BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Serangkaian penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui potensi indikasi kemunculan likuifaksi pada clean sand kondisi longgar (Dr = 25%) dengan memasukan dua variabel baru yaitu repetisi pembebanan dengan frekuensi rendah serta matric suction. Di lapangan, clean sand dengan kepadatan rendah berupa tanah timbunan baru tanpa proses pemadatan yang baik dan apabila diterapkan dua variabel yang diteliti, terlihat indikasi likuifaksi pada benda uji dengan beberapa persyaratan yang harus terpenuhi. Dari penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan dengan meninjau dari beberapa aspek yaitu (1) threshold cyclic shear strain, (2) penentuan jumlah siklus dalam pelaksanaan uji utama, (3) perilaku dinamis tanah pada clean sand, (4) perubahan pola susunan butiran partikel tanah akibat repetisi beban siklis, (5) identifikasi indikasi kemunculan likuifaksi pada tanah unsaturated, (6) pengaruh shear strain terhadap potensi likuifaksi, (7) pengaruh durasi delay pembebanan. 1. Threshold cyclic shear strain a. Penerapan tegangan efektif sel (σ 3) sebesar 100 kpa pada tiga jenis kondisi kepadatan tanah dengan nilai kepadatan relatif tanah (Dr) yang berbeda yaitu 25%, 60% dan 80% untuk frekuensi pembebanan (f) = 0,05 maupun 0,1 Hz diperoleh kisaran nilai γt sebesar 1.10-2 % hingga 2.10-2 %. b. Untuk clean sand dengan nilai kepadatan tanah (Dr) sebesar 60% dan frekuensi (f) pembebanan sebesar 0,1 Hz apabila diterapkan σ 3 sebesar 50 kpa hingga 100 kpa maka akan diperoleh nilai γt sebesar 0,013% dan ketika tegangan efektif sel dinaikan menjadi 200 kpa, maka nilai γt juga akan bergeser naik menjadi 0,03%. c. Hal serupa juga terlihat apabila frekuensi (f) pembebanan diubah menjadi 0,05 Hz, pada saat tegangan efektif sel (σ 3) sebesar 50 hingga 100 kpa diterapkan akan diperoleh nilai 158
ambang batas γt sebesar 0,012% dan pada tegangan efektif sel (σ 3) sebesar 200 kpa diperoleh nilai ambang batas γt sebesar 0,05%. 2. Perilaku dinamis tanah pada clean sand a. Untuk nilai modulus geser (G) disimpulkan bahwa seiring dengan penambahan jumlah beban yang diterapkan, penurunan nilai modulus geser (G) pada benda uji dengan Dr = 25% lebih besar dibanding untuk benda uji dengan Dr = 60%, sedangkan untuk frekuensi (f) beban sebesar 0,05 Hz, terlihat bahwa variabel kepadatan relatif (Dr) tidak memberikan pengaruh yang terlalu signifikan pada nilai modulus geser (G) walaupun keduanya (antara frekuensi 0,1 Hz dan 0,05 Hz) secara garis besar memiliki pola yang sama. b. Untuk nilai rasio damping, hasil penelitian pada benda uji menunjukan bahwa nilai rasio damping dipengaruhi oleh parameter kepadatan relatif tanah (Dr), amplitudo cyclic shear strain (γε) dan frekuensi (f) beban yang diterapkan. c. Pada penelitian ini, variabel frekuensi (f) pembebanan sangat berpengaruh terhadap nilai rasio damping dan modulus degradasi. 3. Penentuan nilai amplitudo cyclic shear strain (γε) dan jumlah siklus yang digunakan dalam pelaksanaan uji utama a. Untuk uji dengan menerapkan beban sebanyak 100 siklus diperoleh kesimpulan, pertama, benda uji terindikasi mengalami likuifaksi ketika γε 1,6% apabila diterapkan nilai frekuensi (f) beban sangat rendah (0,1 Hz). Kedua, ketika nilai γ yang diterapkan lebih besar dari 1% maka nilai kenaikan tekanan air pori terjadi perbedaan sangat signifikan pada 10 siklus pembebanan awal dan menunjukan nilai rasio tekanan air pori yang sama pada antara siklus ke -10 dan siklus ke-100. b. Untuk uji dengan penerapan kenaikan beban (up) secara bertahap terlihat adanya perbedaan tekanan air pori yang terjadi apabila diterapkan frekuensi yang berbeda. Semakin kecil frekuensi yang diterapkan, maka untuk mendapatkan nilai rasio tekanan air pori yang sama akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Pola kenaikan rasio tekanan air pori memiliki kesamaan yaitu semakin besar penerapan amplitudo cyclic shear strain 159
(γε) pada benda uji selama uji berlangsung, rasio tekanan air pori akan mengalami peningkatan. c. Untuk tipe pengujian dengan penerapan penurunan beban (down) secara bertahap menunjukan perilaku peningkatan tekanan air pori hanya terjadi pada awal pembebanan. Ketika beban yang diterapkan mengalami penurunan maka tekanan air pori yang terjadi juga mengalami penurunan hingga akhirnya akan bernilai konstan walaupun menerima beban lainnya yang nilainya lebih kecil. 4. Perubahan pola susunan butiran partikel tanah akibat repetisi beban siklis a. Pada penelitian ini dengan menggunakan benda uji dengan Dr sebesar 25% (menggambarkan massa tanah dalam kondisi longgar) menunjukan bahwa penerapan beban siklis secara berulang dengan frekuensi (f) pembebanan sangat rendah (0,1 Hz) menunjukan adanya fenomena re-likuifaksi ketika diterapkan amplitudo cyclic shear strain (γε) sebesar 1,6%. b. Untuk penerapan γε sebesar 3,2% dan f sebesar 0,1 Hz, indikasi likuifaksi pada benda uji hanya terjadi sekali. Hal tersebut menunjukan perilaku tanah mirip pada asumsi akibat pembebanan secara monotonik yaitu butiran-butiran menjadi semakin rapat akibat penerapan beban. 5. Identifikasi indikasi kemunculan likuifaksi pada tanah unsaturated a. Hasil pengujian menunjukan bahwa likuifaksi muncul pada benda uji dengan kondisi derajat kejenuhan 85% (Sr) < 100%. b. Untuk derajat kejenuhan (Sr) 85 %, ketika beban siklis diterapkan selama uji berlangsung maka tekanan interstitielle air pori mempunyai peran penting dalam mendukung beban. c. Untuk benda uji dengan kondisi Sr 98 %, indikasi potensi likuifaksi muncul pada tanah unsaturated dengan nilai frekuensi (f) pembebanan rendah apabila beban yang diterapkan mengalami peningkatan secara bertahap sebesar dua kali untuk setiap fasenya dan diterapkan γε 1,6%. Untuk benda uji dengan 85% Sr 98 % dibutuhkan nilai γε lebih besar yaitu sebesar 3,2% dan jumlah siklus lebih banyak bagi benda uji mencapai kondisi terlikuifaksi. 160
6. Pengaruh shear strain terhadap potensi likuifaksi Potensi likuifaksi pada clean sand kepadatan longgar (Dr = 25%) dengan pembebanan siklis sangat rendah (0,05 0,1 Hz) dipengaruhi oleh variabel besarnya cyclic shear strain (γε) yang terbentuk. Nilai minimum γε untuk dapat memicu munculnya likuifaksi berdasarkan penelitian ini adalah sebesar 1,6%. Apabila γε 1,6% maka tidak akan terjadi likuifaksi pada benda uji. 7. Pengaruh durasi delay pembebanan Pada penelitian ini menunjukan indikasi munculnya likuifaksi juga dipengaruhi oleh faktor durasi delay repetisi pembebanan. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa indikasi muncul untuk durasi delay (t) 10 menit. Semakin singkat durasi delay untuk repetisi pembebanan yang diterapkan pada clean sand maka potensi likuifaksi akan lebih cepat muncul pada clean sand. B. Saran Beberapa saran bagi lanjutan penelitian yang berkaitan dengan likuifaksi sehingga mendapatkan hasil yang komprehensif, diantaranya, Pertama, penelitian dapat dikembangkan dengan membandingkan menggunakan metode lain seperti misalnya stress controlled method ataupun konsep strain energy untuk mengetahui potensi likuifaksi pada massa tanah. Kedua, penelitian mengenai likuifaksi dapat menggunakan jenis alat uji siklis yang lain seperti meja getar, uji geser langsung siklis, kolom resonansi atau uji sentrifugal yang mampu memodelkan beban dinamis hingga frekuensi 5 Hz lalu dikompilasi dengan hasil penelitian ini sehingga akan diperoleh kisaran batasan variabel repetisi pembebanan dan matric suction pada clean sand. Ketiga, disertasi ini masih dalam percobaan atau hasil percobaan karena keterbatasan alat di laboratorium dalam memodelkan frekuensi (f) pembebanan dinamis dengan nilai sangat rendah (0,05 Hz 0,1 Hz) serta nilai amplitudo cyclic shear strain (γε) tinggi sebesar 1,6% dan 3,2% yang belum bisa dicari padanannya di alam. Berdasar alasan tersebut, diperlukan penelitian 161
lebih lanjut mengenai potensi likuifaksi pada clean sand dengan menggunakan alat yang mampu memodelkan fenomena alam berkaitan dengan beban dinamis hingga mencapai frekuensi 5 Hz. Keempat, penelitian dengan variabel delai waktu dapat dikembangkan dengan kisaran delai waktu yang lebih lebar agar bisa mendapatkan batas atas bagi clean sand hingga menunjukan bahwa variabel delai waktu pada repetisi pembebanan siklis tidak berpengaruh terhadap kemunculan likuifaksi. Kelima, parameter nilai frekuensi (f) beban sebaiknya menggunakan kisaran yang lebih luas sehingga diperoleh batas atas dan batas bawah bagi clean sand yang diindikasikan sebagai pemicu likuifaksi. Keenam, dicoba menerapkan nilai amplitudo γε sebesar 0,8% < γε < 1,6% untuk mengetahui titik awal likuifaksi mulai muncul akibat pembebanan siklis yang diterapkan. Selain itu, dicoba juga menerapkan nilai amplitudo γε sebesar 1,6% < γε < 3,2% untuk mengetahui batas dimana efek kemampatan tanah mulai terlihat. Ketujuh, penelitian dapat menggunakan jenis tanah yang lain untuk mengetahui potensi likuifaksi pada kondisi unsaturated serta kisaran nilai derajat kejenuhan (Sr) yang berpengaruh memicu munculnya likuifaksi. Kedelapan, perlu dicoba untuk melakukan uji triaksial siklis dengan asumsi beban siklis berupa beban lalu lintas agar dapat diketahui pengaruhnya terhadap potensi kemunculan likuifaksi. 162