Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa

dokumen-dokumen yang mirip
Implementasi PMK 257/PMK. 07/2015. Oleh Dr. Hefrizal Handra Universitas Andalas Padang

Workshop Penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah Mengenai Tata Cara Penghitungan Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa TA 2017

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

KEBIJAKAN DANA DESA TA 2016

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN SOSIALISASI PENGELOLAAN DANA DESA KEPADA APARAT PEMBINA DAN PENGAWAS DESA

PROYEKSI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN KARANGASEM OM SWASTYASTU

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA 4 MENTERI TENTANG PENYELARASAN DAN PENGUATAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 Dana Desa mengingat anggaran Dana Desa yang dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2015 masih belum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari Dana Tra

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

TATA CARA PENGANGGARAN, PENGALOKASIAN, PENYALURAN, PENGGUNAAN, MONITORING DAN EVALUASI DANA DESA

TELAHAAN STAF. Kekeliruan penempatan dan penetapan besaran penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

Buku Profil DJPK COVER DEPAN. Selayang Pandang DJPK

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Alokasi. Anggaran Pendidikan. APBN.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

KEBIJAKAN DANA INSENTIF DAERAH (DID) TAHUN 2016

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah

Pengelolaan Keuangan Desa Blitar, 30 September 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 27 TAHUN 2018 TENTANG

PECAPP. Revenue & Expenditure. Pengenalan tentang Keuangan Daerah. Syukriy Abdullah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Revenue & Expenditure

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

2017, No Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diub

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN ALOKASI BELANJA PEGAWAI DAN BELANJA PUBLIK. Oleh: DIREKTUR JENDERAL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN DTSS PENGELOLAAN TRANSFER DANA KE DAERAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

TINJAUAN TERHADAP TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 1 TAHUN 2013 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 14 TAHUN 2017

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Press Briefing. Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (PMK Nomor 50/PMK.07/2017)

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam APBN ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

Formula Dana Desa dan Pengentasan Kemiskinan

Transkripsi:

Catatan Kebijakan Februari 2017 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa Latar Belakang Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) mengamanatkan kabupaten/kota mengalokasikan paling sedikit 10 persen (sepuluh perseratus) dana perimbangan yang diterima setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK), harus dialokasikan ke pemerintah desa, yang disebut alokasi dana desa (ADD). Alokasi dana desa berbeda dengan dana desa (DD) yang merupakan dana transfer untuk desa dari APBN melalui kabupaten/kota. Seterusnya UU Desa juga memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan penundaan dan/atau pemotongan terhadap dana perimbangan kabupaten/ kota, jika tidak memenuhi jumlah ADD yang seharusnya. Pengaturan mengenai ADD di UU Desa ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 (PP 47), yang menekankan kewajiban kabupaten/kota untuk mengalokasikan 10 persen dana perimbangan dikurangi dana alokasi khusus yang diterima (Pasal 96). Peraturan pemerintah tersebut juga menjelaskan lebih terperinci tujuan dan teknis pengalokasian ADD dan memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur mekanisme penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa. Namun untuk mengatur penundaan dan/atau pemotongan tersebut, Menteri Keuangan perlu melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes). KOMPAK adalah Kemitraan Pemerintah Australia-Indonesia Dikelola oleh Abt Associates.

Untuk menindaklanjuti kewenangan yang diberikan PP 47, khususnya terkait dengan tata cara penundaan dan/atau pemotongan dana perimbangan terhadap daerah yang tidak memenuhi ADD tersebut, Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 257/PMK.07/2015 (PMK 257). Peraturan Menteri Keuangan tersebut mengatur dengan terperinci mengenai mekanisme penundaan dan/atau pemotongan dan serta mekanisme penerusan kekurangan ADD tersebut ke pemerintah desa. Dalam PMK 257 khususnya pada pasal 14 ayat 2 yang menjelaskan bahwa pemotongan dana alokasi umum (DAU) dan/ atau dana bagi hasil (DBH) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah dan dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Tantangan dan Permasalahan Penerapan PMK 257 Dana ADD sesuai namanya dan juga seperti dana desa (DD) adalah dana yang diperuntukkan untuk pemerintah desa yang otonom, bukan untuk pemerintah kelurahan yang merupakan cabang dari kecamatan (satuan kerja perangkat daerah[skpd] pemerintah kabupaten/kota). Desa sebagai unit yang otonom memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sendiri di luar APBD kabupaten/kota, sedangkan anggaran kelurahan merupakan bagian dari anggaran SKPD kecamatan dan bagian dari APBD kabupaten/kota. Intinya, ADD tidak bisa dialokasikan sama sekali untuk kelurahan, karena ADD adalah untuk desa sebagai pemerintah yang otonom, meskipun pada dasarnya ada kesamaan tanggung jawab (seperti jumlah penduduk yang dilayani dan luas area) antara kelurahan dan desa. Permasalahan pertama terkait penerapan PMK 257 adalah bagi kabupaten/kota yang memiliki jumlah desa sedikit. Regulasi (UU Desa dan PP 47) yang mengharuskan kabupaten/kota untuk mengalokasikan ADD minimum 10 persen dana perimbangan selain DAK (10 % DAU+DBH), sama sekali tidak menjelaskan bagaimana perlakuan jika jumlah desa di kabupaten/kota tersebut, misal, hanya 10 persen dari jumlah keseluruhan desa dan kelurahan. Apakah kabupaten/kota tersebut juga harus mengalokasikan ADD sebesar 10 persen dari DAU+DBH? Perlu dicatat bahwa, Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 juga mengharuskan daerah kota yang tidak memiliki desa untuk mengalokasikan sebesar minimum lima persen APBD (selain DAK) untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan (ayat 4, pasal 230). Untuk menghitung kewajiban ini juga terdapat permasalahan bagaimana memperlakukan kabupaten/kota yang punya keduanya, punya kelurahan dan desa. Permasalahan kedua adalah untuk memastikan bahwa kabupaten/kota memiliki kapasitas fiskal yang memadai untuk mengalokasikan jumlah minimum ADD tersebut. Mengingat kabupaten/kota juga memiliki belanja wajib (seperti belanja pegawai), belanja untuk urusan wajib khususnya penyediaan layanan dasar pada standar minimum nasional (sebagaimana amanat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah), belanja wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang (seperti bantuan keuangan untuk partai politik). Tidak semua kabupaten/kota memiliki ruang fiskal yang memadai untuk memenuhi semua belanja wajib yang diamanatkan oleh undangundang termasuk mengalokasikan dana perimbangan (selain DAK) untuk ADD. 2 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa

Jumlah Minimum ADD per Kabupaten/Kota Memerhatikan fakta bahwa terdapat kota yang punya desa dalam jumlah yang sedikit, serta terdapat kabupaten yang punya kelurahan, maka tentu kurang tepat jika jumlah minimum ADD harus dipukul rata 10 persen dari DAU+DBH untuk semua kabupaten/kota. Sebuah contoh yang ekstrem adalah Kota Tangerang Selatan. Jika harus mengalokasikan jumlah minimum ADD sebesar 10 persen dari DAU+DBH, maka jumlahnya untuk tahun 2015 adalah sekitar Rp72 miliar. Dengan jumlah desa yang hanya 5 dari 54 desa+kelurahan, berarti per desa akan mendapat ADD rata-rata Rp14,4 miliar. Jumlah sebesar ini berpotensi menimbulkan inefisiensi di desa dan akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan antarkelurahan dan desa. Desa akan menyedot sebagian besar dana yang juga dibutuhkan untuk sarana dan prasarana kelurahan dan untuk pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, yang paling tepat adalah melakukan penyesuaian perhitungan jumlah minimum ADD per kabupaten/kota dengan proporsi jumlah desa terhadap total Desa+Kelurahan. Jadi dalam kasus Kota Tangerang Selatan, karena jumlah desa hanya 9 persen dari total desa+kelurahan, maka jumlah minimum ADD adalah 10% x 9% (DAU+DBH) atau 0,9% (DAU+DBH). Dengan itu berarti, pada tahun 2015, kewajiban minimum ADD bagi Kota Tangerang Selatan adalah 9% x Rp 72 miliar = Rp 6,48 miliar atau rata-rata Rp 1,3 miliar per desa. Kotak 1. Jumlah Desa per Kabupaten/Kota Sebagian besar kota tidak memiliki desa, namun ada kota yang punya Desa. Kota yang tidak memiliki desa, bebas dari kewajiban untuk mengalokasikan ADD. Namun kota yang punya desa, meskipun sedikit, tetap wajib mengalokasikan ADD. Sebagian besar kabupaten punya kelurahan, namun jumlah kelurahannya sangat sedikit, maksimum 10 persen dari total jumlah desa dan kelurahan. Sebagai contoh: Kabupaten Tangerang, Banten, memiliki 246 desa, 28 kelurahan (jumlah desa 90 persen) Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, memiliki 30 desa, 10 kelurahan (jumlah desa 75 persen) Kota Prabumulih, Sumatra Selatan, memiliki 22 kelurahan, 15 desa (jumlah desa 40 persen), Kota Tangerang Selatan, Banten, memiliki 49 kelurahan dan 5 desa (jumlah desa 9 persen) Perhitungan yang sama juga diberlakukan untuk kabupaten yang punya kelurahan. Sebagai contoh, untuk Kabupaten Tangerang yang punya 246 desa dan 28 kelurahan (Jumlah Desa 90%), maka jumlah minimum ADD yang harus dialokasikan adalah 10% x 90% (DAU+DBH) atau 9% DAU+DBH. Menghitung Kapasitas/Kemampuan Fiskal Daerah untuk Memenuhi Jumlah Minimum ADD Kapasitas fiskal dalam konteks ini dapat diartikan ruang fiskal (fiscal space) yang memadai untuk memenuhi jumlah minimum ADD tersebut. Ruang fiskal dapat juga diartikan sejumlah pendapatan daerah yang pengalokasiannya menjadi diskresi pemda. Karena terdapat berbagai jenis pendapatan daerah yang penggunaannya telah ditentukan oleh regulasi yang ada (atau oleh pemerintah pusat melalui regulasi). Dalam proses penganggaran di daerah, dana yang bebas dialokasikan oleh pemda tersebut tentunya pertama akan dialokasikan ke semua belanja wajib (yang diwajibkan oleh undang-undang) termasuk ADD. Namun dalam kondisi jumlah yang terbatas, tidak semua belanja wajib akan terpenuhi. Sehingga akan ada belanja wajib mendapat prioritas pertama dan akan ada mendapat prioritas kedua dan seterusnya. Belanja wajib utama biasanya dikaitkan dengan urusan wajib pemerintah daerah yang ada di UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Belanja wajib yang muncul akibat undang-undang lain (seperti alokasi wajib minimum 20 persen untuk bidang pendidikan dan lima persen untuk bidang kesehatan), tentu menjadi tingkatan berikutnya untuk didanai. Sehingga, dari sudut Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa 3

pandang pemerintah kabupaten/kota, pemenuhan kewajiban ADD akan menjadi kewajiban berikutnya setelah kebutuhan dana untuk urusan wajib terpenuhi. Untuk menghitung kapasitas fiskal dalam rangka memenuhi belanja wajib (ruang fiskal), dimulai dengan identifikasi dana yang leluasa (bebas) dialokasikan oleh pemda, yang biasanya disebut dengan penerimaan umum. 2. Belanja bunga utang dan pengeluaran pembayaran angsuran pokok utang, sebagai implikasi dari pengelolaan keuangan daerah yang membutuhkan utang untuk membiayai penyediaan layanan dasar. 3. Belanja bagi hasil ke desa, didasarkan kepada UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (minimum 10 persen dari pendapatan pajak dan retribusi daerah) Penerimaan umum terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil dari Pusat Dana Bagi Hasil dari Provinsi Dana Insentif Daerah Sementara itu pendapatan daerah lainnya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), hibah, dana transfer khusus lainnya, tidak bebas digunakan oleh daerah. Dana yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat tersebut, pada dasarnya juga akan jadi bagian dari belanja wajib, terutama untuk urusan wajib layanan dasar yang menjadi tugas daerah. Belanja/Pengeluaran wajib, antara lain: 1. Belanja pegawai daerah (Belanja Gaji Pokok dan Tunjangan PNS di luar dana sertifikasi guru PNS), didasarkan kepada UU Pemerintahan Daerah. Belanja pegawai dihitung untuk PNS dan di luar dana sertifikasi guru PNS yang sudah disediakan melalui DAK nonfisik. 4. Alokasi Dana Desa (ADD), didasarkan pada UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (minimum 10 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil) 5. Belanja bantuan keuangan untuk partai politik, didasarkan pada UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2009 dan Perubahannya. 6. Belanja wajib sebesar minimum 20 persen untuk bidang pendidikan dan sebesar lima persen untuk bidang kesehatan berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang- Undang Kesehatan. 7. Belanja urusan wajib untuk penyediaan layanan dasar dengan standar minimum nasional, diamanatkan oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dari uraian di atas, untuk belanja wajib poin 1 sampai dengan 5 secara teknis dapat dihitung dari APBD dan realisasi APBD. Namun untuk belanja wajib poin 6 tidak bisa ditambahkan begitu 4 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa

saja, karena sebagian sudah terhitung pada belanja pegawai (belanja untuk PNS guru dan PNS tenaga medis di daerah). Sementara itu untuk belanja operasional dan pemeliharaan bidang pendidikan dan kesehatan, pada dasarnya dapat menjadi bagian dari poin 7. Untuk urusan wajib layanan dasar pada poin 7, terutama untuk belanja operasional dan pemeliharaan, dapat diestimasi dari APBD dan diperkirakan sebesar 50 persen dari belanja langsung. Angka (50%) tersebut merupakan angka estimasi tertinggi dengan melihat struktur belanja langsung pemerintah kabupaten/ kota pada 2015. Jumlah kebutuhan belanja operasional dan pemeliharaan untuk urusan wajib layanan dasar bisa terlihat dari belanja pegawai ditambah dengan belanja barang dan jasa yang mencapai 57,7 persen (51,5% + 6,2%) dari total belanja langsung. Padahal tidak semua belanja tersebut ditujukan untuk layanan dasar, karena ada urusan wajib lainnya yang bukan layanan dasar. Sedangkan belanja modal memperlihatkan kebutuhan belanja untuk memperluas cakupan layanan, bukan untuk operasional dan pemeliharaan. Kebutuhan belanja modal daerah, sebagian juga dipenuhi dari DAK fisik yang tidak dihitung sebagai penerimaan umum daerah. Tabel 1. Struktur Belanja Langsung Kabupaten/Kota Tahun 2015 Belanja Langsung Belanja Pegawai 6,2% Belanja Barang dan jasa 51,5% Belanja Modal 42,3% Kotak 2. Focus Group Discussion (FGD) dengan Pemda di Beberapa Wilayah Dari beberapa kali FGD dengan pemerintah kabupaten/ kota didapatkan respon yang cukup positif terkait dengan rencana penerapan PMK 257. Beberapa pemda bahkan menganjurkan pemerintah untuk memotong langsung sejumlah ADD dari Dana Perimbangan untuk dialokasikan ke Desa. Namun ada juga pemda yang berharap pemerintah untuk menerapkan sanksi penundaan/ pemotongan hanya bagi daerah yang punya kemampuan fiskal mencukupi. Dari FGD juga didapatkan masukan terkait perhitungan kapasitas fiskal daerah, mulai dari pendapatan umum hingga hingga perhitungan belanja/pengeluaran wajib dan belanja lain yang harus untuk penyediaan layanan dasar. Simulasi Beberapa Daerah Yang Belum memenuhi ADD 2016 Dari data yang disediakan oleh DJPK Kementerian Keuangan, ada banyak daerah yang belum memenuhi kewajiban jumlah minimum ADD pada APBD tahun 2016. Untuk itu analisi dilakukan melalui simulasi dari sudut pandang kapasitas fiskal (jumlah dana yang tersedia untuk dialokasikan). Simulasi ini ditujukan untuk menganalisis apakah alasan tidak memenuhi tersebut disebabkan oleh jumlah dana yang tidak memadai atau memang belum mau memenuhi kewajiban tersebut. Hasil simulasi dapat dilihat pada tabel 2. Sumber: Diolah dari data Ringkasan APBD Kabupaten/Kota se Indonesia, DJPK Kemenkeu Kewajiban mengalokasikan ADD sama kuatnya dengan kewajiban untuk mengalokasikan dana bagi penyediaan layanan dasar (termasuk minimum alokasi untuk belanja pendidikan dan kesehatan) dan bagi bantuan keuangan parpol karena diatur dengan undang-undang. Ketika jumlah dana terbatas, tentu harus ada yang dikorbankan untuk dialokasikan lebih rendah dari kewajiban. Dari diskusi dengan aparat pemda muncul argumentasi bahwa jumlah ADD (minimum 10 persen DAU+DBH) semestinya tidak menjadi keharusan, jika pemda belum dapat memenuhi belanja wajib yang lebih utama. Argumen tambahannya adalah karena desa sudah mendapat dana desa (transfer dari pemerintah pusat ke desa melalui kabupaten/kota) yang cukup besar dan terus akan meningkat, sehingga pengalokasian minimum ADD dapat dilakukan setelah semua belanja wajib utama terpenuhi. Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa 5

Tabel 2. Simulasi Kapasitas Fiskal Daerah Terpilih Untuk Memenuhi Kewajiban ADD Uraian Penerimaan Umum Belanja wajib (pegawai, bunga utang, bagi hasil ke desa) Belanja Wajib Poin 7 (estimasi 50% belanja langsung) Total Belanja Wajib Jumlah Dana Tersedia untuk ADD (JDADD) Minimum ADD (10% DAU + DBH) JDADD Minimum ADD (1) (2) (3) (4)=(2)+(3) (5)=(1)-(4) (6) (7) Kab. Tapanuli Tengah 728.148 544.892 250.674 795.566 67.417 66.414 133.832 Kab. Kuantan Singingi 914.287 696.138 334.168 1.030.306 116.020 83.108 199.127 Kab. Bungo 987.702 585.664 276.213 861.878 125.824 86.896 38.927 Kab. Sumedang 1.559.213 1.339.531 491.144 1.830.674 271.462 123.176 394.638 Kab. Batang 986.839 711.492 326.750 1.038.243 51.404 82.773 134.177 Kab. Wonosobo 1.043.111 855.461 349.038 1.204.499 161.388 87.846 249.234 Kab. Sampang 1.033.824 700.386 429.101 1.129.487 95.663 91.286 186.948 Kab. Kubu Raya 969.807 666.472 359.857 1.026.328 56.522 83.748 140.270 Kab. Kutai Timur 2.852.962 712.103 1.461.470 2.173.573 679.390 277.296 402.093 Kab. Pinrang 814.797 670.031 295.916 965.947 151.150 72.100 223.251 Kab. Jembrana 671.517 507.070 243.270 750.340 78.822 58.327 137.150 Kab. Dompu 718.046 553.785 209.749 763.534 45.488 63.803 109.291 Kab. Buru 547.779 307.041 242.995 550.036 2.258 52.229 54.486 Kota Ambon 836.386 726.936 205.636 932.573 96.187 71.859 168.046 Kab. Tolikara 839.055 239.977 475.144 715.121 123.934 82.867 41.067 Sumber: Diolah dari data APBD dan data pemenuhan ADD yang disediakan oleh DJPK Kemenkeu 2016 Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada umumnya daerah yang tidak memenuhi ADD adalah daerah yang tidak memiliki jumlah dana yang memadai. Tiga belas dari 15 daerah dalam simulasi bahkan tidak memiliki jumlah dana yang memadai untuk dialokasikan ke semua belanja wajib utama selain ADD (selisih penerimaan umum dengan belanja wajib utama bernilai negatif). Namun demikian terdapat tiga daerah yang mestinya dapat memenuhi kewajiban ADD, yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Tolikara. Simulasi ini memperlihatkan bahwa pentingnya menerapkan PMK 257 secara bijaksana, terutama untuk daerah yang tidak memiliki kapasitas fiskal yang memadai dalam memenuhi belanja wajib (termasuk ADD). 6 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa

Kesimpulan dan Rekomendasi Penerapan Peraturan Menteri Keuangan No. 257/PMK.07/2015 (PMK 257) tentang mekanisme penundaan dan/atau pemotongan dan serta mekanisme penerusan kekurangan ADD tersebut ke pemerintah desa memerlukan dukungan instrumen (1) perhitungan jumlah kewajiban minimum ADD (MADD) dan (2) perhitungan kapasitas fiskal daerah (jumlah dana yang tersedia) untuk memenuhi kewajiban minimum tersebut. Berdasarkan analisis maka direkomendasikan perhitungan MADD proporsional dengan persentase jumlah desa dan perhitungan kapasitas/kemampuan fiskal daerah untuk memenuhi jumlah MADD tersebut dihitung dengan formula pada Kotak 3. Adapun sistematika untuk menentukan daerah yang dapat diberikan sanksi penundaan dan atau pemotongan adalah sebagai berikut: 1. Mengeluarkan kota yang tidak punya desa dari daftar yang wajib mengalokasikan ADD. 2. Menentukan jumlah kewajiban minimum ADD (MADD) kabupaten/kota dihitung proporsional dengan persentase jumlah desa dari total desa+kelurahan. Contoh: Jika jumlah desa adalah 90 persen dari total desa+kelurahan, maka kewajiban ADD adalah 90% dari 10% = 9% Kotak 3. Formula Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota Untuk Memenuhi ADD Minimum JDADD : Jumlah dana yang tersedia dialokasikan untuk ADD JDADD = Pendapatan Umum (Pengeluaran Wajib + Belanja Wajib untuk O&M [Operasional dan Pemeliharaan]) Pendapatan umum terdiri dari: Pendapatan asli daerah (dikurangi dengan pendapatan BLUD) Dana alokasi umum Dana bagi hasil dari pusat (selain DBH cukai rokok dan tembakau) Dana bagi hasil pajak provinsi Dana insentif daerah Pengeluaran wajib terdiri dari: - Belanja pegawai (dalam belanja langsung, dikurangi dana sertifikasi guru) Belanja bunga utang Belanja bagi hasil ke desa Belanja bantuan keuangan untuk partai politik Pengeluaran pembayaran angsuran pokok utang + Belanja wajib untuk O&M urusan wajib layanan dasar Diestimasi dengan 50 persen belanja langsung Dalam perhitungan JDDADD, sebaiknya digunakan data realisasi APBD tahun sebelumnya (atau sekurang-kurangnya data perubahan APBD tahun sebelumnya). 3. Menentukan kabupaten/kota yang tidak memenuhi Kewajiban MADD sebesar yang dihitung di No 2. 4. Menghitung kapasitas fiskal kabupaten/kota yang tidak memenuhi MADD dimaksud dengan formula yang direkomendasikan (JDADD lihat Kotak 3). 5. Untuk daerah yang JDADD MADD < 0, maka daerah tersebut dibebaskan dari keharusan untuk memenuhi kewajiban minimum ADD. 6. Untuk daerah yang JDADD > MADD, dapat diberlakukan mekanisme penundaan ataupun pemotongan. Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa 7

Catatan Laporan Kebijakan Desember Februari 2016 2017 Gambar 1. Alur Mekanisme Penentuan Daerah yang Terkena Sanksi Penundaan/Pemotongan Kabupaten/ Kota Punya Desa Kota dengan ADD boleh nol Kabupaten/Kota wajib ada ADD ADD nol ADD Minimum= % Desa x (DAU+DBH) Alokasi ADD > ADD minimum Kab/Kota yang tidak memenuhi ADD minimum Kab/Kota yang sudah memenuhi ADD minimum JDADD = Jumlah Kapasitas Fiskal untuk ADD minimum JDADD > ADD minimum Kab/Kota yg tdk ditunda/dipotong Kab/Kota sanksi ditunda/dipotong Analisis kebijakan ini disusun oleh Dr. Hefrizal Handra KOMPAK Jalan Diponegoro No. 72, Jakarta 10320 Indonesia T: +62 21 8067 5000 F: +62 21 3190 3090 E: info@kompak.or.id www.kompak.or.id KOMPAK adalah Kemitraan Pemerintah Australia-Indonesia Dikelola oleh Abt Associates 58 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa