BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia menjadi semakin mudah untuk dilakukan. Informasi ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB II KAJIAN TEORITIK

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspek aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini, negara Indonesia sedang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

(Penelitian PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nogosari) SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

persaingan yang terjadi dalam dunia industri, teknologi transportasi dan telekomunikasi bahkan dalam dunia pendidikan. Khususnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, perkembangan pendidikan di Indonesia mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Oleh karena itu komunikasi merupakan hal yang mutlak diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk menghadapi era tersebut. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperlukan adanya pembinaan dan bimbingan yang dapat dilaksanakan oleh

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA HUMAN RELATIONS DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu Negara tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Oleh : Fistika Sari A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pesat telah membawa perubahan besar terhadap pendidikan. Dewasa ini perlu

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. budaya, tetapi juga aspek ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya pendidikan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki demi kemajuan suatu bangsa. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah proses yang memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam. pembangunan suatu bangsa, karena melalui pendidikan inilah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anissa Dwi Ratna Aulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pendidikan adalah manusia.pendidikan bertujuan untuk. menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) agar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas rumah,

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB 1 PENDAHULUAN. diperolehnya. Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lembaga formal dalam sistem pendidikan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan semakin meningkatnya kemajuan dalam bidang teknologi di era globalisasi ini. Indonesia mempunyai kelebihan dibandingkan dengan negara lain dalam hal jumlah sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber daya ini digunakan sebagai modal utama dalam pembangunan di segala bidang. Hal tersebut dikarenakan manusia merupakan pengelola dari sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan. Dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan kunci, yaitu sebagai pendekatan dasar dan bagian penting dalam suprasistem pembangunan bangsa. (Djudju Sudjana, Pikiran Rakyat, 15 Februari 2005: 20) Pendidikan itu ada tiga macam yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan informal diperoleh dari luar sekolah seperti kursus-kursus yang melatih wawasan, pengetahuan dan ketrampilan di luar kurikulum sekolah. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dilakukan di sekolah. Pendidikan formal mempunyai jenjang dan berkesinambungan, yang dimulai dari pendidikan dasar (SD), pendidikan lanjutan (SMP-SMU) sampai pendidikan tinggi (S-1, S-2, S-3). 1

2 Pemerintah Indonesia dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu pendidikan nasional untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia secara terarah, terpadu dan menyeluruh agar generasi muda dapat berkembang secara optimal. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masa depan membuat setiap orang selalu berusaha memperoleh pendidikan yang terbaik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memilih sekolah yang terbaik yang sesuai dengan minat orang tua dan siswa. Sekolah-sekolah tentu saja mengharapkan untuk menghasilkan siswa-siswi yang berprestasi. Dalam hal ini adalah prestasi dalam belajar, yang merupakan salah satu indikator keberhasilan proses belajar mengajar dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pencapaian prestasi belajar, siswa/i tidak terlepas dari kesulitankesulitan selama proses belajar. Kesulitan belajar itu berupa faktor kemampuan siswa, kondisi fisik, kurikulum, lingkungan sekolah, hubungan guru-siswa, dan keadaan sekolah. (W.S. Winkel, 1983: 138). Yang membedakan antara setiap siswa/i adalah bagaimana sikap mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Sikap tersebutlah yang akan menentukan apakah siswa/i dapat mengatasi kesulitan belajar atau tidak. Berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada 60 siswa/i SMP X kelas I yang merupakan salah satu sekolah swasta cukup terkemuka di kota Bandung, dapat diketahui bahwa siswa/i mengalami kesulitan belajar yang berasal dari dirinya sendiri (internal) sebanyak 28 orang (47%) dan dari luar dirinya (eksternal) sebanyak 32 orang (53%).

3 Kesulitan belajar yang berasal dari diri sendiri (internal) yaitu : kemalasan (9 orang/32%), kebosanan (7 orang/25%), kurangnya konsentrasi (8 orang/29%) dan kondisi kesehatan para siswa/i (4 orang/14%). Siswa/i seringkali merasa malas untuk belajar dan merasa bosan ketika mengikuti proses belajar sehingga mereka kurang konsentrasi ketika guru sedang menyampaikan pelajaran di kelas. Akibatnya mereka kesulitan untuk menyerap pelajaran yang diberikan dan ketika ulangan diadakan hasil yang mereka peroleh kurang memuaskan. Kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa/i (eksternal) yaitu : kurikulum (10 orang/31%), mata pelajaran (9 orang/28%), guru (4 orang/13%), teman-teman di sekolah (7 orang/22%) dan keluarga (2 orang/6%). Kurikulum menjadi kesulitan bagi siswa/i karena kurikulum di SMP berbeda dengan ketika mereka di sekolah dasar. Kurikulum yang berlaku di SMP adalah kurikulum berbasis kompentensi (KBK) di mana pada kurikulum ini siswa/i dituntut untuk lebih proaktif ketika mengikuti proses belajar mengajar. Guru hanya sebagai fasilitator yang membimbing, mengawasi dan mengarahkan siswa/i ketika mempelajari materi. Siswa/i juga diharapkan aktif untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada guru untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan mendalam. Dengan demikian diharapkan waktu yang digunakan untuk proses belajar mengajar di sekolah dapat digunakan secara optimal. Disamping itu mata pelajaran di SMP lebih banyak dan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding ketika mereka di sekolah dasar. Siswa/i dituntut untuk cepat beradaptasi dan dapat mengikuti pelajaran dengan sebaikbaiknya. Mereka seringkali merasa kesulitan dalam beberapa pelajaran seperti :

4 matematika, fisika, bahasa sunda, IPS dan akutansi. Menurut mereka dikarenakan tugas yang diberikan dan bahan pelajaran sangat banyak dan sulit. Guru juga menjadi salah satu sumber kesulitan belajar bagi siswa/i. Pada kenyataannya dengan KBK yang diterapkan sekolah, di mana seharusnya diharapkan proses belajar mengajar yang lebih aktif baik dari pihak guru dan murid, menurut siswa/i terkadang ada beberapa guru yang membosankan dalam penyampaikan pelajaran di kelas. Sehingga mereka terkadang kurang menyimak materi yang disampaikan. Teman-teman sekolah juga dapat menjadi sumber siswa/i mengalami kesulitan belajar, hal tersebut dikarenakan pada usia ini, teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar bagi siswa/i. Dari data yang diperoleh, ada beberapa siswa/i yang enggan untuk masuk sekolah karena mereka merasa bahwa teman-teman mereka membenci dan menjauhi mereka. Mereka merasa tidak mempunyai teman di sekolah. Akibatnya seringkali mereka tidak masuk sekolah dengan berbagai alasan yang membuat mereka tertinggal pelajaran dan mereka merasa kesulitan untuk mengejar ketinggalan mereka. Kesulitan belajar juga diperoleh siswa/i dari keluarga. Dalam hal ini, keluarga yang tidak terlalu mempedulikan tentang prestasi belajar mereka.dan kurang memberikan dukungan moril kepada mereka. Sehingga seringkali mereka kurang memiliki motivasi untuk berprestasi. Ada juga orang tua yang selalu menuntut mereka untuk selalu mendapatkan nilai yang bagus. Hal tersebut membuat siswa/i merasa tertekan.

5 Dengan kesulitan belajar yang dihadapi setiap siswa/i, ternyata tanggapan dan cara mengatasi dari setiap siswa/i berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Paul G.Stoltz (2000), bagaimana cara siswa/i mengatasi masalahnya, merupakan cerminan dari Adversity Quotient (AQ). AQ adalah pola yang tepat yang dapat mengukur bagaimana siswa/i menanggapi segala bentuk dan intensitas masalah, bagaimana siswa/i mampu bertahan menghadapi masalah dan mampu untuk mengatasinya. Bagaimana siswa/i SMP menanggapi masalah selama mereka sekolah dapat diketahui melalui konsep AQ. Berdasarkan hasil kuesioner dari 60 siswa/i SMP X kelas I tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 tipe sikap siswa/i dalam menanggapi dan mengatasi kesulitan belajar yang mereka hadapi ketika mereka belajar di sekolah. Yang pertama sebanyak 28 orang (47%), siswa/i menganggap kesulitan belajar yang mereka hadapi sebagai tantangan dan momen yang harus dimanfaatkan dan memberi peluang untuk mereka dapat menggali potensi yang mereka miliki. Mereka mempunyai kemampuan untuk menghadapi setiap kesulitan dan terus bergerak maju keluar dari masalah untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Misalnya dengan membentuk kelompok belajar atau mengikuti les tambahan. Yang kedua sebanyak 22 orang (37%), siswa/i berusaha untuk maju menghadapi setiap kesulitan belajar yang mereka alami, namun apabila kesulitan mereka rasakan terlalu berat, maka mereka akan menyerah dan mengatakan bahwa mereka memang tidak mampu dan tidak memiliki motivasi untuk

6 memperoleh prestasi yang lebih baik lagi. Siswa/i cukup puas dengan prestasi yang diperoleh saat ini. Yang ketiga sebanyak 10 orang (16%), siswa/i yang ketika menghadapi kesulitan langsung menyerah dan merasa diri tidak mampu atau tidak sepandai teman-temannya. Akhirnya mereka merasa tertekan dengan prestasi yang kurang memuaskan yang mereka peroleh. Padahal mereka sebenarnya mempunyai keinginan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, namun mereka merasa kesulitan terlalu berat dan mereka tidak mampu untuk mengatasinya. Berdasarkan fakta di atas, peneliti terdorong untuk meneliti mengenai AQ pada siswa-siswi SMP X kelas I di Bandung. Hal tersebut dikarenakan siswa/i kelas I merupakan peralihan dari sekolah dasar. Sehingga akan didapatkan fakta yang akurat tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi selama mereka menjalani proses belajar mengajar yang berbeda dengan ketika mereka di sekolah dasar. dan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi dan mengatasi setiap kesulitan yang mereka hadapi. I.2. IDENTIFIKASI MASALAH Bagaimana gambaran AQ pada siswa-siswi kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP) di lingkungan Yayasan Badan Pendidikan Penabur Bandung. I.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Maksud penelitian adalah untuk memperoleh gambaran tentang AQ siswasiswi kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Badan Pendidikan Kristen Penabur Bandung.

7 Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan derajat AQ pada siswa-siswi kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Badan Pendidikan Kristen Penabur Bandung beserta dimensi dan kaitannya dengan factorfaktor yang secara teoretis mempengaruhinya. I.4. KEGUNAAN PENELITIAN I.4.1. Kegunaan Teoretis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi disiplin ilmu psikologi khususnya bidang psikologi pendidikan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya, untuk mendapatkan suatu pijakan dan masukan mengenai AQ. I.4.2. Kegunaan Praktis Sebagai masukan bagi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengenai gambaran AQ siswa/i nya, yang dapat dimanfaatkan dalam upaya memberikan bimbingan dalam hal pengembangan diri kepada mereka selama proses belajar di sekolah terutama ketika siswa/i mengalami kesulitan belajar. Sebagai masukan bagi orang tua siswa mengenai gambaran AQ siswa/i, untuk dimanfaatkan dalam upaya mendukung mereka selama proses belajar di sekolah terutama ketika mereka mengalami kesulitan belajar di sekolah. Memberi informasi kepada siswa/i Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengenai gambaran AQ mereka, yang dapat dipakai sebagai masukan

8 untuk pemahaman tentang potensi yang mereka miliki dalam menyelesaikan setiap kesulitan belajar yang dialami dan pengembangan diri agar mereka dapat mengatasi kesulitan belajar. I.5. KERANGKA PEMIKIRAN Manusia sebagai seorang individu harus melewati setiap tahapan dalam kehidupannya, mulai sejak dalam kandungan sampai meninggal. Dalam melewati tahapan perkembangan tersebut, individu akan mengalami berbagai keadaan, baik keadaan yang baik maupun keadaan yang buruk. Begitu pula pada masa remaja, dalam hal ini ketika siswa/i menghadapi masa studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) X Yayasan BPK. Siswa/i akan mengalami keadaan yang baik maupun keadaan yang buruk. Seiring dengan perkembangan zaman, persaingan-persaingan yang terjadi di era globalisasi saat ini semakin ketat dan mencakup segala bidang kehidupan. Hal ini juga dialami oleh dunia pendidikan di Indonesia. Untuk mengikuti setiap perkembangan yang terjadi dan mempunyai daya saing yang tinggi dalam kualitas maka pendidikan di Indonesia melakukan berbagai hal untuk meningkatkan nilai kompetitif. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan dan melakukan berbagai perubahan dan perbaikan yang terencana dan berkesinambungan. Setiap perubahan dan perbaikan dalam bidang pendidikan akan menimbulkan kesulitan dan tanggapan yang berbeda-beda pada setiap siswa/i khususnya bagi siswa/i SMP X kelas I Yayasan BPK. Ada siswa/i yang

9 menganggap hal tersebut sebagai hal yang positif di mana akan membawa keuntungan, namun ada juga yang menganggap hal tersebut negatif dan lebih membawa kerugian bagi dirinya. Perbedaan tanggapan ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa/i SMP dalam mengatasi kesulitan yang ada. Hal tersebut dapat diketahui melalui Adversity Quotient (AQ). Menurut Paul G. Stoltz (2002: 58), AQ merupakan pola tanggapan yang ada dalam pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya menentukan bagaimana tindakan individu terhadap masalah yang dihadapinya. AQ menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar sampai gangguan yang kecil. Semuanya ini mengenai cara menanggapi kesulitan pada tingkat yang paling mendasar di mana otak dan setiap sel dalam tubuh individu bekerja secara otomatis dalam menanggapi kesulitan itu. Menurut Paul G. Stoltz (2000: 141-146, 2002: 100-124), AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu : Dimensi pertama adalah Control (C = Kendali). Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kemampuan siswa/i dalam mengendalikan kesulitan belajar yang dihadapi. Semakin siswa/i dapat mengendalikan kesulitan belajar maka siswa/i semakin yakin dapat mengatasi kesulitan belajar. Apabila semakin tinggi tingkat kendali yang dimiliki siswa/i maka akan semakin besar kemungkinannya untuk merasa bahwa dirinya mempunyai tingkat kendali yang kuat atas kesulitan belajar, akan membawa kependekatan yang lebih berdaya dan proaktif, akan semakin besar kemungkinannya bertahan terhadap kesulitankesulitan dan tetap teguh serta lincah dalam pendekatan untuk mencari suatu

10 penyelesaian dari kesulitan belajar dialami. Semakin rendah tingkat kendali yang dimiliki siswa/i maka akan semakin besar kemungkinannya untuk merasa bahwa kesulitan belajar yang dialami berada di luar kendali dan hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk mencegah atau membatasi kerugiannya, memiliki pengaruh yang sangat merusak terhadap kemampuan untuk merubah situasi. Dimensi kedua adalah Ownership (O = Pengakuan). Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana siswa/i bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi yang dihadapi tanpa mempedulikan penyebabnya. Ownership berarti jika ada sesuatu yang tidak beres, maka siswa/i akan memainkan peran dalam melakukan pemulihan kembali, tanpa peduli siapa yang salah atau penyebabnya. Semakin tinggi tingkat kepemilikan membuat siswa/i semakin mampu menilai dan memecahkan masalah, menggali kesulitan untuk mencari peluang dan menghindari kesalahan di masa mendatang. Semakin rendah tingkat kepemilikan maka siswa/i tersebut akan semakin menyalahkan orang lain dan membayangkan alas an mengapa hal tersebut tidak dapat dilakukan. Dimensi ketiga adalah Reach (R = Jangkauan). Dimensi ini mempertanyakan sejauh manakah kesulitan belajar akan menjangkau bagianbagian lain dari kehidupan siswa/i. Apabila siswa/i memiliki tingkat jangkauan yang tinggi pada dimensi ini maka semakin besar kecenderungan siswa/i untuk tetap tidak terganggu oleh kesulitan belajar bahkan semakin mudah dalam mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi. Sedangkan bila siswa/i membiarkan kesulitan belajar mempengaruhi hal lain dalam kehidupannya dalam arti semakin memperluas kesulitan belajar, maka semakin besar kemungkinannya untuk

11 melihat masalah tersebut sebagai suatu bencana yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya dan semakin besar potensi untuk mmbangkitkan rasa takut, keadaan tidak berdaya, sikap apatis dan tidak bertindak. Dimensi keempat adalah Endurance (E = Daya tahan). Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana siswa/i dapat bertahan menghadapi kesulitan belajar. Dengan perkataan lain, dimensi ini merupakan kemampuan siswa/i untuk membatasi berapa lama suatu kesulitan belajar berlangsung sehingga membuat siswa/i menjadi tekun dan cepat pulih dari keadaan yang tidak menguntungkan atau tidak menyenangkan. Siswa/i yang memiliki tingkat daya tahan yang tinggi besar kemungkinannya untuk melihat kesuksesan dari suatu perubahan dan perbaikan sebagai sesuatu yang berlangsung lama dan menganggap kesulitan belajar yang muncul tersebut sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinannya untuk terjadi lagi, sehingga membuat siswa/i dapat bertahan di dalam kesulitan belajar yang dihadapi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme dan kemungkinan untuk bertindak. Sebaliknya semakin rendah tingkat daya tahan siswa/i maka semakin besar kemungkinan memandang peristiwa-peristiwa yang positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan kesulitan belajar yang muncul sebagai peristiwa yang berlangsung lama. Menurut Paul G. Stoltz (1997), dari keempat dimensi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan AQ yaitu: AQ tinggi, AQ sedang dan AQ rendah. Siswa/i yang memiliki AQ tinggi, ia akan mampu untuk mengendalikan setiap kesulitan belajar yang dialaminya. Siswa/i merasa perlu untuk menyadari

12 kesulitan belajar tanpa mempermasalahkan dari mana kesulitan belajar itu datang dan menyalahkan orang lain atas kesulitan belajar tersebut. Kesulitan belajar yang muncul tidak meluas pada aspek kehidupan yang lain. Siswa/i memandang kesulitan belajar yang ada sebagai situasi yang bersifat sementara sehingga kesulitan belajar akan berlalu dengan cepat. Siswa/i dengan AQ sedang, memiliki pengendalian yang cukup namun ketika kesulitan belajar datang menumpuk, terkadang membuatnya kurang dapat mengendalikan kesulitan belajar yang ada. Siswa/i juga memiliki rasa kepemilikan yang cukup, di mana ketika siswa/i berada dalam keadaan lelah atau tegang maka siswa/i cenderung untuk menyalahkan orang lain atas munculnya kesulitan belajar tersebut. Pada AQ sedang ini, kesulitan belajar yang dialami cenderung akan mempengaruhi aspek atau bidang kehidupan yang lainnya sehingga membuatnya cenderung terbebani. Sedangkan siswa/i yang memiliki AQ rendah, ia akan memiliki tingkat pengendalian yang rendah terhadap kesulitan belajar sehingga cenderung akan menyerah. Siswa/i juga mempunyai rasa kepemilikan yang rendah sehingga akan menyalahkan orang lain bila kesulitan belajar datang tanpa merasa perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Selain itu juga, kesulitan belajar yang dialami akan mempengaruhi semua aspek atau bidang kehidupannya sehingga membuat dirinya merasa dikelilingi oleh kesulitan. Siswa/i akan memandang kesulitan belajar sebagai sesuatu yang berlangsung lama bahkan menetap sehingga membuat dirinya menjadi putus asa dan menyerah.

13 Menurut Paul G.Stoltz (2000: 47), perbedaan respon setiap siswa/i terhadap kesulitan belajar dibentuk lewat pengaruh-pengaruh dari orang tua, guru, teman sebaya dan orang-orang yang mempunyai peran penting selama masa kanak-kanak. AQ merupakan proses pembelajaran seumur hidup. Di mana AQ dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan individu dan berhubungan dengan lingkungan di mana siswa/i berada. Siswa/i mengamati dan mencontoh sikap dari orang tua, guru dan teman sebaya ketika mereka mengalami kesulitan di dalam hidupnya. Bagaimana sikap, kemampuan dan kinerja yang mereka tampilkan ketika mengalami kesulitan. Hal tersebut membentuk pola tanggapan dalam pikiran siswa/i. Lewat AQ dapat terlihat pada pengambilan keputusan siswa/i untuk tetap maju atau mundur ketika kesulitan belajar datang. Siswa/i akan memiliki kegesitan dan cara yang inovatif dalam menyelesaikan kesulitan belajar yang ada serta bagaimana usaha siswa/i untuk mengatasi kesulitan tersebut. Siswa/i yang memiliki AQ tinggi akan memiliki usaha yang besar dalam mengatasi kesulitan, inovatif dalam mencari penyelesaian masalah, memiliki kegesitan yang tinggi serta mampu mengambil keputusan untuk terus maju sehingga siswa/i memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Siswa/i dengan AQ sedang, memiliki usaha yang cukup untuk mengatasi kesulitan, cukup inovatif dan cukup gesit. Namun ketika kesulitan dirasakan semakin menumpuk, membuat usahanya menjadi kurang, cenderung kurang inovatif dan cenderung kurang gesit dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut. Sehingga keputusan yang diambil cenderung menyerah. Sedangkan, siswa/i

14 dengan AQ rendah akan memiliki usaha yang rendah untuk mengatasikesulitan belajar, kurang inovatif dalam mencari penyelesaian masalah, kurang gesit dan mengamabil keputusan untuk menyerah, sehingga kesulitan belajar yang ada tidak dapat diatasi. Sehingga prestasi belajar yang diperolehnya rendah. Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih memperjelas dibuatlah skema kerangka pikir sebagai berikut: Orang tua Guru Teman sebaya Kesulitan Belajar : - Internal - Eksternal Siswa/i SMP Kelas I AQ Tinggi AQ AQ Sedang Control Ownership Reach Endurance AQ Rendah Bagan 1.1. Kerangka Pikir

15 I.6. ASUMSI 1. AQ merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan siswa/i SMP dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. 2. Setiap siswa/i SMP akan memberikan tanggapan yang berbeda-beda terhadap kesulitan yang ada selama belajar sesuai tingkat AQ yang dimilikinya.