BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Negara Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kemerdekaannya Bangsa Indonesia telah bercita-cita untuk

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN : PROGRAM BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH TAHUN 2014 TAK TEPAT SASARAN. medanseru.co

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kemiskinan merupakan penyakit sosial ekonomi terbesar yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi beras sebesar 113,7 kg/jiwa/tahun. Tingkat konsumsi tersebut jauh di

PELAKSANAAN DAN PENYALURAN PROGRAM RASKIN (EXISTING)

BAB 1 PENDAHULUAN. rata-rata konsumsi beras sebesar 102kg/jiwa/tahun (BPS, 2013). Hal ini pula

SAMBUTAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PELAKSANAAN PENYALURAN RASKIN MENGGUNAKAN KARTU. Jakarta, 17 Juli 2012

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangganya. Program raskin tersebut merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah

BUPATI SUKOHARJO TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. berusaha membangun dalam segala bidang aspek seperti politik, sosial,

Siaran Pers Nomor : 13/Humas Kesra /IV/2014. Jakarta, 21 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. dari perjuangan merebut kemerdekaan menjadi langkah baru bagi generasi

BAB I PENDAHULUAN. agraris beras menjadi komoditas pangan yang paling pokok bagi sebagian besar

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 4.A TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 5 TAHUN 2016

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2010

BERPENDAPATAN RENDAH (RASKIN) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DIKOTA SURABAYA TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkatan kesejahteraan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 18

PROGRAM RASKIN 2013 SUBSIDI BERAS BAGI RUMAH TANGGA BERPENDAPATAN RENDAH

SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA APEL BERSAMA DALAM RANGKA 17-AN TANGGAL 17 PEBRUARI 2014

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 75

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT NOMOR 54 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN KOTA DUMAI TAHUN 2014

BAB II PENGATURAN TENTANG BERAS BERSUBSIDI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Beras Bersubsidi

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR : 16 TAHUN 2015 TANGGAL : 3 Maret BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. dengan sektor pertanian karena merupakan sumber pangan pokok.

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA APEL BERSAMA DALAM RANGKA 17 AN TANGGAL 17 PEBRUARI 2014

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan pakaian, dan lain sebagainya. Dalam kurun waktu beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

PEDOMAN UMUM RASKIN 2014

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

WALIKOTA BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2008:2). Sedangkan pengertian sistem menurut Romney dan Steinbart

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. penulis mengenai distribusi raskin di Desa Bukit Lipai Kecamatan Batang Cenaku

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. itu sesuai dengan aturan pokok dantata cara yang telah ditetapkan.

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR / 5 TAHUN 2015

PETUNJUK TEKNIS PROGRAM RASKIN (JUKNIS RASKIN) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

BAB I P E N D A H U L U A N

EVALUASI DAN PERMASALAHAN PENDISTRIBUSIAN RASKIN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 1 TAHUN 2015 LAMPIRAN : 13 (Tiga Belas)

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PROSEDUR PENYALURAN BERAS BERSUBSIDI DI BADAN URUSAN LOGISTIK (BULOG) SUBDIVISI REGIONAL KUTACANE

ANALISIS EFEKTIVITAS DISTRIBUSI BERAS MISKIN (RASKIN) (Studi Kasus : Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi)

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2016

Bahan FGD Antisipasi Penerapan Kebijakan RASTRA Sistem Tunai Oleh : Dirjen Pemberdayaan Sosial

BAB VIII RENCANA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYALURAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TIM KAJIAN RASKIN LPPM IPB

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 26 TAHUN No. 26, 2016 NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

10. Satuan kerja beras miskin yang selanjutnya disebut Satker Raskin adalah petugas yang melayani dan bertangung jawab atas pengambilan dan

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu Sumber Daya Manusia(SDM) yang

OPTIMALISASI PROGRAM PERCEPATAN DAN PERLUASAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (P4S)

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM RASKIN

BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOHOR: 5 TAHUN 2013

UNIFIKASI SISTEM PENETAPAN SASARAN NASIONAL

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN DIREKTUR UTAMA PERUM BULOG NOMOR : 25 TAHUN 2003 NOMOR : PKK-12/07/2.003

BAB I PENDAHULUAN. RASKIN berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 3/2012 tentang kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BAB V SISTEM DAN IMPLEMENTASI KONTROL PROGRAM RASKIN

BAB I PENDAHULUAN. Raskin adalah hak masyarakat berpendapatan rendah yang. diberikan dan ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka mencukupi

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

Disajikan Oleh: DENI SUARDINI DIREKTUR PLP BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RAPAT KOORDINASI APIP BANDUNG, RABU, 2 OKTOBER 2013

Materi Sosialisasi. Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Bansos Rastra) 2018

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak terjadinya krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1997, jumlah persentase penduduk miskin meningkat secara drastis. Berbagai upaya penanggulangan selama sekitar 25 tahun sebelumnya telah sirna dalam waktu yang sangat singkat. Krisis tersebut tidak hanya mengakibatkan meningkatnya kembali jumlah penduduk miskin tetapi juga membuat masalah kemiskinan menjadi kian kompleks sehingga upaya penanggulangannyapun menjadi semakin rumit (Kasim, 2006:32-34). Kemiskinan bukanlah fenomena yang baru di dalam kehidupan sosial. Karena kemiskinan merupakan fenomena sosial yang selalu menjadi atribut negara-negara dunia ketiga. Kemiskinan seolah sudah menjadi tren bagi kehidupan bangsa. Masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dapat dengan mudah diidentifikasi dari waktu ke waktu (Setiadi dan Kolip, 2013:787). Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata miskin yang berarti tidak memiliki harta benda dan serba kekurangan. Menurut Brendley, Salim, dan Lavita dalam Setiadi dan Kolip (2013:795), kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Kemiskinan juga dilukiskan sebagai kurannya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok. Dengan demikian, kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Berdasarkan data Statistik Indonesia, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2015 mencapai 11,22 persen atau sebanyak 28,59 juta orang. Jumlah ini meningkat sebesar 0,03 persen atau sebanyak 0,31 juta orang dari jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2015 yang berjumlah sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen. Pada bulan Maret 2014-Maret 2015 tersebut, jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin diperkotaan (Tabel 1).

2 Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2014- Maret 2015. Maret 2014 Maret 2015 No Daerah Jumlah % Jumlah % penduduk Miskin (juta orang) penduduk Miskin (juta orang) 1 Perkotaan 10,51 8,34 10,65 8,29 2 Pedesaan 17,77 14,17 17,94 14,21 3 Perkatoan + Pedesaan 28,28 11,25 28,59 11,22 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2015 Untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, pemerintah menetapkan upaya penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pemerintah Indonesia. Saat ini pemerintah memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang terbagi dalam 3 (tiga) klaster: 1) klaster I adalah kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial dan perlindungan sosial, seperti: Jamkesmas, Program Keluarga Harapan, Raskin (subsidi beras bagi keluarga miskin) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM), 2) klaster II adalah kelompok program penanggulangan kemiskinan yang berbasis peberdayaa masyarakat, seperti: Program Nasional Penanggulangan Kemiskinan (PNPM), dan 3) klaster III adalah kelompok program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaa usaha mikro dan kecil, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2009). Indonesia, 95% dari jumlah penduduknya mengkonsumsi beras sebagai pangan utama, dengan rata rata konsumsi beras sebesar 102 kg/jiwa/tahun (BPS dalam Pedum Raskin, 2015:6). Tingkat konsumsi tersebut jauh diatas rata rata konsumsi dunia yang hanya sebesar 60 kg/kapita/tahun. Dengan demikian Indonesia menjadi Negara konsumen beras terbesar di dunia. Sejak kirisis pangan pada tahun 1998, pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan subsidi pangan bagi masyarakat melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Namun, pada tahun 2002 program tersebut dilakukan lebih selektif dengan menerapkan sistem tergenting, yaitu membatasi sasaran hanya membantu kebutuhan pangan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM). Sejak itu Program ini

3 menjadi populer dengan sebutan Program Raskin, yaitu subsidi beras bagi masyarakat miskin (Kemenko Kesra, 2015). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2003 Pasal 6 dan Instruksi Presiden No. 3 tahun 2012, secara khusus kepada perusahaan Umum Badan Logistik (Perum BULOG) diinstruksikan untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi pada kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dan rawan pangan dengan penyediaan utama berasal dari beras/gabah dari petani dalam negeri. Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan beras (Kemenko Kesra, 2015:13) Untuk pelaksanaan program Raskin dalam mencapai tujuannya, diperlukan adanya koordinasi antar seluruh instansi terkait, dimulai dari pusat sampai ke tingkat daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota), tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan, mulai dari perencanaan sampai implementasinya dengan mengikut sertakan berbagai unsur masyarakat dan pihak terkait lainnya. Selain perlunya koordinasi antar instansi terkait, aktivitas pelaksanaan Program Raskin juga perlu dievaluasi dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan, menentukan relevasi, efisiensi, efektifitas, manfaat dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk penyempurnaan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, menyusun program dan pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Program raskin seharusnya mampu memberikan manfaat terhadap rumah tangga miskin yang menjadi sasaran program, sebagaimana tujuan dari program tersebut yaitu mengurangi beban pengeluaran RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan beras (Kemenko Kesra, 2015:13). Untuk mencapai tujuan tersebut harusnya pelaksanaan program Raskin dilaksanakan sesuai dengan indikator keberhasilan kinerja Program Raskin yang telah ditetapkan didalam Pedoman Umum Raskin tahun 2015, yaitu tercapainya target 6T ( Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat waktu, Tepat kualitas dan Tepat administrasi).

4 B. Rumusan Masalah Program Raskin merupakan implementasi dari Instruksi Presiden No. 3 tahun 2012 tentang kebijakan perberasan nasional. Presiden menginstruksikan pada Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan ketahanan pangan, pengembangan ekonomi pedesaan dan stabilitas ekonomi nasional (Kemenko Kesra, 2015:7). Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: B-195/MENKO/KESRA/X/2014, jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima Raskin di Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 adalah 746.220 dengan jumlah alokasi pagu Raskin sebanyak 134,3 Ton yang disalurkan selama 12 kali untuk 33 Kabupaten/Kota (Lampiran 1). Desa Hutapungkut Julu merupakan salah satu daerah yang berada di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dan termasuk daerah penyaluran Raskin dari tahun 2000 sampai sekarang. Berdasarkan data BPS Kecamatan Kotanopan (2015:23-24), Desa Hutapungkut Julu merupakan daerah yang memiliki rumah tangga paling banyak dibandingkan Desa lainnya yang berada di Kecamatan Kotanopan yaitu 587 rumah tangga (Lampiran 2). Desa Hutapungkut Julu merupakan Desa yang paling banyak jumlah rumah tangga Miskin di antara Desa yang berada di Kecamatan Kotanopan yaitu 306 rumah tangga (BPS Kecamatan Kotanopan, 2015:9) (Lampiran 3). Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian 2015, sekitar 335 rumah tangga yang ada di Desa Hutapungkut Julu adalah rumah tangga yang mengusahakan pertanian (BPS Kecamatan Kotanopan, 2015:75) (Lampiran 4). Kemudian sesuai data jumlah rumah tangga penerima Raskin sebanyak 223 RTS dengan jumlah pagu yang disalurkan sebanyak 3345 kg /bulan (Lampiran 5). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa Hutapungkut Julu kecamatan Kotanopan, diperoleh informasi bahwa Desa Hutapungkut Julu merupakan Desa yang memiliki jumlah rumah tangga paling banyak dan merupakan Desa terbanyak rumah tangga miskinnya yang mendapatkan raskin dan bermata pencaharian sebagai petani dibandingkan dengan Desa lainnya yang ada di Kecamatan Kotanopan dengan pelaksanaan program Raskin yang tidak sesuai dengan implementasi di lapangan.

5 Pelaksanaan program Raskin harusnya dilaksanakan sesuai dengan indikator keberhasilan kinerja Program Raskin yang telah ditetapkan didalam Pedoman Umum Raskin tahun 2015, yaitu tercapainya target 6T yang terdiri atas: 1) tepat sasaran penerima Raskin yaitu Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) sesuai dengan Basis Data Terpadu hasil pendataan Program Pelindungan Sosial (PPLS) 2011 BPS yang dikelola oleh TNP2K, 2) tepat jumlah yaitu jumlah beras Raskin yang merupakan hak atas RTS-PM sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu 15kg/RTS/bulan, 3) tepat harga, yaitu harga tebus Raskin sebesar 1.600/kg di Titik Distribusi (TD), 4) tepat kualitas yaitu beras yang dibagikan berkualitas medium dengan aturan kadar air tidak lebih 14 persen dan tidak boleh lebih 20 persen yang patah serta derajat kebersihan harus 90 persen, tidak apek, tidak berbau dan tidak berkutu, 5) tepat waktu yaitu waktu pelaksanaan distribusi/penyaluran beras kepada RTS-PM sesuai dengan rencana distribusi/penyaluran, dan 6) tepat administrasi yaitu terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan lengkap. Berdasarkan uraian di atas, timbul pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana pelaksanaan Program Raskin Tahun 2015 dilihat dari indikator 6T di Desa Hutapungkut Julu Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal?. Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka penulis perlu untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Program Raskin) di Desa Hutapungkut Julu Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan Program Raskin Tahun 2015 dilihat dari indikator 6T ( Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat waktu, Tepat kualitas dan tepat administrasi) di Desa Hutapungkut Julu Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

6 D. Manfaat Penelitiani Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Akademis Berharap penelitian ini dapat menambah bahan referensi dalam membahas lebih dalam tentang Evaluasi Program Raskin. 2. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam hal pengambilan kebijakan yang menyangkut peningkatan peran pemerintah dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat mengetahui secara jelas tujuan, manfaat dan fungsi masyarakat melalui keikutsertaan dalam mensukseskan program-program penanggulangan kemiskinan.