KAJIAN ADSORPSI METILENA BIRU PADA HUMIN

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Adsorpsi Metilena Biru Pada Humin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

II. METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN ADSORPSI RHODAMIN B PADA HUMIN

KAJIAN ph DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI Cd(II) DAN Zn(II) PADA HUMIN. Study of ph and EquilibriumTime on Cd(II) and Zn(II) Adsorption by Humin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

KAPASITAS DAN ENERGI ADSORPSI HUMIN TERHADAP EOSIN

2. Metodologi 2.1. Sampling Tanah Gambut 2.2. Studi Adsorpsi Kation Kobal(II) dengan Tanah Gambut (Alimin,2000) Pengaruh Waktu Adsorpsi

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

BAB III METODE PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

KC A K. CA C C A C C. Al Kimia 4. ads

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

STUDI ADSORPSI ION Au (III) DENGAN MENGGUNAKAN ASAM HUMAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Penurunan Kadar.. (Tien setyaningtyas dan Roy A) PENURUNAN KADAR ZAT WARNA RODAMIN B MENGGUNAKAN HUMIN HASIL ISOLASI DARI TANAH HUTAN DAMAR BATURRADEN

Adsorpsi Congo Red (Roy Andreas dan Tien S) ADSORPSI CONGO RED PADA HUMIN HASIL ISOLASI DARI TANAH HUTAN DAMAR BATURRADEN PURWOKERTO

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

4. Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS KOTORAN SAPI

UTILIZATION OF Penaus monodon SHRIMP SHELL WASTE AS ADSORBENT OF CADMIUM(II) IN WATER MEDIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Potensi Humin Hasil Isolasi (Setyaningtyas dkk) POTENSI HUMIN HASIL ISOLASI TANAH HUTAN DAMAR BATURRADEN DALAM MENURUNKAN KESADAHAN AIR

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

4 Hasil dan Pembahasan

POLA ADSORPSI ZEOLIT TERHADAP PEWARNA AZO METIL MERAH DAN METIL JINGGA

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ASAM HUMAT DARI TANAH GAMBUT

Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Diskusi

Pengaruh Penambahan 2-Propanol pada Adsorpsi- Reduksi Ion AuCl 4

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

Optimasi Kondisi Penyerapan Ion Aluminium Oleh Asam Humat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

AKTIVASI DAN KARAKTERISASI FLY ASH SEBAGAI MATERIAL ADSORBEN LIMBAH TIMBAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ADSORBEN ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

Adsorpsi Pb (II) oleh Lempung Alam Desa Talanai (Das Kampar): modifikasi NaOH ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

ADSORBSI ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B DENGAN MEMANFAATKAN AMPAS TEH SEBAGAI ADSORBEN

3. Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

THERMAL EFFECT OF COCONUT CREAMS ABILITY TO ADSORB CALCIUM(II)

Transkripsi:

KAJIAN ADSORPSI METILENA BIRU PADA HUMIN Andi Muhammad Anshar*,Sri Juari Santoso**,Sri Sudiono** *Prodi kimia Unhas Makassar ** Prodi Kimia UGM Yogyakarta andhy_ugm@yahoo.com Sari Metilena Biru (MB) merupakan salah satu zat warna yang biasa digunakan pada industri dan berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan. Metode penanganan pencemaran Metilena Biru yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode adsorpsi menggunakan humin yang di peroleh dari fraksi tanah gambut yang berasal dari kalimantan. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa adsorpsi metilena biru pada humin hasil pencucian dengan HCl/HF optimum pada ph 6 dan waktu kontak 45 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 3,03 x 10-3 mol/g. Konstanta laju adsorpsi orde satu 3,01 x 10-2 menit -1 dan energi adsorpsi sebesar 33,98 kj/mol. Kata kunci : Adsorpsi, Metilena Biru, humin, gambut. Pendahuluan / Dewasa ini pencemaran lingkungan hidup terutama lingkungan perairan yang disebabkan oleh polutan organik seperti zat pewarna telah cukup memprihatinkan. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia di berbagai bidang kehidupan yang menggunakan zat warna di dalamnya, maka hal tersebut dapat menimbulkan efek samping karena pembuangan limbah zat warna ke lingkungan sekitar semakin meningkat, hal ini perlu diwaspadai karena pelepasan limbah zat warna tersebut ke lingkungan perairan merupakan sumber polusi yang berbahaya dan sumber gangguan kehidupan perairan sehingga diperlukan upaya penanganan yang serius (Purwamargapratala, 2013). Dari sekian banyak bahan pencemar yang ada dan dikenal orang dewasa ini, zat warna metilena biru merupakan zat warna yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia (Hamdaoui, dan Chiha, 2006) yang sering digunakan di dalam industri. Upaya penanganan masalah pencemaran zat warna ini sudah banyak dicoba misalnya dengan menggunakan metode adsorpsi untuk mengadsorp zat warna tersebut dengan menggunakan adsorben karbon aktif (lawakka, 2005) atau zeolit, namun metode tersebut belum mampu memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu dicari metode lain yang dapat memecahkan permasalahan pencemaran zat warna terhadap lingkungan perairan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar dan dengan menggunakaan bahan-bahan yang tersedia di alam. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk mengadsorp limbah organik khususnya zat warna yaitu dengan menggunakan humin yang merupakan salah satu fraksi dari senyawa humat. Keberadaan bahan humat tersebar di lingkungan, di semua tanah, perairan dan sediment di lapisan bumi (Gaffeey,dkk, 1996). Menurut Aiken, dkk (1985) ada 3 fraksi terbesar dari senyawa humat yang dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya yaitu : 1. Humin adalah fraksi dari senyawa humat yang tidak larut dalam air pada semua nilai ph. 2. Asam humat adalah fraksi dari senyawa humat yang tidak larut dalam air pada kondisi asam tapi mudah larut pada ph yang tinggi. 3. Asam fulvat adalah fraksi dari senyawa asam humat yang dapat larut pada berbagai nilai ph. Di lingkungan, humin merupakan fraksi terbesar penyusun senyawa humat dan cara memperolehnya juga relatif mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Ishiwatari (1985) di beberapa danau di Jepang memberikan hasil 17% asam humat, 11% asam fulvat dan 67% humin. Meskipun asam humat dan asam fulvat juga berpengaruh namun humin merupakan fraksi yang memegang peranan penting karena metilena biru akan berinteraksi dengan bahan organik dan bahan mineral yang terdapat pada humin. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa humin dapat dipandang sebagai polielektrolit makromolekuler yang tidak larut dalam asam maupun basa dan memiliki gugus utama COOH dan gugus OH (fenolat) (Kaled. H,, dan and Fawy H., A., 2011) sehingga humin dapat berinteraksi membentuk ikatan dengan metilen biru maupun eosin. Berbagai penelitian tentang interaksi humin dengan sejumlah kontaminan telah dilakukan oleh beberapa ahli terutama kontaminan organik, seperti hidrokarbon poliaromatis (PAHs) dan poliklorobifenil (BCBs) yang berlangsung relatif cepat dan dalam beberapa kasus bersifat ireversibel. Dalam penelitian ini dipelajari interaksi antara humin dengan metilena biru sebagai suatu senyawa organik yang keberadaannya di lingkungan perairan biasanya dalam bentuk limbah zat warna. Data dan Metoda / Data and Method Pada penelitian ini pertama-tama dilakukan isolasi humin dengan menggunakan metode ekstraksi menggunakana NaOH 0,1 M selama 24 jam dalam kondisi atmosfer nitrogen. Untuk menghilangkan bahan-bahan anorganik seperti silika, lempung dan logam digunakan larutan campuran 0,1 M HCl dan 0,3 M HF.

Setelah diperoleh humin dari hasil ekstraksi maka selanjutnya humin tersebut dikarakterisasi untuk mengetahui gugus fungsi yang ada, kadar abu pada humin dan penentuan kandungan gugus fungsional pada humin yaitu berupa gugus karboksilat dan fenolat. Dari hasil karakterisasi humin akan diperoleh data berupa gugus fungsi yang ada pada humin, persentase kadar abu humin dan kandungan gugus fungsional pada humin. Pada penelitian ini parameter yang diukur pada proses adsorpsi humin terhadap Metilena Biru adalah penetapan ph optimum yaitu ph saat adsorpsi humin terhadap metilena biru maksimum. Setelah diketahui ph optimumnya maka selanjutnya kita mencari waktu optimum untuk adsorpsi dengan ph larutan ada pada ph optimum. Langkah terakhir yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi optimum metilena biru yang teradsorp pada humin saat ph dan waktu interaksinya optimum. Dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap ph, waktu dan konsentrasi optimum maka dengan menggunakan persamaan langmuir-freudlich diketahui pula energi yang diburtuhkan untuk melakukan proses adsorpsi. Hasil dan Diskusi 1. Karakterisasi Humin Humin yang diperoleh dari ekstraksi tanah gambut dalam penelitian ini di karakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah, penentuan kadar abu serta penentuan kuantitatif gugus fungsional humin. Dari hasill karakterisasi humin dengan menggunakan spektroskopi inframerah secara kualitatif dapat memberikan memberikan hasil seperti Gambar 1. (HCl/HF) dapat menyebabkan lepasnya logam-logam yang semula terdapat pada humin. Terdapatnya gugus COO - akibat keterlibatan logam akan digantikan dengan dengan gugus COOH setelah humin dicuci dengan asam (HCl/HF). Keberhasilan proses pencucian HCl/HF selain dapat dideteksi dengan data spektra IR seperti telah dibahas sebelumnya, juga dapat diketahui dari perubahan kadar abu, hal ini disebabkan karena kadar abu berkaitan erat dengan kandungan mineral. Makin tinggi kandungan mineral, maka makin tinggi kadar abu. Hasil penetapan kadar abu dari humin tanpa pencucian dan dengan pencucian HF/HCl di tunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar abu humin tanpa pencucian dan dengan pencucian HCl/HF Tahap Pencucian Tanpa pencucian Pencucian dengan akuades Pencucian dengan HF/HCl 3x Kadar abu (%b/b) 10,01 4,36 1,26 Sedangkan pada Tabel 2 disajikan komposisi kuantitatif gugus fungsional pada humin hasil isolasi yang dilakukan dengan menggunakan metode titrasi potensiometri. Data ini diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak gugus fungsional yang ada pada humin terutama gugus COOH dan OH fenolat yang dapat berfungsi sebagai situs aktif adsorpsi logam. Tabel 2. Perbandingan kandungan keasaman total, gugus karboksilat, dan gugus hidroksi fenolat humin Gugus Fungsional Keasaman Total Gugus (-COOH) Gugus OH fenolat Kandungan (cmol/kg) dalam humin Dalam Saleh (2004) penelitian ini 553,5 210,0 343,5 543,0 199 344 2. Interaksi Humin dengan Metilena Biru Gambar 1. Spektra inframerah humin (a) dengan pencucian dan (b) tanpa pencucian HCl/HF Keberadaan gugus fungsional humin sebelum pencucian dan setelah pencucian dengan HCl/HF memperlihatkan perbedaan spektra infra merah yang cukup signifikan. Proses pencucian dengan menggunakan larutan asam Pengaruh variasi ph pada terhadap metilena biru dan eosin oleh humin Dari grafik hubungan ph dengan konsentrasi metilena biru teradsorp pada Gambar 2 secara umum menunjukkan kecenderungan bahwa dari ph 2 sampai sekitar ph 8 laju adsorbsi metilena biru cenderung konstan tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Metilena biru teradsop (x10-5 mol/l) Metilena biru teradsorb (x10-5 mol/l) PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6 0 2 4 6 8 10 12 14 ph Optimasi waktu kontak adsorpsi humin terhadap metilena biru Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah metilena biru dan yang teradsorp mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat. Hal ini disebabkan pada waktu awal, senyawa humin masih mempunyai banyak gugus karboksil terdisosiasi yang kosong yang dapat mengadakan ikatan dengan molekul metilena biru dan juga molekul eosin baik berupa ikatan yang melibatkan interaksi elektrostatik seperti yang terjadi antara metilena biru dan humin Gambar 2. Grafik hubungan ph dengan konsentrasi metilena biru teradsorp. Konsentrasi awal metilena biru 10 ppm, volume larutan 25 ml, berat humin 50 mg, waktu interaksi 120 menit Adsorpsi optimum humin terhadap metilena biru yaitu terjadi pada ph 6 tidak terlalu jauh berbeda dengan adsorpsi humin terhadap metilena biru pada ph 4 dan juga pada ph 8. Mulai ph 8 terjadi penurunan metilena biru yang teradsorp. Sebagaimana yang diketahui bahwa humin yang memiliki situs aktif COOH dan OH pada ph sekitar 3 akan mengalami dissosiasi pada gugus -COOH. Gugus COOH akan melepaskan H + sehingga membentuk COO - yang dimungkinkan berinteraksi dengan metilena biru yang bermuatan positif, makin banyak gugus COOH yang terdissosiasi maka makin banyak pula jumlah metilena biru yang akan berinteraksi, sehingga ph 3 sampai 6 akan terjadi peningkatan jumlah metilena biru yang teradsorp. N N(CH S 3 ) N(CH 3 ) Cl - 2 2 + N(CH 3 ) 2 N S N(CH 3 ) 2 + + Cl - Gambar 3. Reaksi pembentukan garam positif pada metilena biru dalam suasana asam Pada ph sekitar 9 mulai terjadi dissosiasi pada gugus OH dari humin, gugus OH akan melepaskan H + sehingga terbentuk O - yang menyebabkan humin semakin bersifat elektronegatif. Peningkatan ph juga akan menyebabkan makin banyaknya jumlah ion HO - dalam larutan, sehinggga terjadi kompetisi antara gugus COO - dan O - yang berasal dari humin dengan HO - dari larutan, dan dimungkinkan metilena biru lebih suka berinteraksi dengan ion HO - dari larutan dari pada dengan gugus COO - dan O - dari humin. Sesuai dengan data yang diperoleh pada penelitian ini ph optimum metilena biru adalah ph 6 dan terjadi penurunan jumlah metilena biru yang teradsorb setelah ph 8. 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0 50 100 150 200 waktu (menit) Gambar 4. Grafik hubungan waktu adsorpsi dengan jumlah metilena biru yang teradsorp. Berat metilena biru 10 mg, konsentrasi awal larutan 10 ppm, volume larutan 25 ml dan ph 6 Pada adsorpsi metilena biru oleh humin, secara umum adsorpsi dapat berlangsung cepat karena setelah 45 menit proses adsorpsi metilena biru oleh humin telah mencapai waktu kontak optimum. Pada interval waktu kontak antara 45 menit sampai 180 menit, penyerapan metilena biru cenderung konstan. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi berlangsung lambat yang mengindikasikan bahwa proses adsorpsi oleh senyawa humin telah mengalami penjenuhan dan mencapai kesetimbangan. Dari data optimasi waktu kontak tersebut, besarnya konstanta laju reaksi (k) dapat dihitung dengan membuat kurva ln (C o /C t )/C t lawan t/ C t seperti pada persamaan C A0 ln C A t k1. K CA CA Konstanta laju reaksi (k) merupakan nilai slope dari kurva tersebut. Plot hubungan antara ln (C o /C t )/C t lawan t/ C t untuk adsorpsi metilena biru dan oleh humin disajikan pada gambar 5

Ceq/m (g/l) PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014 Ln(Co/Ca)/Ca 3.00E+07 2.50E+07 2.00E+07 1.50E+07 1.00E+07 5.00E+06 0.00E+00 Grafik Ln(C o /C a )/C a lawan t/c a 0.00E+00 2.00E+08 4.00E+08 Gambar 5. Grafik hubungan antara ln (C t /C o )/C t lawan t/c t pada adsorpsi metilena biru dengan humin dengan berat metilena biru 10 mg, konsentrasi awal larutan 10 ppm, volume larutan 25 ml, dan ph 6 Dari Gambar 5 diperoleh harga k orde satu = slope, yaitu 3,1 x 10-2 menit -1, dengan harga kelinearan R 2 = 0,9352. Penentuan kapasitas adsorpsi Pada penelitian ini dilakukan penentuan kapasitas adsopsi humin. Kapasitas adsorpsi humin merupakan ukuran kemampuan maksimum humin dalam mengadsorpsi senyawa metilena biru. Kapasitas adsorpsi ini dipengaruhi oleh gugus aktif yang ada dipermukaan humin. Semakin banyak gugus aktif, maka adsorbat yang teradsorp akan semakin banyak. Bila metilena biru sudah berikatan dengan semua gugus aktif dari senyawa humin pada permukaan adsorben, maka senyawa humin tersebut tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengadsorp metilena biru maupun eosin. Penentuan kapasitas adsorpsi humin dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi awal metilena biru dan juga konsentrasi awal dari eosin yang kemudian masing-masing larutan diinteraksikan dengan sejumlah berat tertentu adsorben selama waktu optimum. Kapasitas adsorbsi humin terhadap metilena biru dapat dihitung dengan persamaan isoterm Langmuir. Persamaan isoterm Langmuir dapat diselesaikan dengan membuat grafik antara C eq lawan C eq /m, dan kapasitas adsorpsi merupakan 1/slope. Dari hasil penelitian, diperoleh grafik hubungan antara C eq lawan C eq /m pada metilena biru dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 tersebut terlihat bahwa grafik yang dihasilkan merupakan garis lurus, yang berarti bahwa adsorpsi tersebut mengikuti adsorpsi isoterm Langmuir. Grafik tersebut mempunyai persamaan garis y = 329,76x + 0,0004. Dengan mengetahui slope dari kurva tersebut, maka akan diketahui kapasitas adsorpsi (b). Slope = 1/b, sehingga kapasitas maksimum adsorpsi humin (b) terhadap senyawa metilena biru adalah 3,03 x 10-3 mol/g. t/c a y = 0.031x + 872876 R 2 = 0.9346 6.00E+08 8.00E+08 1.00E+09 Hal ini menunjukkan bahwa setiap gram humin dapat mengadsorp metilena biru sebanyak 3,03 x 10-3 mol. 6.00E-03 4.00E-03 2.00E-03 0.00E+00 Gambar 6. Grafik hubungan antara C eq dengan C eq /m untuk adsorpsi isoterm Langmuir pada metilena biru. Berat Humin 50 mg, volume larutan 50 ml, ph 6, dan waktu kontak 45 menit. Dari hasil Gambar 6 tersebut akan diperoleh harga intersep grafik yang menentukan nilai konstanta kesetimbangan 1 adsorpsi (K), dimana harga intersep grafik adalah Kb. Dari hubungan ini didapatkan harga konstanta kesetimbangan adsorpsi sebesar 8,244 x 10 5 L/mol. Untuk menghitung energi adsorpsi, digunakan rumus perubahan energi Gibbs, sehingga dapat dihitung besarnya energi adsorpsi, E = - G = RT ln K, sehingga diperoleh besarnya energi adsorpsi metilena biru oleh humin sebesar 33,98 kj/mol. Energi adsorpsi yang didapat berharga positif atau perubahan energi Gibbs bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi adsorpsi humin terhadap metilena biru merupakan reaksi yang spontan. Kesimpulan y = 329,76x + 0,0004 R 2 = 0,9634 0.00E+00 5.00E-06 1.00E-05 1.50E-05 2.00E-05 C eq (mol/l) Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disusun kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakterisasi humin dengan menggunakan spektroskopis inframerah, menunjukkan bahwa sebelum pencucian dengan HCl/HF terdapat puncak serapan pada angka gelombang sekitar 1382,9 cm -1 yang berasal dari ulur anionik COO - namun setelah pencucian dengan HCl/HF serapannya semakin lemah. Selain itu muncul puncak serapan baru pada angka gelombang 1705,0 cm -1 yang dihasilkan oleh vibrasi ulur C=O dari gugus COOH. 2. Dalam penelitian ini diperoleh kandungan OH fenolat pada humin sebesar 343,5 cmol/kg yang lebih tinggi dari gugus karboksilat yaitu sebesar 210,0 cmol/kg. 3. Adsorbsi humin terhadap metilena biru optimum pada ph 6 dengan waktu kontak optimum 45 menit

4. Konstanta laju reaksi untuk metilena biru adalah sebesar 3,01x10-2 menit -1 sedangkan kapasitas adsorpsi humin terhadap metilena biru sebesar 3,03 x 10-3 mol/g 5. Energi adsorpsi untuk adsorpsi metilena biru oleh humin sebesar 33,98 kj/mol Pustaka Aiken. G. R., McKnight, D. M., Wershaw, R.L., dan Mac Charty. P, 1985 An Introduction to Humic Substances in Soli, Sediment and Water in ; Aiken. G. R., McKnight, D. M., Wershaw, R.L., dan Mac Charty. P, 1985 An Introduction to Humic Substances in Soil, Sediment and Water; Geochemistry, Isolations and Characterization, John Wiley and Sons, New York Gaffey, S. J., Marley, N. A., dan Clark, S. B., 1996, Humic and Fulvic Acid and Organic Colloidal Matterial in Environmental ( dalam Gaffney, J. S.,et.al., 1996, Humic and Fulvic Acid ; Isolation, structure and Environmental Role) American Chemical society., Washington Hamdaoui, O. and Chiha, M., 2006, Removal of Methylene Blue from Aqueous Solutions by Wheat Bran, Acta Chim. 54 : 407 418 Ishiwitari, R., 1985, Goechemistry of Humic Substances in Lake Sediments ( dalam Aiken. G. R., McKnight, D. M., Wershaw, R.L., dan Mac Charty. P, 1985 An Introduction to Humic Substances in Soi, Sediment and Water; Geochemistry, Isolations and Characterization ), John Wiley and Sons, New York Kaled. H,, dan and Fawy H., A., 2011, Effect of Different Levels of Humic Acids on the Nutrient Content, Plant Growth, and Soil Properties under Conditions of Salinity, Soil & Water Res., 6, (1): 21 29 Lawakka, I. 2005, Adsorpsi Merah Reaktif-1 Oleh Karbon Aktif Tempurung Kenari Sebagai Fungsi Waktu dan Jumlah Adsorben, skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar. Purwamargapratala. Y., Yusuf. S.,dan Ridwan, 2013, degradasi metilin biru dengan Komposit TiO 2 SiO 2 Fe 3 O 4, SEMINAR NASIONAL IX SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA Saleh, N., 2004, Studi Interaksi antara Humin dengan Cu(II) dan Cr(II) dalam Medium Air, Tesis S2, Universitas gadjah Mada, Yogyakarta