BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Hukum dibentuk agar negara dapat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, bersumber pada asas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

Prosedur Bantuan Hukum

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU 1 Oleh: Ricko Mamahit 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

LATAR BELAKANG MASALAH

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

Laporan Pemantauan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

Transkripsi:

129 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan Terdakwa kasus narkotika dalam menghadapi proses peradilan atas dirinya akan menghadapi penegak hukum, mulai dari Penuntut Umum serta Hakim di muka pengadilan. Posisi aparatur negara yang berkuasa dengan membawa pasal-pasal, undang-undang, dan kaedah hukum lainnya yang sering tidak dipahami terdakwa kasus narkotika mengakibatkan posisi kedua belah pihak tidak seimbang. Posisi yang tidak seimbang ini sering mengakibatkan ketidakberdayaan terdakwa kasus narkotika dalam melakukan pembelaan atas dirinya dan menuntut hak-haknya di depan pengadilan. Keadaan ini semakin diperburuk oleh keadaan jiwa terdakwa yang tertekan dan tergoncang jiwanya karena disangka melakukan tindak pidana. Tekanan dan kegoncangan jiwanya akan membuat terdakwa panik, sehingga tidak mengerti harus berbuat apa. Belum lagi keadaan terdakwa yang awam akan hukum dan sulit mendapatkan akses hukum karena faktor ekonomi. Selain itu, beberapa terdakwa kasus narkotika yang diperiksa di pengadilan masih terganggu kesehatannya karena ketergantungan narkotika. Dalam keadaan ini sering sekali akhirnya terdakwa hanya bersifat pasrah saja pada proses hukum yang akan menentukan nasib hidupnya dan bahkan keluarganya.

130 Alasan bahwa narkotika adalah extra ordinary crime dan negara sedang gencar memberantas dan menyatakan perang terhadapnya, tidak boleh menjadikan dakwaan yang diberikan kepada terdakwa kasus narkotika menjadi vonis bahwa dia telah bersalah sebelum ada putusan Hakim yang berkekuatan tetap (asas presumption of innocent). Proses hukum yang berlaku memang harus tetap dijalani terdakwa kasus narkotika, namun hak-haknya juga harus diberikan. Sebab dalam negara yang berlandaskan hukum, terdakwa harus diposisikan sebagai subjek bukan objek pidana yang dapat diperlakukan sewenang-wenang. Sehingga tidak terjadi, orang yang tidak bersalah terpaksa menerima nasib sial meringkup dalam penjara. Salah satu cara menjaga proses pengadilan dapat berjalan secara adil bagi terdakwa oleh aparatur penegak hukum adalah dengan pendampingan hukum oleh Penasihat Hukum. Pendampingan hukum (legal representation) kepada setiap orang tanpa diskriminasi merupakan perwujudan dari perlindungan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pendampingan oleh Penasihat Hukum ini berfungsi untuk menegakkan dan mengawasi pelaksanaan hak-hak terdakwa kasus narkotika selama menjalani persidangan. Hal ini penting agar pejabat pengadilan tidak berlaku sewenang-wenang dalam menjatuhkan vonis bagi terdakwa. Sebab tujuan dari pengadilan itu adalah memeriksa dan memutus salah tidaknya seseorang secara adil, bukan sekedar menyelesaikan kasus dengan cepat. Pendampingan Penasihat Hukum disini juga berfungsi untuk membantu Hakim mencari kebenaran materil, serta menghindari penyiksaan, pemaksaan,

131 intimidasi dan kekejaman lainnya yang dilakukan aparatur penegak hukum selama proses pemeriksaan yang dapat melanggar hak-hak hak asasi dan konstitusional terdakwa. Sebab tidak mungkin seorang terdakwa kasus narkotika yang awam hukum akan meminta atau menuntut hak-haknya, jika terdakwa tersebut tidak mengetahui kalau dia punya hak dan hak-hak apa saja yang dia miliki. Hak-hak pokok terdakwa kasus narkotika yang akan dikawal Penasihat Hukum penegakannya secara umum telah diatur di dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP dan secara khusus adalah hak terdakwa kasus narkotika untuk direhabilitasi yang telah diatur dalam Pasal 54 Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kewajiban untuk direhabilitasi ini didukung oleh ketentuan Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, yang dibuat pada tanggal 11 Maret 2014. Sehingga fungsi Penasihat Hukum di sini untuk menuntut Hakim yang memeriksa perkara narkotika agar memutuskan pecandu narkotika menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Hakim dapat pula menetapkan menjalani rehabilitasi bila terdakwa tidak terbukti bersalah

132 melakukan tindak pidana narkotika. Tidak terbukti bersalah yang dimaksud disini adalah karena dia hanya sebagai korban. Korban adalah dia yang berada dalam pengaruh bujukan, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. 1. Implementasi Pemberian Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman a. Pelaksanaan Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman Pada tahun 2013 sampai 2014 tercatat ada sekitar 118 kasus terkait narkotika. Pada tahun 2014 sampai 2015 ada sekitar 107 kasus narkotika. Sepanjang tahun 2014 sampai 2015 hanya sepuluh (10) orang terdakwa narkotika yang dilakukan penetapan penunjukkan Penasihat Hukum atas dirinya oleh Hakim. Jumlah ini sangatlah minim mengingat banyaknya terdakwa yang didakwa terlibat kasus narkotika sepanjang tahun 2014 sampai 2015. Mayer mengatakan bahwa lebih dari setengah dari jumlah kasus tersebut di atas, terdakwanya diadili tanpa pendampingan Penasihat Hukum. Beliau menambahkan, hal ini dikarenakan kebanyakan dari terdakwa narkotika tersebut adalah orang yang tidak mampu. Mereka terlibat karena desakan ekonomi sehingga mau dibayar menjadi perantara peredaran narkotika. Sedangkan untuk bandar narkobanya sendiri sangat sulit dilacak.

133 Pada awal persidangan, Hakim di Pengadilan Negeri Sleman dalam memeriksa terdakwa kasus narkotika yang tidak didampingi Penasihat Hukum, akan menawarkan bantuan hukum baginya. Hal ini karena adanya dorongan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan Hakim yang memeriksa perkara menunjuk Penasihat Hukum terdakwa yang memenuhi syarat pasal ini. Sebagian besar Hakim di Pengadilan Negeri Sleman telah menjalankan amanat Pasal 56 ayat (1) KUHAP, namun tindakan itu masih hanya dalam bentuk formalitas penawaran bagi terdakwa. Hakim belum melakukan upaya untuk menjelaskan isi ketentuan tersebut secara detail terhadap terdakwa kasus narkotika. Akibatnya banyak terdakwa kasus narkotika menolak penunjukan Penasihat Hukum baginya. Sebab mereka tidak mengerti urgensi dari pendampingan Penasihat Hukum terhadap proses hukum yang akan dihadapinya dan juga tidak mengerti bahwa penunjukan tersebut bersifat cuma-cuma tanpa adanya biaya yang ditagih di dalam maupun di luar pengadilan. Apabila terdakwa kasus narkotika bersedia menerima penunjukan Penasihat Hukum, maka Hakim akan meminta terdakwa membuat surat pemohonan dengan dilampiri surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa atau Lurah setempat. Berdasarkan surat permohonan tersebut Hakim Ketua Majelis akan mengeluarkan surat penetapan tentang penunjukan Advokat sebagai Penasihat Hukum terdakwa. Surat Penetapan tersebut dibacakan di persidangan dan salinannya disampaikan kepada lembaga

134 bantuan hukum yang ditunjuk oleh Hakim beserta perintah/pemberitahuan untuk hadir disidang berikutnya. Hakim cukup menunjuk lembaga bantuan hukum penyelenggara Posbakum di Pengadilan Negeri Sleman. Lembaga Bantuan Hukum itu antara lain Lembaga Bantuan Hukum Ansor (LBH Ansor), Lembaga Bantuan Hukum Sikap (LBH Sikap), Lembaga Studi Bantuan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (LSBH UIN Sunan kalijaga), Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Admajaya (PKBH FH UAJY), dan Lembaga Konsultasi dan bantuan Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH UII). Sementara Kantor Advokat dalam memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum di Pengadilan Negeri Sleman biasanya karena permohonan langsung dari terdakwa kasus narkotika ataupun keluarganya. Sebab Pengadilan Negeri Sleman belum menjalin kerjasama terkait bantuan hukum dengan Kantor Advokat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya Kabupaten Sleman. b. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Narkotika di Pengadilan Negeri Sleman 1) Hambatan Eksternal a) Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak mengatur sanksi bagi Hakim yang melanggar b) Anggapan bahwa Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah hak terdakwa

135 c) Kontroversi penerima bantuan hukum pada Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum 2) Hambatan Internal a) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Hakim (1) Terdakwa kasus narkotika menolak didampingi Penasihat Hukum (2) Penasihat Hukum yang telah ditetapkan Hakim tidak hadir dalam persidangan b) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) (1) Pencairan dana bantuan hukum yang lama (2) Keluarga terdakwa kasus narkotika sulit diajak bekerja sama c) Hambatan-hambatan yang dialami oleh Kantor Advokat (1) Pengadilan Negeri Sleman hanya menjalin kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (2) Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa Kantor Advokat juga wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma (3) Tidak semua pemohon bantuan hukum bersifat jujur

136 B. Saran 1. Hakim dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak boleh memandangnya hanya sebagai formalitas belaka. Namun lebih dari itu, harus ada niat dan upaya untuk menjelaskan urgensi pendampingan Penasihat Hukum dalam proses hukum yang dihadapi terdakwa kasus narkotika dan menjamin bahwa bantuan hukum itu bersifat cuma-cuma. Sehingga diharapkan penolakan penunjukan Penasihat Hukum oleh terdakwa kasus narkotika dapat di kurangi. 2. Pasal 56 ayat (1) KUHAP harusnya tidak hanya mengatur kewajiban Hakim untuk menunjuk Penasihat Hukum terdakwa. Namun lebih dari itu, juga harus mengatur sanksi bagi Hakim yang terbukti tidak menjalankannya. Hal ini penting, agar aparatur pengadilan dapat dikenai sanksi yang tegas. Sehingga mereka lebih terdorong untuk maksimal melaksanakan ketentuan Pasal 56 KUHAP ini. 3. Pengadilan Negeri Sleman selain menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), sebaiknya juga menjalin kerjasama dengan Kantor Advokat. Hal ini demi upaya memaksimalkan tenaga pemberi bantuan hukum bagi terdakwa kasus narkotika, mengingat jumlah terdakwa kasus narkotika yang banyak di Pengadilan Negeri Sleman setiap tahunnya. Sehingga pelaksanaan bantuan hukum ini dapat berjalan lebih maksimal dan tidak ada alasan kekurangan tenaga pemberi bantuan hukum. 4. Dana bantuan hukum dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus dibuat semudah mungkin untuk diakses, sehingga akan memacu semangat

137 pemberi bantuan hukum untuk terus giat menjalankan program bantuan hukum. Sebab kesejahteraan pemberi bantuan hukum juga haruslah tetap diperhitungkan oleh negara. Sebab tanpa dana yang cukup akan sulit mengelola lembaga bantuan hukum agar tetap aktif memberikan bantuan hukum.