BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang. Usaha mikro, kecil, dan menengah memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Peran tersebut yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat serta berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 menunjukkan bahwa sektor usaha kecil dan menengah lebih mampu bertahan dalam krisis dibandingkan usaha-usaha besar. Hal ini membangkitkan kesadaran pentingnya peran usaha kecil dan menengah sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia sehingga harus diberikan kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan yang seluas-luasnya.
Perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Dunia perbankan di Indonesia mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat setelah diberlakukannya Paket Kebijakan Oktober 1988 (Pakto 88). Kebijakan ini memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk mendirikan bankbank baru dan memberikan kemudahan bagi bank-bank yang telah ada untuk membuka kantor kantor cabang, sehingga banyak berdiri bank-bank baru maupun bank-bank lama yang membuka kantor cabang di seluruh Indonesia. Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim merupakan potensi pasar tersendiri bagi segala macam produk yang mengusung ajaran Islam. Hal serupa juga terjadi pada dunia perbankan. Kehadiran lembaga keuangan Syariah di Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat yang tidak menghendaki adanya bunga dalam transaksi perbankan. Indonesia dewasa ini dapat dikatakan sudah memasuki era ekonomi syariah yang ditandai dengan bermunculannya berbagai lembaga bisnis dan keuangan yang memakai prinsip berkeadilan yang bebas bunga, diantaranya adalah Bank Syariah M yang berdiri sejak tahun 1999. Pemerintah didukung Bank Indonesia telah menetapkan salahsatu strategi pemulihan ekonomi nasional antara lain dengan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah. Bank Syariah M mempunyai kepedulian untuk ikut serta membangun dan mengembangkan usaha mikro dengan cara melakukan investasi pembiayaan mikro berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan yang diberikan Bank Syariah M kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah diwujudkan
dalam produk pembiayaan warung mikro. Pembiayaan warung mikro Bank Syariah M merupakan pembiayaan bersifat produtif kepada masyarakat atau calon nasabah baik perorangan atau badan usaha dengan limit sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Termasuk dalam segmen mikro adalah pembiayaan dengan dengan tujuan multiguna kepada nasabah perorangan dengan limit sampai dengan Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta ruiah) yang disalurkan melalui warung mikro. Pembiayaan warung mikro Bank Syariah M merupakan pembiayaan yang bersifat umum, dapat diberikan untuk semua kebutuhan mikro di masyarakat baik untuk konsumtif maupun usaha produktif dengan bersumber pembayaran kembalinya berasal dari hasil usaha atau pendapatan tetap nasabah. Pasal 1 butir 12 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan bahwa dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai yang diperjanjikan. Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penjelasan Pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain: a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis; b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah debitur; c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi; f. Penyelesaian sengketa. Bank Syariah M dalam memberikan pembiayaan warung mikro mensyaratkan adanya agunan untuk menjamin pembiayaan yang diberikan dapat kembali. Agunan utama dari pembiayaan warung mikro adalah obyek yang dibiayai dan
agunan tambahan berupa barang kebendaan milik nasabah berupa benda tetap maupun benda bergerak. Menurut ketentuan hukum positif Indonesia lembaga jaminan untuk benda tetap adalah Hak Tanggungan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Lembaga jaminan untuk benda bergerak adalah jaminan Fidusia sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penulis mengamati terdapat ketidaksesuaian antara ketentuan perundangundangan dengan praktek di lapangan. Praktek pembiayaan pada warung mikro Bank Syariah M, pengikatan agunan berupa kendaraan bermotor tidak dipasang jaminan fidusia tetapi menggunakan surat kuasa menjual. Surat kuasa menjual ini merupakan surat kuasa khusus yang diberikan oleh nasabah selaku pemberi kuasa kepada bank selaku penerima kuasa dengan maksud untuk menjual agunan manakala nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya. Surat kuasa menjual ini ditandatangani oleh nasabah bersamaan dengan penandatangan akad pembiayaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latarbelakang masalah diatas, penulis tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang surat kuasa menjual pada pengikatan jaminan pembiayaan murabahah Warung Mikro Bank Syariah M KCP Kotagede dengan perumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Apa alasan Warung Mikro Bank Syariah M KCP Kotagede memberlakukan surat kuasa menjual dan tidak memasang jaminan fidusia untuk agunan kendaraan bermotor serta konsekwensi hukumnya? 2. Mengapa surat kuasa menjual dibuat pada saat penandatanganan akad pembiayaan dan apa konsekwensi hukum atas surat kuasa menjual yang dibuat pada saat yang bersamaan dengan penandatanganan akad pembiayaan? C. Keaslian penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian. Berdasarkan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada diperoleh berbagai tesis mengenai surat kuasa menjual, yaitu : 1. Tesis yang ditulis oleh Ray Seivna tahun 2012 dengan judul Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit Melalui (SKM) Surat Kuasa Menjual oleh Bank Perkreditan Rakyat Danagung Bhakti Yogyakarta dengan rumusan masalah mengenai penyelesaian kredit macet dalam eksekusi jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit melalui SKM dan peranan Notaris dalam eksekusi jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit melalui Bank Perkreditan Rakyat Danagung Bhakti Yogyakarta. 5 5 Ray Seivna, Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit Melalui (SKM) Surat Kuasa Menjual oleh Bank Perkreditan Rakyat Danagung Bhakti Yogyakarta, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,2012
2. Tesis yang ditulis oleh Fairuzzabadi tahun 2010 dengan judul Penyelesaian Kredit Bermasalah Yang Dijamin Dengan Surat Kuasa Menjual Atas Tanah Yang Dibuat Secara Dibawah Tangan Pada PT. Bank Riau Cabang Pembantu Tankerang Kota Pekanbaru Riau dengan rumusan masalah mengenai pelaksanaan penyaluran kredit mikro yang dijamin dengan surat kuasa menjual bawah tangan atas tanah serta penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan surat kuasa menjual bawah tangan atas tanah di PT. Bank Riau Cabang Pembantu Tankerang. 6 3. Tesis yang ditulis oleh Rofiqoh Kusnul Khotimah tahun 2010 dengan judul Kajian Surat Kuasa Menjual Hak Milik Atas Tanah Dalam Perjanjian Kredit Mikro Kupedes di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk Cabang Bantul dengan rumusan masalah mengenai alasan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Bantul memberlakukan surat kuasa menjual hak milik atas tanah tidak mengikuti prosedur tatacara pengikatan jaminan kebendaan berupa hak milik atas tanah dan perlindungan hukum kepada kreditur dalam hal ada debitur yang wanprestasi 7. Penelitian-penelitian tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis sehingga penelitian ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap rumusan tersebut diatas dan berbeda dengan penelitian- 6 Fairuzzabadi, Penyelesaian Kredit Bermasalah yang Dijamin Dengan Surat Kuasa Menjual Atas Tanah Yang Dibuat Secara Dibawah Tangan Pada PT. Bank Riau Cabang Pembantu Tankerang Kota Pekanbaru Riau, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,2010 7 Rofiqoh Kusnul Khotimah, Kajian Surat Kuasa Menjual Hak Milik Atas Tanah Dalam Perjanjian Kredit Mikro Kupedes di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk Cabang Bantul, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,2010
penelitian yang dilakukan sebelumnya. Perbedaan dengan penelitian Ray Seivna, Fairuzzabadi dan Rofiqoh Kusnul Khotimah terletak pada rumusan masalah dan lokasi penelitian meskipun membahas satu pokok bahasan yang sama yaitu mengenai surat kuasa menjual, sehingga penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif : a) Untuk mengetahui alasan Warung Mikro Bank Syariah M KCP Kotagede memberlakukan surat kuasa menjual dan tidak memasang jaminan fidusia untuk agunan kendaraan bermotor serta konsekwensi hukumnya. b) Untuk mengetahui alasan surat kuasa menjual dibuat pada saat penandatanganan akad pembiayaan dan konsekwensi hukum atas surat kuasa menjual yang dibuat pada saat yang bersamaan dengan penandatanganan akad pembiayaan. 1. Tujuan Subyektif : Untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang lengkap dan berguna dalam penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universias Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan ilmiah maupun kepentingan praktis.
1. Secara Ilmiah Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang berarti bagi kajian perkembangan ilmu hukum dan menjadi tambahan pustaka bagi siapa saja yang ingin meneliti lebih dalam mengenai permasalahan ini. 2. Kegunaan secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pihakpihak terkait khususnya kepada PT. Bank Syariah M KCP Kotagede, berupa sumbangan pikiran terhadap pelaksanaan penjaminan pembiayaan warung mikro.