BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH HUNIAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA Muhammad Aini Abstrak

TINJAUAN YURIDIS PENGAKHIRAN SEWA MENYEWA RUMAH YANG DIBUAT SECARA LISAN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

Bab IV PEMBAHASAN. A. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Penyimpanan Barang di SDB pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Transkripsi:

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL A. Ketentuan Umun Perjanjian Sewa Menyewa 1. Pengertian perjanjian sewa menyewa M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot). 57 Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karenanya selama berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung. 58 Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, dengan dijual barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah 57 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm.19. 58 Ibid

diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Berdasarkan pasal tersebut bahwa apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa sewanya dan hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka perjanjian sewa menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir. R. Subekti menyatakan, jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika ada suatu janji seperti tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi. 59 Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan serta tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang disewa atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan hal ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang menyewakan. 60 2. Syarat-syarat perjanjian sewa menyewa Berbicara mengenai syarat-syarat perjanjian sewa menyewa haruslah berpedoman pada syarat-syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah cakap bertindak dalam hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dan haruslah mengenai suatu hal yang halal. Hal tersebut juga termaksud dengan jelas pada memori penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang menyebutkan bahwa, hubungan sewa 59 R. Subekti, Op. Cit, hal.98. 60 Ibid.

menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa menyewa. 61 Untuk pencapaian syarat keadilan ataupun kepastian hukum, syarat-syarat esensial atau pokok mengenai perjanjian mutlak diperlukan. Adapun syarat-syarat dari terjadinya dan sahnya perjanjian sewa menyewa ini seperti yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu terdiri atas syarat subjektif yaitu syarat-syarat mengenai orang-orang atau para pihak dalam perjanjian sewa menyewa, dan syarat objektif yakni mengenai objek atau barang yang dijadikan sebagai objek beserta persyaratannya dalam perjanjian sewa menyewa. Sebagai langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan diantara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga, dan dalam kesepakatan tersebut haruslah dengan itikad tanpa adanya suatu unsur penipuan ataupun bentuk perbuatan melawan hukum lainnya. Kecakapan juga merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang cakap untuk membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa adalah dikarenakan akibat dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya perjanjian itu dipikul oleh 61 Ibid.

kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya orang-orang yang cakap bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakamn tanggung jawab tersebut dengan baik. 62 Wiryono Prodjodikoro menyebutkan bahwa: Subjek yang merupakan seorang manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah. 63 Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal (objek) tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang timbul dikemudian hari. 64 Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa inipun haruslah yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian demikian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat 62 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op. Cit, hal.67. 63 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, 1987, hal.91. 64 Moegini Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Pramita, Jakarta, 1979, hal. 75.

tanpa suatu sebab adalah merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang (pasal 1335 KUHPerdata). 65 B. Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Camridge Condominium & Shopping Mall 1. Masa Berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa Definisi yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1548 terkandung beberapa unsur bahwa sewa menyewa adalah: merupakan suatu perjanjian. terdapat pihak-pihak yang mengikatkan diri. pihak yang satu memberikan kenikmatan atas sesuatu barang kepada pihak yang lain, selama suatu waktu tertentu. dengan pembayaran sesuatu harga yang disanggupi oleh pihak yang lainnya. 66 Berdasarkan unsur-unsur tersebut ada yang menarik untuk dibicarakan, yaitu selama suatu waktu tertentu. Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan: Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya pemberitahuan untuk itu. Pasal 1571 KUHPerdata: Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berkahir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Pasal 1578 KUHPerdata menyatakan: 65 Ibid, hal.76. 66 Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, jika barangnya dijual memaksa si penyewa mengosongkan barang yang disewa, diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian-pemberhentian sewa. Pasal-pasal tersebut tidak secara mutlak dinyatakan bahwa syarat waktu harus dicantumkan, bahkan dalam beberapa hal justru tampak melemahkan persyaratan batas waktu sewa, misalnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata. Namun, makna yang dapat ditarik dari pasal-pasal tersebut adalah waktu sewa merupakan hal yang penting. Meskipun tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu, undang-undang memerintahkan agar memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat. Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari dan mencegah penafsiran serta makna ganda, pencantuman batas waktu yang jelas sangat diperlukan. Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan (dalam akibat-akibatnya) antara sewa tertulis dan sewa lisan. 67 Sewa menyewa yang diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan untuk itu. 68 Sebaliknya kalau sewa menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan 67 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal.27. 68 Ibid.

memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama. 69 Perihal sewa tertulis itu diatur dalam Pasal 1570 KUHPerdata sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dan perihal sewa yang tidak tertulis (lisan) diatu dalam Pasal 1571 KUHPerdata. Seorang penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu sewa yang ditentukan dalam suatu perjanjian sewa tertulis, dibiarkan menempati rumah atau ruangan tersebut, maka dianggaplah si penyewa itu tetap menguasai barang yang disewakan atas dasar syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan tak dapatlah meninggalkan rumah atau ruangan itu atau dikeluarkan dari situ, melainkan sesudahnya dilakukan pemberitahuan penghentian sewanya menurut kebiasaan setempat (Pasal 1587 KUHPerdata). Sewa menyewa bangunan hotel dalam perjanjian ini dibuat secara tertulis. Oleh karenanya disebutkan secara jelas hal-hal yang menjadi ketentuan dalam sewa menyewa juga mengenai masa berlakunya perjanjian. Ada 2 (dua) macam ketentuan mengenai masa berlakunya perjanjian sewa menyewa bangunan hotel pada Cambridge Condominium & Shopping Mall atau disebut juga tower Swiss Belhotel Suites & Residences, yaitu: 69 Ibid, hal.28.

a b Perjanjian Pengelolaan Sewa ini telah mengikat kedua belah pihak terhitung sejak Surat Perjanjian Pengelolaan Sewa ini ditandatangani dan mulai berakhir efektif pada tanggal permulaan dan berakhir pada tanggal pengakhiran. Kedua belah pihak sepakat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa ini, akan diadakan Rapat Himpunan Pemilik untuk menentukan fungsi daripada bangunan hotel tersebut untuk 10 (sepuluh) tahun yang akan datang dan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. 70 Mengenai berakhirnya sewa dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa ini, ada 2 (dua) hal yang harus diketahui berkenaan dengan berakhirnya sewa, yaitu: a b Perjanjian sewa tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan maupun dengan meninggalnya pihak yang menyewa atau si penyewa. Dengan demikian ahli waris dari para pihak dapat melanjutkan sewa menyewa tersebut. Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu sewa menyewa yang telah dibuat sebelumnya tidaklah putus, kecuali apabila hal tersebut telah diperjanjikan pada waktu menyewakan bangunan hotel. 71 Berdasarkan huruf b di atas, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan, yaitu: 1) Apabila ada diperjanjikan demikian, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi jika tidak ada suatu janji yang tegas. Tetapi apabila janji yang demikian itu memang ada, si penyewa tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi. 2) Demikian juga dengan si pembeli dengan janji membeli kembali, tidak dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa si penyewa mengosongkan barang 70 Dikutip dari Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall yang telah dilegalisir oleh Notaris PT. Global Medan Town Square pada tanggal 10 Agustus 2007. 71 Ibid.

yang disewa, sebelum ia dengan lewatnya tenggang waktu yang ditentukan untuk pembelian kembali, menjadi pemilik mutlak. 3) Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, jika barangnya dijual memaksa si penyewa mengosongkan barang yang disewa, diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian sewa. 4) Apabila perjanjian sewa tidak dibuat secara tertulis, sewa ini tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Pada Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ini pemilik dari bangunan hotel tersebut menyewakan bangunan hotel miliknya kepada pihak pengelola yaitu PT. Global Medan Town Square. Kemudian pihak pemilik memberikan wewenang kepada pihak pengelola untuk mengulangsewakan bangunan hotel tersebut kepada pihak ketiga, yaitu setiap orang, firma atau perusahaan manapun, dan menggunakan bangunan hotel tersebut sebagai sarana akomodasi dan atau serviced apartement. Dalam perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel tersebut, pemilik bangunan hotel tidak dibenarkan untuk mengulangsewakan bangunan hotel atas nama sendiri tanpa melalui perantaraan dari PT. Global Medan Town Square selaku pengelola.

Mengenai masa berlakunya perjanjian ini akan ditambah ketentuan mengenai mengulangsewakan dan penyewaan ulang. Karena ketentuan mengenai mengulangsewakan dan penyewaan ulang ini tidak dinyatakan atau disebutkan secara tegas dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa ini, akan tetapi ketentuan yang dipakai adalah sesuai dengan ketentuan yang berdasarkan pada undang-undang. Untuk lebih menjelaskan perbedaan antara mengulangsewakan dengan penyewaan ulang akan diuraikan sebagai berikut: a) Mengulangsewakan Berdasarkan ketentuan undang-undang apabila pihak yang satu (yang menyewakan) telah memberitahukan kepada pihak yang lainnya (penyewa) bahwa ia hendak menghentikan sewanya, si penyewa meskipun ia tetap menikmati barangnya tidak dapat memajukan adanya suatu penyewaan ulang secara diamdiam (Pasal 1572 KUHPerdata). b) Penyewaan Ulang Yang dimaksudkan dengan penyewaan ulang adalah sewa yang seharusnya sudah berakhir namun terus dilanjutkan kembali. Sewa ulang tersebut biasanya dengan ketentuan dan persyaratan perjanjian yang sama seperti sebelumnya (semula) atau bisa juga dengan perubahan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. 72 Perlu disadari bahwa penyewaan ulang tidak sama dengan mengulangsewakan. Yang dimaksudkan dengan mengulangsewakan adalah seseorang yang semula bertindak 72 R. Subekti, Op. Cit, hal.57.

selaku penyewa kemudian dia bertindak sendiri selaku pihak yang menyewakan dalam perjanjian sewa baru, terhadap pihak ketiga yang bertindak sebagai penyewa. 73 Apabila perjanjian sewa dibuat secara tertulis dan setelah sewa berakhir si penyewa tetap menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, terjadilah suatu sewa baru yang akibat-akibatnya diatur dalam pasal-pasal tentang penyewaan dengan lisan (Pasal 1573 KUHPerdata). Namun dalam kedua perjanjian sewa seperti itu penanggungan utang yang dibuat untuk sewanya tidak meliputi kewajiban-kewajiban yang timbul dari perpanjangan sewa (Pasal 1574 KUHPerdata). Apabila si penyewa tidak diizinkan dan tidak diperbolehkan mengulangsewakan barang yang disewanya atau melepaskan sewanya kepada seorang lain atas ancaman pembatalan perjanjian sewanya dan penggantian biaya, rugi, dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan setelah pembatalan itu tidak diwajibkan menaati perjanjian ulang sewa. Yang dimaksudkan dengan melepaskan sewa adalah apabila si penyewa keluar atau menarik diri selaku penyewa dan digantikan oleh orang lain atau pihak ketiga yang bertindak sebagai penyewa dalam sewa menyewa tersebut. Kalau yang disewa itu berupa sebuah bangunan rumah yang didiami sendiri oleh si penyewa, dapatlah dia atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian rumah kepada orang lain apabila kekuasaan itu tidak telah dilarang dalam perjanjiannya (Pasal 1559 KUHPerdata). Pada waktu mengosongkan barang yang disewa, si penyewa diperbolehkan membongkar dan membawa segala apa yang telah ia buat pada barang yang disewa 73 Ibid.

dengan biayanya sendiri asal pembongkaran dan pembawaan itu dilakukan dengan tidak merusakkan barang yang disewa. 2. Pembatalan Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Secara Sepihak Sebelum Jangka Waktu Sewa Berakhir. Pada umumnya tentang pembatalan perjanjian tidak mungkin tidak dilaksanakan, sebab dasar perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, maka apabila suatu perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel dapat berjalan dengan baik pihak penyewa dan yang menyewakan haruslah melaksanakan dan menjalankan hak dan kewajiban masing-masing dengan penuh itikad baik selama berlangsungnya masa sewa ataupun berakhirnya masa sewa. Umumnya mengenai pembatalan secara sepihak tidak diatur dalam akta sewa menyewa, karena pada dasarnya setiap pihak yang mengikat sewa menyewa harus memiliki itikad baik, dimana satu pihak (yang menyewakan) ingin memperoleh keuntungan dari yang disewakannya, pihak yang lain (si penyewa) ingin memperoleh kenikmatan dari yang disewanya tersebut. Pembatalan perjanjian atau juga yang dimaksud dengan pemecahan perjanjian adalah bertujuan membawa kedua belah pihak kembali kepada keadaan semula sebelum perjanjian diadakan atau pembatalan itu dilihat dari sifat pembatalannya sebagai suatu hukuman. Ketentuan mana disebutkan dalam Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan: Pihak yang perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa pihak lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian rugi, biaya dan bunga.

Secara prinsip perjanjian dapat dilakukan pihak penyewa dengan ataupun pihak yang menyewakan, jika pembatalan perjanjian dilakukan oleh pihak penyewa ia dapat melakukan pembatalan apabila pihak yang menyewakan telah berbuat lalai atau wanprestasi terhadap syarat-syarat yang telah diperjanjikan. Misalnya pihak yang menyewakan tidak menyerahkan barangnya baik dan terpelihara (Pasal 1551 KUHPerdata), pembatalan tersebut dapat berupa pengurangan harga sewa yang sebanding dengan harga barang yang tidak dalam keadaan baik tersebut ataupun minta pembatalan perjanjian secara keseluruhan dengan penyertaan ganti rugi. Cara kedua adalah apabila perbuatan itu adalah atas kemauan penyewa tanpa paksaan dari pihak manapun, terhadap hal ini pihak penyewa tidak dapat menuntut atas akibat yang ditimbulkannya. Dalam perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel ini, pihak penyewa yaitu pengelola (PT.Global Medan Town Square) dapat membatalkan sewa menyewa secara sepihak apabila si yang menyewakan (pemilik) tidak memberikan jaminan bahwa objek yang disewakan benar miliknya. Terjadinya pembatalan secara sepihak karena adanya kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan/mematuhi perjanjian sewa menyewa. Jika selama berlangsungnya masa sewa atau sebelum berakhirnya jangka waktu masa pengelolaan sewa bangunan hotel tersebut pihak yang menyewakan membatalkan perjanjian sewa menyewa tanpa sepengetahuan pihak penyewa dengan suatu alasan yang tidak jelas tanpa adanya perundingan dan pemberitahuan terlebih dahulu, pembatalan ini tidak dapat dilakukan dan tidak diperkenankan oleh undang-undang serta bertentangan dengan asas kebiasaan, kepatutan dan keadilan dalam perjanjian pengelolaan sewa

bangunan hotel tersebut, dikarenakan akibat dari pembatalan ini akan merugikan pihak penyewa Sesuai dengan ketentuan hukum pihak yang menyewakan dalam perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel dapat membatalkan perjanjian apabila terdapat suatu alasan yang jelas, misalnya si penyewa tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik ataupun si penyewa telah salah mempergunakan barang yang telah diperjanjikan dan dapat membawa kerugian bagi pihak yang menyewakan ataupun dalam isi surat perjanjian sewa menyewa bangunan hotel telah ditentukan sesuatu syarat batal yang telah disetujui oleh kedua belah pihak pada saat membuat perjanjian, ditegakkan dalam Pasal 1561 KUHPerdata yang menyebutkan: Jika si penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain dari pada yang menjadi tujuannya atau keperluan sedemikian rupa hingga dapat menerbitkan suatu kerugian kepada pihak yang menyewakan maka pihak ini menurut keadaan, dapat memintakan pembatalan sewanya. Adanya suatu syarat batal diperjelas pada Pasal 1266 KUHPerdata yang merumuskan: Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan di dalam perjanjianperjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. 74 Sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan pada tesis ini, bangunan hotel yang dimaksud dalam tesis ini merupakan suatu bentuk bangunan rumah susun yang tunduk kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Oleh karena itu mengenai ketentuan pengelolaan sewa terhadap bangunan 74 R. Subekti, Op. Cit, hal.50

hotel tersebut, sedikit banyaknya mengikut kepada ketentuan Undang-Undang Pokok Perumahan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perumahan dan Pemukiman No. 4 Tahun 1992 Pasal 13 jo. Pasal 11 dan Pasal 27 mengemukakan bahwa pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah dapat dilakukan dengan alasan: 1. Karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam persetujuan dan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku. 2. Jika yang memerlukan perumahan itu untuk dipergunakan sendiri berdasarkan pertimbangan ekonomi dan keadilan sosial. 3. Dengan dasar-dasar yang sangat dikhawatirkan bahwa penyewa tidak akan dapat mempergunakan perumahan itu sebagaimana patutnya atau tidak akan memenuhi kewajiban-kewajibannya menurut persetujuan dan atau ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang berlaku. 4. Dengan dasar-dasar yang akan sangat dikhawatirkan bahwa penyewa akan mengganggu ketertiban/keamanan dalam penggunaan bersama suatu perumahan. 75 Secara garis besar pembatalan perjanjian sewa menyewa dapat dilakukan dengan cara: a b c Jangka waktu perjanjian berakhir. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan. Jika ada bukti penghianatan (penipuan). 75 Sudargo Gautama, Op. Cit, hal.65.

Lazimnya dari pembatalan perjanjian sewa menyewa secara sepihak, maka biaya sewa yang telah dibayarkan oleh si penyewa akan diperhitungkan kembali dengan masa sewa yang telah dijalani. Kendatipun demikian pembatalan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel Cambridge Condominium & Shopping Mall secara sepihak dapat dilakukan melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Terlebih dahulu dilakukan musyawarah mufakat antara penyewa dengan yang menyewakan, tapi apabila tidak didapatkan kata sepakat, maka penyelesaian ditempuh melalui BANI. Cara seperti ini dibenarkan oleh hukum apabila syarat batal telah ditentukan di dalam isi perjanjian ataupun apabila pihak penyewa telah menggunakan rumah susun tersebut bukan sebagai sarana akomodasi atau lain daripada tujuan yang sebenarnya dan dapat menimbulkan suatu kerugian baik terhadap objek sewa maupun terhadap yang menyewakan. Mengenai pembatalan pengelolaan sewa ini tidak harus selalu melalu pengadilan. Apabila para pihak telah sepakat untuk membatalkan perjanjian pengelolaan sewa tersebut, umumnya pembatalan dibuat secara tertulis, baik secara otentik ataupun dibuat secara di bawah tangan. Dengan demikian para pihak merasa aman dan terjamin apabila pembatalan perjanjian pengelolaan sewa tersebut dibuat secara tertulis, serta untuk mengantisipasi itikad baik dari salah satu pihak. 76 Hal tersebut diatas sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan: Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun 76 Suharnoko, Op. Cit, hal. 56.

membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Pembatalan perjanjian melalui pengadilan dilakukan dengan jalan mengajukan gugatan ke pengadilan, dimana pada akhirnya hakimlah yang akan menilai apakah pihak penyewa telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi serta apakah terhadap perbuatan tersebut harus dikenakan sanksi berupa pembayaran ganti rugi, pembatalan perjanjian, pemenuhan perjanjian ataupun peralihan resiko. Akan tetapi sebelum menempuh jalur pengadilan, ada baiknya terlebih dahulu menempuh jalan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan segala sengketa, mengingat apabila melalui proses pengadilan akan memakan waktu yang panjang dan biaya yang relatif besar. Pada perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel ini, apabila dibatalkan secara sepihak oleh pihak yang menyewakan tanpa mengindahkan ketentuan yang ada dalam perjanjian maka perbuatan dari pihak yang menyewakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan ingkar janji atau cedera janji yang bertentangan dengan hukum. Tuntutan dari pihak penyewa dapat berupa penolakan pembatalan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel tersebut dan tuntutan agar pihak yang menyewakan tetap melanjutkan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel sampai batas akhir masa sewa, dimana tuntutan tersebut adalah suatu tuntutan yang sah dan sesuai dengan undang-undang khususnya mengenai tuntutan terhadap orang yang telah melakukan suatu perbuatan ingkar atau wanprestasi.

Dalam setiap perjanjian sewa menyewa rumah biasanya yang sering melakukan ingkar janji atau perbuatan yang melawan hukum adalah pihak penyewa, dimana sering melanggar perjanjian terutama memanfaatkan objek sewa bukan seperti yang diperjanjikan dan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan pihak yang menyewakan. Dengan demikian, apabila tidak diperjanjikan dalam perjanjian maka pihak penyewa tidak dapat menggunakan objek sewa tersebut diluar peruntukannya. Dengan demikian, akibat hukum atau sanksi yang diberikan terhadap pihak-pihak yang melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi terhadap apa-apa yang diperjanjikannya, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan atau menggugat pihak yang telah lalai terhadap hak dan kewajibannya dalam hal ini adalah pihak yang menyewakan di depan pengadilan. Pengadilan bertujuan untuk melindungi pihak yang dirugikan dari perbuatan sewenang-wenang pihak yang telah melakukan perbuatan lalai ataupun wanprestasi agar tidak melakukan perbuatan ingkar janji dalam bentuk apapun tanpa adanya suatu syarat batal perjanjian ataupun prosedur dan alasan pembatalan yang jelas. 77 Perjanjian yang bersifat timbal balik adalah perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral) selalu hak dan kewajiban di satu pihak saling berhadapan dengan hak dan kewajiban dari pihak lain. 78 77 Suharnoko, Op. Cit, hal.60. 78 Salim, H.S, Op. Cit, hal. 80.

Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel ini para pihak tentunya mempunyai kewajiban dan prestasi. Prestasi itu harus tertentu atau paling tidak dapat ditentukan, karena kalau tidak para pihak tidak bisa menilai apakah mereka telah memenuhi kewajiban prestasinya dan mendapat sepenuhnya apa yang menjadi haknya. Secara jelas telah disebutkan dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel ini mengenai hak dan kewajiban para pihak. Namun hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian ini tidak terbatas dengan yang disebutkan dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa ini saja, tetapi juga berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk sahnya perjanjian ini diisyaratkan bahwa prestasi itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 1337 dan Pasal 23 AB), maka perikatan pun tidak mungkin mempunyai isi prestasi yang dilarang oleh undang-undang. 79 Sering kali terjadi juga suatu perbuatan yang bertentangan dengan hal-hal yang telah diperjanjikan sebelumnya. Salah satu pihak melakukan perbuatan tidak memenuhi prestasi, tidak sempurna atau tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi ataupun keliru melaksanakan prestasi, atau dikenal dengan sebutan wanprestasi. Dalam perjanjian yang bersifat timbal balik ini apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi maka tentu saja pihak yang lainnya akan dirugikan, oleh karenanya dibuatlah 79 Pasal 23 AB menyatakan bahwa: tindakan-tindakan hukum maupun perjanjian tidak dapat menyingkirkan undang-undang yang berkenaan dengan ketertiban umum atau tata krama (goede zeden). Atas dasar itu di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal 1337 KUHPerdata, karena dalam Pasal 23 AB disebutkan selain perbuatan juga tindakan hukum, tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya kalau bertentangan dengan undang-undang (yang berkenaan dengan ketertiban umum dan tata krama/ goede zeden), sedangkan dalam Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan tidak hanya batal kalau bertentangan dengan undang-undang saja, tetapi juga dengan tata krama, ketertiban umum. (www. Legalitas. Org).

suatu ketentuan mengenai pengelesaian sengketa dan domisili hukum dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel ini. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan para pihak dari kemungkinan akan dirugikan oleh pihak lain. Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa dan domisili hukum dalam perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Cambridge Condominium & Shopping Mall ini adalah sebagai berikut: 1) Semua sengketa, kontroversi dan perselisihan antara para pihak sehubungan dengan perjanjian ini, sepanjang memungkinkan akan diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak. 2) Setiap sengketa akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia di Medan berdasarkan Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Putusan BANI adalah tetap dan mengikat terhadap para pihak dan biaya putusan BANI akan ditanggung oleh para pihak menurut bagian. 3) Para pihak setuju menetapkan domisili hukum yang tetap dan tidak berubah untuk pelaksanaan perjanjian ini di Kantor Panitera BANI di Medan. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, apabila terjadi suatu sengketa maka jalan keluar yang terlebih dahulu dilalui adalah melalui musyawarah. Musyawarah dilakukan dengan mempertemukan para pihak yang bersengketa dan membicarakan halhal yang menjadi persengketaan untuk kiranya dapat dipecahkan agar dapat dicari jalan keluarnya sehingga dicapai kata perdamaian.

Apabila jalan musyawarah telah dilakukan tetapi tidak juga tercapai kata sepakat, maka sengketa akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). 3. Ketentuan Mengenai Perjanjian Baku (Standard Contract) Dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel. Dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel ini, perjanjian telah dibuat dalam suatu bentuk tertentu yang dibuat oleh pihak pengelola. Dapat dilihat bahwa Perjanjian Pengelolaan Sewa ini merupakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Perjanjian baku kebanyakan menguntungkan pihak yang kuat yaitu pihak yang membuat perjanjian tersebut. Apabila ditinjau dari segi azas hukum perjanjian yaitu azas kebebasan berkontrak yang memberikan jaminan kebebasan pada seseorang untuk membuat aturan tertentu dalam suatu kontrak, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru: a. Bebas menentukan apakah ia melakukan perjanjian atau tidak. b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. c. Bebas menentukan isi klausul perjanjian. d. Bebas menentukan bentuk perjanjian. e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 80 Azas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat mengesampingkannya kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa. 81 80 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 4. 81 Ibid.

Mengenai keabsahan perjanjian baku terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum. Sluijter mengatakan: Perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha adalah seperti pembentuk undang-undang swasta. 82 Pitlo mengatakan: Perjanjian Baku adalah perjanjian paksa. 83 Stein mengatakan: Perjanjian baku dapat diterima sebagai fiksi adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian. 84 Asser Rutten mengatakan: Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab terhadap isinya. Tanda tangan pada formulir perjanjian baku membangkitkan kepercayaan bahwa yang menandatangani mengetahui dan menghendaki isi formulir perjanjian. 85 Persoalan yang lebih mendasar adalah karena perjanjian baku isinya dibuat secara sepihak, maka perjanjian tersebut cenderung mencantumkan hak dan kewajiban yang tidak seimbang. Seperti adanya kalusula eksonerasi atau dalam sistem Common Law disebut exculpatory clause. Klausula eksonerasi adalah klausula yang mengalihkan tanggung jawab dari satu pihak ke pihak lainnya, misalnya penjual tidak mau bertanggung jawab atas kualitas barang yang dijualnya, sehingga dicantumkan klausula bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan. Demikian pula pengelola yang tidak mau bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan yang diparkir di wilayah yang dikelolanya. Putusan Mahkamah Agung yang 82 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori Dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 124. 83 Ibid. 84 Ibid. 85 Ibid.

memerintahkan pengelola parkir untuk mengganti kendaraan yang hilang di area-nya menjadi rujukan bagi seluruh pengelola, baik swasta atau pemerintah. Pemerintah juga diminta mengubah Peraturan Daerah yang mengatur perparkiran. Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim berpendapat bahwa klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak. Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum. Klausul baku seperti dalam karcis parkir sangat merugikan kepentingan konsumen. Putusan yang baru keluar baru-baru ini berdasarkan permohonan Peninjauan Kembali terhadap perkara 124. PK/PDT/2007 yang diajukan oleh PT. SPI, sebuah perusahaan layanan parkir. PT. SPI meminta Peninjauan Kembali atas putusan kasasi yang memenangkan konsumennya, Anny R. Gultom untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Mahkamah Agung malah menguatkan putusan kasasi dan menolak Peninjauan Kembali PT. SPI. 86 Klausula eksenorasi dapat ditemukan pada perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dengan konsumen. 87 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berpendirian bahwa perjanjian baku adalah sah, akan tetapi undang-undang ini melarang pencantuman klausul baku yang bersifat berat sebelah, dan jika dicantumkan dalam perjanjian, maka kalusula baku tersebut adalah batal demi hukum. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan klausula baku yang dilarang untuk dicantumkan pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, yaitu: 86 http://www.detiknews.com/read/2010/07/27/123212/1407563/10/ma-putusan-ini-jadirujukan-untuk-semua-pengelola-parkir, diakses tanggal 27 Juli 2010. 87 Ibid, hal.125.

1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; 8) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 88 Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula seperti ini juga dinyatakan batal demi hukum. 89 Perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel ini merupakan jenis perjanjian baku sepihak dimana adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak pengelola. Pihak pemilik hanya dapat menyatakan persetujuannnya dengan membubuhkan tanda tangan pada surat perjanjian. Mengenai isi dari perjanjian tersebut telah dibuat dan dirancang sendiri oleh pihak pengelola. 88 Penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 89 Penjelasan Pasal 18 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Perjanjian baku ini sangat merugikan bagi pihak pemilik, karena apabila ditinjau dari segi isi perjanjian dapat dilihat bahwa yang didapat oleh pihak pemilik hanyalah mendapatkan peluang investasi dengan mendapatkan presentase dari pendapatan hotel tiap tahunnya. Untuk segala hal mengenai ketentuan pengelolaan sewa seperti masa berlaku, pihak-pihak yang dapat ditunjuk sebagai pengelola, penyelesaian sengketa, dan sebagainya ditentukan oleh pihak pengelola. Selain itu yang dijanjikan oleh pihak pengelola sebelumnya pada saat perjanjian pengikatan jual beli dilakukan bahwa akan keluar sertifikat dengan segera setelah perjanjian pengikatan jual beli dilaksanakan. Pada kenyataannya hingga sekarang ini sertifikat belum dapat diperoleh pihak pemilik, sehingga mereka terkendala apabila ingin menjadikan aset miliknya itu sebagai benda jaminan. Apabila diperhatikan pihak pemilik dalam hal ini seperti diperdaya. Namun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sampai pada saat sekarang ini tidak ada seorang pun pemilik yang menaruh keberatan terhadap hal tersebut karena pihak pemilik memang membeli bangunan hotel tersebut semata-mata untuk tujuan investasi bukan sebagai tempat tinggal atau yang lainnya. Perjanjian baku ini secara teoritis yuridis memang bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dengan tidak terpenuhinya ketentuan undang-undang yang mengatur. Namun di sisi lain para pihak yang terlibat dalam perjanjian tidak dapat menutup mata akan perkembangan yang terjadi mengenai hal ini, dimana dalam kenyataannya, kebutuhan masyarakat cenderung berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku di lingkungan

masyarakat dan lalu lintas perdagangan, dengan mempertimbangkan faktor efesiensi baik dari segi biaya, tenaga dan waktu, dan lainnya C. Resiko Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Pertanggungjawaban atas terjadinya suatu peristiwa terhadap objek atau barang yan disewa disebut resiko. Dalam ilmu hukum, resiko ini merupakan tolak ukur dalam menetapkan kepada siapakah dibebankan untuk menanggung kerugian dalam hal suatu kejadian yang menimpa objek atau barang yang disewa dan terjadi diluar kesalahan suatu pihak. R. Subketi mengatakan bahwa: Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan satu pihak. 90 Dalam perjanjian sewa menyewa ini pengaturan masalah resiko adalah apabila terjadi suatu peristiwa atas barang yang disewa, bisa saja terjadi karena disebabkan kelalaiannya atau karena keadaan yang memaksa diluar kesanggupan dan jangkauan salah satu pihak. Apabila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan rusaknya atau tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikarenakan kesengajaan dari salah satu pihak, maka dalam hal ini resiko atas terjadinya peristiwa tersebut ditanggung oleh pihak ynag bersangkutan misalnya jika terjadinya peristiwa itu dikarenakan kesalahan pihak yang menyewa pihak yang menyewakanlah yang harus bertanggung jawab atas resiko yang terjadi, dan jika pihak penyewa yang melakukan kesalahan tersebut maka pihak 90 R. Subekti, Op. Cit, hal.92.

penyewalah yang harus menganggung resiko. Tetapi apabila terjadinya suatu peristiwa telah menimpa barang yang disewa disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa, misalnya karena bencana alam, maka dalam hal ini pinhak penyewa terhindar dari tanggung jawab dan pihak yang menyewakan tidak dapat meminta tanggung jawab resiko kepada pihak penyewa. 91 Ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu: 1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, 2. Terjadinya secara kebetulan, 3. Keadaan memaksa. 92 Jika benda yang disewa itu musnah sewaktu terjadinya sewa menyewa karena overmacht, maka perikatan sewa menyewa batal demi hukum, hanya pihak penyewa tidak berhak atas ganti rugi baik benda tersebut secara keseluruhan maupun sebagian. 93 Dalam terjadinya suatu keadaan yang memaksa atas barang atau objek, dimana objek musnah atau mengalami kerusakan keseluruhannya maka dalam hal ini perjanjian sewa menyewa itu gugur atau dengan kata lain perjanjian sewa menyewa itu dengan sendirinya berakhir. Apapun pernyataan batalnya perjanjian itu tidak perlu dimintakan pernyataan, dan resiko atas musnahnya objek sewa menyewa secara keseluruhan adalah pihak yang menyewakan (pemilik hak atas benda) serta tidak dapat meminta atau menuntut 91 Ibid, hal.100. 92 Ny. H. Basrah, Sewa Menyewa dan Pembahasan Kasus, FH-USU, Medan, 1993, hal.79. 93 Ibid.

pembayaran uang sewa kepada pihak penyewa atau dengan tegasnya uang sewa dengan sendirinya gugur, dan sebaliknya pihak penyewa juga tidak dapat menuntut penggantian barang ataupun ganti rugi dari pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUHPerdata). Tetapi apabila musnahnya barang yang disewa tersebut hanya sebagian, maka dalm hal ini pihak penyewa dapat memilih dua kemungkinan, yaitu: a. meminta pengurangan harga sewa yang sebanding dengan bahagian barang yang telah musnah. b. menuntut pembatalan perjanjian sewa menyewa tersebut kepada pihak yang menyewakan. Musnahnya sebahagian dari objek atau barang yang disewa dalam perjanjian sewa menyewa ini terkadang sulit untuk menentukan batas antara musnahnya keseluruhan barang yang disewa dengan musnahnya sebahagian barang yang disewa. 94 Sebab seringkali para pihak dalam sewa menyewa dihadapkan pada kesulitan untuk menentukan kapankah sesuatu barang atau objek sewa kemusnahannya dianggap meliputi keseluruhannya atau hanya sebahagian saja untuk menambah sulit akibat dari pengertian kemusnahan keseluruhan barang atau objek sewa seperti yang disebutkan di atas bukanlah bersifat mutlak. Seperti contoh dalam suatu perjanjian sewa menyewa rumah, dimana barang yang menjadi objek perjanjian adalah rumah dan telah terjadi suatu kebakaran yang menyebabkan rumah tersebut terbakar yang terjadi diluar kesalahan pihak penyewa, sehingga dilihat dari segi materialnya rumah tersebut benarbenar telah musnah dan tak berwujud dan secara mutlak tidak bisa lagi dipergunakan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini apabila yang musnah tersebut hanya materialnya saja, sebahagian dari akibat terjadinya kemusnahan barang atau objek sewa itu masih dapat dipakai dan 94 Ibid, hal. 55.

dinikmati untuk bahagian yang masih tinggal, maka dalam hal ini kemusnahan atas objek sewa dianggap hanya sebagian saja. Jadi mengenai resiko dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa bangunan hotel ini apabila terjadi suatu peristiwa atas barang atau objek sewa adalah apabila peristiwa atau kejadian yang mengakibatkan musnahnya atau tidak dapat dipakai dan dinikmati lagi objek sewa tersebut adalah karena kesengajaan maka pihak yang menyebabkan kesalahan tersebut harus bertanggung jawab, sedangkan apabila terjadi kesalahan ataupun peristiwa tersebut dikarenakan suatu keadaan yang memaksa dan diluar jangkauan salah satu pihak, maka resiko tidak dibebankan kepada pihak yang bersangkutan. Karena dari asas yang terkandung di dalam Pasal 1237 KUHPerdata dapat diketahui bahwa dalam perikatan sepihak apabila terjadi ingkar janji karena force majure ( di luar kesalahan debitur), maka resiko ada pada kreditur. 95 95 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, Hal.30.