BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan kebudayaan pada waktu serta tempat tertentu 1. Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

Inka Dwi Fitriana Sari. Pendidikan Sosiologi Antropologi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

1. PENDAHULUAN Pada tahun 2003 AFTA mulai diberlakukan, sehingga rnau tak mau lndonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan. Pembangunan nasional tersebut diharapkan dapat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Kegiatan pengembangan industri bertujuan untuk menyediakan bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Pertenunan yang dikenal dengan nama Textiel Inrichting Bandoeng (TIB)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

99,37 % Kecil dan Menengah Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi besar. Periode disebut sebagai era pembangunan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wenni Febriani Setiawati, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkembang secara mandiri dan pendapatan ekonomi daerah. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Tekstil disebut BBT adalah unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi masyarakat senantiasa berawal dari adanya target pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kusumaningrat (2009:4), bahwa pada awal tahun 2003 pemerintah

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sentral dalam perekonomian Indonesia khususnya Jawa Barat. Walaupun krisis

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang

2015 KEBERADAAN INDUSTRI TENUN TRADISIONAL PADA ERA MODERN DI WILAYAH MAJALAYA, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adanya persediaan yang memadahi diperusahaan maka akan terancam kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor industri tetapi banyak berkembangnya sektor industri kecil

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BATIK SS DI KOTA PEKALONGAN. A. Sejarah Perusahaan Batik SS di Kota Pekalongan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan industri.pengembangan Industri kecil merupakan salah satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. Blocher/Chen/Lin (2007:306) mengemukakan bahwa produktivitas adalah rasio output

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) Triwulan IV Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari atau disebut masyarakat miskin dan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun.

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

Kata Kunci : Modal, Jam Kerja, Pendidikan, Produksi, Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PEMASARAN KAIN LURIK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Dalam

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di berbagai daerah di Indonesia industri yang tergolong dalam industri rumah tangga sudah dikenal sejak lama bahkan ketika Indonesia masih dalam tangan penjajahan Belanda, dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut pakaiannya sendiri sudah dimulai sejak adanya kerajaankerajaan Hindu di Indonesia dalam bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri. Sejarah pertekstilan Indonesia berawal dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM. Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) antara lain : OPS Tenun Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS 1

Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil. Jika Bandung merupakan pusat Industri tenun di Indonesia atau secara khusus di pulau Jawa maka di Sumatra pusat atau titik awal industri tenun adalah Balige yang memproduksi sarung (mandar). Lahirnya industri Sarung Tenun Balige di Balige dimulai sejak tahun 1942 yaitu industri KARLSITEX dan di ikuti industri-industri lainnya. Industri ini pada awalnya dikerjakan dengan alat-alat tradisional yang dikenal dengan ATBM dan pada tahun 1948 industri-industri sarung tenun yang ada di daerah tersebut mulai dikerjakan dengan mesin (ATM). Dan mengalami fase kejayaannya pada tahun 1950-an sampai dengan 1970-an dengan jumlah industri berkisar 82 unit yang sebagian masih menggunakan ATBM. Jenis industri yang terdapat di Balige masih tergolong dalam kategori industri menengah hal ini dilihat dari jumlah tenaga kerjanya berkisar 25-20 orang, menurut data BPS (2008) bahwa industri dibedakan atas 4 golongan, yaitu (1) industri besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih, (2) industri sedang adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang, (3) indusrti kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang, (4) industri rumah tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai pekerja 1-4 orang (BPS : 2008). Disamping itu, pada umumnya kepemilikan industri menengah biasanya dipegang oleh kaum pribumi yang tenaga kerjanya diserap dari masyarakat sekitar sedangkan industri besar yang terdapat di Indonesia sejauh ini masih dipegang atau dikelolah oleh bangsa asing seperti Malaysia, Jepang USA dan lain sebagainya. 2

Pada tahun 1966 oleh pemerintah Orde Baru mengadakan program pembangunan ekonomi, memberiangin segar pada laju pertumbuhan dan perkembangan industrii, terutama sejak tahun 1970-an. Berbagai sektor industri sejak 1977 menunjukkan laju pertumbuhan yang sangat tinggi jika dibanding dengan tahun-tahun sebelum 1968, misalnya industri tekstil, industri logam dan mesin, industri kimia dan lainnya. Pertumbuhan sektor industri selama tahun 1970-an, hampir seluruhnya industri modern. (Kartodirajo :1981). Tetapi sejak masalah krisis ekonomi pada bulan Juli 1997 sampai sekarang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, termasuk seluruh kegiatan industri mengalami penurunan dan jumlah pengangguran di Indonesia melonjak secara drastis. Keadaan tersebut cukup berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan industri-industri besar dan menengah di Indonesia. Pada tahun 1998 banyak industri-industri di Balige yang tutup sebelum mengalami kerugian yang lebih fatal, hingga pada tahun 2000 industri yang masih bertahan berkisar 9 unit usaha. Diprediksi berbargai faktor yang mendasari penurunan industri Sarung Tenun Balige ini adalah kurangnya permodalan, naiknya harga bahan baku, rendahnya tingkat pendidikan SDM, dan kurangnya perhatian pemerintah setempat. Dengan melihat kondisi ini sudah seharusnya penggalakan kelanjutan industri tekstil seperti Sarung Tenun Balige ditingkatkan kembali, disamping sebagai penopang perekonomian dan mengurangi angka pengangguran industri Sarung Tenun Balige atau lebih dikenal dengan Tonunan Mandar Balige juga memiliki nilai historis tersendiri yaitu sebagai sarung tenunan khas Balige yang hanya di temukan di daerah ini saja yang tidak hanya diminati oleh masyarakat lokal tetapi juga luar daerah. 3

Melalui uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang Perkembangan Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir 1950-2000 (Analisis Sejarah Perekonomian). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana proses produksi Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige 1950-2000? 2. Bagaimana keadaan ekonomi tenaga kerja yang bekerja pada Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 3. Bagaimana faktor-faktor produksi pendukung dan faktor penghambat majunya Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 4. Bagaimana tingkat pendapatan pengusaha Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 5. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengembangkan atau mempertahankan Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 6. Upaya-upaya apa yang dilakukan pengusaha Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 4

1.3. Pembatasan Masalah Agar masalah yang diteliti lebih spesifik dan terfokus, dalam penulisan ini peneliti ingin mengkaji sejak tahun 1950 yang mana tahun ini merupakan fase kejayaan industri tersebut sampai dengan tahun 2000 pasca Orde Baru yang berpengaruh besar terhadap perkembangan industri dan perkembangan yang dimaksud ditinjau dari faktor-faktor industi yang mencakup modal, tenaga kerja, bahan baku dan pemasaran dengan aspek kajian Analisis Sejarah Perekonomian. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah adalah : 1. Bagaimana latar belakang berdirinya industri menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 2. Apa faktor-faktor produksi yang mendorong kemajuan Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 3. Bagaimana proses produksi Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 4. Bagaimana perkembangan Industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige 1950-2000? 5. Bagaimana jalur pemasaran industri Menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige? 5

1.5. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya industri menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige 2. Untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mendorong kemajuan industri menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige 3. Untuk mengetahui perkembangan industri menengah Sarung Tenunan Balige di Kecamatan Balige 1950-2000 4. Untuk mengetahui jalur pemasaran industri menengah Sarung Tenun Balige di Kecamatan Balige 1.6. Manfaat Penelitian Sebagai bahan atau informasi mengenai industri menengah Sarung Tenun Balige di kecamatan Balige : 1. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti masalah yang sama di daerah lain 2. Bagi pembaca, untuk menambah pengetahuan pembaca dan memperkenalkan sebuah industri Sarung Tenunan Balige yang berada di ibu kota Kabupaten Toba Samosir 3. Sebagai bahan penambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam menyusun sebuah karya ilmiah. 6