B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks pemakaian bahasa tersebut (Rani, 2004:3). Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs dalam Rani, 2004:9). Data dalam analisis wacana selalu berupa teks, baik teks lisan maupun tulis. Teks di sini mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat atau ujaran. Analisis wacana pada umumnya bertujuan untuk mencari keteraturan, bukan kaidah. Keteraturan itu berkaitan dengan keberterimaan di masyarakat. 2.1.2 Wacana Narasi Wacana narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu (Keraf, 1986: 136). Dalam wacana narasi, terdapat unsur-unsur cerita yang penting, misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa (Rani, 2004:45). Wacana narasi dapat dibedakan menjadi narasi
ekspositoris dan sugestif. Narasi eksporitoris merupakan jenis narasi yang bertujuan memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Narasi sugestif merupakan jenis narasi yang disusun sedemikian rupa untuk menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. 2.1.3 Substitusi Substitusi atau penyulihan adalah penggantian suatu unsur wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frase atau klausa (Halliday dan Hassan; Quirk dalam Rani, 2004 : 105). 2.1.4 Harian Kompas Kompas merupakan surat kabar harian yang memuat berita-berita faktual yang jangkauannya luas, tidak hanya di dalam negeri namun sudah mencakup internasional. Informasi yang disajikan meliputi politik dan hukum, opini, internasional, pendidikan dan kebudayaan, lingkungan dan kesehatan, IPTEK, umum, bisnis dan keuangan, nusantara, metropolitan, Sumatera Utara, olahraga, nama dan peristiwa.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Wacana 2.2.1.1 Pengertian Wacana Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana dalam Tarigan, 1987: 25). Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan). Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat lengkap. Wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling kompleks atau lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Kohesi dan koherensi merupakan hal dalam wacana yang penting. Kedua unsur ini digunakan untuk membangun wacana yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan semantis antarunsur bagian dalam wacana yang disebut dengan hubungan koherensi. Hubungan koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi.
2.2.1.2 Wacana Narasi Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 1986: 136). Dalam wacana narasi, terdapat unsur-unsur cerita yang penting, misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dengan cara ini, dapat dipenuhi kebutuhan para pendengar dan pembacanya untuk memperoleh informasi tentang suatu kejadian atau peristiwa. Wacana narasi dapat dibedakan menjadi narasi ekspositoris dan sugestif. Narasi eksporitoris merupakan jenis narasi yang bertujuan memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Narasi sugestif merupakan jenis narasi yang disusun sedemikian rupa untuk menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Supaya perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif lebih jelas, di bawah ini akan dikemukakan secara singkat perbedaan antara kedua narasi tersebut, yaitu: No Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif 1 Memperluas pengetahuan Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat. 2 Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian. 3 Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional. Menimbulkan daya khayal. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4 Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata konotatif. 2.2.2 Kohesi Kohesi adalah salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Kohesi atau kepaduan wacana ialah keserasian hubungan antarunsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana, sehingga terciptalah pengertian yang koheren. Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari kalimat-kalimat. Sehubungan dengan hal tersebut, Tarigan (1987: 96) mengatakan bahwa kohesi atau kepaduan wacana merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan kata lain, bahwa kepaduan wacana merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Hal ini berarti pula bahwa kepaduan wacana ialah hubungan antarkalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu (Gutwinsky dalam Tarigan, 1987: 96). Kohesi atau kepaduan wacana banyak melibatkan aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal itu dibedakan menjadi referensi, substitusi, dan elips. Selanjutnya, aspek leksikal diciptakan dengan menggunakan bentuk-bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi. Sehingga penanda yang digunakan untuk
mencapai kepaduan sebuah wacana juga meliputi kedua aspek tersebut. (Halliday dan Hasan dalam Tarigan, 1987: 97). 2.2.2.1 Substitusi Substitusi adalah penggantian suatu unsur wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frase atau klausa (Halliday dan Hassan; Quirk dalam Rani, 2004: 105). Substitusi merupakan hubungan leksikogramatikal, yakni hubungan tersebut ada pada level tata bahasa dan kosa kata; dengan alat penyulihnya berupa kata, frase, atau klausa yang maknanya berbeda dari unsur substitusinya. yaitu : Substitusi atau penyulihan dapat dibagi menjadi tiga (Lubis, 1991 :35), 1. Substitusi nominal adalah substitusi terhadap nomina (kata benda) dengan menggunakan unsur penyulih yang maknanya berbeda dari unsur substitusinya. Contoh : (1) Banyak benar buah mangga itu. Berilah saya beberapa. Kata beberapa adalah substitusi dari mangga.
2. Substitusi verbal adalah substitusi terhadap kata kerja dengan menggunakan unsur penyulih yang maknanya berbeda dari unsur substitusinya. Contoh : (2) Tono melompati pagar itu. Budi melakukan juga. Kata melakukan adalah substitusi dari melompati. 3. Substitusi klausal adalah substitusi terhadap seluruh kalimat. Substitusi klausal menggantikan seluruh kalimat sebelumnya. Contoh : (3) Paman sudah sampai hari ini dari Jakarta. Saya dengar demikian. Kata demikian adalah substitusi seluruh kalimat Paman sudah sampai hari ini dari Jakarta. 2.2.3 Koherensi Istilah koherensi mengandung makna pertalian. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, 1987:32). Koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:38). Brown dan Yule (1983:224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata
pertalian batin antara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan suatu wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah hubungan kalimat yang digunakan. Dengan kata lain, koherensi sebuah wacana tidak hanya terletak pada adanya piranti kohesi. Di samping piranti kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar belakang pengetahuan pemakai bahasa atas bidang pemasalahannya, pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan membaca tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain (Van de Velde dalam Rani, 2004: 134). 2.3 Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, (sesudah menyelidiki atau mempelajari), (Alwi, 2003: 1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi, 2003: 912). Tarigan (1999) dalam skripsinya Analisis Substitusi Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Karo. Beliau menyimpulkan penggunaan substitusi dalam upacara perkawinan masyarakat Karo sudah dikatakan baik, sehingga setiap kalimat dalam teks terssebut memiliki kesinambungan dan kekoherensian yang baik pula. Gultom, (1999) dalam skripsinya Wacana Narasi Dalam Media Indonesia Analisis Substitusi. Beliau menyimpulkan harian Kompas menggunakan dua jenis substitusi yaitu substitusi nominal dan substitusi klausal dan penggunaan
substitusi dalam wacana narasi ekspositoris pada harian Media Indonesia sudah berkesinambungan. Kembaren, (2007) dalam skripsinya Analisis Kohesi Pada Novel Cintaku Di Kampus Biru Karya Ashadi Siregar. Beliau menyimpulkan tipe-tipe piranti kohesi yang ada pada novel Cintaku Di Kampus Biru Karya Ashadi Siregar terdiri dari lima tipe, yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Pada novel tersebut ditemukan tiga jenis penanda substitusi, yaitu substitusi nominal, verbal, dan klausal. Anggraini, (2009) dalam skripsinya Penanda Kohesi Substitusi Pada Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Beliau menyimpulkan penanda hubungan subtitusi pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata meliputi (1) subtitusi verbal, (2) subtitusi nominal, (3) subtitusi frasal, dan (4) subtitusi klausal. Hal ini ditunjukkan dengan unsur terganti dapat digantikan unsur pengganti. Dari uraian di atas, penelitian terhadap penanda kohesi khususnya substitusi dalam wacana narasi pada harian umum atau surat kabar dengan menggunakan teori Halliday masih sedikit dan perlu penambahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana penggunaan substitusi dalam wacana narasi pada harian Kompas serta jenis substitusi yang digunakan dalam wacana narasi pada harian tersebut.