BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PROFIL KANTOR PELAYANAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi,

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG

Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon (022) Faks (022) BANDUNG 40115

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terbesar indonesia bersumber dari sektor pajak. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 030 TAHUN 2014

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan warga negaranya (Ruyadi, 2009). Dengan adanya perkembangan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 059 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional demi masyarakat adil

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2006

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. di perlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasiaonal. Tanggung

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2016 T E N T A N G

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 75 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB)

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Pajak Kendaraan Bermotor di Propinsi DKI Jakarta

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PERUBAHAN SIFAT DAN ATAU PERUBAHAN BENTUK KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. porsi jumlah terbesar dibandingkan dengan penerimaan dari pos minyak bumi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERJAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2016 T E N T A N G

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sedikit, dimana kebutuhan dana tersebut setiap tahun mengalami peningkatan

210 TAHUN 2015 PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BE

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 096 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN PRIBADI... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT...

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPPA SKPD )

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 056 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 080 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALI NAMA KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari

- 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2017 T E N T A N G

GUBERNUR SULAWESI UTARA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 21 tahun 2014, transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

SAMBUTAN DAN LAPORAN PERESMIAN GEDUNG KANTOR SAMSAT KULON PROGO & KANTOR KAS BPD SAMSAT CABANG WATES

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendanaan dalam melaksanakan tanggung jawab daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan bertambahnya kemajuan hidup yang disertai semakin padatnya

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan, tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah satu agenda yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat waktu dalam membayar pajak. Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan saat ini Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah lagi menjadi Undang- Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari penggantian undang-undang tersebut adalah untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang

ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU PDRD yang baru juga ditetapkan bahwa daerah tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang. Selain memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah, tujuan undang-undang ini juga sebagai penguatan perpajakan daerah yang artinya dengan perluasan obyek pajak daerah seperti dalam pajak kendaraan bermotor dimana dalam PDRD yang baru termasuk golongan kendaraan bermotor adalah kendaraan pemerintah (Pusat dan Daerah), tidak hanya itu perluasan obyek pun juga diperluas pada pajak Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan pemberian kewenangan ini dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan, maka daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang ini, selain itu untuk menghindari perang tarif dalam pajak kendaraan bermotor maka undang-undang ini juga menetapkan tarif minimum untuk pajak kendaraan bermotor. Pada dasarnya pengaturan tarif yang demikian ini juga diperkirakan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional. 1 Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai dengan beban pajak yang ditanggungnya dan berdasarkan pertimbangan tertentu, maka dengan ini Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan pada penetapan Nilai Jual Kendaraam Bermotor ke Daerah. Tidak hanya itu, kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor juga diarahkan dalam mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan Daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan 1 ibid

kedua dan seterusnya. 2 Dalam undang-undang ini dimaksudkan dari sebagian hasil penerimaan pajak tersebut akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pajak tersebut, dimana pajak kendaraan bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini maka kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya tentunya semakin besar karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Kembali ke permasalahan awal, Berkaitan dengan adanya kebijakan tarif yang ditetapkan secara progresif bagi kendaraan bermotor yang ditetapkan pemerintah memunculkan sebuah isu yang menarik untuk dibahas dimana kebijakan tarif pajak progresif yang pada awalnya ditujukan dalam mengurangi volume kendaraan juga dimaksudkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor, sehingga beberapa propinsi di Indonesia pun akhirnya menetapkan tarif progresif bagi kendaraan bermotor. Setiap propinsi di Indonesia yang menerapkan tarif progresif bagi kendaraan bermotor memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menerapkan tarif tergantung atas kewenangan daerah tersebut, namun tetap mengacu pada Undang-Undang No 28 PDRD dimana penetapan tarif pajak kendaraan bermotor tertuang dalam pasal 6 UU NO 28 Tahun 2009 Tentang PDRD yakni pada ayat (1), (2), dan (5): 1) tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan: a) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi 2%. 2 ibid

b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi 10%. 2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. 3) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah. Atas pemberlakuan kebijakan tarif pajak progresif yang diamanatkan oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang PDRD, salah satu propinsi yang telah menetapkan kebijakan tarif pajak progresif bagi kendaraan bermotor adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di Propinsi DIY, PKB sendiri diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, dimana saat ini Peraturan Daerah Propinsi DIY juga menerapkan kebijakan tarif pajak progresif yang mulai diberlakukan pada tanggal 01 Januari 2012, tentunya tujuan dari pemberlakuan pajak progresif pada kendaraan bermotor di Propinsi DIY mengacu pada tujuan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dimana pemberian pungutan ini untuk memberikan peluang dalam peningkatan penerimaan daerah karena dalam kenyataannya hasil penerimaan pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi propinsi. 3 Tarif pajak progresif tidak hanya untuk peningkatan penerimanaan daerah propinsi saja, namun juga ditujukan dalam mengatasi kemacetan berdasarkan dari apa yang telah disebutkan oleh Undang-Undang. Namun berdasarkan dari penjelasan yang telah didapat dari pihak aparat pajak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Propinsi Daerah Istimewa 3 Penjelasan Atas Peratura Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

Yogyakarta yang disingkat DPPKA bahwa penerapan tarif pajak progresif kendaraan bermotor juga ditujukan untuk tertib administrasi dan proses legalisasi kepemilikan kendaraan bermotor. 4 Tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang diberlakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1), (2), (3), (4): 1) Kepemilikan kendaraan bermotor roda empat akan dikenakan tarif secara progresif 2) Tarif progresif yang dibebankan : a) Pada kepemilikan kedua 2%. b) Pada kepemilikan ketiga 2,5%. c) Pada kepemilikan keempat 3%. d) Pada kepemilikan kelima dan seterusnya 3,5%. 3) Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama 4) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Gubernur. Untuk memperjelas tentang kebijakan tarif pajak progresif yang diberlakukan di DIY, maka berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatlah Peraturan Gubernur DIY No 31 Tahun 2011 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor dimana dalam peraturan ini penjelasan mengenai kebijakan tarif pajak progresif diatur dalam Bab V Pengenaan Pajak Progresif yang tertuang pada pasal 7. Dengan adanya himpunan peraturan ini maka diharapkan wajib pajak dapat mengerti secara jelas syarat kendaraan yang terkena tarif pajak progresif, tidak hanya itu pada saat kebijakan pajak progresif diberlakukan berdasarkan keputusan Gubernur DIY No 4 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pajak Daerah di DPPKA tanggal 18 Maret 2013 Pada Pukul 10.00 WIB

101/KEP/2012 pemerintah memberlakukan pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (Bebas BBNKB) dimana tujuan dari Bebas BBNKB ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah dijual atau diblokir untuk segera dibalik nama tanpa dipungut biaya balik nama agar tidak terkena pajak progresif selain itu tujuan diberlakukannya bebas BBNKB ini juga untuk menunjang agar penerimaan pajak bisa masuk lebih banyak dimana dimaksudkan bagi kendaraan dari luar propinsi untuk memutasikan kendaraannya ke Propinsi DIY, dengan begitu kendaraan yang menetap di DIY tidak hanya semata-mata memakai jalan tetapi juga turut andil dalam membayar pajak. Program Bebas BBNKB ini berlangsung dari tanggal 1 maret sampai dengan 30 November. Sayangnya permasalahan pun muncul ketika program Bebas BBNKB dijalankan, dari satu tahun pencapaian program Bebas BBNKB berdasarkan laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY yang terdaftar di DPPKA, pemerintah telah membebaskan wajib pajak dari pembayaran BBNKB sebanyak 56. 744 unit kendaraan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY, dimana jumlah unit KBM dan BBNKB yang dibebaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Laporan Pembebasan BBN-KB Propinsi DIY Bulan Maret S/D Nopember 2012 No KPPD JML KBM BBN KB DIBEBASKAN 1 Kota Yogyakarta 10.586 5.390.651.900 2 Kab. Bantul 15.384 4.449.665.700 3 Kab. Kulonprogo 6.006 1.368.016.000 4 Kab. Gunungkidul 6.720 1.523.777.300 5 Kab. Sleman 18.048 7.541.434.300 JUMLAH 56.744 20.273.545.200 Sumber: DPPKA Propinsi DIY, 2012

Dari hasil laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY terlihat bahwa Kabupaten Sleman memanfaatkan program BBNKB paling banyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang terjadi di kabupaten Sleman jumlah kendaraan bermotor paling banyak terdaftar dikawasan ini, sehingga banyak kendaraan yang memanfaatkan program Bebas BBNKB untuk Bea Balik Nama karena kendaraannya telah dihibahkan atau dijual kepada pihak lain dan kendaraan yang memutasikan kendaraannya ke Kabupaten Sleman. Permasalahan muncul disebabkan adanya gejala ketidakpatuhan dari wajib pajak di KPPD Kabupaten Sleman dimana pada kenyataannya program Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor juga dimanfaatkan oleh sebagian wajib pajak yang terkena pajak progresif dengan beralih kepemilikan yakni melakukan bea balik nama kepada salah satu anggota keluarganya untuk tidak terkena pajak progresif, bahkan terdapat juga wajib pajak yang sengaja memanfaatkan program bebas bea balik nama untuk meminimalkan jumlah pajak yang berlebih akibat proses bea balik nama. Berkaitan dengan adanya fenomena ini peneliti pun berhasil menemukan wajib pajak yang cenderung melakukan penghindaran untuk menunjukkan sebuah fakta bahwa telah terjadi penghindaran pajak dalam membayar pajak progresif yang dilakukan oleh wajib pajak dengan mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada salah satu anggota keluarganya. Salah satu wajib pajak yang melakukan hal tersebut adalah pada responden yang peneliti wawancara yakni Bapak Yadi, Bapak Yadi tinggal di jalan Magelang KM 13, Bapak Yadi melakukan proses bea balik nama kendaraannya ke atas nama istrinya untuk tidak terkena pajak progresif, beliau memanfaatkan proses bea balik nama untuk menghindari biaya pajak yang berlebih. Tidak hanya itu gejala ketidakpatuhan juga muncul dari wajib pajak yang bergerak dibidang usaha

rental yakni bapak Sapto 5 yang tinggal di gejayan, namun penghindaran pajak progresif yang dilakukan oleh bapak Sapto berbeda, dimana bapak Sapto bahkan memanfaatkan program bebas bea balik nama kendaraan bermotor dengan meminjam KTP para pegawainya untuk dialihkan kepada mereka agar tidak terkena pajak progresif. Alasan Bapak Sapto juga sama mereka menghindari pajak progresif untuk dapat meminimalkan biaya dari pajak yang harus dibayar. Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan Bapak Alif 6 yang tinggal di Jakal Km5, Bapak Ridwan 7 yang tinggal di daerah Selokan Mataram, dan Bapak Rizky 8 yang tinggal di Condong Catur. Semua permasalahan mereka tidak hanya persoalan tarif namun juga usaha yang dirintis oleh mereka tidak berbadan hukum sehingga mereka pun harus membayar pajak sesuai dengan pajak yang dibebankan dari masing-masing jenis kendaraannya, dan belum lagi akibat pengenaan pajak progresif. Bapak Bhakti 9 pun juga melakukan hal yang sama, dia beralamat di jalan Kaliurang KM 7 dimana dia juga menghindari pajak progresif dan mengatasnamakan kepemilikan kendaraannya kepada keluarganya. Kedaan seperti ini juga dibuktikan ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan dan bertanya kepada 4 pihak calo yang bekerja di KPPD dalam memberikan biro jasa kepengurusan pajak kendaraan, dimana 4 Calo mengatakan bahwa wajib pajak cenderung menghindar dari pengenaan pajak progresif. Karena data bersifat rahasia dari KPPD, dan peneliti tidak diperkenankan untuk mengakses dan mempublikasikannya maka hanya beberapa contoh penghindaran wajib pajak yang peneliti tulis disini. 5 Nama disamarkan sesuai keinginan wajib pajak. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ibid.

Para wajib pajak umumnya menuturkan bahwa dalam melakukan proses bea balik nama mereka pun langsung secepatnya diproses oleh pihak aparat pajak, artinya mereka dapat mengakses proses tersebut dengan mudah dan cepat kurang dari satu minggu. Padahal seharusnya program bea balik nama yang dibuat pemerintah ditujukan bagi kendaraan yang telah dijual atau di hibahkan kepada pihak lain, tetapi jika kenyataannya seperti ini tentulah pemasukan pajak kendaraan bermotor akan berkurang karena banyak data yang akhirnya dimanipulasi dengan penghindaran pajak dengan cara merubah nama kepemilikan. Fakta yang menunjukan adanya fenomena yang terjadi ini juga dibenarkan oleh pihak aparat pajak yang bertugas dalam pendataan wajib pajak yakni Seksi Pendaftaran dan Penetapan dikppd Kabupaten Sleman dimana beliau menuturkan bahwa kenyataan yang terjadi banyak wajib pajak yang cenderung melakukan penghindaran dalam membayar pajak progresif dikarenakan berbagai alasan dari wajib pajak yang sebenarnya memang tidak boleh dilakukan, namun kenyataannya hal tersebut dapat terjadi juga seperti kutipan dari pernyataan pihak aparat pajak dimana ketika wajib pajak tahu namanya terkena pajak progresif dan untuk menghindarinya dengan cara balik nama kendaraan wajib pajak cenderung menghindari pajak progresif, karena pengenaan pajak progresif hanya ditujukan bagi nama dan alamat yang sama, sehingga jika banyak yang merasakan beban akibat pajak progresif ya balik nama saja 10. (Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman) Seperti inilah kutipan informasi yang peneliti dapat dari pihak aparat ketika wajib pajak ingin menghindari pajak progresif. Pihak aparat juga menuturkan bahwasanya mereka sudah mengantisipasi keadaan ini namun sayangnya hal tersebut sulit dilakukan mengingat banyaknya wajib pajak yang melakukan bea balik nama kendaraan untuk terhindar dari pajak progresif, atau sebelum mereka membeli kendaraan pada dasarnya mereka telah 10 Wawancara dengan Pihak Aparat Pajak KPPD Kabupaten Sleman Pada saat Observasi, pada tanggal 17 Januari 2013. Pada Pukul 11.00 WIB

mengantisipasi dengan memberikan nama kepada pihak lain. Sayangnya untuk mengetahui berapa banyak jumlah wajib pajak yang melakukan hal tersebut tidak terdaftar secara langsung di KPPD dikarenakan nama kepemilikan atau unit kendaraan mereka telah terstandarisasi dalam database komputer sehingga bila ingin mengetahui mana wajib pajak yang melakukan hal tersebut harus melakukan proses pengecekan dahulu. Tidak hanya itu data wajib pajak yang terdapat di KPPD juga bersifat rahasia dikarenakan ada sesuatu hal sehingga tidak dapat dipublikasikan. Berikut pernyataan pihak aparat pajak Kami tidak bisa memberikan data wajib pajak secara utuh karena memang kami merahasiakan nama pemilik mobil/motor. Sebab kami khawatir informasi pemilik mobil itu bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya niatan tidak baik. (Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman). Namun sampai dengan bulan Maret ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan masih banyak wajib pajak yang melakukan proses balik nama, tidak hanya itu hal ini juga terjadi akibat sistem database di KPPD Kabupaten Sleman mengalami sistem eror sehingga pendataan perlu dilakukan secara ulang, pengadaan ruang cek progresif pun direncanakan akan berjalan sampai dengan desember 2013, ini menunjukkan satu bukti bahwa KPPD Kabupaten Sleman belum siap dalam memberikan pelayanan pajak progresif. Selain hal tersebut, berdasarkan dari data yang didapat di KPPD bahwa dalam 1 hari KPPD menangani paling sedikit sekitar 200 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-2 unit atau paling banyak 10 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal menurut pihak aparat pajak dalam data base banyak kendaraan yang terkena pajak progresif sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman berdasarkan jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan kedua, kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Berikut adalah tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan.

Bulan Tabel 1.2 Jumlah Unit Kendaraan Pajak Progresif Perbulan kepemilikan ke 2 kepemilikan ke 3 kepemilikan ke 4 kepemilikan ke 5 unit rata rata perhari unit rata rata perhari unit rata rata perhari unit rata rata perhari Januari 331 10 50 2 14 13 Februari 314 11 46 1 13 15 Maret 311 10 48 1 15 11 April 256 8 40 1 12 7 Mei 258 8 41 1 14 9 Juni 259 9 42 1 4 7 Juli 226 7 45 1 10 9 Agustus 259 8 50 2 11 9 September 311 10 38 1 10 12 Oktober 327 10 33 1 13 12 November 277 9 43 1 7 8 Desember 283 9 57 2 9 10 Jumlah 3.412 533 132 122 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sleman, 2012 Menurut pihak aparat KPPD Kabupaten Sleman pengenaan pajak progresif bisa diperkirakan dalam sebulan berapa yang terkena pajak tersebut jika dilihat dari pengesahan ulang STNK, tidak hanya itu umumnya yang terkena pajak progresif pun belum tentu wajib pajak itu sendiri namun juga wajib pajak yang namanya dipakai oleh wajib pajak lain sehingga wajib pajak inilah yang membayar, berikut adalah penuturan pihak aparat pajak tentang fenomena dari penyelenggaraan pajak progresif yang terjadi di KPPD. Kalau dilihat dikantor pajak ini dari pengesahan ulang STNK untuk kendaraan pribadi, hanya sedikit yang terkena pajak progresif setiap harinya. Terkadang 2 atau bahkan lebih, namun dihari lain ada juga yang tidak terkena pajak progresif sama sekali, ya bisa dikira-kiralah dalam sebulan berapa yang kena, dari total kendaraan yang ada paling hanya 10% nya. Selebihnya banyak yang melakukan balik nama. Kebanyakan yang terkena pajak progresif juga belum tentu wajib pajak yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, biasanya dari banyaknya yang terkena tarif karena namanya dipakai orang lain. 11 11 Pernyataan Aparat Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman, 18 Maret 2013 Pukul 14.00 WIB.

Dari apa yang diungkapkan pihak aparat pajak, peneliti juga mendapatkan data bea balik nama kendaraan II dimana BBNKB II merupakan proses bea balik nama kendaraan pada penyerahan KBM lama/bekas kepada pihak kedua dengan perjanjian sepihak atau dua pihak. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di KPPD, jumlah kendaraan yang melakukan BBNKB II terjadi peningkatan disebabkan adanya program Bebas BBNKB yang dimanfaatkan oleh wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir oleh pemilik sebelumnya, namun berdasar dari apa yang disampaikan oleh wajib pajak sebelumnya dan fakta yang mendukung bahwa wajib pajak banyak melakukan proses tersebut juga dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menghindari pajak progresif, meskipun memang dalam tabel yang peneliti dapatkan tidak dijelaskan secara tertulis mana kendaraan yang terdaftar karena pemblokiran dan kendaraan yang terkena pajak progresif namun memanfaatkan program tersebut. Berikut adalah tabel jumlah kendaraan pribadi BBNKB II:

Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi BBNKB II Di Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Di Kabupaten Sleman (jenis kendaraan progresif) Bus (plat hitam) 17 8 Mini bus (plat hitam) 3593 6648 Jeep (plat hitam) 620 955 Sedan (plat hitam) 2177 3255 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 2012 2011 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah di Kabupaten Sleman, 2012 Berdasarkan dari data diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dalam bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB II) setelah pajak progresif diberlakukan, dari data tersebut kendaraan yang mengalami kenaikan berjenis sedan, jeep, dan minibus. Data ini menunjukkan bahwa meningkatnya wajib pajak yang memanfaatkan program BBNKB apalagi untuk kendaraan minibus yang umumnya banyak digunakan untuk dunia usaha. Hasil data memang tidak secara spesifik dapat menjelaskan berapa jumlah wajib pajak progresif yang melakukan proses tersebut, hal tersebut dikarenakan pihak aparat dalam memasukkan data tidak dibedakan antara data kendaraan yang terkena pajak progresif lalu dibalik nama atau kendaraan yang terkena pemblokiran. Dalam pajak kendaraan bermotor yang dihitung bukan seberapa banyaknya wajib pajak namun justru kebalikannya dimana unit kendaraanlah yang menjadi patokan, sehingga bagi wajib pajak yang membayar pajak dalam kriteria apapun bila tujuannya ingin melakukan bea balik nama maka secara merata akan dimasukkan sesuai kategori jenis tersebut.

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga, beberapa wajib pajak yang terkena pajak progresif pada saat melakukan pengecekan mereka bertanya apakah ada cara yang mudah untuk dialihkan dan seketika itu pun pihak aparat langsung memprosesnya, apakah dengan adanya kemudahan ini maka wajib pajak sangat mudah sekali dalam mengakses penghindaran tersebut?. Merujuk pada keadaan yang seperti ini akan dapat dijelaskan bahwa hadirnya setiap kebijakan pasti akan menimbulkan masalah baru, belum lagi jika kebijakan yang dibuat berdampak merugikan masyarakat, dimana masyarakat lagi yang dibebankan tentunya masyarakat akan semakin meradang dengan beban yang ditanggungnya. Dari adanya kasus tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan penyelenggaraan pajak progresif terutama dari sisi kepatuhan pajak. Berdasarkan dari fakta yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti akan meneliti tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman. Peneliti akan mengulik dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung menghindari pengenaan pajak progresif dengan beralih kepemilikan? apa yang menyebabkan wajib pajak melakukan hal yang demikian? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat memanfaatkan program bea balik nama apalagi dengan adanya fakta yang membuktikan bahwa wajib pajak pun dapat mengakses program Bebas BBNKB yang sejatinya hanya ditujukan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir atau dijual? lantas bagaimanakah peran pihak aparat pajak dalam menyikapi persoalan ketika banyak wajib pajak yang melakukan hal demikian dikarenakan persoalan tarif yang progresif sehingga kecenderungannya banyak wajib pajak yang enggan membayar? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat mengakses hal tersebut? Apakah karena ketidaktahuan wajib pajak tentang aturan pajak progresif sehingga wajib pajak merasakan beban ketika membayar dan adakah pengaruhnya dari pihak aparat pajak sebagai pelayan pajak? Bagaimanakah sejatinya wajib pajak menganggap adanya kebijakan pajak progresif? apakah kebijakan tersebut sejatinya hanya memberatkan wajib

pajak dalam mengeluarkan uang sehingga kecenderungannya wajib pajak pun melakukan proses bea balik nama dan cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan bermotor?. Sesungguhnya penelitian mengenai kepatuhan pajak merupakan topik yang senantiasa penting untuk dilakukan mengingat besarnya peran pajak dalam pembangunan. Sehingga masalah dalam kepatuhan pajak adalah masalah yang kompleks yang benar-benar harus dipahami sebelum suatu kebijakan itu diberlakukan karena umumnya masyarakat akan selalu mempertanyakan mau dibawa kemana setiap rupiah pajak yang harus dibayar. Oleh sebab itu berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Kebijakan Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (Studi kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Propinsi D.I Yogyakarta) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian dan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah Mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan bermotor dengan beralih kepemilikan?. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui, menggambarkan serta menjelaskan faktor yang menyebabkan wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan. 1.4 Pembatasan Masalah Secara keseluruhan penelitian ini akan membahas dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan, mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dengan melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan wajib pajak melakukan hal demikian baik dari segi wajib pajak sebagai pembayar pajak maupun dari

segi pihak aparat pajak sebagai petugas pajak. dari situlah permasalahan pun dapat terungkap dan dapat dianalisa didalam bab pembahasan. 1.5 Manfaat Penelitian 1) Bagi ilmu pengetahuan Penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik. 2) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Kabupaten Sleman Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kantor pelayanan pajak daerah di Kabupaten Sleman dalam membenahi masalah kepatuhan pajak dalam penyelenggaraan pajak terutama pada pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor tersebut. 3) Bagi Pembaca Dapat menambah informasi dan memberikan referensi bagi yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan seperti ini. 4) Bagi Penulis Hasil telaah ini diharapkan dapat dijadikan bekal dan tambahan pengetahuan penulis tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif kendaraan bermotor.