PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI KULIT Acacia mangium Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN NAILUL FAUZIAH

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI KULIT Acacia mangium Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN NAILUL FAUZIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG

KARAKTERISTIK BRIKET BIOARANG LIMBAH PISANG DENGAN PEREKAT TEPUNG SAGU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. minyak bumi semakin menipis bisa dilihat dari produksi minyak bumi dari tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

TEKNIK PENGOLAHAN BIO-OIL

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH

III. METODOLOGI PE ELITIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

Perubahan zat. Perubahan zat

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

METODE. Materi. Rancangan

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

1. Pengertian Perubahan Materi

ANALISIS KUALITAS BRIKET ARANG DARI CAMPURAN KAYU AKASIA DAUN LEBAR

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Sifat Hasil Pembakaran Arang Dari Enam Jenis Kayu

3 Metodologi penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK BRIKET ARANG PADA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG BIJI BUAH KARET

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Randemen Arang Tempurung Kelapa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

Transkripsi:

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI KULIT Acacia mangium Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN NAILUL FAUZIAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi Nama NRP Departemen : Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben : Nailul Fauziah : E24104018 : Hasil Hutan Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Ir. Rita Kartika Sari, M.Si Dr. Gustan Pari, M.Si, APU NIP. 132.133.963 NIP. 710.005.078 Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131.578.788 Tanggal Pengesahan:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 10 Agustus 1986, anak bungsu dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Hambali Subing dan Ibu Mahbubah Tuzakkiyah. Pendidikan SD ditempuh penulis di SD Negeri I Tulang Bawang Tengah pada tahun 1995 sampai tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2000 di SLTP Negeri I Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 pula penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Tumijajar dan menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus DKM Al Hurriyah, DKM Ibaadurrahmaan, dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN). Penulis telah mengikuti Praktek Umum Pengenalan Hutan di KPH Ngawi Jawa Timur, KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang selama dua bulan di industri furniture PT Pratama Jaya, Semarang Jawa Tengah. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjanan kehutanan, penulis melakukan kegiatan penelitian dengan judul Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben, di bawah bimbingan Ibu Ir.Rita Kartikasari, Msi, dan Bapak Dr. Gustan Pari Msi, APU.

PEMBUATAN ARANG AKTIF SECARA LANGSUNG DARI KULIT Acacia mangium Wild DENGAN AKTIVASI FISIKA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN NAILUL FAUZIAH E24104018 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf yang salah satu manfaatnya adalah sebagai adsorben. Kualitas arang aktif ditentukan oleh proses pengarangan dan aktivasi terutama suhu optimum karbonisasi. Sifat fisika dan kimia arang aktif yang meliputi kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat digunakan untuk menduga kualitas arang aktif tersebut. Kualitas arang aktif sebagai adsorben dapat diketahui melalui pengukuran derajat kristalinitas dan daya serap terhadap senyawa kimia yang berbeda tingkat kepolarannya seperti yodium, kloroform, dan benzena. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang membahas pengaruh suhu optimum karbonisasi terhadap kualitas arang aktif sebagai adsorben yang dibuat dari kulit akasia dengan aktivasi secara fisika. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari dari sempurna. Segala kritik dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2009 Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahhirobbil alaamiin, segala puji hanya bagi ALLAH SWT, Rabb semesta alam, atas segala nikmat yang hadir dalam setiap episode kehidupan, dan atas izin NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat kelulusan menjadi sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini : 1. Ibu Ir. Rita Kartikasari, Msi dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si APU selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, saran, ketulusan, dan motivasi tanpa henti, yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi penulis untuk menjadi manusia berdedikasi. 2. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Arum S. Wulandari, M.Si selaku penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan nasehatnya kepada penulis. 3. Ayah dan ibu, serta seluruh keluarga tercinta atas segala cinta, ketulusan, do a, dan motivasi yang tiada pernah surut mencipta seberkas cahaya dalam mengarungi lautan ilmunya. 4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama bagian Kimia Hasil Hutan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira kepada penulis. 5. Sahabat terbaik dan teristimewa Dewangga, Tuti, Meita, Ariyanto, serta teman teman seperjuangan di bagian Kimia Hasil Hutan, Patria, Adi, Rendra, Edo, Novi, Hanif, Farikha, Sandi, dan Ali. Kebersamaan dalam canda tawa dan duka bersama kalian adalah hal yang tetap tertoreh abadi di hati ini. 6. Seluruh sahabat angkatan 2004 di Fakultas Kehutanan umumnya dan sahabat di Program Studi Teknologi Hasil Hutan khususnya. Memiliki sahabat seperti kalian adalah harta yang tidak dapat tergantikan di sepanjang kehidupan, semoga persaudaraan kita tetap abadi. 7. Keluarga besar DKM Ibaadurrahmaan, atas segala do a dan indahnya persaudaraan selama ini. 8. Seluruh pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. ii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia mangium Wild... 4 2.2 Arang dan Arang Aktif 2.2.1 Arang..... 5 2.2.2 Arang aktif...... 8 2.3 Daya serap arang aktif... 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 11 3.2 Bahan dan Alat Penelitian... 11 3.3 Metode Penelitian... 11 3.3.1 Persiapan sample... 11 3.3.2 Pengarangan... 11 3.3.3 Pembuatan arang aktif... 12 3.3.4 Pengujian kualitas arang dan arang aktif... 12 3.3.4.1 Pengujian sifat fisika... 12 a. Penetapan kadar air... 12 3.3.4.2 Pengujian sifat kimia... 12 b. Penetapan kadar zat menguap... 12 c. Penetapan kadar abu... 13 d. Penetapan kadar karbon terikat... 13 3.3.4.3 Daya serap arang aktif... 13 a. Daya serap terhadap yodium... 13 b. Daya serap terhadap kloroform dan benzena... 14 3.3.5 Derajat kristalinitas arang dan arang aktif... 14 3.3.6 Rancangan percobaan... 14 3.3.7 Analisis data... 15 3.3.8 Diagram alir proses penelitian... 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia... 18 iii

4.1.1 Kadar air... 18 4.1.2 Kadar zat Menguap... 20 4.1.3 Kadar abu... 21 4.1.4 Kadar karbon terikat... 23 4.1.5 Derajat kristalinitas arang... 25 4.2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia Dan Arang Aktif Komersial... 26 4.2.1 Kadar air... 26 4.2.2 Kadar zat menguap... 27 4.2.3 Kadar abu... 27 4.2.4 Kadar karbon terikat... 28 4.2.5 Derajat kristalinitas arang aktif kulit akasia dan arang aktif komersial... 28 4.3 Daya Serap Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif Komersial... 29 4.3.1 Daya serap terhadap yodium... 29 4.3.1 Daya serap terhadap benzena... 30 4.3.1 Daya serap terhadap kloroform... 30 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 31 5.2 Saran... 31 DAFTAR PUSTAKA... 32 LAMPIRAN... 34 iv

No DAFTAR TABEL 1. Persyaratan Kualitas Arang Aktif Menurut (SNI) 06 3730 199... 10 2. Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia... 18 Halaman 3. Sifat Fisika dan Kimia Arang Aktif Kulit Akasia serta Arang Aktif Komersial... 26 4. Daya Serap Arang Aktif Kulit Akasia dan Arang Aktif Komersial... 29 v

No DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia...16 2 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit akasia...17 3. Histogram Nilai Kadar Air Arang Kulit Akasia...19 4. Histogram Nilai Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia...20 5. Histogram Nilai Kadar Abu...22 6. Histogram Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia...16 vi

No DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat fisika dan Kimia Arang Kulit akasia.. 35 1.1 Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air Arang Kulit Akasia... 35 1.2 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia... 35 1.3 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu Arang Kulit Akasia... 35 1.3 Hasil Analisis Sidik Rgam Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia... 36 2. Hasil Uji Lanjut Duncan... 36 2.1 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Arang Kulit Akasia... 36 2.2 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia... 37 2.3 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Arang Kulit Akasia... 37 2.4 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia... 38 3. Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Kulit Acacia Mangium Pada Berbagai Suhu... 38 3.1 Difraktogram Kontrol... 38 3.2 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 200 ºC... 39 3.3 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 300 ºC... 39 3.4 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 400 ºC... 40 3.5 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 500 ºC... 40 3.6 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 600 ºC... 41 3.7 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 700 ºC... 41 3.8 Difraktogram Arang Kulit Akasia Pada Suhu 800 ºC... 42 3.9 Difraktogram Arang Aktif Kulit Akasia... 42 3.10 Difraktogram Arang Aktif komersial... 43 vii

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Secara Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben adalah benar benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 Nailul Fauziah E24104018

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Upaya nyata yang telah dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya hutan dan memenuhi kebutuhan industri kehutanan akan kayu adalah dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan berbagai jenis tanaman cepat tumbuh dan berkualitas baik. Salah satu jenis tanaman HTI yang banyak ditanam dan berhasil dikembangkan dibandingkan jenis lainnya adalah Acacia mangium Wild. Hal ini karena kayu akasia yang dipakai sebagai bahan baku utama dalam industri pulp, kertas, dan Medium Density Fiber (MDF) termasuk ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh dengan riap rata rata sebesar 25 30 m /ha/th (Stahl 1993). Hingga saat ini bagian dari kayu akasia yang belum termanfaatkan secara optimal dan dianggap sebagai limbah dalam industri industri tersebut yaitu bagian kulit. Diperkirakan terdapat 1.665.150 m 3 limbah kulit akasia dengan rendemen kulit antara 12 17% (Pari et al. 2000). Data lain mengungkapkan bahwa dari 1 m 3 kayu akasia bisa diperoleh 0,14 ton kulit kayu dengan kadar air 50% (Santoso 2005). Sebagai contoh potensi limbah kulit kayu akasia di industri MDF PT Sumalindo Lestari Jaya Kalimantan Timur mencapai 2.000 3.000 m 3 per bulan dan hanya 20 % yang dimanfaatkan untuk konsumsi boiler, selebihnya belum termanfaatkan (Kholik et al. 2005). Sedangkan di PT Musi Hutan Persada (MHP) terdapat 15,18 ton limbah kulit kayu A. mangium yang belum dimanfaatkan. Selama ini kulit kayu akasia hanya digunakan sebagai sumber energi untuk memanaskan boiler dan perekat tanin (Pari et al. 2006 ). Limbah kulit kayu yang belum dimanfaatkan tersebut sangat potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi produk arang yang mudah dan murah didapatkan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan energi mereka. Selanjutnya, langkah yang lebih baik yaitu dapat dilakukan konversi produk arang menjadi arang aktif dengan manfaat lebih luas. Kualitas arang yang dihasilkan ditentukan terutama oleh kandungan lignin dalam bahan baku yang dapat dikonversi menjadi atom karbon (Pari 2004). Menurut Fengel (1983) struktur lignin kayu dan lignin kulit memiliki kemiripan meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam nisbah komponen komponen, sehingga diduga kulit kayu

2 akasia juga dapat digunakan sebagai bahan baku arang dan arang aktif. Saaat ini diperkirakan konsumsi arang aktif dunia mencapai 300.000 ton/th (Anonim 2008). Disamping itu, kebutuhan Indonesia akan arang aktif untuk bidang industri masih relatif tinggi untuk keperluan berbagai bidang keperlun berbagai bidang industri seperti industri makanan, farmasi, air minum, dan lain lain. Pada tahun 2000, impor arang aktif tercatat sebesar 2.7770.573 kg berasal dari negara Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Singapura, dan Malaysia (Anonim 2000). Peningkatan ekspor arang aktif dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu 6,1% dengan jumlah ekspor saat ini sebesar 11.553 ton ke Yunani, Timur Tengah, dan negara negara Eropa lainnya (Anonim 2008). Berdasarkan hal tersebut pembuatan arang aktif dari limbah kulit akasia merupakan langkah tepat dalam pengembangan potensi limbah kulit akasia. Salah satu pemanfaatan arang aktif limbah kulit akasia yaitu sebagai subtitusi bahan penyerap (adsorben) komersial yang telah diperjualbelikan. Arang aktif yang dimanfaatkan sebagai penyerap ini kemudian dapat diaplikasikan salah satunya dalam penjernihan air yang tercemar oleh limbah industri kimia, pertambangan, dan pertanian. Selama ini pembuatan arang aktif dilakukan dengan cara membuat arang terlebih dahulu baru kemudian diaktivasi menjadi arang aktif dengan cara kimia maupun fisika (Pari et al. 2006). Namun cara tersebut dinilai kurang afektif karena membutuhkan tahapan dan waktu yang cukup lama. Untuk mempersingkat proses tersebut maka arang aktif tidak dihasilkan dari aktivasi produk arang, namun arang aktif dibuat secara langsung dari bahan baku dengan suhu aktivasi yang optimum. Seperti halnya pada penelitian Pari et al (1996) yang mengkonversi secara langsung bahan baku kayu sengon menjadi arang aktif dengan kualitas memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit akasia juga dapat dilakukan sebagai langkah tepat untuk meningkatkan pengembangan potensi limbah kulit akasia secara efektif. Kualitas produk arang dapat dilihat dari nilai kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat, dan nilai kalor. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas arang yaitu suhu karbonisasi yang digunakan. Informasi ilmiah mengenai suhu yang optimum untuk menghasilkan produk arang dengan

3 kualitas memenuhi standar sangat diperlukan terutama sebagai acuan dalam pembuatan arang aktif. Selain itu arang aktif yang akan dimanfaatkan sebagai penyerap dalam penjernihan air perlu dilihat derajat kristalinitas dan besarnya daya serap arang aktif tersebut terhadap gas atau cairan. Hal ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas arang aktif tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui suhu optimum karbonisasi untuk menghasilkan arang yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif. Suhu optimum ini akan digunakan sebagai suhu pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit akasia. 2. Mengetahui sifat fisika dan kimia arang aktif kulit akasia dan kemampuannya sebagai adsorben.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia mangium Wild Di dunia Internasional Acacia mangium dikenal dengan nama brown salwood, black wattle, dan hickory wattle. Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama tongke hutan, mange hutan dan nak, dan di Malaysia disebut mangium (Lemmens et al. 1995). Pohon akasia tumbuh secara alami di Indonesia, yaitu di kepulauan Seram, Aru, dan Irian Jaya. Di Indonesia tanaman A. mangium dikenal dengan nama perdagangan kayu akasia (Mandang dan Pandit 1997). Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai musim kemarau yang basah, pada tempat subur atau kurang subur. Pohon akasia juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap variasi kondisi tempat tumbuh, namun lebih menyukai daerah yang tinggi dan kering (Lemmens et al. 2002). Lawrence (1951) menerangkan sistematika tanaman akasia adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Sub Famili : Mimosoidae Genus : Acacia Species : Acacia mangium Wild Saat ini di Indonesia kayu akasia merupakan bahan baku utama dalam industri pulp, kertas, dan MDF, dan bahan bukan kayu yang tidak digunakan serta tersisa yaitu kulit kayu. Jamaludin (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan kayu akasia hingga saat ini lebih bervariasi baik untuk kayu serat, kayu pertukangan, maupun kayu energi seperti untuk arang. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat, dan turunan kayu seperti kulit kayu. Kandungan lignin yang tinggi terdapat dalam bagian batang yang paling rendah, paling tinggi, paling dalam, cabang kayu lunak, juga dalam kulit kayu (Fengel dan Wegener 1995). Kulit kayu

5 akasia memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan arang dan arang aktif (Pari et al. 2000). 2.2 Arang dan Arang Aktif 2.2.1 Arang Arang merupakan residu hitam berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari bahan-bahan yang mengandung karbon melalui pemanasan pada suhu tinggi (Tryana dan Sarma 2003 Anonim 2008). Komarayati (2007) mendefinisikan bahwa arang adalah residu berwarna hitam hasil pembakaran pada keadaan tanpa oksigen yang mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori, seperti kayu atau bahan biomaterial lainnya. Sebagian pori pori masih tetap tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat ( fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur. Arang merupakan produk setengah jadi dalam pembuatan arang aktif dan kualitas arang aktif yang dihasilkan di antaranya dipengaruhi oleh kesempurnaan proses pengarangan. Pengarangan merupakan salah satu dari proses termokimia yang dapat mengkonversi biomassa menjadi arang (Worasuwannark et al. 2004). Proses pengarangan salah satunya dipengaruhi oleh suhu yang akhirnya akan menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Banyaknya arang yang dihasilkan ditentukan oleh komposisi awal biomassa yaitu semakin banyak kandungan zat menguap maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara (Kementrian BUMN 2008) Proses pengarangan ada 4 tahap (Sudrajat dan Salim 1994 ), yaitu : 1. Pada suhu 100 120 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270 C mulai terjadi penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan mengandung asam organik dan sedikit metanol. 2. Pada suhu 270-310 C reaksi eksotermik berlangsung, terjadi penguraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas, kayu, dan sedikit ter. Asam pirolignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri atas CO dan CO 2.

6 3. Pada suhu 310 510 C terjadi penguraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter, sedangkan larutan pirolignat menurun, dan produksi gas CO 2 menurun, sedangkan gas CO, CH 4, dan H 2 meningkat. 4. Pada suhu 500 1000 C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon. Nugraha (2005) menyatakan bahwa pirolisis ialah salah satu proses pengarangan yang mendekomposisi material organik tanpa mengandung oksigen. Apabila ada oksigen pada saat proses pirolisis maka akan ada reaksi dengan material lain yang pada akhirnya akan menghasilkan abu. Pada proses pirolisis terhadap kayu, lignin terdegradasi sebagai akibat kenaikan suhu sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan jenis kayu. Proses pirolisis berlangsung dalam dua tahapan yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer terdiri dari proses cepat yang terjadi pada suhu 50 300 C, dan proses lambat pada suhu 300 400 C. Proses pirolisis primer cepat menghasilkan arang, berbagai gas, dan H 2 O. Sedangkan proses lambat menghasilkan arang, H 2 O, CO, dan CO 2. Pirolisis sekunder merupakan proses pirolisis yang berlangsung pada suhu lebih dari 600 C dan terjadi pada gas gas hasil, serta menghasilkan CO, H 2, dan hidrokarbon (Pari 2004). Penilaian kualitas arang dilakukan berdasarkan : 1. Ukuran, meliputi : batangan, halus, atau pecah. 2. Sifat fisik meliputi, warna, bunyi, nyala, kekerasan, kerapuhan, nilai kalor, dan berat jenis. 3. Analisis arang, meliputi : kadar air, kadar abu, karbon sisa, dan zat mudah menguap. 4. Suhu maksimum pengarangan dan kemurnian arang. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas arang adalah cara dan proses pengolahan (Djatmiko et al. 1981). Menurut Hendra dan Darmawan (2000) penetapan kualitas arang umumnya dilakukan terhadap kombinasi sifat kimia dan fisika yaitu: 1. Sifat Fisika berupa kadar air Kadar air merupakan kandungan air dalam arang dengan kondisi kering udara. Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang terkandung

7 sangat kecil, biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari udara sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat kadar air mencapai kadar air keseimbangan dengan udara sekitarnya. Arang yang berkualitas baik yang dipasarkan adalah arang yang mempunyai kadar air 5-10 %. 2. Sifat Kimia, antara lain : a. Kadar abu Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah satu unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda-beda tergantung jenis kayu, letak kayu dalam pohon, dan kandungan kulit kayu. Arang yang baik mempunyai kadar abu sekitar 3%. Semakin rendah kadar abu maka akan semakin baik briket arang tersebut. b. Kadar zat menguap Zat mudah menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan abu yang terdapat di dalam arang, yang terdiri atas cairan dan sisa ter yang tidak habis dalam proses karbonisasi. Kadar zat mudah menguap ini tergantung pada proses pengarangan dan temperatur yang diberikan. Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur karbonisasi ditingkatkan akan semakin menurunkan persentase kadar zat menguapnya. c. Kadar karbon terikat Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam arang. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar zat menguap dan kadar abu maka akan menurunkan kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat dalam arang kayu berkisar 50-95 %. Arang kayu yang berkulitas baik yang mempunyai kadar karbon terikat antara 70-80 %. d. Nilai kalor bakar Nilai kalor bakar adalah nilai panas yang ditimbulkan oleh arang akibat adanya reaksi pembakaran pada volum tetap. Arang dengan nilai kalor bakar yang tinggi sangat disukai, baik untuk keperluan rumah tangga ataupun industri. Menurut Smisek dan Cerny (1970) dalam Pari et al. (2006), Arang yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

8 1. Mempunyai kandungan arang (fixed carbon) diatas 75% 2. Cukup keras ditandai dengan tidak mudah dan hancur 3. Kadar abunya tidak lebih dari 5% 4. Kadar zat menguapnya tidak lebih dari 15% 5. Kadar airnya tidak lebih dari 15% 6. Tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya. Penggunaan arang tidak hanya terbatas sebagai bahan bakar, tetapi juga dalam berbagai industri. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa arang banyak digunakan untuk metalurgi, pemurnian logam, sintetis kimia dan berbagai tujuan lain. Manfaat arang menurut Kholik et al. (2006) antara lain : 1. Keperluan rumah tangga dan bahan bakar khusus seperti binatu, tungku pembakar, pengeringan daging, ikan, tembakau, pengecoran logam, peleburan timah dan logam, peleburan timah dan timbal. 2. Keperluan metalurgi seperti industri aluminium, plat baja, penyepuhan, kobalt, tembaga, nikel, besi kasar, serbuk besi, baja, molybdenium, campuran logam khusus, cetakan pengecoran dan pertambangan. 3. Dalam industri kimia, arang banyak digunakan untuk karbon aktif, karbon monoksida, elektroda gelas, campuran resin, obat obatan, makanan ternak, karet, serbuk hitam, karbon bisulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium, plastik, dan bahan penyerap dalam silinder. 2.2.2 Arang aktif Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Selain bahan baku, proses aktivasi juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan arang aktif. Proses aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifilt, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah luas dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

9 1. Aktivasi kimia yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan bahan kimia. 2. Aktivasi fisika yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan panas, uap, dan CO 2 Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m 2 /g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Tryana dan Sarma 2003). Dengan semakin luasnya permukaan arang aktif maka daya adsorpsinya juga semakin meningkat (Baker et al. 1997). Menurut Solovyov et al. (2002), arang aktif berbentuk amorf, dan sebagian besar kandungannya terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat - pelat datar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak. Menurut Tryana dan Sarma (2003), berdasarkan penggunaannya arang aktif terbagi menjadi dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri dan hampir 60% produksi arang aktif di dunia dimanfaatkan oleh industri gula, pembersihan minyak dan lemak, industri kimia dan farmasi. Arang aktif komersial sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan penyerap (adsorben) dalam berbagai aplikasi seperti digunakan pada pembersihan tumpahan minyak, penyaring air minum, penyaring udara, dan perbaikan tanah. Selain itu arang aktif komersial juga telah digunakan sebagai penyaring kotoran organik dalam industri minuman keras, dan sebagai penyerap racun di dalam tubuh manusia. Dalam perkembangannya arang aktif komersial telah dimanfaatkan sebagai pengontrol kemurnian buah buahan dan sayur yang dikonsumsi manusia, serta mampu menyerap emisi (Anonim 2008). Kualitas arang aktif dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 pada Tabel 1.

10 Tabel 1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 Jenis Persyaratan Parameter Kadar Air Maksimum 15 % Kadar Abu Maksimum 10 % Kadar Zat Menguap Maksimum 25 % Kadar Karbon Terikat Minimum 65 % Daya Serap Terhadap Yodium Minimum 750 mg/g Daya Serap Terhadap Benzena Minimum 25 % Sumber : Anonim 1995 2.2.3 Daya serap arang aktif Daya serap adalah peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antar permukaan dalam dua fasa (Pari et al. 2000). Hal ini terjadi bila dua fasa saling bertemu, sehingga di antara kedua fasa tersebut terbentuk daerah antar muka yang sifatnya berbeda dengan fasa ruah kedua fasa tersebut. Pada kondisi tertentu atom, ion atau molekul dalam daerah ini mengalami ketidakseimbangan gaya sehingga mampu menarik molekul lain sampai keseimbangan gaya tercapai. Zat yang terserap biasanya terkonsentrasi pada permukaan. Bahan yang yang terserap dinamakan adsorbat (adsorbate), biasanya berupa cairan atau gas, sedangkan yang menyerap disebut adsorben (adsorbent).

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan November 2008 di Laboratorium kimia dan energi Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor (Puslitbang). 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Bahan baku yang digunakan adalah limbah kulit kayu akasia yang berasal dari tegakan Acacia mangium berumur 7 tahun, diperoleh dari PT Musi Hutan Persada (MHP) Palembang. Bahan kimia yang digunakan yaitu thio, yodium, kloroform, benzena, dan arang aktif komersial yang telah dipasarkan (norit) sebagai pembanding arang aktif. 3.2.2 Alat Alat yang digunakan adalah tungku yang dilengkapi dengan pemanas listrik dan termokopel, tanur, oven, cawan penghalus, penyaring serbuk, wadah plastik, timbangan, cawan porselin, cawan Petri, desikator, penyerap kloroform, penyerap benzena, dan x ray difractometer (XRD). 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan sampel Limbah kulit kayu akasia dikeringudarakan terlebih dahulu. Setelah mencapai kadar air ± 12 %, limbah tersebut diarangkan. 3.3.2 Pengarangan Pengarangan dilakukan dengan cara pirolisis. Pirolisis dilakukan dalam tungku baja tahan karat selama 5 jam pada suhu 200 o C, 300 o C, 400 o C, 500 o C, 700 o C, dan 800 C. Pada setiap tingkat suhu digunakan sebanyak 270 g kulit akasia.

12 3.3.3 Pembuatan arang aktif Pembuatan arang aktif dilakukan di dalam retor arang yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu optimum. Tungku dipanaskan dengan jalan mengalirkan arus listrik, kenaikan suhu diatur dengan cara mengatur termokopel sampai dicapai suhu yang diinginkan. Jika telah mencapai suhu tersebut dilakukan aktivasi dengan mengalirkan uap H 2 O selama 90 menit dengan suhu uap 800 C serta tekanan sebesar 1000 atm. 3.3.4 Pengujian kualitas arang dan arang aktif Pengujian sifat arang dan arang aktif dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan sifat kimianya, sehingga dapat diketahui mutu dan kualitas arang tersebut. 3.3.4.1 Pengujian sifat fisika a. Penetapan kadar air Prosedur penetapan kadar air mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Contoh uji arang sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2) o C sampai beratnya konstan. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai bobotnya tetap dan ditentukan kadar airnya dalam persen (%). Kadar air arang dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar air (%) = BeratConto hawal( g) BeratKeringTanur ( g) BeratKeringTanur x 100% 3.3.4.2 Pengujian sifat kimia b. Penetapan kadar zat menguap Prosedur penetapan Kadar Zat Menguap mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan porselin yang berisi contoh dari penentuan kadar air, ditutup dan diikat dengan kawat nichrome. Cawan dimasukkan kedalam tanur listrik pada suhu 950 o C selama 6 menit. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu pemanasan pendahuluan pada bagian datar selama 2 menit dan pada pangkal tanur selama 3 menit. Setelah penguapan selesai cawan dimasukkan kedalam desikator sampai

13 beratnya konstan dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat menguap arang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: SelisihBeratContoh ( g) Kadar Zat Menguap (%) = x 100% BeratKeringTanur ( g) c. Penetapan kadar abu Prosedur penetapan Kadar Abu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan yang sudah berisi contoh yang kadar air dan kadar zat menguapnya sudah ditetapkan, digunakan untuk mengukur kadar abu. Caranya cawan tersebut diletakkan dalam tanur, perlahan-lahan dipanaskan mulai dari suhu kamar sampai 600 o C selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan, kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu arang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : BeratAbu( g) Kadar Abu (%) = x 100% BeratKeringTanur ( g) d. Penetapan kadar karbon terikat Prosedur penetapan Kadar Karbon Terikat mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat di dalam ruang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Pengukuran kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar Karbon Terikat (%) = 100%-( Kadar Zat Menguap + Kadar Abu)% 3.3.4.3 Daya serap arang aktif a. Daya serap terhadap yodium Prosedur penetapan daya serap arang aktif terhadap yodium mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu da pengujian arang aktif. Contoh uji arang aktif dan arang aktif komersial (norit) yang telah kering oven ditimbang sebanyak ± 0,25 g dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian contoh uji tersebut diberi larutan yodium 25 ml, diaduk dengan menggunakan stirer selama ± 15 menit. Larutan yang telah diaduk kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring, dan hasilnya dipipet 10 ml

14 untuk titrasi menggunakan larutan thio. Titrasi dilakukan hingga larutan contoh uji berubah warna menjadi bening. Besarnya daya serap arang aktif terhadap yodium dihitung dengan rumus: Daya serap terhadap yodium (mg/g) = 10 Molaritas Thio (0.1) x ml Thio untuk titrasi x 12.693 x 2.5 Molaritas Yodium (0.1002) 0.254 b. Daya serap terhadap kloroform dan benzena Penetapan daya serap arang aktif terhadap kloroform dan benzena mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 3730-1995 tentang syarat mutu dan pengujian arang aktif. Cawan Petri yang telah kering oven ditimbang bobotnya, kemudian contoh uji arang aktif dan arang aktif komersial (norit) yang juga telah diletakkan diatas cawan Petri yang masih berada di atas neraca timbangan. Contoh uji tersebut diratakan hingga menutupi semua permukaan cawan Petri dan dicatat bobotnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat penyerap benzena dan kloroform, dibiarkan selama ±24 jam, dan ditimbang bobot akhirnya. Daya serap terhadap kloroform dan benzena dihitung dengan rumus berikut ini : Daya serap kloroform / benzena (%) = Berat contoh awal (g) Berat Kering Tanur (g) x 100 % Berat Kering Tanur (g) 3.3.5 Derajat kristalinitas arang dan arang aktif Penetapan derajat kristalinitas arang dan arang aktif bertujuan untuk mengetahui persentase struktur arang yang berfungsi sebagai penyerap. Penetapan derajat kristalinitas tersebut mengacu pada petunjuk teknis penggunaan X-Ray Difractometer (Iguchi 1997, Jimenez et al. 1999, Kercher 2003). Untuk mengukur derajat kristalin, jarak antar lapisan, tinggi dan lebar lapisan antar aromatik serta jumlah aromatik digunakan difraksi sinar x (XRD) (Shimadzu, XDDI) dengan sumber radiasi tembaga. 3.3.6 Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan suhu karbonisasi yang berbeda terdiri dari:

15 S0 = Kontrol (Bahan mentah yang tidak dikarbonisasi) S1 = Karbonisasi pada suhu 200 C S2 = Karbonisasi pada suhu 300 C S3 = Karbonisasi pada suhu 400 C S4 = Karbonisasi pada suhu 500 C S5 = Karbonisasi pada suhu 600 C S6 = Karbonisasi pada suhu 700 C S7 = Karbonisasi pada suhu 800 C Setiap kombinasi perlakuan menggunakan 270 g kulit akasia dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali sehingga yang dibutuhkan sebanyak 810 g kulit akasia. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik 2002) : Yij = µ + αi + εij Yijk = Nilai respon dari ulangan ke- j dan perlakuan ke- i µ = Nilai rata-rata umum respon (keseluruhan) αi = Tambahan respon (terhadap rata-rata umum) dari perlakuan ke- i εijk = Simpangan / sisaan acak dari ulangan ke- j dalam perlakuan ke- i 3.3.7 Analisis data Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13 dan Minitab 15. Sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang diamati dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut : H0 = Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas arang dan arang aktif H1 = Perlakuan berpengaruh nyata terhadap kualitas arang dan arang aktif Kriteria pengambilan keputusan untuk kriteria yang diuji adalah : F hitung < F tabel : terima H0 F hitung > F tabel : tolak H0 Data-data untuk persentase dikonfersi ke arc % x untuk keperluan sidik ragam.

16 3.3.8 Diagram alir proses penelitian Tahapan proses penelitian dapat dilihat melalui gambar berikut ini : a. Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia Kulit Akasia Karbonisasi Arang Pengujian Sifat Fisika dan Kimia Pengujian Derajat Kristalinitas Kadar Air Kadar Zat Menguap p Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Dibandingkan dengan SNI Untuk mengetahui suhu optimum yang digunakan sebagai suhu karbonisasi arang aktif Gambar 1 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Kulit Akasia.

17 b. Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit Akasia Kulit Akasia Karbonisasi dan Aktivasi Arang Aktif Pengujian Sifat Fisika Pengujian Pengujian dan Kimia Daya Serap Derajat Kristalinitas Kadar Air Kadar Zat Menguap Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Yodium Kloroform Benzena Dibandingkan dengan SNI Untuk mengetahui kualitas arang aktif kulit akasia yang memenuhi standar sebagai penyerap Gambar 2 Diagram Alir Proses Pembuatan dan Pengujian Arang Aktif Kulit Akasia sebagai Penyerap.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia Arang yang dihasilkan dari suhu karbonisasi yang berbeda memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda pula. Hasil pengujian sifat fisika dan kimia arang yang dihasilkan dari karbonisasi kulit akasia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sifat Fisika dan Kimia Arang Kulit Akasia Suhu ( o C) Kadar Air (%) Kadar Zat Menguap (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbon Terikat (%) Derajat Kristalinitas (%) Kontrol 10,89 d 75,11 j 22,64 m 2,16 o 39,51 200 3,48 c 55,77 i 22,43 m 21,78 p 37,61 300 3,42 c 27,92 h 23,47 m 48,59 q 41,63 400 2,33 b 16,23 g 17,95 kl 65,80 s 41,74 500 2,33 b 7,77 f 31,59 n 60,63 r 44,78 600 2,30 b 4,98 e 33,39 n 61,61 rs 50,84 700 2,00 b 3,80 e 19,89 lm 76,30 t 47,49 800 1,13 a 3,72 e 13,93 k 82,33 t 45,16 SNI Maksimum 15 % Maksimum 25 % Maksimum 10 % Minimum 65 % Keterangan Huruf : Hasil uji lanjut Duncan Huruf yang sama : Tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda : Berbeda nyata 4.1.1 Kadar air Kadar air berpengaruh besar dalam proses pengarangan dan sifat arang terutama pengaruhnya terhadap nilai kalor arang yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air arang maka akan mengakibatkan nilai kalornya akan semakin rendah (Sudrajat dan Winarni 2002). Arang yang memiliki kualitas yang baik yaitu arang dengan nilai kalor atau panas pembakaran tinggi, sehingga tidak mengeluarkan asap pada saat pembakaran (Hendra dan Winarni 2003). Berdasarkan Tabel 2 kadar air arang yang dihasilkan berkisar antara 10,89% - 1,13%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh bahan mentah yang tidak dipirolisis, sedangkan kadar air terendah dimiliki oleh arang yang dihasilkan pada suhu 800 C. Kadar air arang mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis yang digunakan. Hal ini disebabkan suhu yang semakin tinggi akan

19 semakin meningkatkan dehidrasi, sehingga air yang terkandung di dalam arang akan semakin banyak menguap dan kadarnya semakin rendah (Sjostrom 1995). Berkurangnya kadar air arang seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis dapat dilihat pada gambar 3. Kadar Air (%) 12 10 8 6 4 2 0 0 200 300 400 500 600 700 800 Suhu ( C) Gambar 3 Histogram Nilai Kadar Air Arang Kulit Akasia. Hasil analisis ragam (Lampiran 1.1) menunjukkan perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air arang yang dihasilkan (α 5%). Sedangkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2.1) menunjukkan arang yang dihasilkan dari perlakuan suhu 800 C memiliki nilai kadar air paling rendah dan berbeda nyata dengan kadar air arang pada suhu lainnya namun pada suhu 400ºC 700 C respon kadar air tidak berbeda nyata dan suhu 200 300 C memberikan respon kadar air yang sama. Hal ini berarti bahwa peningkatan suhu dari 0ºC mampu mengubah kadar air, namun peningkatan suhu dari 200 C hingga 300ºC tidak mengubah kadar air arang. Peningkatan suhu diatas 300 C menurunkan kadar air tetapi peningkatan suhu dari 400 C hingga 700 C tidak mempengaruhi perubahan kadar air arang. Rendahnya kadar air arang yang dihasilkan pada suhu 800 C terjadi karena dalam tahapan proses pirolisis, pada suhu diatas 700 C mulai terjadi proses pembesaran permukaan arang, sehingga dimungkinkan lebih banyak molekul air yang dilepaskan. Pada suhu 200 C dihasilkan arang dengan kadar air sebesar 3,48% yang tidak berbeda nyata dengan arang pada suhu 300 C yaitu sebesar 3,42%. Hal tersebut disebabkan karena pada suhu pirolisis 300 C juga terjadi degradasi molekul air seperti pada suhu pirolisis 200 C, namun diikuti dengan

20 degradasi selulosa lebih intensif dan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selain itu suhu pirolisis 400 C 700 C menghasilkan arang dengan nilai kadar air yang juga tidak berbeda nyata yaitu 2,33% - 2,00%, karena suhu 400 C -500 C merupakan proses pirolisis cepat yang mempirolisis lignin teknis menghasilkan arang, gas H2O dan uap. Sedangkan suhu pirolisis 500 C 700 C hanya tinggal tahap pemurnian arang, sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air. Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar air arang kulit akasia secara keseluruhan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif (Anonim 1995), karena kurang dari 15%. 4.1.2 Kadar zat menguap Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat zat penyusun arang akibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyusun arang (Pari 2004). Arang dengan kadar zat menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula pada saat arang tersebut digunakan. Tabel 2 memperlihatkan nilai kadar zat menguap arang kulit akasia berkisar antara 75,11% - 3,72%. Kadar zat menguap tertinggi dimiliki bahan mentah yang tidak di karbonisasi, sedangkan kadar zat menguap terendah dimiliki arang yang dihasilkan pada suhu 800 C. Gambar 4 merupakan histogram hasil pengujian kadar zat menguap arang kulit akasia. Kadar Zat Menguap (%) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 200 300 400 500 600 700 800 Suhu ( C) Gambar 4 Histogram Kadar Zat Menguap Arang Kulit Akasia. Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu pirolisis yang semakin tinggi menghasilkan arang dengan kadar zat menguap yang semakin rendah. Hasil perhitungan sidik ragam memperlihatkan bahwa kadar zat menguap dipengaruhi sangat nyata oleh perubahan suhu yang diberikan (Lampiran 1.2). Hasil analisis

21 lanjut Duncan (Lampiran 2.2) menunjukan suhu 200 C hingga 500 C memberikan respon kadar zat menguap yang sangat berbeda nyata. Sedangkan pada suhu 600 C 800 C respon kadar zat menguap arang tidak berbeda nyata. Hal ini menjelaskan bahwa peningkatan suhu dari 0 C hingga 500 C dapat mengubah kadar zat menguap arang. Peningkatan suhu diatas 500 C menurunkan kadar zat menguap, namun peningkatan suhu dari 600 C hingga 800 C tidak mempengaruhi perubahan kadar zat menguap arang kulit akasia, karena diduga sebagian besar zat volatile telah dilepaskan saat karbonisasi berlangsung pada suhu 200 C 500 C. Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis disebabkan ketidaksempurnaan penguraian senyawa non karbon selama proses pirolisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra dan Darmawan (2000) bahwa besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan suhu pengarangan. Jika proses pirolisis lama dan suhunya ditingkatkan maka semakin banyak zat menguap yang terbuang, sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Demikian pula menurut Novicio (1998) diacu dalam Pari (2004), meningkatnya suhu karbonisasi akan menguapkan senyawa volatile yang masih tertinggal terutama ter, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk bertambah banyak. Arang dengan kondisi tersebut mungkin dapat dijadikan sebagai arang aktif dengan permukaan yang tidak lagi ditutupi oleh senyawa polar sehingga memiliki kemampuan menyerap. Arang yang dihasilkan pada suhu 400 C 800 C memiliki nilai kadar zat menguap yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena tidak lebih dari 25 %. 4.1.3 Kadar abu Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon dan nilai kalor lagi. Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran berupa zat zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Nilai kadar abu dari arang kulit akasia yang dikarbonisasi pada suhu berbeda dapat dilihat pada gambar 5.

22 40 35 30 25 Kadar Abu (%) 20 15 10 5 0 0 200 300 400 500 600 700 800 Suhu ( C) 5 Histogram Kadar Abu Arang Kulit Akasia. Gambar Gambar 5 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tidak menyebabkan kenaikan kadar abu atau sebaliknya, tetapi menghasilkan arang dengan nilai kadar abu yang fluktuatif. Arang yang dihasilkan dari suhu 600 C mengandung kadar abu tertinggi yaitu sebesar 22,64%, sedangkan kadar abu terendah dimiliki oleh arang yang dikarbonisasi pada suhu 800 C yaitu 19,39% (Tabel 2). Analisis sidik ragam (Lampiran 1.3) menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu arang yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2.3) menunjukkan bahwa antara suhu 0 300 C dengan suhu 700 C, respon kadar abu tidak berbeda nyata. Suhu 500 C hingga 600 C juga memberikan respon yang tidak berbeda nyata, dan respon pada suhu 400 C berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak berbeda nyata dengan suhu 700 C. Hasil uji juga menunjukkan arang yang dihasilkan pada suhu 800 C memiliki kadar abu paling rendah dan berbeda nyata dengan suhu lainnya namun tidak berbeda nyata dengan respon kadar abu pada suhu 400 C. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu 0 C hingga 300 C tidak mengubah kadar abu, dan peningkatan suhu menjadi 400 C menurunkan kadar abu arang. Peningkatan suhu diatas 400 C mengubah kadar abu, namun penigkatan suhu dari 500 C hingga 600 C tidak mempengaruhi perubahan kadar abu arang. Sedangkan peningkatan suhu diatas 600 C menurunkan kadar abu arang. Menurut Sudrajat (1985) peningkatan kadar abu terjadi karena terbentuknya garam garam mineral pada saat proses pengarangan yang bila proses tersebut berlanjut akan membentuk partikel partikel halus dari garam

23 garam mineral tersebut. Kadar abu dipengaruhi oleh besarnya kadar silikat, semakin besar kadar silikat maka kadar abu yang dihasilkan akan semakin besar (Pari 1996). Selain itu khusus untuk arang aktif kulit akasia, kadar abu yang tinggi disebabkan karena pada dasarnya kulit akasia mengandung mineral silikat yang cukup tinggi (Sjostrom 1995). Secara keseluruhan kadar abu tersebut belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena lebih dari 10%. Besarnya kadar abu ini disebabkan terjadinya oksidasi karbon lebih lanjut terutama dari partikel yang sangat halus sehingga akan mempengaruhi arang aktif yang akan dibuat (Pari 1999). Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa walapun kadar abunya tidak memenuhi syarat namun tetap dapat dibuat arang aktif (Komarayati et al. 1998 dan Pari 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan pengayakan untuk abu yang menempel pada permukaan arang dan pembuatan arang aktif dilakukan dengan proses pirolisis (slow pyrolisis) (Pari et al. 2006). 4.1.4 Kadar karbon terikat Menurut Hendra dan Winarni (2003), kadar karbon terikat adalah fraksi karbon (C) yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Menurut Pari (1996), tinggi rendahnya kadar karbon terikat di dalam arang dipengaruhi oleh nilai kadar abu, kadar zat menguap dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan arang. Dari hasil penelitian diperoleh kadar karbon terikat yang cenderung meningkat dengan meningkatnya suhu yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sjostrom (1995) yaitu suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan kandungan karbon karena dedehidrasi lebih sempurna dan adanya penghilangan produk-produk yang mudah menguap. Perubahan kadar karbon terikat arang kulit akasia dapat dilihat pada gambar 6.

24 Kadar Karbon Terikat (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 200 300 400 500 600 700 800 Suhu ( C) Gambar 6 Kadar Karbon Terikat Arang Kulit Akasia. Kadar karbon terikat yang tertinggi terdapat di dalam arang yang dikarbonisasi pada suhu 800 C yaitu 82,33%, sedangkan bahan mentah yang tidak dipirolisis memiliki kadar karbon terikat terendah yaitu sebesar 2,16% (Tabel 2). Analisis sidik ragam (Lampiran 1.4) memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata dari setiap suhu pengarangan terhadap kadar karbon terikat arang. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pada suhu 0 C hingga 300 C respon kadar karbon terikat berbeda nyata, namun pada suhu 400 600 C respon kadar karbon terikat tidak berbeda nyata. Peningkatan suhu 700 800 C juga menyebabkan respon kadar karbon terikat tidak berbeda nyata. Hal ini berarti peningkatan suhu dari 0 C hingga 300 C mengubah kadar karbon terikat arang. Peningkatan suhu diatas 300 C meningkatkan kadar karbon terikat, namun peningkatan suhu dari 400 C hingga 600 C dan peningkatan suhu dari 700 C hingga 800 C tidak mempengaruhi perubahan kadar karbon terikat arang kulit akasia. Tingginya kadar karbon tersebut menunjukkan bahwa fraksi karbon yang terikat di dalam arang semakin tinggi. Kondisi tersebut diduga mengakibatkan luas permukaan arang semakin besar dan jumlah pori arang semakin banyak sehingga diduga mempunyai kemampuan menyerap cairan atau gas. Dari keseluruhan nilai kadar karbon terikat yang telah diperoleh, hanya arang yang dihasilkan pada suhu 700 C dan 800 C saja yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (Anonim 1995) untuk arang aktif karena lebih dari 65%.