Agus Purwoko Dosen Program Studi Kehutanan FP USU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate Medan Telp.(061)

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB III METODE PENELITIAN

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN NDVI DAN KRITERIA BAKU DI KAWASAN HUTAN KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK)

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .


I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

ANALISIS KONVERSI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN MENGGUNAKAN DATA LANDSAT 7 ETM+

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

PENGARUH KEBERADAAN HUTAN BAKAU (MANGROVE) TERHADAP USAHA PRODUKSI ARANG DAN PEREKONOMIAN DAERAH DI KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

Gambar 4. Aktivitas nelayan dan berbagai produk perikanan yang dihasilkan dari perairan ekosistem mangrove (Foto oleh Onrizal)

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Gambar 7. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3, April 2009 ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI LAHAN DI KAWASAN PESISIR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut) Agus Purwoko Dosen Program Studi Kehutanan FP USU Abstract: This Research aims to analyze the change of land use of coastal zone, especially at mangrove ecosystem. This research result showed there is a decreasing of primary mangrove forest area of 4.905,98 ha (64,27%). Currently, there are any increasing of wide at the land use of secondary mangrove forest of 4.123,89 ha (54,04%), brackish water culture of 350,66 ha ( 4,55%), water s body of 102,53 ha (1,34%), empty land of 291,45 ha (3,82%) and settlement of 37,47 ha ( 0,48%). This changes of space and land use caused by wrong utilization or management, either by private/community and government that exploitative and unsustainable, that giving negative impact to the existence of mangrove ecosystem and function of as life support system of coastal area society in this region. Keyword: land use, mangrove and coastal zone PENDAHULUAN Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, di antaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan budidaya, perumahan, perindustrian dan kegiatan pertanian lainnya. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, terutama dikarenakan perekonomian Indonesia masih sangat tergantung kepada pemanfaatan sumberdaya alamnya, termasuk sumberdaya hutan. Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan wilayah konservasi yang terletak sebagian besar di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dan Kecamatan Karang Gading, Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi berdasarkan laporan USU (1999) kawasan tersebut mengalami kerusakan oleh berbagai kegiatan eksploitasi yang tidak ramah lingkungan maupun bentuk-bentuk konversi lahan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti lahan untuk perumahan, pertanian, perkebunan maupun budidaya perikanan. Interaksi antara masyarakat dan lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan terhadap penggunaan lahan ini memiliki potensi menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap kelangsungan sumber daya itu Untuk itu perlu adanya upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak negatif akibat perubahan lahan dapat ditanggulangi dan lupaya pengelolaan sumber daya tersebut ke depan bisa direncanakan dengan lebih mengacu kepada optimalisasi manfaat sumber daya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penutupan lahan di kawasan pesisir khususnya pada ekosistem mangrove di kawasan di sebagian Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Lokasi cek lapangan (ground check) adalah beberapa titik di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (Kabupaten Langkat dan Deli Serdang), Sumatera Utara yang dilakukan mulai Bulan April sampai dengan September 2006. Bahan dan alat yang digunakan adalah citra satelit landsat TM tahun 1989 dan citra satelit landsat ETM tahun 2004, Peta Rupa Bumi Kecamatan 111

Secanggang, peta administrasi, data kependudukan masyarakat sekitar hutan, seperangkat komputer dengan software ArcView GIS 3.3, GPS, kamera, kalkulator, dan alat tulis. Pada Citra Landsat TM tahun 1989 dan Citra Landsat ETM tahun 2004 dilakukan pengkombinasian band (Stacking) dan koreksi geometris yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi atau letak objek yang terekam pada citra (Lillesand dan Kiefer 1979 dalam Farid 1998). Tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan secara kombinasi dengan klasifikasi tidak terbimbing dan interpretasi visual dengan mengacu kepada tujuh karakteristik dasar foto yang perlu diperhatikan yaitu adalah bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, tekstur dan situs (Wolf, 1993). HASIL Berdasarkan hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit Landsat TM tahun 1989 dan citra satelit landsat ETM tahun 2004, kawasan hutan mangrove Secanggang mengalami perubahan penggunaan lahan. Perubahan tersebut menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan luas penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan tersebut terjadi pada semua jenis penggunaan lahan yang ada di kawasan hutan suaka alam tersebut yaitu hutan mangrove primer, hutan mangrove Agus Purwoko: Analisis Perubahan Fungsi Lahan... sekunder, lahan kosong, badan air, tambak dan pemukiman. Kondisi penutupan lahan pada tahun 1989 (rona awal) dan tahun 2004 (rona akhir) tercantum pada tabel 1. Berdasarkan hasil klasifikasi data citra tahun 1989, diperoleh hasil bahwa kondisi penutupan lahan pada kawasan konservasi tersebut masih cukup baik, meskipun juga telah terjadi disfungsi pada sebagian kecil wilayahnya. Hutan mangrove primer merupakan jenis penggunaan lahan dengan jumlah luasan terbesar yaitu 6280,93 ha atau 82,29% dan pemukiman merupakan jenis penggunaan lahan terkecil yaitu 8,277 ha atau 0,11% (Tabel 1). Penutupan lahan tahun 1989 dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil klasifikasi citra tahun 2004 (Tabel 1) menunjukkan telah terjadi perubahan penutupan lahan yang signifikan, dimana hutan mangrove sekunder merupakan jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar yaitu 4.498,95 ha atau 58,95% dan yang paling kecil luasnya adalah pemukiman yaitu sebesar 45,74 ha atau 0,59%. Peta penggunaan lahan tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar 2. Perubahan penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar adalah hutan mangrove sekunder yaitu sebesar 4.123,89 ha atau sekitar 54,04%, dan pada saat yang sama hutan mangrove primer berkurang sebesar 4.905,98 atau 64,27%. Perbandingan penggunaan lahan ini dapat di lihat pada Gambar 3. Tabel 1. Penggunaan Lahan Tahun 1989 dan 2004 serta Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Mangrove Tahun 1989 dan Tahun 2004 Penggunaan Lahan Tahun 1989 Tahun 2004 Perubahan Lahan (1989-2004) Luas (Ha) Pro- Luas (Ha) Pro- Luas (Ha) Proporsi (%) porsi (%) porsi (%) Badan air 636,28 8,34 738,75 9,68 102,53 1,34 Hutan mangrove primer 6.280,93 82,29 1.374,95 18,02 4.905,98 64,27 Hutan mangrove sekunder 375,06 4,91 4.498,95 58,95 4.123,89 54,04 Lahan kosong 18,44 0,24 309,89 4,06 291,45 3,82 Pemukiman 8,28 0,11 45,74 0,59 37,47 0,48 Tambak 313,41 4,11 664,07 8,70 350,66 4,55 Total 7.632,35 100,00 7.632,35 100,00 9.811,97 128,50 112

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3, April 2009 Gambar 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1989 Gambar 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2004 113

Agus Purwoko: Analisis Perubahan Fungsi Lahan... 7000 6000 5000 Luas (Ha) 4000 3000 2000 1000 0 1 2 3 4 5 6 Jenis Penggunaan Lahan Tahun 1989 Tahun 2004 Keterangan : 1. Badan air 4. Lahan kosong 2. Hutan mangrove primer 5. Pemukiman 3. Hutan mangrove sekunder 6. Tambak Gambar 3. Perbandingan Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Mangrove Tahun 1989 dan Tahun 2004 PEMBAHASAN Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penggunaan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Pada sektor pertanian lahan digunakan orang untuk areal persawahan, kebun dan ladang sedangkan untuk bidang lainnya lahan digunakan untuk pemukiman, prasarana umum, pekarangan dan lain-lain. Berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 1989, penggunaan lahan yang paling besar adalah hutan mangrove primer yaitu 6280,93 ha atau mendekati angka 10 %. Hal ini sinkron dengan pernyataan USU (1999) yang menyatakan bahwa kawasan suaka margatsatwa ini merupakan satu-satunya kawasan suaka didunia yang keseluruhan wilayahnya merupakan ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove ini juga merupakan salah satu tempat persinggahan burung migran internasional yang secara berkala melakukan migrasi dari Australia ke Siberia dan sebaliknya, sehingga membuat kawasan ini memiliki nilai satrategis secara global dan kemudian dikukuhkan menjadi kawasan suaka margasatwa. Selain itu, ekosistem yang terbentuk oleh proses pengendapan lumpur dari kawasan-kawasan hulu di Provinsi Sumatera Utara ini juga merupakan kawasan yang bernilai strategis bagi keberadaan biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan (Purwoko, 2005). Berdasarkan interpretasi tahun 2004 diperoleh hasil dimana penggunaan lahan yang paling besar adalan hutan mangrove sekunder yaitu sebesar 4498,945 ha atau 58,95%. Secara visual (Gambar 1 dan Gambar 2) dapat dilihat bahwa kawasan hutan mangrove sekunder ini terdapat pada areal yang rona awalnya merupakan kawasan hutan mangrove primer. Dari tinjauan perubahan penutupan lahan, hutan mangrove sekunder merupakan penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar yaitu 4.123,89 ha atau 54,04%. Besarnya perubahan penggunaan lahan ini diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia pada kawasan ini. Perubahan ini umumnya terjadi akibat adanya perubahan penutupan lahan dari hutan mangrove primer menjadi hutan mangrove sekunder dan bahkan 114

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.3, April 2009 sebagian lahan tersebut di konversi menjadi areal untuk tambak, lahan kosong maupun pemukiman. Berdasarkan laporan USU (1999) dan Purwoko (2005), besarnya areal hutan mangrove sekunder ini diakibatkan karena banyaknya kegiatan pemanfaatan dan/atau eksploitasi yang selain ilegal bahkan secara teknis juga dilakukan secara tidak lestari. Bahkan di areal ini juga pernah beroperasi HPHTI yang operasinya bersifat eksploitatif. Pasca beropersinya HPHTI, penebangan-penebangan liar yang dilakukan masyarakat dilakukan dengan sangat intensif sehingga tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada pohon-pohon bakau untuk melakukan regenerasi secara generatif, karena pohon bakau ditebang pada usia muda (diameter > 5 cm). Bahkan akhir-akhir ini setelah ketersediaan kayu bakau di ekosistem pesisir Sumatera Utara menipis, pengambilan kayu bakau dilakukan dengan cara membongkar tonggak pohon-pohon mangrove, sehingga menutup peluang bagi terjadinya regenerasi secara vegetatis. Sehingga, Purwoko dan Onrizal (2002) menyatakan bahwa ekosistem mangrove tersebut sudah tidak bisa lagi melakukan regenerasi secara alami. Artinya, harus ada tindakan intervensi berupa rehabilitasi untuk mengarahkan agar ekosistem tersebut bisa diharapkan fungsinya seperti semula. Selain penebangan liar, yang sering terjadi adalah konversi lahan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lain. Hasil interpretasi menunjukkan adanya perubahan lahan pada kawasan ini yang di konversi menjadi areal tambak, pemukiman dan bentuk-bentuk penggunaan lain. Menurut USU (1999), bentuk-bentuk perubahan fungsi yang terjadi di kawasan ini juga berupa areal perkebunan sawit dan areal budidaya pertanian lainnya. Sebagian dari perubahan penutupan/penggunaan lahan yang terjadi adalah adanya areal hutan mangrove sekunder yang mengalami perubahan menjadi badan air. Perubahan lahan menjadi badan air disebabkan karena pada saat pengambilan citra sebagian dari luasan hutan mangrove sekunder yang telah ditebang tergenang air akan tetapi kemungkinan ada juga yang diakibatkan oleh karena bagian kiri kanan sungai mengalami pertambahan luas. Dalam skala relatif kecil, perubahan ini juga dikarenakan adanya aberasi pantai/tepi sungai yang menyebabkan luas paluh/sungai menjadi bertambah. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan budiaya perikanan di kawasan ini yang dilakukan lpersis di tepi sungai/alur. Sedangkan perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman maupun tambak diakibatkan oleh masyarakat sekitar hutan membuka hutan mangrove primer atau sekunder menjadi pemukiman maupun tambak. Hal ini juga terkait dengan kondisi demografi di sekitar kawasan tersebut, dimana terjadi penambahan jumlah penduduk yang cukup signifikan (BPS, 1989 dan 2005) yang konsekuensinya membutuhkan ruang yang lebih luas untuk pemukiman dan penghidupan. Perubahan hutan mangrove primer dan sekunder menjadi lahan kosong diakibatkan oleh adanya penebanganpenebangan liar berlebihan dan membabi buta pada kawasan ini sampai-sampai ekosistem tersebut tidak bisa melakukan regenerasi secara alami, sehingga areal bekas penebangan tersebut tidak ditumbuhi vegetasi lagi. Areal kosong yang bertambah luas ini juga disebabkan karena adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi. Kondisi ekosistem mangrove di kedua kabupaten tersebut secara umum sangat menghawatirkan dan bisa dipastikan membawa dampak yang signifikan bagi ketersediaan sumber daya perikanan pantai yang justru menjadi tumpuan kehidupan masyarakat pesisir di kawasan ini. Karena, menurut Dephut (1997) ketersediaan sumber daya perikanan di pantai bertipe lumpur sangat bergantung kepada keberadaan ekosistem mangrove yang sehat sebagai nursery ground, feeding ground, habitat tumbuh, feed suply dan fungsi-fungsi lain. Purwoko (2005) mendapati bahwa kerusakan ekosistem mengrove di kawasan pesisir berdampak terhadap penurunan pendapatan masyarakat nelayan sebesar 33.89 %. KESIMPULAN Selama periode tahun 1989-2004 terjadi perubahan penggunaan ruang / penutupan lahan yang signifikan di ekosistem mangrove kawasan pesisir yang menjadi lokasi penelitian. Alokasi penutupan lahan yang mengalami kenaikan luas antara lain hutan mangrove sekunder, lahan kosong, badan air dan pemukiman. 115

Agus Purwoko: Analisis Perubahan Fungsi Lahan... Sedangkan jenis penutupan lahan yang mengalami penurunan luas adalah hutan mangrove primer. Perubahan penggunaan ruang dan penutupan lahan ini disebabkan oleh berbagai tindakan pengelolaan/pemanfaatan baik oleh swasta maupun masyarakat yang bersifat ekspliotatif merusak/tidak lestari, sehingga memberikan dampak negatif terhadap keberadaan ekosistem mangrove dan fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat pesisir di wilayah ini. SARAN Mengingat adanya berbagai perubahan fungsi lahan yang terjadi mengarah pada bentuk-bentuk kerusakan dan degradasi kapasitas daya dukung ekosistem, Pemerintah Daerah setempat dan semua stake holders terkait perlu segera melakukan tindakan penataan dan rehabilitasi ekosistem mangrove di kawasan pesisir, agar kerusakan lebih lanjut bisa dicegah dan sejauh mungkin bisa mengembalikan berbagai fungsi ekosistem mangrove bagi keseahteraan masyarakat pesisir. Dikarenakan perubahan fungsi lahan tersebut terkait dengan tindakan pemanfaatan/pengelolaan yang merusak, maka tidakan pencegahan persuasif dan penegakkan hukum dalam menjaga kelestarian ekosistem tersebut harus dilakukan dengan komitmen penuh. Selain itu, untuk mengurangi faktor-faktor penyebab perilaku merusak, maka perlu dikaji program-prpgram pemberdayaan ekonimi dan sosial dari masyarakat pesisir berbasis pengelolaan/pemanfaatan ekosistem mangrove agar tercipta simbiosis yang saling menguntungkan antara masyarakat dan ekosistem mangrove maupun ekosistem pesisir nsecara keseluruhan. DAFTAR PUSTAKA BPS. 1990. Kecamatan Secanggang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Stabat. BPS. 2004. Kecamatan Secanggang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Stabat. Dephut. 1997. Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Farid, M. J. 1998. Estimasi Biomassa Vegetasi Mangrove Menggunakan Data Landsat TM. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Lillasand dan Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa R. Dubahri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Universitas Indonesia. Jakarta Purwoko, A. 2005. Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan Bakau (Mangrove) terhadap Pendapatan Masyarakat Pantai di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Jurnal Wahana. Sekolah Pasca Sarjana USU. Medan. Purwoko, A. dan Onrizal, 2002. Identifikasi Potensi Sosial Ekonomi Hutan Mangrove di SM KGLTL. Makalah Seminar Nasional Hasilhasil Penelitian Dosen Muda dan Kajian Wanita, Ditjend DIKTI. Jakarta. USU. 1999. Pelestarian dan Pengembangan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Makalah pada Seminar Pelestarian dan Pengembangan SM KGLTL. Universitas Sumatera Utara. Medan. Wolf, P. R. 1993. Elemen Fotogrametri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 116