BAB I PENDAHULUAN. penduduk sebesar 1,49 persen yang siap dilayani oleh 2000 rumah sakit dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. isi, akurat, tepat waktu, dan pemenuhan persyaratan aspek hukum. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

PENGARUH BEBAN KERJA CODER DAN KETEPATAN TERMINOLOGI MEDIS TERHADAP KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DI RSJ GRHASIA DIY TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Pelaksanan Jaminan

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

PENGARUH BEBAN KERJA CODER DAN KETEPATAN TERMINOLOGI MEDIS TERHADAP KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DI RSJ GRHASIA DIY TAHUN 2012

HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djojosoegito dalam Hatta (2008) rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih pengetahuan dan

HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. medis lainnya. Sedangkan menurut American Hospital Assosiation rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan dokter,

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ayat 3 adalah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan. dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 1. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah

INFOKES, VOL 7 NO 1, Februari 2017 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat. beragam macamnya, di antaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. 1. standar profesi rekam medis dan informasi kesehatan. Standar profesi rekam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan pengkodean

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

LATAR BELAKANG. 72 Jurnal Kesehatan, ISSN , VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat. peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia (Hatta, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Medis, pengertian sarana pelayanan kesehatan adalah tempat. untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Rumah sakit merupakan

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN. tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, puskesmas adalah unit pelaksana. teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung-jawab

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dwi Setyorini, Sri Sugiarsi, Bambang Widjokongko APIKES Mitra Husada Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

BAB I PENDAHULUAN. kepada pasien termasuk kualitas pendokumentasian rekam medis. memelihara rekam medis pasiennya. Menurut Hatta (2012), rekam medis

BAB I PENDAHULUAN. bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

BAB I PENDAHULUAN. akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Sarana pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

URAIAN TUGAS INSTALASI REKAM MEDIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit, Aspek hukum dan etika profesi, Manajemen rekam medis & informasi kesehatan, Menjaga mutu rekam

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan

DAFTAR PUSTAKA. Abdelhak, M., Grostik, S., Hanken, M. A. (2001). Health Information Management of a Strategic Resource. Sydney: W B Saunders Company.

Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pengisian lembar resume dokter dalam pemenuhan standar akreditasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rekam medis merupakan berkas yang berisikan informasi tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang. Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SAMBUNGMACAN II. No.../.../.../SK/... TENTANG STANDARISASI KODE KLASIFIKASI DIAGNOSA DAN TERMINOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

PERAN PENTING PENULISAN DIAGNOSIS UTAMA DAN KETEPATAN KODE ICD-10 SEBAGAI DATA BASE SURVEILANS MORBIDITAS STUDI KASUS DI RS KOTA SEMARANG

LATAR BELAKANG Pelaksanaan pengodean dilakukan oleh seorang profesional perekam medis dengan menggunakan standar klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelayanan rujukan medis spesialistik yang mempunyai fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djoyosoegito dalam Hatta (2010), rumah sakit merupakan satu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Universitas Kristen Maranatha

LelimafiSetiyani, Tri Lestari, Putu Suriyasa APIKES Mitra Husada Karanganyar

HUBUNGAN PENGETAHUAN CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD SIMO BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu dan memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim

Fajrizka Program Studi Rekam Medis dan Informasi kesehatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul-Jakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kepmenkes RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Puskesmas. adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah. sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lembar Pertanyaan. 1. Bagaimana struktur organisasi di Rumah Sakit Atma Jaya? Kasus Kebidanan Bayi Bru Lahir dengan Gangguan?

PENGARUH PENULISAN DIANOSIS DAN PENGETAHUAN PETUGAS REKAM MEDIS TENTANG TERMINOLOGI MEDIS TERHADAP KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Hospital Association dalam Rustiyanto (2010),

ANALISIS LAMA RAWAT DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA DRG DAN NON INA DRG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi

Dyah Ernawati 1, Eni Mahawati Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 50131

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan usahanya tidak semata-mata mencari keuntungan. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Pada dasarnya kesehatan merupakan suatu hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era perdagangan bebas dunia yang dimulai dengan Asean Free Trade

KAJIAN PENULISAN DIAGNOSIS DOKTER DALAM PENENTUAN KODE DIAGNOSIS LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI. No.269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

SILABUS MATA KULIAH. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 5 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dikembangkan melalui Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia terdapat 237,6 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 1,49 persen yang siap dilayani oleh 2000 rumah sakit dan sekitar 30 ribu puskesmas. Tenaga kesehatan yang melayani pasien akan menghasilkan berbagai data dan informasi seputar kesehatan. Bila saja data dan informasi itu diolah dengan benar dan tepat,seharusnya Indonesia mempunyai data status kesehatan yang dapat diandalkan. WHO (2011) masih menyatakan bahwa masalah data dan informasi pada negara berkembang,termasuk Indonesia belum dapat menunjukkan status kesehatan penduduk dengan benar. Antara jumlah tenaga kesehatan yang siap membantu rumah sakit maupun puskesmas dibandingkan dengan tenaga pengolah data dan informasi, termasuk praktisi manajemen informasi kesehatan atau yang dalam paradigma lama dikenal sebagai praktisi rekam medis, belum mampu melaksanakan tugasnya dengan maksimal. Salah satu penyebabnya dikarenakan kurangnya pengetahuan, ketrampilan praktisi dalam memberi kode sesuai tabel klasifikasi penyakit (morbiditas) rumah sakit (Hatta, 2012). Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 377/MenKes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan informasi Kesehatan menyatakan bahwa salah satu atau kompetensi yang harus dimiliki oleh perekam medis adalah klasifikasi dan kodefikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis.selama beberapa tahun, penggunaan

prosedur dan istilah penyakit yang berbeda-beda mengakibatkan pengumpulan dan pengolahan data morbiditas dan mortalitas menjadi tidak akurat. Sebagai usaha untuk mengorganisasikan dan menstandarkan bahasa medis, para ahli penyelenggara kesehatan berhasil mengembangkan nomenklatur penyakit, sistem klasifikasi penyakit, dan perbendaharaan istilah medis klinis. Sistem klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakitpenyakit yang sejenis ke dalam satu grup nomor kode penyakit sejenis sesuai dengan International Statistical Classification of Disease and Related Health Problem revisi 10 (ICD-10) untuk istilah penyakit dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan, dan International Classification of Disease Clinical Modification revisi kesembilan (ICD-9CM) untuk prosedur/tindakan medis yang merupakan klasifikasi komprehensif (Kasim,2011). Kegiatanmengkode adalah mengklasifikasikandatadan menetapkannya untuk mewakili data tersebut. Dengan kata lain pengkodean adalah merupakan pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data (Sugiarsi, 2012). Praktisi medis yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan akan menunjuk kodisi utama yang akan diberi kode, dan secara normal kondisi ini diterima sebagai subyek yang akan diberi kode sesuai aturan-aturan morbiditas dan catatan khusus masing-masing bab dalam ICD-10. Pada beberapa kondisi tertentu, adanya informasi lain menunjukkan indikasi bahwa praktisi medis tersebut tidak mengikuti prosedur dengan benar. Bila tidak memungkinkan untuk mendapatkan klarifikasi dari praktisi medis terkait,

salah satu aturan reseleksi berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan seleksi ulang (reseleksi) kodisi utama yang akan dikode,meskipun tanpa merubah penulisan diagnosis. Hal ini penting dilakukan agar kode terpilih benar-benar dapat mewakili gambaran informasi diagnostik yang terkandung dalam dokumen (Kresnowati, 2012). Masalah yang dihadapi oleh perekam medis khususnya petugas coding harus bisa menentukan ketepatan terminologi medis dan keakuratan kode diagnosis penyakit sesuai dengan petunjuk dan peraturan pada pedoman buku ICD -10 yang berlaku. Hasil pengkodean diagnosis akan dapat memudahkan pancatatan, pengumpulan data dan pengambilan kembali informasi sesuai dengan diagnosis ataupun tindakan medis operasi yang diperlukan (medical terms). Hasil pengkodean juga akan memudahkan entry data ke database komputer yang tersedia karena satu kode bisa mewakili beberapa terminologi yang digunakan para dokter. Menurut Sudra,2008 pemahaman petugas tentang bahasa terminologi medis dan beban kerja dapat mempengaruhi keakuratan kode. Beban kerja tersebut terlihat dari jumlah berkas rekam medis pasien yang telah dikode setelah mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit per hari. Menetapkan kode diagnosis pasien rawat jalan yang akurat juga perlu diperhatikan informasi tambahan seperti jenis kelamin,umur,kehamilan,riwayat penyakit,komplikasi,hasil pemeriksaandan lembar konsultasi.

Berdasarkan studi pendahuluan di Instalasi Rekam Medis RSJ Grhasia DIY terhadap 38 sampel berkas rekam medis menunjukkan bahwa pada lembar rekam medis CM-RM 04 (Rencana Pengelolaan Catatan Perkembangan Medis Pasien Klinik Gigi).Permasalahan yang terjadi, diantaranya kolom isian diagnosis penyakit gigi tertulis: Luxasi,di kode oleh petugas coding S03.2,sedangkan pernyataan praktisi medis yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan: luxasi masuk kelompok coding dengan huruf Kyaitu K05.5, disini terdapat masalah yang menjadikan kurangnya pemahaman antara petugas coding dengan pemberi pelayanan, kesalahan dalam pemilihan terminologi medis sekitar 10 % yang mengakibatkan kode diagnosis tidak akurat. K05.5 other periodontal diseases, S03.2 dislocation of tooth (WHO,2008). Petugas coding dalam pelaksanaannya masih dalam batas mengumpulkan hasil coding untuk data pelaporan di instalasi rekam medik, belum melalui proses konfirmasi hasil coding dengan pemberi pelayanan klinik gigi. Yang selama ini terjadi, pemberi pelayanan klinik gigi dalam penulisan penegakan diagnosis akan diberi kode oleh petugas coding hanya satu kode saja, jadi belum tahu kalau ada satu diagnosis penyakit gigi akan tercoding 2 atau 3. Luxasi di kode S03.2 dislocation of toothmasuk kelompok =dislokasi, terkilir,teregang dan daerah badan multipel. Data pendukung dalam coding menggunakan ICD-10 sesuai peraturan yang berlaku. Petugas coding dalam melaksanakan tugas mengerjakan beban kerja coding mulai dari mengcoding

diagnosis penyakit spesialis anak jumlah 1079,spesialis penyakit kulit kelamin jumlah 631,spesialis penyakit saraf jumlah 787,spesialis penyakit dalam 1054,spesialis penyakit gigi dan mulut 1543, klinik umum 1521, dan IGD nonjiwa 753 yang dalam kurun waktu tahun 2012. Jumlah yang harus di coding 7368 berkas rekam medis.waktu kerja tersedia 263 hari kerja, untuk perhari yang di coding ada 29 berkas rekam medis. Beban kerja yang dimaksud dalam hal ini,berkas rekam medis penyakit gigi yang sudah diberi kode oleh petugas coding dalam jumlah satu tahun. Pelaksanaan coding,ada satu petugas coding yang juga mengikuti jadwal jaga shift,menjadikan coding dikerjakan dengan print out data kunjungan pasien masing masing klinik serta mengisi data diagnosis penyakitnya dari buku register kunjungan klinik. Apabila memerlukan berkas rekam medisnya maka petugas coding mengambil mencocokan nomor rekam medis pasien dan memerlukan data pendukung yang ada dalam berkas tersebut. Berkas rekam medis yang sudah dikembalikan ke instalasi rekam medik oleh pemberi pelayanan dalam melayani pengobatan gigi dan mulut dengan memperhatikan penegakan diagnosa penyakit kemudian diberi tindakan oleh pemberi pelayanan klinik gigi. Penegakan diagnosa oleh dokter yang tertulis diberkas rekam medis pasien,dalam satu buah gigi bisa diberi kode diagnosis oleh petugas coding lebih dari satu kode diagnosis gigi serta bisa saja jaringan sekitar gigi/mulut diberi kode karena ada pengaruh dari penegakan diagnosis tersebut. Hal ini yang bisa menyebabkan belum sesuai dengan kode diagnosis gigi dalam pemilihan tindakan gigi oleh pemberi

pelayanan. Satu kode diagnosis penyakit gigi tidak akurat,akan menyebabkan berbeda pula tujuan pelayanan tindakan gigi oleh pemberi pelayanan. Dari segi kepentingan keperluan tindakan akan mempengaruhi tarif tindakan gigi rumah sakit dan untuk keperluan data morbiditas rumah sakit akan terjadi data yang kurang valid. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Beban Kerja Coder dan Ketepatan Terminologi Medis Terhadap Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Gigi dirsj Grhasia DIY Tahun 2012. B. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh beban kerja coder dan ketepatan terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit gigi di RSJ Grhasia DIY tahun 2012? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui proses pengkodean diagnosis pada penyakit gigi di instalasi rekam medik RSJ Grhasia DIY tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui beban kerja petugas coder di RSJ Grhasia tahun 2012. b. Mengetahui ketepatan terminologi medis di RSJ Grhasia tahun 2012. c. Mengetahui pengaruh beban kerja coder terhadap ketepatan terminologi medis di RSJ Grhasia DIY tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Manfaat penelitian ini bagi rumah sakit dapat memberikan kontribusi berupa feedback (umpan balik) dalam menyikapi masalah beban kerja coder dan ketepatan terminologi medis yang dapat mempengaruhi keakuratan kode diagnosis penyakit. 2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan yaitudapat menjadi sumber pembelajaran dan sebagai bahan referensi bagi proses pembelajaran ilmu manajemen informasi kesehatan. 3. Manfaat Bagi Peneliti Lain Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah dapat membuka wawasan berpikir dan menambah pengetahuan penulis, serta dapat mengaplikasikannya di tempat kerja. E. Keaslian Penelitian Menurut hasil penelitian terdahulu (Putri,2011)dengan judul Hubungan Beban Kerja Coder dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Rawat Inap berdasarkan ICD-10 Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2011,Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan beban kerja coder dengan keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2011. Metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan rancangan penelitian menggunakan pendekatan

time series (data rentetan waktu). Objek penelitian pada penelitian ini adalah berkas rekam medis pasien rawat inap yang telah diberi kode diagnosis oleh seorang coder. Sedangkan proses analisis menggunakan PearsonProduct Moment (r) pada aplikasi program SPSS versi 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja coder dengan keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap, dengan hasil analisis nilai p = 0,479 (p > 0,05). Menurut hasil penelitian yang dipakai untuk lomba call paper pada seminar rekam medik Tahun 2012 UGM di Yogyakarta, judul Pengaruh beban kerja coder dan ketepatan terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosis utama penyakit di RSUD Sukoharjo tahun 2012 (Sugiarsi,2012), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban kerja coder dan ketepatan terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosa utama. Metode: Rancangan penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan time series. Objek penelitian adalah dokumen rekam medis. Metode pengumpulan data adalah observasional dan wawancara. Variabel bebas: beban kerja dan ketepatan penentuan kode diagnosis, sedangkan variabel terikatnya adalah keakuratan kode diagnosis penyakit. Analisis data menggunakan regresi linier berganda. Hasil dan pembahasan: secara bersamasama terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel beban kerja dan ketepatan Terminologi Medis terhadap keakuratan kode diagnosis pada nilai p = 0,001. Nilai R2 = 0,537, berarti variabel beban kerja dan ketepatan kode diagnosis utama mempunyai kontribusi sebesar 53,7% terhadap keakuratan

kode diagnosis utama. Beban kerja coder yang melebihi standar (35 DRM) per hari, penggunaan terminologi medis tepat dan penetapan kode akurat kurang dari 70%. Dan sebaliknya beban kerja coder yang kurang dari 36 DRM, penggunaan terminologi medis tepat dan penetapan kode diagnosis utama akurat lebih dari 75%.