BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kuantitas lembaga. sampai dengan Perguruan Tinggi (PT).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

POLA INTERAKSI GURU DALAM MEMOTIVASI ASPEK SOSIAL ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan harkat martabat manusia. Pendidikan akan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di sekolah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses usaha manusia guna menimbulkan dan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, dan sebagainya. sebaliknya dalam individu berbakat pasti ditemukan kecacatan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pendidikan anak usia 4-6 tahun sampai memasuki

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. khusus. Soemantri menyatakan bahwa istilah tunagrahita digunakan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pendidik yang mendidik anak disekolah. Hanya saja, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-6 tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara luas diketahui bahwa periode anak dibagi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN. Pendefinisian manusia dinyatakan Allah Swt. dalam Al-Qur an dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagian terpenting bagi setiap bangsa apalagi bangsa yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. DEPDIKNAS, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Butir 4. 2

SEKOLAH ISLAM TERPADU DI PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA. A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan sehari-harinya yang senantiasa berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sebagai makhluk individual juga, manusia mempunyai dorongan dan karakteristik pribadi lainnya. Selanjutnya sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk saling berhubungan dengan orang lain atau hubungan antar personal. Sebagai makhluk sosial, setiap individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai salah satu hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mewujudkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya sehingga nantinya akan menghasilkan interaksi baik pula. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial nantinya akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga mereka akan dikucilkan dari pergaulan dan cenderung menyendiri, berperilaku yang kurang normative, misalnya perilaku asosial ataupun anti sosial. Bahkan dalam perkembangannya bisa menyebabkan gangguan jiwa dan perilaku negative lainnya. 1

Peranan keluarga pada dasarnya merupakan tempat pertama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan dalam psikis yang diperoleh anak dalam keluarganya sangat menentukan nantinya bagaimana si anak tersebut akan berinteraksi dengan lingkungannya. Inilah pentingnya peran orangtua dalam memberikan penanaman nilai-nilai keagamaan dan pada umumnya yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa memandang pada halhal fisik seperti materi, penampilan bahkan kesempurnaan jasmani seseorang. Masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah sangat besar, seringkali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya, hal ini merupakan suatu hal yang normal. Melihat realita yang ada sejauh ini kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif meskipun tidak semua remaja seperti itu akan tetapi selagi kegiatan yang dilakukannya tidak merugikan orang lain. Hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja tersebut dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikologinya. Dewasa ini ilmu psikologi, sudah menjadi semakin dikenal oleh masyarakat seluruh Indonesia. Betapa tidak, psikologi berfungsi sangat erat sebagai alat bantu untuk menciptakan kehidupan yang sehat, damai dan sejahtera. Bahwa ini berarti psikologi memang dibutuhkan bagi siapa saja yang ingin menjalankan kehidupan sehari-hari secara sehat. Hidup sehat jasmani, rohani, emosional, intelektual dan spiritual akan menjadi dambaan setiap insan yang normal. Secara kodrati, manusia mampu menunjukkan 2

perbedaan-perbedaan individual dalam berbagai bidang aspek antara lain aspek fisik, sosial, emosional dan tidak kalah penting dalam aspek intelektual. Aspek-aspek inilah yang nantinya akan saling berinteraksi dalam membentuk perilaku manusia. Inilah letak pentingnya pembahasan tentang perilaku seseorang dalam memberikan dukungan sosial berupa interaksi antar sesama makhluk. Allah berfirman dalam surat at-tiin sebagai berikut : Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Qs. At-Tiin : 4). 1 Sejalan dengan firman diatas, setiap orang tua pasti menginginkan putra-putrinya lahir dengan sempurna baik secara fisik maupun mental. Maka perlu diketahui anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. 2 Namun, pada realitanya anak berkebutuhan khusus sering dianggap remeh oleh lingkungan masyarakat, padahal anak berkebutuhan khusus sendiri mempunyai hak untuk hidup, berprestasi dalam dunia pendidikan meskipun terdapat keterbatasan yang mereka miliki, akan tetapi hal tersebut tidak bisa menghalangi mereka untuk berkreasi bersanding dengan anak 137 1 Qs. At-Tiin [95]: 4 2 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (konsep & aplikasi) (Yogyakarta:2012), hal. 3

normal sebayanya. Sikap inilah yang nantinya akan menjadikan anak tersebut minder dalam bergaul dengan lingkungannya. Peranan kegiatan keagamaan dalam mendukung siswa bersosial juga sangat dibutuhkan. Hal ini yang nantinya akan berperan langsung dalam membentuk karakter keagamaannya. Kegiatan keagamaan merupakan suatu aktivitas atau usaha yang berhubungan dengan sistem/prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran melalui kebaktian dan kewajiban meliputi peringatan hari besar Islam (PHBI). Keterlibatan siswa normal terhadap anak berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan diharapkan nantinya siswa mampu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam beragama. Peranan dukungan sosial pada lingkungan sekolah formal contohnya pada tingkat SMA/MA sederajat dengan lingkungan dipondok pesantren akan berbeda pada tingkat dukungan sosialnya, akan tetapi keduanya memungkinkan hal yang sama pada tingkat sosialnya untuk itu penulis nantinya akan mengungkap pola dukungan sosial berupa interaksi pada lingkungan tersebut terutama dalam kegiatan keagamaan. Panti dan pondok pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan adalah salah satu lembaga dibawah naungan Muhammadiyah di wilayah Lamongan, yang mana yayasan ini mempunyai beberapa bidang lembaga pendidikan antara lain: TK ABA, SLBM, MTSM, MAM. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian di dalam yayasan tersebut dengan melihat secara real realita dukungan sosial siswa normal dan sekolah terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan. 4

Oleh karena itu disini penulis akan membahas tentang, DUKUNGAN SOSIAL SISWA NORMAL DAN SEKOLAH TERHADAP SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM KEGIATAN KEAGAMAAN DI PANTI DAN PONDOK PESANTREN AL-MIZAN MUHAMMADIYAH LAMONGAN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana dukungan sosial siswa normal (Peer Group) terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan di Panti dan Pondok Pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan? 2. Bagaimana dukungan pihak sekolah terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan di Panti dan Pondok Pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 5

1. Mendeskripsikan dukungan sosial siswa normal (Peer Group) terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan di Panti dan Pondok Pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan. 2. Mendeskripsikan dukungan sekolah terhadap siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaan di Panti dan Pondok Pesantren Al- Mizan Muhammadiyah Lamongan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Yayasan Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi yayasan panti dan pondok pesantren Al-Mizan sebagai bahan evaluasi dalam mengembangkan kualitas yang lebih baik di yayasan tersebut terutama pada lembaga SLB. 2. Bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) / Pendidik Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pendidik agar lebih memperhatikan dan memberikan pengawasan lebih terhadap sosial lingkungan siswa berkebutuhan khusus dalam kegiatan keagamaannya. 3. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan kepada siswa agar lebih memberikan perhatian khusus terhadap ABK disekelilingnya, sehingga saling menghormati dan menghargai kondisi siswa ABK. 6

4. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan agar penulis menambah wawasan tentang ABK dan mengetahui kondisi sosial yang real di lingkungan. E. Batasan Istilah 1. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau informasi yang diterima oleh seseorang melalui kontak formal maupun informal dengan individu atau kelompok. 3 Dukungan sosial dapat berupa perhatian emosional, bantuan instrumental dan dapat memberikan informasi dengan situasi yang menekan yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, empati, membantu kesulitan. 4 Maksud dari kata dukungan sosial dalam penelitian ini adalah dukungan dari teman-teman sebayanya (peer group) terhadap anak berkebutuhan khusus meliputi: perhatian, memaklumi, mentolelir, memahami, empati, simpati, memberi arahan, dermawan (memberi barang/berbagi jajan). 2. Siswa Normal Indikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini, pada siswa normal adalah siswa Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Atfal III (TK ABA 3 Suparyanto. 2011. Konsep Dukungan. diakses 28 Januari 2015 dari http://drsuparyanto.blogspot.com/2011/05/konsep-dukungan.html. 4 Shelley E. Taylor dkk, Psikologi Sosial, ( Jakarta: 2009, Ed.12, cet. 1) hal. 555. 7

III) dan siswa Madrasah Aliyah Muhammadiyah 09 Lamongan kelas XI yang mempunyai kriteria usia antara 5-6 tahun pada jenjang TK ABA III, sedangkan usia antara 15-16 pada jenjang MAM 09 Lamongan kelas XI yang berada dalam satu lingkungan interaksi sosial tersebut. 3. Siswa Berkebutuhan Khusus Klasifikasi gangguan mental atau anak berkebutuhan khusus menurut Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) atau Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) sebagai berikut: a. Retardasi Mental: retardasi mental ringan, sedang, berat, sangat berat dan beratnya tidak terspesifikasi pada yang lain. b. Gangguan Belajar: gangguan membaca, gangguan mengekspresikan tulisan (menulis). c. Gangguan Perkembangan Pervasif: gangguan autism, gangguan rett. d. Gangguan Perilaku kurang Perhatian dan Desruktif: gangguan kurang perhatian atau hiperaktif, gangguan tingkah laku, gangguan penyimpangan beroposisi. 5 Mengacu pada definisi anak berkebutuhan khusus (ABK), maka penelitian ini berfokus pada siswa yang memiliki keterbatasan yang sudah dijelaskan di atas. Berdasarkan batasan istilah ini, peneliti juga membatasi pada usia dan jenjang anak berkebutuhan khusus antara lain pada usia 5-6 tahun untuk jenjang TKLB, dan usia 15-16 tahun untuk jenjang SMALB, 5 Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapannya (Malang:2007), hal. 48-49. 8

dalam hal ini peneliti nantinya akan meninjau pola interaksi terhadap lingkungannya dalam kegiatan keagamaan. 4. Kegiatan Keagamaan Maksud dari kata kegiatan keagamaan dalam penelitian ini adalah: (a). Kegiatan keagamaan pada peringatan hari besar islam (PHBI) yang meliputi: Nuzulul Qur an, Maulid Nabi, Isro Mi roj, Pondok Ramadhan, 1 Muharram, Tahun Baru Hijriyah, Hari Raya Idhul Fitri, Hari Raya Idhul Adha,(b). Imtihan, (c). Praktek Ibadah meliputi: praktek wudhu, tayamum, zakat, dan (d). Seni Pentas PAI. 9