BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

dokumen-dokumen yang mirip
OSTEOPOROSIS DEFINISI

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

MENCEGAH DAN MENGATASI OSTEOPOROSIS DENGAN BEROLAHRAGA

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali

OSTEOPOROSIS. Definisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY

LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE. Ni Made Sri Dewi Lestari

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI


BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

Resep Menjaga Keindahan. dan Kesehatan Payudara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

APA ITU REMATIK...??? Rematik adalah penyakit peradangan. pada sendi yang bersifat menahun. atau kronis yang menyebabkan. perubahan dari bentuk sendi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

Tujuan pendidikan kesehatan

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi aerobik Aerobik berasal dari kata aero yang berarti oksigen. Jadi aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti

PENDAHULUAN Latar Belakang

Anak yang berorangtua obesitas, berpeluang menjadi obesitas 60 90%.

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN MEMIJAT PADA BAYI DAN ANAK. ppkc

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

untuk Mencegah Sakit Punggung

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.6

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. lahir. Salah satu syarat penting agar terjadi kehamilan istri harus dapat

LATIHAN BEBAN BAGI PENDERITA OSTEOPOROSIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009). Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006). Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007). Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan

karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis ( Tandra, 2009). 2.2 Penyebab Osteoporosis Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu: 1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause. 3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini. 4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007). 2.3 Stadium Osteoporosis 1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.

2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun (osteopenia). 3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan sentuhan atau benturan ringan. 4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak, bahkan mengalami stres dan depresi (Waluyo, 2009). 2.4 Gejala Osteoporosis Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut: 1. Tinggi badan berkurang 2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah 3. Patah tulang 4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009). 2.5 Faktor Risiko Osteoporosis Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:

1. Jenis kelamin Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. 2. Usia Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium. 3. Ras Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika. 4. Pigmentasi dan tempat tinggal Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

5. Riwayat keluarga Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis. 6. Sosok tubuh Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar. 7. Menopause Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis. Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup. 1. Aktivitas fisik Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur

minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang). 2. Kurang kalsium Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus (Suryati, 2006). 3. Merokok Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat. 4. Minuman keras/beralkohol Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.

5. Minuman soda Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009) 6. Stres Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis. 7. Bahan kimia Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang (Waluyo, 2009). 2.6 Pencegahan Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:

1. Asupan kalsium cukup Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan. 2. Paparan sinar matahari Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008). 3. Melakukan olahraga dengan beban Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting

adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut: Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik dan joging. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah. Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis : Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat dumbble kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu. Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan. Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung. Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30 menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan untuk:

Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap sehingg mencegah terjadinya cedera. Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi sedikit. Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan Menimbulkan rasa santai. Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu, siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang pergelangan tangan. Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai dengan beban dari tubuh itu sendiri.

Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau ambil napas dan buang napas secara teratur. Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit. Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang teratur (Santoso, 2009). 4. Hindari rokok dan minuman beralkohol Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang. 5. Deteksi dini osteoporosis Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang adalah sebagai berikut (Nissl, 2004) : a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-x berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. Sejumlah sinar-x dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak yang

dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-x yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds. b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P- DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-x dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA. c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air.

Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-x. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA. e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pqct) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA (Kosnayani,2007). 2.7 Pengertian WUS WUS (Wanita Usia Subur) berdasarkan konsep Departemen Kesehatan (2006) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15 49 tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum menikah. 2.8 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, bisa juga didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya) 4. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.9 Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang yang terdekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya (Ahmadi, 1999) Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu: 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula

menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalamanpengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih. 4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi. 2.10 Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain di dalam praktek atau tindakan terdapat tingkat-tingkat praktek yaitu:

1. Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adaptasi (adaptation). Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 1. Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. 2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik. 4. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku hidup baru 5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku atau adopsi perilaku melaui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo, 2007). 2.11 Variabel yang diteliti Dilihat dari tinjauan pustaka maka variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pencegahan osteoporosis pada Wanita Usia Subur. Variabel yang diteliti - Pengetahuan - Sikap - Tindakan tentang pencegahan osteoporosis pada Wanita Usia Subur