang (1998:102) memaparkan: Tantangan berat bagi guru pendidikan jasmani pada waktu mengajar adalah bagaimana mengaktifkan semua siswa yang bervariasi tingkat kemampuannya tersebut mempelajari suatu keterampilan secara serempak dalam waktu yang bersamaan. Jawaban sementara atas tantangan tersebut adalah menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga aktivitas belajar yang berada di dalamnya mempunyai karakteristik: 1. Berorientasi pada keberhasilan 2. Memotivasi secara intrinsik 3. Sesuai dengan tingkat perkembangan. Dari kutipan di atas jelas bahwa tantangan pembelajaran penjas itu sangat berat tetapi dengan menciptakan lingkungan belajar yang sedemikian rupa yang membuat siswa menarik dan mengandung tiga karakeristik tadi diharapkan pembelajaran penjas dapat memotivasi siswa serta dapat berperan aktif dalam pembelajaran tersebut. Begitu juga dalam pembelajaran permainan bola basket agar siswa lebih berpartisipasi dan tidak mengalami kejenuhan maka harus membuat pembelajaran lebih menarik, atas dasar itulah pembelajaran peer teaching dilakukan dalam pembelajaran bola basket. Selain itu kegiatan belajar yang dilakukan siswa sangat berpengaruh bagi kelangsungan proses pembelajaran baik yang melibatkan gerak dan motivasi yang timbul dalam dirinya sendiri ataupun dorongan dari luar. Terkait dengan materi pembelajaran (bahan ajar), khususnya dalam bentuk permainan dan olahraga, banyak sekali jenis-jenis permainan yang harus diajarkan kepada siswa. Salah satunya adalah permainan bola basket yang termasuk ke dalam kelompok permainan bola besar, dan permainan bola basket merupakan salah satu materi pembelajaran dalam pendidikan jasmani yang dipelajari di sekolah pada umumnya. Dalam buku basketball steps to succes yang ditulis oleh Wissel (1996:2) menjelaskan bahwa Bola basket dimainkan oleh dua tim dengan

3 5 pemain per tim. Tujuannya adalah mendapatkan nilai (skor) dengan memasukan bola ke keranjang dan mencegah tim lain melakukan hal serupa. Sudjana (2009:46), menjelaskan Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. K e c e n d e r u n g a n l a i n y a n g t e r j a d i d i SMA Pasundan 8 Bandung m a s i h t i d a k l e p a s d a r i b e b e r a p a p e n r s o a l a n, d i a n t a r a n y a m a s i h b a n y a k s i s w a y a n g k u r a n g a k t i f d a l a m m e n g i k u t i p e m b e l a j a r a n B o l a B a s k e t, k u r a n g n y a a n t u s i a s s i s w a d a l a m m e n g i k u t i p e m b e l a j a r a n B o l a b a s k e t d a n b a n y a k n y a s i s w a y a n g m e r a s a j e n u h d e n g a n b e n t u k m o d e l p e m b e l a j a r a n y a n g d i b e r i k a n o l e h g u r u. A s u m s i p o s i t i f y a n g d a p a t d i t a w a r k a n u n t u k m e n g h a d a p i p e r s o a l a n t e r s e b u t a n t a r a l a i n m e l a l u i u p a y a d e n g a n m o d e l p e m b e l a j a r a n peer teaching. Yunyun (2011:147) memaparkan: Definisi peer: kawan sebaya, teaching: pembelajaran. Peer teaching adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan dengan menyertakan teman sebaya sebagai siswanya. Model ini sangat cocok digunakan untuk kelas yang memiliki siswa dalam jumlah banyak. Aktivitas ini memberikan simulasi pada setiap kelompok untuk melatih setiap sub bab lebih baik. Melalui pembelajaran model peer teaching diharapkan anak tidak merasa jenuh dan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran permainan bola basket d i SMA Pasundan 8 Bandung, karena model ini sangat cocok dalam kelas yang memiliki siswa dalam jumlah banyak. Yunyun (2011:148) memaparkan langkah-langkah pembelajaran dalam model peer teaching :

4 Pada akhir pembelajaran siswa diberikan tugas latihan yang berhubungan dengan materi yang telah di bahas sebelumnya, tujuan dari tugas latihan tersebut untuk memfasilitasi pembelajaran, karena siswa yang dapat mengerjakan tugas latihan tersebut dan merasa percaya diri untuk menerangkan kepada temannya akan dijadikan volunteers teacher. Guru kemudian mengadakan prepatory meeting dengan tujuan untuk menyusun tim pengajar (teaching teams) yang terdiri dari siswa yang bersedia untuk menjadi volunteers teachers kemudian mendiskusikan semua pertanyaan yang timbul dari latihan yang telah mereka kerjakan sebelumnya. Setelah semua pertanyaan didiskusikan, siswa dari teaching teams masing-masing membentuk suatu kelompok dari diluar teaching teams untuk dijadikan peer, siswa dari teaching teams bertindak sebagai instruktur kepada anggotanya untuk menerangkan latihan yang telah diberikan sebelumnya (peer-teaching). Partisipasi student-student ataupun teacher-student merupakan kegiatan yang bersifat optimal dan tidak berhubungan dengan nilai siswa, penilaian disini berasal dari individual assignment ataupun dari hasil ujian, esensi dari aktivitas ini adalah untuk mencari tempat dan waktu yang tepat baik untuk prepatory meeting ataupun peer teaching, namun kuncinya adalah jika siswa yang dijadikan volunteers teacher telah menyelesaikan latihan yang diberikan, maka prepatory meeting tersebut dilakukan dengan efektif tanpa membuang waktu. Bukan hanya karena adanya jumlah anggota kelompok yang sedikit, adanya kesamaan usia dan gaya di antara teman sebaya membuat para anggota kelompok nyaman untuk bertanya mengenai materi yang ada sehingga memudahkan pembelajaran, sedangkan untuk siswa yang berperan sebagai guru adanya model ini akan semakin meningkatkan pemahaman siswa tersebut akan materi yang ada, selain itu dengan adanya kompetisi antar kelompok mendorong siswa yang berperan sebagai pengajar akan meningkatkan kualitas kelompoknya, dari penjelasan tersebut terlihat kelebihan metode pembelajaran peer teaching agar siswa aktif dalam pembelajaran bola basket. Keaktifan siswa tergantung dari bagaimana guru mendesain proses model pembelajaran dengan semenarik mungkin agar siswa lebih antusias dan lebih aktif lagi dalam mengikuti proses belajar mengajar. Guru harus mampu dan mengatur waktu aktif belajar siswa sedemikian rupa sehingga, waktu yang telah ditentukan tepat mengenai kepada siswa dalam hal keaktifannya. Menurut Tite, dkk (2013:86) mengungkapkan bahwa: Cara ini digunakan antara lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: berapa lama siswa menghabiskan waktu untuk mendengarkan penjelasan

5 dari gurunya,melakukan aktivitas belajar, atau menunggu giliran. Sehingga untuk menciptaan suatu kegiatan belajar mengajar yang baik, potensi seorang guru dalam mengelola waktu dan memilih aktivitas pembelajaran sangatlah penting. Sehingga, meskipun jumlah waktu dalam kegiatan belajar mengajar terbatas namun siswa mendapatkan tugas geraknya dengan cukup dan tujuan pembelajaranpun tercapai dengan optimal. Belajar aktif (active learning) adalah membuat peserta beraktivitas, bergerak, dan melakukan sesuatu dengan aktif.salah satu indikator pentingnyabelajar aktif adalah situasi kelas yang ramai, bergemuruh sementara guru menjadi lebih santai.pembelajaran aktif (active learning) adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan anak berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar anak maupun anak dengan pendidik dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak, sehingga semua anak dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Efektivitas pengajaran berkaitan langsung dengan karakteristik interaksi antara guru dengan siswa. Hal itu berkaitan dengan kualitas intruksi, sikap, kemampuan, ketekunan, dan kesempatan melaksanakan tugas ajar. Kualitas intruksi atau pengajaran adalah sejauh mana pengajaran itu dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa. Kemampuan siswa adalah kemampuan potensial masing-masing siswa pada setiap tugas belajar yang terungkap dari setiap prilaku belajar siswa. Semua ini mengarah efektivitas jumlah waktu aktif belajar (JWAB). Menjelaskan Suherman (2009:114), jumlah waktu aktif belajar (JWAB) adalah total waktu aktif dari setiap kegiatan pembelajaran yang menjadi fokusnya adalah kegiatan pembelajaran. Indikator-indikator yang di jelaskan Suherman (2009:115), yang menjadi bahan observasi dalam menentukan efektivitas jumlah waktu aktif belajar (JWAB) adalah: Waktu Aktif (A) yaitu mayoritas siswa (lebih dari 50%) melakukan aktivitas tugas gerak sebagaimana intruksi guru yang sesuai dengan tujauan pada saat itu. Waktu Instruksi (I) yaitu tindakan guru penjas pada saat memberikan intruksi,

6 baik intruksi informasi maupun intruksi demonstrasi, mendemonstrasikan gerakan, bertanya kepada siswa. Atau waktu yang dihabiskan oleh siwa (lebih dari 50%) mendengarkan dan melihat intruksi dan demonstrasi dari guru. Waktu pengelolaan manajemen (M) adalah serangkaian tindakan yang berkaitan dengan pengelolan kelas seperti menyiapakan alat olahraga, presensi, dan penentuan formasi. Atau waktu yang dihabiskan oleh siswa (lebih dari 50%) untuk urusanurusan pengelolaan misalnya ganti pakainan,mengambil peralatan, peringatan, teguran. Waktul lain-lain (L) atau waktu tunggu (W) adalah aktivitas yang dilakukan siswa (lebih dari 50%) yang tidak termasuk tiga kategori diatas, misalnya menunggu giliran,mengobrol, dan sebagainya. Efektivitas pembelajaran Penjas tidak seluruhnya berarti menilai kompetensi secara total yang dimiliki oleh guru penjas, melainkan lebih kepada proses memotret (pendeskripsian) pristiwa atau kejadian pembelajaran sebagai wujud interaksi antara guru dan siswa. Untuk mencapai hal itu diperlukan alat ukur (instrument) sebagai cara mengobservasi yang dapat mencerminkan setiap indikator yang ada dalam efektivitas jumlah waktu aktif belajar (JWAB). Metode yang digunakan adalah metode observasi yang sistematis. Menurut Adang Suherman (1998:23) Salah satu bentuk instrument yang digunakan dalam melaksanakan metode observasi yang sistematis adalah duration recording. Duration recording ini digunakan untuk memotret keterampilan guru penjas dalam mengajar, terutama yang berhubungan dengan penggunaan waktu pelajaran penjas melalui observasi langsung terhadap prilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran Penjas beserta waktu yang dihabiskannya. Jadi, pada dasarnya duration recording adalah salah satu instrument yang digunakan dalam sebuah penelitian. Yang memiliki fungsi untuk mencari gejalagejala yang ada, aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran seorang guru pendidikan jasmani harus bisa menciptakan suasana belajar yang menarik pada saat pembelajaran penjas dilakukan, hal ini bertujuan untuk merangsang siswa aktif belajar dan aktif beraktivitas. Belajar aktif memang merupakan suatu proses untuk membangun aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan beraktivitas. Jika pembelajaran tidak

7 memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan pribadi yang mandiri dan kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Partisipasi aktif siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari, dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa setiap guru pendidikan jasmani harus bisa meningkatkan partisipasi aktif belajar siswa, sehingga siswa dapat merasakan secara langsung proses aktivitas belajar pendidikan jasmani yang diberikan pada saat proses pembelajaran. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka berfikir setiap guru pendidikan jasmani adalah bahwa pada prinsipnya siswa adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu segala sesuatu hal yang baru. Daya keaktifan yang dimiliki siswa akan berkembang ke arah yang positif lingkungan belajar memberikan ruang yang baik untuk meningkatkan keaktifan tersebut. Keadaan ini menyebabkan setiap guru perlu menggali potensi-potensi keberagaman siswa melalui keaktifan yang mereka aktualisasikan dan selanjutnya mengarahkan aktivitas mereka ke arah tujuan yang lebih positif atau tujuan pembelajaran. Hal ini pula yang mendasari pemikiran bahwa kegiatan pembelajaran harus dapat memberikan dan mendorong seluas-luasnya partisipasi aktif belajar siswa. Ketidak tepatan pemilihan pendekatan pembelajaran sangat memungkinkan partisipasi aktif belajar siswa menjadi menurun, bahkan bisa menghilangkan keaktifannya. Contoh penerapan prinsip partisipasi aktif, kemampuan guru pendidikan jasmani dalam kegiatan pembelajaran yaitu, guru pendidikan jasmani harus merancang atau mendesain pesan pembelajaran dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Ciri-Ciri Partisipasi Aktif Belajar Siswa menurut (Saputra, 2007 : 21), adalah :

8 Kehadiran : Melaksanakan kegiatan pembelajaran Ikut serta dalam pembelajaran Aktivitas : Kesungguhan Aktif Mengikuti contoh Melaksanakan bentuk kegiatan Semangat, keriangan Bermotivasi Disiplin : Mematuhi peraturan Hadir tepat waktu Berpakaian olahraga. Adapun menurut Bambang (2008:43) menyatakan bahwa penerapan prinsip partisipasi aktif dalam rancangan bahan ajar dan aktifitas dari guru di dalam proses pembelajaran adalah dengan cara: Memberikan kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya. Memberikan kesempatan memberikan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru menugaskan siswa dengan kegiatan yang beragam, misalnya mengikuti olahraga permainan, mengikuti sebuah kompetisi dan siswa dituntut untuk kreatif. Peran peer teaching terhadap waktu aktif belajar siswa cukup penting, berikut salah satu peran penting peer teaching terhadap waktu aktif belajar siswa menurut Tite, dkk. (2013:200), adalah: Meningkatkan motivasi belajar siswa, meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran, meningkatkan interaksi sosial siswa dalam pembelajaran, mendorong siswa ke arah berpikir tingkat tinggi, mengembangkan keterampilan bekerja dalam kelompok, meningkatkan rasa tanggungjawab untuk belajar sendiri, membangun semangat bekerjasama dalam melatih keterampilan berkomunikasi, meningkatkan hasil belajar.

9 Dari penjelasan di atas jelas bahwa model pembelajaran peer teaching baik untuk yang pempunyai siswa yang banyak karena memberikan simulasi terhadap siswanya sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Seperti telah disebutkan bahwa peer teaching merupakan variasi dari intruksi langsung, menempatkan pengajar sebagai orang yang berkuasa dalam membuat muatan pelajaran, mengatur kelas, memberikan tugas, perintah dalam setiap mata pelajaran. Pada model Peer Teaching, guru harus dapat menahan dan membatasi kesemuanya, kecuali satu yaitu mengatur interaksi yang mungkin terjadi baik selama maupun setelah proses percobaan pengajaran tersebut. Tanggung jawab yang lebih besar kemudian dibebankan kepada siswa yang kemudian disebut dengan tutor yang telah dilatih sebelumnya untuk mengawasi dan menganalisa siswa lainnya. Pembelajaran bola basket memerlukan tingkat kemampuan yang tinggi, dalam prosesnya pembelajaran permainan bola basket disekolah hanya menekankan pada materi ajar yang monoton, sehingga waktu proses pembelajaran akan habis dengan materi yang di ajarkan tersebut sedangkan proses pembelajaran yang di tekankan siswa lebih aktif dalam pembelajaran permainan bola basket. Berkaitan dengan hal di atas, penulis tertarik untuk mencoba menerapkan model pembelajaran peer teaching pada pembelajaran bola basket agar siswa aktif pada saat pembelajaran tersebut dan akan dicoba dicarikan solusinya melalui model pembelajaran peer teaching. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Pada Pembelajaran (Sample dan populasi di SMA PASUNDAN 8 Bandung). B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah model pembelajaran Peer Teaching memberikan pengaruh terhadap waktu aktif belajar siswa dalam pembelajaran? C. Tujuan Penelitian

10 Berdasarkan uraian permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam model pembelajaran Peer Teaching terhadap waktu aktif belajar siswa dalam pembelajaran. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental yaitu mencobakan sesuatu untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu perlakuan atau treatment. Di samping itu penulis ingin mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang diselidiki atau diamati. Mengenai metode eksperimen ini dalam buku metode penelitian pendidikan yang di tulis Sugiyono (2011:107) menjelaskan, Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode peneletian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Metode penelitian eksperimen merupakan rangkaian kegiatan percobaan dengan tujuan untuk menyelidiki sesuatu hal atau masalah sehingga diperoleh hasil. Jadi dalam metode eksperimen harus ada faktor yang dicobakan, dalam hal ini faktor yang dicobakan dan merupakan variabel bebas adalah model pembelajaran Peer Teaching dan variabel terikat adalah waktu aktif belajar. E. Manfaat Penelitian Secara teoritis sebagai sumbangan pemikiran yang dapat memperkaya khasanah karya ilmiah yang berkaitan dengan mata pelajaran pendidikan jasmani. Secara praktis dapat dijadikan bahan masukan berupa literatur dan pengembangan Ilmu metodologi pembelajaran khususnya jurusan Pendidikan Olahraga, program studi jasmani kesehatan dan rekreasi dalam rangka persiapan guru guru pendidikan jasmani di sekolah. F. Populasi dan Sampel Mengenai populasi oleh Sudjana (2005:6) dijelaskan sebagai berikut: Populasi adalah totalitas semua nilai mungkin, baik hasil menghitung maupun

11 pengukuran kuantitatif atau kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA PASUNDAN 8 BANDUNG sebanyak 15 orang. Dalam suatu penelitian, populasi bisa merupakan kumpulan individu atau objek dengan sifat-sifat umumnya. Sebagian yang diambil dari populasi disebut sampel penelitian. Arikunto (2010:109) mengatakan bahwa, Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sedangkan tentang jumlah sampel penelitian, penulis berpedoman kepada Arikunto (2010:112) sebagai berikut: Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka untuk jumlah sampel penelitian ini ditetapkan oleh penulis sebesar 100% atau sebanyak 40 orang, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi kurang dari 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan melalui sampling seadanya. Sudjana (2005:167) menjelaskan, Pengambilan sebagian dari populasi berdasarkan seadanya data atau kemudahannya mendapatkan data tanpa perhitungan kerepresentatifannya, dapat digolongkan kedalam sampling seadanya.