BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan citra digital, jaringan saraf tiruan,dan backpropagation.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Pemodelan Kecerdasan Buatan Untuk Pengenalan Citra Elektrokardiografi (EKG) Oleh: Imam Tazi, M.Si

BAB II LANDASAN TEORI

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rancangan antarmuka (interface) program terdiri dari form cover, form

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BAB 2 LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM PENDETEKSI ARITMIA MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK. Andri Iswanto

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jantung adalah sebuah organ berotot yang memompa darah lewat. kontraksi berirama yang berulang. Jantung adalah salah satu

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

I. PENDAHULUAN. Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang sangat vital, karena jantung

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PENGENALAN CITRA REKAMAN ECG ATRIAL FIBRILATION DAN NORMAL MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI WAVELET DAN K-MEAN CLUSTERING

I. PENDAHULUAN. pembuluh darah secara teratur dan berulang. Letak jantung berada di sebelah kiri

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

Pengendalian Posisi Mobile Robot Menggunakan Metode Neural Network Dengan Umpan Balik Kamera Pemosisian Global

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengecek alat EKG. Penulis membandingakan dengan alat simulator pada

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. darah tinggi, stroke, sakit di dada (angina) dan penyakit jantung rematik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penulisan aksara Lampung terdapat 20 huruf induk, yaitu: ka, ga, nga,

KLASIFIKASI KELAINAN JANTUNG ANAK MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION A B S T R A K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

BAB II LANDASAN TEORI

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si.

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

Klasifikasi Kelainan Jantung Dengan Metode Transformasi Fourier Dan Jaringan Saraf Tiruan

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada penelitian ini terdapat beberapa tinjauan pustaka diantaranya adalah tinjauan pustaka tentang jantung, elektrokardiograf, elektrokardiogram, pengolahan citra digital, jaringan saraf tiruan,dan backpropagation. 2.1 Jantung 2.1.1 Anatomi Jantung Jantung adalah organ berongga yang terletak antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks. Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya dan bentuknya seperti kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar (dasar) mengarah ke bahu kanan; ujung bawah yang mengerucut (apeks) mengarah ke panggul kiri (Sloane, 2003). Gambar 2.1 Bagian-Bagian Jantung (BITLIPI, 2012) Jantung memiliki empat ruang, atrium kanan dan atrium kiri atas; ventrikel kanan dan ventrikel kiri bawah. (Sloane, 2003). Gambar 2.1 menggambarkan anatomi jantung. 5

6 2.1.2 Aktivitas Jantung Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Sisi kanan jantung memberikan darah beroksigen (deoxygenated blood) dari tubuh ke paru-paru, dan sisi kiri jantung memberikan darah beroksigen (oxygenated blood) dari paru-paru ke tubuh. (Vahed, 2005) Gambar 2.2 Sirkulasi Darah Pada Jantung (Sloane, 2003) Darah beroksigen (deoxygenated blood) memasuki atrium kanan jantung Atrium berkontraksi dan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel berkontraksi dan mendorong darah keluar dari jantung sehingga masuk ke paru-paru. Darah beroksigen (oxygenated blood) dari paru-paru kembali ke

7 atrium kiri. Atrium kembali berkontraksi dan mendorong darah melalui ventrikel kanan. Ventrikel kembali berkontraksi dan mendorong darah ke seluruh bagian tubuh (Vahed, 2005). Gambar 2.2 menggambarkan bagian-bagian jantung serta aliran darah dari jantung ke seluruh tubuh dan aliran darah menuju jantung. 2.1.3 Aktivasi Elektrik Jantung Semua membran sel tubuh pada dasarnya memiliki potensial membran yang ada hubungannya dengan penyebaran ion Na + dan K +. Potensial membran ini dapat ditemukan pada dua tipe sel, yaitu sel saraf dan sel otot. Perubahan potensial membran tersebut dialami oleh dua sel tersebut secara cepat. Potensial aksi merupakan perubahan potensial membran yang diawali pada ujung axon dan menyebar ke seluruh badan axon (serabut-serabut saraf). Untuk memahami tentang potensial aksi, maka diperlukan pemahaman tentang empat istilah keadaan, yaitu polarisasi, depolarisasi, hiperpolarisasi, dan repolarisasi. Pada membran yang sedang istirahat, terdapat pemisahan muatan antara sebelah luar membran dan sebelah dalam membran. Bagian luar membran akan lebih positif dan bagian dalam membran akan lebih negatif. Dalam keadaan demikian dikatakan bahwa membran mengalami polarisasi dan memiliki potensial istirahat (-70mV). Membran yang mengalami depolarisasi, potensial membran bergerak ke arah 0 mv menuju potensial membran positif (+30 mv). Membran yang mengalami hiperpolarisasi mempunyai negatif potensial membran yang lebih besar dibandingkan saat potensial membran istirahat atau potensial membran depolarisasi. Pada keadaan repolarisasi membran kembali ke potensial istirahat.

8 Selanjutnya, myocardium atau otot jantung terdiri dari sebagian besar serabut otot yang dipacu untuk berkontraksi satu sama lain oleh peristiwa aktivasi elektrik. Pada keadaan pemulihan diketahui bahwa dibagian dalam serabut otot dan sel pada jantung mempunyai perbedaan potensial -90 mv. Ketika potensial aksi yang menyebar ke sekeliling serabut bergerak menuju batas ambang (threshold), maka kanal ion Na + akan terbuka. Konsesntrasi ion Na + ini begitu cepat dan memiliki perubahan potensialnya +20 hingga +30 mv. Hal ini disebut sebagai polarisasi dan merupakan fase pertama potensial aksi pada serabut. Ketika terjadi perpindahan dan pengurangan ion Na +, keadaan depolarisasi dipertahankan pada saat terjadinya perpindahan ion Ca +, hal ini disebabkan adanya kontraksi pada serabut. Setelah kira-kira 300ms, perpindahan ion Ca + berhenti dan kanal ion K + dibuka, maka pengaliran ion K + dimulai. Perbedaan potensial dikembalikan ke awal pada -90 mv. Hal ini disebut peristiwa repolarisasi dan fase akhir dari potensial jantung (Martini, 2001). Gambar 2.3 Potensial Aksi (howmed.net, 2011) Gambar 2.3 menggambarkan pontensial aksi pada jantung. Potensial aksi diawali oleh penjalaran SA node sepanjang sistem konduksi pada jantung.

9 Potensial ini terjadi dalam serabut yang berkontraksi yang merupakan pembangkit dari bagian atria dan ventrikel. Kemudian potensial aksi ini akan menghasilkan depolarisasi, pletaeu (masa stabil), dan repolarisasi. 2.1.4 Sistem Konduksi Kelistrikan Jantung Komponen sistem konduksi kelistrikan jantung yang meliputi SA node, AV node, Bundle HIS, cabang kiri dan kanan dari Bundle his, dan Serabut Purkinje. Pada keadaan normal impuls jantung dimulai dari SA node. Impuls ini kemudian menjalar ke seluruh jantung. Pada saat impuls berlangsung yang pertama kali berkontraksi adalah atria kemudian diikuti oleh ventrikel atau AV node. Selanjutnya dari AV node ini, impuls menjalar menuju Bundle HIS beserta menjalar ke cabang kanan dan kiri dari Bundle HIS. Proses ini kemudian dijalarkan kembali oleh serabut purkinje menuju SA node. Gambar 2.4 menggambarkan sistem konduksi jantung. Gambar 2.4 Konduksi Impuls pada Jantung (HowMed.net, 2011) Kondisi-kondisi ini biasanya didiagnosis dengan menggunakan ECG sehingga menghasilkan sinyal seperti pada Gambar 2.5.

10 Gambar 2.5 Elektrofisiologi jantung (Ganong, 2005) 2.1.5 Kelainan Jantung Terdapat baerbagai kelainan jantung salah satu diantaranya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi). Hipertofi adalah peningkatan ukuran dan massa pada suatu bagian jantung tertentu yang disebabkan peningkatan tekanan pada daerah tersebut. Hipertrofi dapat berkembang menjadi gagal jantung. Kelainan jantung hipertrofi dapat dideteksi dengan menggunakan ECG (Klabunde,2011). Terdapat empat bagian jantung yang dapat mengalami hipertrofi yaitu atrium kanan (right atrium hipertrophy), atrium kiri (left atrium hipertrophy), ventrikel kanan (right ventricular hipertrophy), dan ventrikel kiri (left ventricular hipertrophy). Gambar 2.6 menyajikan keadaan jantung bagian atrium kiri dan ventrikel kanan yang mengalami hipertrofi.

11 ventrikel kanan (a) (b) Gambar 2.6 Pembesaran Otot Jantung Pada Atrium Kiri (a) dan Ventrikel Kanan (b) (Klabunde, 2011) Pada keadaan right atrium hypertrophy, elektrokardiogram menunjukkan gambar dengan gelombang P pada sadapan II yang tinggi melebihi ukuran gelombang P normal atau yang biasa disebut P pulmonal, yaitu >2,5 kotak kecil. Pada keadaan left atrium hypertrophy, elektrokardiogram menunjukkan gambar dengan gelombang P pada sadapan II yang berlekuk atau yang biasa disebut P mitral. Pada keadaan right ventricular hypertrophy, elektrokardiogram menunjukkan gambar dengan gelombang QRS yang positif pada sadapan V1, sedangkan normalnya QRS pada sadapan V1 cenderung negatif. Selain itu pada keadaan right ventricular hypertrophy, elektrokardiogram menunjukkan gambar dengan adanya gelombang S pada sadapan V6. Pada keadaan left ventricular hypertrophy, elektrokardiogram menunjukkan gambar dengan gelombang R yang tinggi melebihi ukuran gelombang R normal, yaitu >27 kotak kecil (Alim, 2008). Bentuk gelombang pada keadaan jantung normal pada elektrokardiogram dengan dua belas sadapan disajikan pada Gambar 2.7 (a) dan (c) dan keadaan jantung yang mengalami kelainan jantung left atrium hypertrophy dan right ventricular hypertrophy disajikan pada Gambar 2.7 (b) dan (d).

12 (a) (b) (c) (d) Gambar 2.7 Bentuk Gelombang (a) Kondisi Jantung Normal Pada Sadapan 2, (b) Kondisi Left Atrium Hipertrophy Pada Sadapan 2, (c) Kondisi Jantung Normal Pada Sadapan V6, dan (d) Kondisi Right Ventricular Hipertrophy 2.2 Elektrokardiograf (ECG) Elektrokardiograf merupakan alat yang berfungsi mencatat kelistrikan jantung sebagai fungsi waktu. Elektrokardiograf terdiri dari beberapa komponen utama yaitu elektrokardiogram, sadapan, dan instrumen elektrokardiograf. 2.2.1 Elektrokardiogram (EKG) Sinyal pada ECG (Gambar 2.5) direpresentasikan sebagai sebuah gelombang yang divisualisasikan pada kertas perekam dengan kecepatan 25mm/s. Ukuran dari setiap kotak kecil pada kertas perekam EKG (Gambar 2.8) adalah 1 mm 2. Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). Lima kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada lima kotak besar permenit. Gambar 2.8 Elektrokardiogram (HowMed.net, 2011)

13 EKG pada orang normal diperlihatkan pada Gambar 2.9. Bagian-bagian jantung yang mengalami depolarisasi (Gambar 2.4) dan posisi elektroda terhadap jantung menjadi pertimbangan yang penting dalam menafsirkan konfigurasi gelombang di setiap sadapan. Atrium terletak di sebelah posterior dalam rongga dada. Ventrikel membentuk basis dan anterior permukaan jantung, dan ventrikel kanan berada di sisi anterolateral ke kiri. Jadi avr menghadap ke rongga ventrikel. Depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel bergerak menjauhi elektroda eksplorasi sehingga gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T tampak sebagai defleksi negatif (ke arah bawah); avl dan avf menghadap ke ventrikel, dan karena itu defleksinya dominan positif atau bifasik. Tidak ada gelombang Q pada V 1 dan V 2, serta bagian awal kompleks QRS merupakan defleksi kecil ke atas karena depolarisasi ventrikel mula-mula bergerak melintasi bagian tengah septum dari kiri ke kanan menuju elektroda eksplorasi. Gelombang eksitasi lalu bergerak menuruni septum ke ventrikel kiri menjauhi elektroda, yang menghasilkan gelombang S besar. Akhirnya, gelombang ini bergerak kembali sepanjang dinding venrtikel menuju elektroda sehingga kembali ke garis isoelektrik. Sebaliknya, pada sadapan ventrikel kiri (V 4 -V 6 ) mungkin terdapat awal gelombang Q kecil (depolarisasi septum dari kiri ke kanan), dan terdapat gelombang R besar (depolarisai lambat dinding ventrikel bergerak kembali menuju AV junction) (W.F. Ganong, 2005). Terdapat variasi yang bermakna pada posisi jantung normal, dan posisi mempengaruhi konfigurasi kompleks elektrokardiografi di berbagai sadapan (W.F.Ganong, 2005).

14 Gambar 2.9 Elektrokardiogram Normal (Ganong, 2005) 2.2.2 Sadapan Sebuah elektrokardiogram diperoleh dari rekaman potensial listrik antara sejumlah titik tubuh dengan menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat sinyal listrik jantung dari gabungan beberapa elektroda yang ditempatkan di titik-titik tertentu tubuh pasien. Sebuah elektrokardiograf dua belas sadapan biasanya hanya menggunakan sepuluh elektroda. Gambar 2.10 dan Tabel 2.1 menerangkankan tata letak sepuluh elektroda.

15 Gambar 2.10 Letak Sepuluh Elektroda (www.wikipedia.org) Tabel 2.1. Tata Letak 10 Elektroda ECG Elektrode Penempatan RA Pada lengan kanan LA Pada lengan kiri RL Pada bagian betis kaki kanan LL Pada bagian betis kaki kiri V1 Ditempatkan di sela iga keempat disebelah kanan sternum. V2 Ditempatkan di sela iga keempat disebelah kiri V3 Antara V 2 dan V 4 V4 Ditempatkan disela iga kelima pada linea medioklavikularise. V5 Ditempatkan diantara V4 dan V6 V6 Ditempatkan di sela iga kelima pada linea aksilaris Ada dua jenis sadapan dalam perancangan suatu ECG yaitu sadapan bipolar dan saapan unipolar. Sadapan bipolar yakni sadapan I, II, dan III. Sadapan Unipolar terdiri dari sadapan prakordial yang diberi nama V1-V6 dan dan tiga sadapan unipolar ekstrimitas avr, avl, avf (Ganong, 2008). 2.2.3 Instrumen Elektrokardiograf Instrumen elektrokardiograf (ECG) merupakan alat yang digunakan untuk mengolah sinyal elektrik jantung melalui elektroda dan menampilkannya

16 lewat kertas/layar monitor. ECG memiliki elektroda-elektroda yang ditempatkan pada bagian tubuh tertentu untuk merekam potensial listrik yang dibangkitkan oleh jantung. Lead Fail Detector Indikator Leads Ampli Filter Adder Isolation Circuit Power Suplay (Baterai) ADC Baseline Restoration Mikrokontroller Power Suplay(PLN) Monitor (PC) Wilson Network Gambar 2.11 Diagram Blok Elektrokardiograf Masukan sinyal biopotensial dari jantung yang di tangkap oleh lead masuk ke rangkaian penguat instrumentasi. Selanjutnya sinyal masuk ke filter yang terdiri dari bandpass filter dan notch fiter. Notch Filter digunakan untuk menghilangkan frekuesi 50 Hz. Kemudian sinyal masuk ke rangkaian adder dan isolation circuit. Rangkaian adder digunakan untuk menaikkan level tegangan sinyal ECG. Penambahan tegangan ini disesuaikan hingga semua level sinyal ECG bernilai positif sehingga nantinya dapat diproses oleh ADC (Widodo, 2009). Rangkaian isolasi pada ECG berguna untuk melindungi pasien bila terjadi

17 kebocoran arus, jadi listrik tidak berhubungan secara langsung dengan pasien. ADC berfungsi untuk merubah hasil sinyal ECG ke bentuk digital. Kemudian sinyal masuk ke mikrokontroler. Mikrokontroller berfungsi mengirimkan sinyal ECG digital ke komputer (PC). Selain itu terdapat beberapa rangkaian lainnya diantaranya, lead fail detector, dan power supply. Lead Fail Detector merupakan rangkaian yang digunakan untuk mendeteksi bila ada lead yang lepas atau tidak menempel sempurna dari tubuh pasien. Baseline Restoration berguna untuk mereset rangkaian secara otomatis saat terjadi kondisi saturasi. Power suplay pada ECG digunakan untuk mencatu-daya semua rangkaian (Nothrop, 2004). Gambar 2.11 menggambarkan diagram blok elektrokardiograf. 2.3 Pengolahan Citra Digital Citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi), sebagai salah satu komponen multimedia yang digunakan sebagai bentuk informasi visual. Meskipun citra sebuah informasi kaya informasi, namun seringkali citra mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia ataupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik (pengolahan citra). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khusunya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik ( Munir, 2004). Tujuan utama dari pengolahan citra adalah memperbaiki kualitas gambar (citra) sehingga dapat dilihat oleh mata manusia dan mengolah informasi yang

18 terdapat pada gambar (citra) untuk keperluan pengenalan obyek secara otomatis pada suatu mesin. Citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks H x W (H= tinggi, W= lebar) (Munir 2004). Ukuran citra dinyatakan dalam titik atau piksel (pixel=picture elements) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (metet dan inci). Pusat koordinat citra digital terletak pada sudut kiri atas sedangkan pada koordinat kartesius terletak pada sudut kiri bawah (Munir, 2004). Perkembangan pengolahan citra sangat pesat dengan memanfaatkan ilmu komputasi kita dapat mengidentifikasi jari, pengenalan tanda tangan, pengenalan suara, maupun pengenalan pola sinyal elektrokardiogram. Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra bermacammacam, beberapa diantaranya adalah pengolahan citra abu-abu (grayscale), segmentasi citra, operasi morfologi citra, ekstraksi fitur (fiture extraction), dan operasi lainnya. 2.3.1. Pengolahan Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian RED=GREEN=BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih (Putra, 2010). Gambar 2.12 merupakan contoh pengolahan citra grayscale.

19 (a) (b) Gambar 2.12 Citra Medis Sebelum (a) dan Sesudah (b) grayscale. (Priyani, 2009) Hasil grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sampel pixel, yang memungkinkan mempunyai nilai intensitas sebanyak 256. Format ini sangat membantu dalam proses pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. Untuk mengubah citra berwarna yang masing-masing mempunyai nilai intensitas R, G, dan B menjadi citra abu-abu (gray) dengan nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B... (2.1) 2.3.2. Pengolahan Citra Segmentasi Segmentasi merupakan teknik untuk membagi suatu citra menjadi beberapa daerah (region) dimana setiap daerah memiliki kemiripan atribut (Putra, 2010). Terdapat beberapa teknik segementasi yang dapat digunakan pada pengolahan citra digital yaitu, pengambangan (thresholding), segementasi berbasis cluster, transformasi Hugh, dan teknik-teknik lainnya. Thresholding dilakukan dengan mengubah citra abu-abu yang memiliki derajat keabuan 256 (8 bit) menjadi citra yang hnaya memiliki dua warna yaitu hitam dan putih. Operasi Segmentasi dilakukan dengan memilik salah satu teknik dari teknik-teknik

20 segmentasi. Secara umum proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner sebagai berikut :... (2.2) Dengan adalah citra biner dari citra grayscale, dan T menyatakan niali ambang. Gambar 2.13 merupakan contoh proses segmentasi pada pengolahan citra medis. Gambar 2.13 Proses segmentasi (Allan, 2012) Thresholding akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih (Putra, 2010). Nilai intensitas citra biner adalah 0 dan 1. Nilai intensitas 0 menyatakan latar belakang (background) dan nilai intensitas 1 menyatakan objek (foreground) atau nilai intensitas 0 menyatakan warna hitam dan nilai intensitas 1 menyatakan warna putih. 2.3.3. Pengolahan Citra Morfologi Morfologi citra merupakan suatu operasi pemrosesan citra yang mengolah citra berdasarkan bentuknya. Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan yaitu suatu citra dan suatu kernel. Khusus dalam morfologi istilah kernel disebut dengan structure elements (SE). SE merupakan suatu matrik dan

21 pada umumnya berukuran kecil. Gambar 2.14 menyajikan beberapa contoh SE. Posisi yang dilingkari pada Gambar 2.14 menyatakan pusat koordinat. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 Gambar 2.14 Contoh Structure Elements (Putra,2010) Elemen dari SE dapat bernilai 1 dan 0. Ada dua operasi morfologi yaitu dilasi dan erosi. Kedua operasi tersebut menjadi basis untuk membuat berbagai operasi yang sangat berguna untuk pengolahan citra digital (Putra,2010). 2.3.3.1. Operasi Dilasi Bila suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A dan SE dinyatakan dengan B setra Bx menyatakan translasi dari B sedemikian sehingga pusat B terletak pada x. Operasi dilasi A dan B dapat dinyatakan sebagai berikut.... (2.3) Dengan menyatakan himpunan kosong. Proses dilasi dilakukan dengan membandingkan setiap pixel citra input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan (superimpose) SE dengan citra sehingga pusat SE tepat dengan posisi pixel citra yang diproses. Jika paling sedikit ada satu pixel pada SE sama dengan nilai pixel objel (foreground) citra maka pixel input diset nilainya dengan nilai pixel foreground dan bila semua pixel yang berhubungan adalah background maka input pixel diberi nilai pixel diberi nilai pixel background. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakkan (translasi) SE pixel demi pixel pada citra input. Gambar 2.15 mengilustrasikan

22 suatu citra sebelum dan sesudah proses dilasi dengan menggunakan SE berukuran 3x3 dengan setiap nilai elemen SE bernilai satu. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 Gambar 2.15 Proses Dilasi (Putra, 2010) Semakin besar ukuran SE maka semakin besar perubahan yang terjadi. SE berukuran kecil juga dapat memberikan hasil yang sama dengan SE berukuran besar dengan cara melakukan dilasi berulang kali. Efek dilasi terhadap citra biner adalah memperbesar batas dari objek yang ada sehingga objek terlihhat semakin besar dan lubang-lubang yang terdapat di tengah objek akan tampak mengecil. 2.3.3.2. Operasi Erosi Bila suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A dan SE dinyatakan dengan B setra Bx menyatakan translasi dari B sedemikian sehingga pusat B terletak pada x. Operasi erosi A dan B dapat dinyatakan sebagai berikut.... (2.4) Dengan X menyatakan himpunan bernilai satu. Sama seperti pada dilasi, proses erosi dilakukan dengan membandingkan setiap pixel citra input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan (superimpose) SE dengan citra sehingga pusat SE tepat dengan posisi pixel citra yang

23 diproses. Jika semua piksel pada SE tepat sama dengan semua nilai pixel objek (foreground) citra maka pixel input diset nilainya dengan nilai pixel foreground, bila tidak maka input pixel diberi nilai pixel background. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakkan SE pixel demi pixel pada citra input. Proses erosi merupakan kebalikan dari proses dilasi. Jika dalam proses dilasi menghasilkan objek yang lebih luas maka dalam proses erosi akan menghasilkan objek yang menyempit (mengecil). Lubang pada objek juga akan tampak membesar seiring menyempitnya batas objek tersebut. Gambar 2.16 mengilustrasikan citra sebelum dan sesudah proses erosi dengan SE berukuran 3x3 dengan semua elemen bernilai satu. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Gambar 2.16 Proses Erosi (Putra, 2010) Pada Gambar 2.16 terlihat hasil proses erosi menyebabkan objek mengecil. Semakin besar kernel yang digunakan maka hasil yang akan didapatkan akan semakin kecil. Begitu juga apabila proses erosi dilakukan berulang-ulang akan terus mengecilkan objek walaupun hanya menggunakan SE berukuran kecil (Putra, 2010).

24 2.3.4. Pengolahan Citra Ekstraksi Fitur Ekstraksi Fitur merupakan proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek di dalam citra. Fitur adalah karakteristik unik dari suatu objek. Analisis bentuk merupakan salah satu metode pemisahan fitur. Terdapat berbagai macam teknik pada pengolahan ekstraksi fitur, beberapa diantranya adalah amplitudo, histogram, matriks co-occurance, gradient, deteksi tepi, spektrum fourier, dan beberapa teknik lainnya (Putra, 2010). Perhitungan matematis pada masingmaisng teknik pengolahan citra ekstraksi fitur berbeda-beda bergantung pada jenis citra yang akan diolah fiturnya. 2.4 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi, dengan asumsi bahwa : Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron). Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada jumlah inputan yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang (Siang, 2005) Neuron merupakan sistem yang fault tolerant dalam dua hal. Pertama.manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang pernah kita terima sebelumnya. Sebagai contoh, manusia sering dapat mengenali

25 seseorang yang wajahnya pernah ia lihat di foto, atau dapat mengenali seseorang yang wajahnya agak berbeda karena sudah lama tidak dijumpai. Kedua, otak manusia tetap mampu bekerja meskipun beberapa neuronnya tidak mampu bekerja dengan baik. Jika sebuah neuron rusak, neuron lain kadang-kadang dapat dilatih untuk menggantikan fungsi sel yang rusak tersebut (Siang, 2005). Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan saraf tiruan. Neuron bekerja berdasarkan impuls atau sinyal yang diberikan pada neuron. Neuron akan menstransformasikan informasi (input) melewati sinyal yang dikirimkan antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang menyimpan informasi pada suatu nilai tertentu. Penghubung tersebut memiliki bobot yang berbeda-beda, bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan bobot yang negatif akan memperlemah sinyal yang dibawahnya. Jumlah,struktur,dan pola hubungan antar neuron-neuron tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (model jaringan yang terbentuk). Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya. Misalkan x 1, x 2,..x n adalah unit input dan w ji, w j2,.w jn adalah bobot penghubung ke unit keluaran Y, maka unit penjumlahan akan memberikan keluaran sebesar u=x 1 w j1,+ x 2 w j2 + x n w jn (Priyani, 2009). Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi, setiap neuron akan diteruskan ke neuron lain atau tidak. Apabila input melewati suatu nilai ambang tertentu,

26 maka neuron tersebut akan diaktifkan dan akan mengirimkan output melalui bobot outputnya ke semua neuron yang berhubungan dengannya. Jika tidak maka neuron tersebut tidak akan diaktifkan. Karakteristik dari JST ditentukan oleh : 1. Pola hubungan antara neuron (arsitektur jaringan) Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf tiruan antara lain (Priyani, 2009): a. Jaringan Layar Tunggal (single layer network) b. Jaringan Layar Jamak (multi layer network) c. Jaringan Reccurent 2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training /learning/algoritma) (Priyani, 2009). 3. Fungsi aktivasi Dalam jaringan saraf tiruan, fungsi aktifasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu neuron. Jaringan syaraf tiruan memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode perhitungan lainnya, antara lain : 1. Kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada gangguan dan ketidkakpastian. Hal ini karena jaringan syaraf tiruan mampu melakukan generalisasi, abstraksi, dan ekstraksi terhadap properti statistik dari data.

27 2. Kemampuan mempresentasikan pengetahuan secara fleksibel jaringan syaraf truan dapat menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan diri sendiri atau kemmpuan belajar (self organizing). 3. Kemampuan untuk memberikan toleransi, dimana gangguan kecil pada data dapat dianggap hanya sebagai guncangan belaka. 4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem paralel, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengoperasiannya lebih singkat. 2.5 BackPropagation Propagasi balik atau backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuronneuron yang ada pada lapisan tersembunyinya (Priyani,2009). Algoritma propagasi balik menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahapan perambatan maju (forward) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dapat dideferensiasikan seperti sigmoid (Priyani, 2009). Pada algoritma propagasi balik terdapat dua tahapan yaitu pelatihan dengan menggunakan forward dan backward dan pengujian dengan menggunakan forward. Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mnegenali pola yang digunakan selamna

28 pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Nilai Input Lapisan Input V 11 V 21 V 12 V 22 V 13 V 23 Matriks Bobot Pertama W 11 W 12 Lapisan Tersembunyi Matriks Bobot Kedua Lapisan Output Nilai Output Gambar 2.17 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Gambar 2.17 menunjukkan arsitektur jaringan saraf tiruan backpropagation dengan X i = nilai pada lapisan masukan dengan jumlah i, Z j = nilai pada lapisan tersembunyi dengan jumlah j, Y k =nilai pada lapisan keluaran dengan jumlah k, V ij = bobot pada lapisan input menuju lapisan tersembunyi, dan W jk = bobot pada lapisan tersembunyi menuju lapisan output. tahap pelatihan : Berikut penjelasan langkah-langkah algoritma backpropagation pada Langkah 0 : Penginisialisasian bobot dan bias.

29 Mula-mula bobot diberi nilai acak yang kecil (range [1,-1]). Bobot dari layar masukan ke layar tersembunyi (V ij ) dan bobot dari layar tersembunyi ke layar keluaran (W ij ). Langkah 1 : Bila pada stopping condition nilai yang didapat masih belum sesuai seperti yang diharapkan, maka ditempuh langkah 2 sampai 9. Langkah 2 : Pada setiap data training, ditempuh langkah 3 sampai 8. Umpan maju ( Feed forward ) Langkah 3 : Masing-masing unit input (X i,i = 1,2,.., n) menerima sinyal masukan x i. Sinyal masukan x i dikirim ke seluruh unit hidden. Masukan x i yang dipakai adalah input training data yang sudah melalui penyekalaan. Nilai tertinggi dan terendah dari input yang dipakai dalam sistem kemudian dicari. Skala yang digunakan disesuaikan dengan fungsi aktivasinya. Langkah 4 : Masing-masing unit hidden (Z j, j = 1,2,..., p) merupakan penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta biasnya, dengan persamaan : Z in j = V 0j + n i= 1 X V i ij. ( 2.5 )

30 Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit hidden, digunakan fungsi aktivasi yang sudah dipilih, dengan persamaan: Z j = f(z in ).... ( 2.6 ) j Kemudian sinyal output dari unit hidden dikirim ke setiap unit output. Langkah 5 : Masing-masing unit output (Y k,k = 1,2,..., m) merupakan penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta biasnya, dengan persamaan : Y in k = W 0k + p j= 1 Z W j jk... ( 2.7 ) Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit output, digunakan fungsi aktivasi yang sudah dipilih, dengan persamaan : Yk = f(yin )....... ( 2.8 ) k Propagasi error ( backpropagation of error ) Langkah 6 : Masing-masing unit output (Y k,k = 1,2,..., m) menerima suatu target pattern ( output yang diinginkan ) sesuai dengan input training pattern untuk menghitung besar error antara target dengan output, dengan persamaan : δk =(t k Yk )f' (Yin )... ( 2.9 ) k

31 Seperti input training data, output training data (t k ) juga melalui penyekalaan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan. Faktor δ k berfungsi untuk menghitung koreksi error (ΔΔ jk ) yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai W jk. ΔW jk =α δ k Z j.... ( 2.10 ) Koreksi bias (ΔΔ 0k ) yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai W 0k, juga dihitung. ΔW 0k =α δ k..... ( 2.11 ) Faktor δ k kemudian dikirim ke layer pada langkah 7. Langkah 7 : Input delta ( dari layer pada langkah 6 ) yang diberi bobot, dijumlahkan pada masing-masing unit hidden (Z j, j = 1,2,..., p). m δ in j = δ k W jk... ( 2.12 ) k=1 Agar dapat menghasilkan faktor koreksi error j, hasil dari persamaan ( 2.12 ) dikalikan dengan turunan fungsi aktivasi yang digunakan. δ j = (δin )f' (Z in )...... ( 2.13 ) j j faktor δ j digunakan menghitung koreksi error (ΔΔ ij ) yang akan dipakai pada pembaharuan nilai V ij, dengan :

32 ΔV ij =α δ j X i...... ( 2.14 ) Koreksi bias (ΔΔ 0j ) yang akan dipakai pada pembaharuan V 0j, juga dihitung, dengan : ΔV 0j =α δ j... ( 2.15 ) Pembaharuan bobot ( adjustment ) dan bias. Langkah 8 : Masing-masing unit output (Y k,k = 1,2,..., m) akan dipakai pada pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit hidden (j = 0,1,..., p). W (baru)= W (lama)+ ΔW...( 2.16 ) jk jk jk Masing-masing unit hidden (Z j, j = 1,2,..., p) juga akan dipakai pada pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit input (i = 0,1,...,n) V (baru)=v (lama)+ ΔV...( 2.17 ) ij ij ij Langkah 9 : Pemeriksaan stop condition. Bila stop condition dapat dipenuhi, pelatihan JST dapat dihentikan. Metode JST yang digunakan dalam penelitian antara lain Prediksi Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Faktor Resiko Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan-Backpropagation (Nazrul Dkk, 2008), Perancangan Sistem Deteksi Digital Mycobacterium Tubercolosis Melaluli Ekstraksi Citra Dahak Dengan Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan (Chandra dkk, 2011), dan Pengenalan Pola Sinyal Elektrokardiograf (EKG) dengan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation untuk Diagnosa Kelainan Jantung Manusia (Sudjadi dkk, 2009).