Penyandang Cacat dan Permasalahannya

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF

PENDIDIKAN LUAR BIASA DI INDONESIA. Juang Sunanto Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

Jaringan Kerja untuk Inklusi. Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

A. Perspektif Historis

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN LUAR BIASA DI INDONESIA

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

HAMBATAN DALAM MEMPEROLEH KESEMBUHAN

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

ASESMEN PENGAJARAN PENJASKES BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

Landasan Pendidikan Inklusif

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Perkembangan Pendidikan Khusus/Pendidikan Luar Biasa di Indonesia (Development of Special

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

LITURGI SABDA. Bacaan pertama (Kis. 4 : 32-35) Mereka sehati dan sejiwa. Bacaan diambil dari Kisah Para Rasul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar

Yesus menyembuhkan orang buta

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yesus menyembuhkan orang buta

Pendidikan Luar Biasa/ Pendidikan Khusus

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

TAHUN B - Hari Minggu Paskah VI 10 Mei 2015 LITURGI SABDA. Bacaan pertama (Kis 10: )

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

Pendidikan Berkebutuhan Khusus II. Materi: Segregasi Artinya: segregation (pemisahan)

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

REVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta **)

2016 PELAKSANAAN AKOMODASI KURIKULUM BAHASA INDONESIA BAGI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA OLEH GURU DI SD NEGERI CIBAREGBEG KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

INJIL YESUS KRISTUS. Bagi Dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dari Penganiaya Menjadi Pengkhotbah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

LITURGI SABDA. Bacaan pertama (Kis. 4 : 8-12) Hanya Yesuslah sumber keselamatan. Bacaan diambil dari Kisah Para Rasul

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

TAHUN B - Hari Minggu Biasa XXX 25 Oktober 2015 LITURGI SABDA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

Pekerja Dalam Gereja Tuhan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

Seri Kedewasaan Kristen (6/6)

BAB TIGA PENYELAMATAN ALLAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

GPIB Immanuel Depok Minggu, 07 Februari 2016

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN KENAIKKAN KELAS SEMESTER GENAP ( II ) TAHUN

Tahun C Minggu Tri Tunggal Maha Kudus LITURGI SABDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INJIL YESUS KRISTUS BAGI DUNIA. melainkan beroleh hidup yang kekal Yohanes 3:16. (Bahasa Indonesian)

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. yang bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri (internal) tetapi juga bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Yesus menyembuhkan orang buta

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

PENANGANAN TERHADAP anak dengan disabilitas (anak berkebutuhan khusus) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH 1

DAFTAR BACAAN ALKITAB GMIT. Tahun 2017 TEMA PEELAYANAN: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN

BAB XI MEMAKNAI HIDUP BERNEGARA. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi.

TATA IBADAH HARI MINGGU XIX SESUDAH PENTAKOSTA

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

DISERTASI. diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

MENGAMPUNI ORANG LAIN

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... viii DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT...

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Definisi Keselamatan Permulaan Memasuki Keselamatan Akibat-akibat Keselamatan

Sukacita atas belas kasih Allah

LITURGI SABDA Bacaan pertama (Yos. 24 : 1 2a b) Kami akan beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah kita. Bacaan diambil dari Kitab Yosua:

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

TATA IBADAH HARI KENAIKAN YESUS KRISTUS KE SURGA

Transkripsi:

Penyandang Cacat dan Permasalahannya Juang Sunanto Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia Pandangan dan Sikap Masyarakat Keberadaan penyandang cacat (penca) telah ada sejak dahulu kala hingga saat ini. Sejak kebudayaan manusia masih primitif sampai kebudayaan yang modern tak pernah masyarakat di dunia ini bebas dari keberadaan penca. Tampaknya tak ada korelasi antara kemajuan budaya, pengetahuan dan teknologi dengan kelahiran penca. Prosentase penca di negara yang dikatakan maju dan negara yang kurang maju atau bahkan ketinggalan hampir sama atau relatif tetap. Perbedan jumlah karena disebabkan banyaknya jumlah penduduk. Kita tidak tahu secara pasti mengapa dunia ini tak pernah bebas dari penca. Kenyataan semacam ini tampaknya hanya Tuhanlah yang tahu dan inilah barangkali merupakan kehendaknya yang belum diketahui manusia. Keberadaan penca tidak akan pernah kita pungkiri meskipun tak seorangpun menghendakinya. Sekalipun keberadaan penca tak pernah berubah, dalam arti selalu ada, namun kalau kita mencoba melihat bagaimana masyarakat dunia ini menyikapinya telah berubah sesuai dengan zamannya. Suatu zaman tertentu keberadaan penyandang cacat pernah dianggap sebagai kutukan atau terkait dengan dosa, sehingga dapat membawa aib bagi keluarganya. Pada saat tertentu pula, kehadiran penyandang cacat juga dianggap sebagai malapetaka. Pada mulanya manusia sering kali mengkaitkan antara kecacatan dengan dosa, sehingga terjadinya kecacatan dapat membawa aib bagi kelurga atau penyandangnya sendiri. Dalam perkembangan berikutnya, orang memandang penyandang cacat sebagai individu yang harus dikasihani. Penyantunan terhadap penyandang cacat sering dihubungkan dengan ajaran kasih (baca belas kasihan/charity). Banyak kelompok-kelompok atau kaum pilantropis memberikan santunan kepada orang-orang cacat. Bentuk santunannya bervariasi dari yang hanya merawat sampai memberikan keterampilan kerja tertentu. Penyantunan dengan dasar belas kasihan/charity dapat dianggap tidak sama dengan atas dasar kasih. Rasa belas kasihan didalamnya terkandung pandangan bahwa penyandang cacat ialah orang yang tidak berdaya karenanya perlu pertolongan dan tergantung pada orang lain. Secara garis besar sikap dan pandangan masyarakat terhadap penca dapat dikategorikan dalam (1) tidak berguna/tidak diperlukan, (2) dikasihani/disantuni, (3) dilatih/dididik, (4) persamaan hak. Dengan sudut pandang yang lain cara pandang masyarakat terhadap penca dapat dikategorikan (1) penolakan, (2) penerimaan, (3) pemahaman, (4) pengetahuan. 1

Penca dalamalkitab Dalam Alkitab dapat kita temukan beberapa kisah tentang penyandang cacat. Misalnya, Yesus pernah di datangi oleh seorang lumpuh yang diusung oleh beberapa orang kemudian Yesus menyembuhkan orang tersebut dengan berkata Hai saudara, dosamu sudah diampuni (Luk 5: 17-26, Mat 9:1-8, Mark 2: 1-12). Dalam kisah lain, Yesus menyembuhkan seorang pengemis buta, katanya Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau (Luk 18: 35 43, Mat 20:12 34, Mark 10:46-52). Kisah-kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa pada zaman pelayanan Yesus di dunia ini, kecacatan sering dikaitkan dengan dosa dan iman. Di samping kisah tersebut, pada suatu saat Yesus bertemu dengan orang buta sejak lahirnya. Kemudian murid-muridnya bertanya Rabi siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuannya sehingga dia dilahirkan buta? Jawab Yesus bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. (Yoh 9: 1-3). Dalam kisah ini kita bisa tahu bahwa kecacatan juga dapat terjadi pada seseorang karena memang kehendak Tuhan. Model Individual dan Sosial Ada dua model cara memandang terhadap penca yaitu individual model dan social model. Kedua model ini menunjukkan perbedaan yang prinsip dimana individual model memandang bahwa kecacatan atau orang yang cacat itu dianggap masalah dengan kata lain orang cacat itulah yang menimbulkan masalah. Sebaliknya sosial model menganggap bahwa penca itu sendiri bukan problem tetapi problemnya terletak pada sikap masyarakatlah yang menimbulkan masalah. Dalam individual model digambarkan bahwa penca menjadi problem karena mereka dianggap membawa rasa malu keluarga, selalu memerlukan bantuan (tergantung) pada orang lain, orang yang menderita, memerlukan rehabilitasi dll. Dalam sosial model menganggap problem muncul akibat sikap masyarakat yang negatif terhadap penyandang cacat. Konvensi dan UU tentang Penca Perhatian masyarakat dunia terhadap penca hinga sekarang sudah cukup baik dengan ditandai munculnya beberapa konvensi yang terkait dengan persoalan penca. Bebarapa konvensi tersebut diantaranya adalah (1) Deklarsi HaklAsasi manusia, tahun 1948, (2) Konvensi HakAnak, tahun 1989, (3) Konvensi Dunian tentang Education for All, tahun 1990, (4) Peraturan Standart tentang Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat, tahun 1993, (5) Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, tahun 1994. Secara khusus perhatian masyarakat Indonesia terhadap penca terwujud dengan lahirnya UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. 2

Prinsip dan Filosofi Inklusi Prinsip dan filosofi masyarakat inklusif pada dasarnya menganggap bahwa anggota masyarakat keadaanya beragam ditinjau dari berbagai aspek diantaranya kaya miskin, cacat tidak cacat, jenis pekerjaan atau profesi, status pendidikan dan lain-lain. Keadaan yang beragam ini harus menjadi satu kesatuan atau dengan kata lain bersatu dalam keberagaman. Prinsip kooperatif lebih diutamakan daripada kompetitif dalam masyarakat inklusif. Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu atau kelompok tertentu sebaiknya memiliki prestasi sesuai dengan kemampuan dan kondisinya tanpa harus dibandingkan dengan prestasi atau kemampuan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip ini menggambarkan bahwa setiap individu atau kelompok mempunyai fungsi dan peranan masing-masing yang sama pentingnya. Masyarakat inklusif menghargai setiap hak individu. Meskipun dalam pelaksanaannya selalu dalam konteks kebersamaan. Untuk dapat melakukan hal ini fleksibilitas menjadi kata kunci yang penting. Dalam kehidupan masyarakat kristiani tiga hal ini telah terangkum dalam kehidupan bergereja dimana gereja merupakan persekutuan individu-individu kristen yang beragam dalam hal suku bangsa, bahasa, pendidikan, status ekonomi dan sosial, cacat-normal,dan lain-lain yang dipersatukan dalam Yesus Kristus. Meskipun demikian, hingga sekarang prinsip dan filosofi masyarakat inklusif masih perlu dikembangkan khususnya jika dihubungkan dengan perilaku atau sikap umat kristiani terhadap penyandang cacat baik dalam kegiatan bergereja maupun dalam kegiatan pelayanan di luar gereja. Layanan Pendidikan Sejarah perkembangan pendidikan bagi penyandang cacat di Indonesia pada dasarnya dapat dilihat dari dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berdirinya Blinden Instituut tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai oleh dr. Westhoff merupakan awal pelayanan terhadap penyandang cacat dimana para tunanetra diberikan latihan dengan program shetered workshop (bengkel kerja). Program inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya sekolah khusus bagi tunanetra di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1927, juga di Bandung, dibuka sekolah khusus bagi anak tunagrahita yang didirikan oleh Bijzonder Onderwijs yang diprakarsai oleh seorang yang bernama Folker, sehingga sekolah ini disebut Folker School. Pada tahun1930 sekolah khusus untuk tunarungu wicara juga dibuka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C. M. Roelsema. Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makin terjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajaran luar biasa. Mulai saat itulah sekolah bagi penyandang cacat disebut Sekolah Luar Biasa (SLB). 3

Sejak tahun 1901 hingga sekitar tahun 1970an pendidikan bagi penyandang cacat masih terfokus pada layanan pendidikan yang segregatif (terpisah) dimana penyandang cacat dididik atau bersekolah di lembaga yang terpisah dari lembaga pendidikan atau sekolah pada umumnya. Sehubungan dengan paradigma dan konsep baru pendidikan luar biasa sistem pendidikan semacam itu dianggap tidak manusiawi lagi. Pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari penyandang cacat pun harus hidup di lingkungan pada umumnya (normal) sehingga memisahkannya sejak kecil di lingkungan sekolah yang khusus dapat menghambat proses sosialisi paska sekolah. Sejak tahun 1970an Indonesia telah memperkenalkan sistem layanan pendidikan (sekolah) dimana penyandang cacat bersekolah bersama sama dengan anak pada umumnya sekolah reguler yang disebut dengan sekolah terpadu (integrasi). Sistem sekolah terpadu ini sebagian besar melayani anak tunanetra sementara anak dengan kecacatan lain belum banyak mengikuti sistem sekolah terpadu ini. Dalam perkembangan selanjutnya Indonesia juga memperkenalkan layanan pendidikan yang didasari oleh filosofi inklusi yang diamanatkan oleh PBB melalui prinsip Education for All (pendidikan untuk semua). Sayangnya filosofi pendidikan inklusif ini telah dipraktekkan secara terburu-buru di Indonesia sehingga hasilnya kurang memuaskan dan sering disalah artikan oleh para pelaku pendidikan di lapangan maupun di tataran birokratnya. Salah satu kasus yang paling populer akibat sosialisasi yang keliru ada sekolah memindahkan penyandang cacat dari SLB ke sekolah tersebut dengan tujuan agar sekolahnya menjadi inklusi. Daftar Pustaka Aefsky, F. (1995). Inclusion Confusion. A Guide to Educating Students with Exceptional Needs. California: Corwin Press. Alcott, M. (2002) An Intruduction to Children with Special Educational Needs. London: Hodder & Stoughton. Armstrong, F., Amstrong, D., and Boorton, L. (2000) Inclusive Education. Policy, Contexts, and Comparative Perspectives. London: David Fulton. Foreman, P. (2001) Integration and Inclusion in Action. Victori: Nelson Thomson Learning. Johnsen, B. H. and Skjorten, M.D. (eds). (2001). Education-Special Needs education: An Introduction. Olso: Unipub forlag. Norwich, B. (1996). Special Needs Education or Education for all: connective specialization and ideological impurity. British Journal of Special Education, 23, 3, 100-104 Smith, J. D. (1998) Inclusion School for All Students. New York: Wadsworth. UNESCO. Open File on Inclusive Education. Support Materials for Managers and Administrators. 4

5