KARAKTERISTIK DAN MEKANISME ALIRAN ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU, DESA TLOGOLELE, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

KARAKTERISTIK MINERAL SEPANJANG SUNGAI OPAK, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. oleh : Ricky Christian Sitinjak 03/164666/TK/28139

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB II. Tinjauan Pustaka

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

BAB I PENDAHULUAN. dibanding erupsi tahun 2006 dan Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEKANISME PENGENDAPAN LAHAR SUNGAI BOYONG DI GUNUNG MERAPI BERDASARKAN ANALISA GRANULOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

REKAMAN DATA LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

ANALISIS GRANULOMETRI, MORFOLOGI BUTIR, DAN BATUAN ASAL PADA ENDAPAN PASIR-KERAKAL DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI PROGO, D.I.

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

Raden Ario Wicaksono/

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

Ciri Litologi

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

Transkripsi:

KARAKTERISTIK DAN MEKANISME ALIRAN ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU, DESA TLOGOLELE, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH Muhammad Fatih Qodri *, Agung Harijoko Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Tenik Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika No 2 Kampus UGM Yogyakarta *corresponding author: fatih.qodri@mail.ugm.ac.id ABSTRAK Salah satu bahaya yang terjadi di sekitar Gunung Merapi adalah aliran lahar. Material yang berasal dari erupsi Gunung Merapi menghasilkan aliran lahar di sepanjang sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah terdapat singkapan endapan lahar tebing Sungai Apu yang sangat representatif untuk dikaji karakteristik dan mekanisme aliran lahar. Karakteristik dan mekanisme aliran lahar diharapkan mempu mengetahui kondisi aliran lahar di masa lampau dan dapat digunakan untuk kepentingan mitigasi bencana di masa depan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk karakteristik endapan lahar melalui studi stratigrafi dan sedimentologi (granulometri) dan mekanisme aliran lahar melalui studi stratigrafi, sedimentologi (karakter butir), dan petrografi. Berdasarkan pengutaraan data dan pembahasan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut (1) Karakteristik endapan lahar pada Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah adalah endapan lahar masif tersortasi buruk, endapan lahar gradasi normal tersortasi buruk, endapan lahar gradasi normal laminasi bagian atas tersortasi buruk - sedang dan endapan lahar gradasi normal laminasi bagian atas tersortasi sedang. (2) Mekanisme aliran lahar pada Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah melalui mekanisme aliran debris yang kental dengan sifat laminar, tranformasi aliran debris menuju hiperkonsentrat dengan sifar turbulen dan laminar, dan aliran hiperkonsentrat yang lebih encer dengan sifat turbulen. Endapan lahar terendapkan dengan kecepatan rendah hingga tinggi dan terendapkan masih pada daerah hulu. Endapan lahar sebagian besar hasil rombakan dari material erupsi Gunung Merapi hasil runtuhan kubah lava dan adanya indikasi erupsi ekplosif. I. PENDAHULUAN Gunung Merapi yang teretak di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunungapi paling aktif di dunia. Gunung Merapi ini memiliki interval waktu erupsi antara 2 5 tahun (Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2011). Dengan kondisi tersebut, Gunung Merapi sangat berbahaya karena ancaman aliran awan panas dan lahar dapat mengancam penduduk dan infrastruktur di kawasan Gunung Merapi dalam jangka waktu yang pendek. Pembentukan lahar dipicu oleh erupsi, hujan, gempa bumi, gerakan massa, dan aliran 487 piroklastik (Lavigne dan Thouret, 2002). Material erupsi yang berasal dari Gunung Merapi menghasilkan aliran lahar di sepanjang sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Untuk memahami karakteristik dan perilaku aliran lahar yang pernah terjadi dapat dipelajari memalau endapan lahar yang ada. Penalitian terkait dengan karaktersitik dan mekanisme aliran lahar diharapkan dapat diketahui aliran lahar di masa lampu dan digunakan untuk kepentingan mitigasi bencana aliran lahar yang terjadi di masa depan. Lokasi yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah endapan lahar pada tebing Sungai Apu. Sungai Apu merupakan hulu dari Sungai Pabelan. Pada erupsi Gunung Merapi tahun

2010 aliran lahar pada Sungai Pabelan telah merusak infrastruktur yang ada(gambar 1a). Pada Sungai Apu terdapat infrastruktur penting di sekitar sungai ini yaitu jalan utama Solo Selo Borobudur dan aktivitas penambangan pasir oleh masyarakat. Di Desa Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah terdapat singkapan endapan lahar dengan tebal 15m yang dihasilkan dari beberapa unit aliran lahar dan sangat representatif untuk dikaji (Gambar 1b). Dari rekaman produk lahar ini sangat menarik untuk dilakukan studi penelitian sehingga dapat ditentukan karakteristik dan mekanisme aliran lahar. II. KONDISI LAHAR GUNUNG MERAPI DAN SUNGAI APU Gunung Merapi memiliki intensitas curah hujan yang tinggi hingga mencapai 700 mm pada bulan April (lavigne dkk, 2000). Hujan dapat menyebabkan banjir di Gunung Merapi dan membawa material sedimen dalam jumlah besar dan dapat berubah menjadi aliran debris. Faktor utama yang membentuk lahar merapi menurut Lavigne dkk (2000) adalah : 1. Endapan material vulkanik yang memiliki volume jutaan kubik dan menjadi produk aliran lahar. 2. Intensitas hujan yang tinggi. 3. Pola penyaluran yang rapat. Secara umum aliran lahar Gunung Merapi merupakan aliran debris dan aliran hiperkonsentrat. Hal tersebut dicirikan dengan adanya aliran laminar dan turbulen yang dapat membawa material yang berukuran hingga bongkah. Sungai Apu merupakan sungai yang terletak pada Satuan Morfologi Kaki Gunung Merapi yang memiliki elevasi 400 600 mdpl, pada lereng merapi bagian barat (barat laut) dan sungai ini mengalir dari timur ke barat. Sungai Apu ini secara geografis terletak di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Hilir dari Sungai Apu ini berada pada Kabupaten Magelang yang dikenal sebagai Sungai Pabelan (Murwanto dkk, 2013). III. ANALISIS LABOLATORIUM Penelitian ini dilakukan hanya pada salah satu rekaman endapan lahar di Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian pada salah satu rekaman endapan lahar pada bagian bawah (empat lapisan) dianggap cukup representatif karena terdapat variasi endapan antar endapan satu dengan yang lainnya dan layak untuk dikaji secara detail mengenai karakteristik dan mekanisme aliran lahar. Selain itu lokasi yang sulit dijangkau oleh peneliti juga menjadi alasan pemilihan salah satu rekaman endapan lahar. Pada penelitian ini curah hujan, kelerengan asli, morfologi sungai, dan jarak diasumsikan sama. Analisis Stratigrafi Pengukuran stratigrafi merupakan permulaan dari penelitian ini. Pengukuran stratigrafi dilakukan dengan cara merekam semua kenampakan singkapan lahar Pengukuran stratigrafi juga dilakukan dengan maksud untuk melakukan perhitungan langsung dan membuat persentase fragmen lahar yang tidak dapat dilakukan dengan ayakan. Perhitungan fragmen kemudian digabung dengan data matriks. Perhitungan sampel dilakukan dengan membuat zonasi berkukuran 2 x 2m pada singkapan endapan lahar kemudian dilakukan dihitung persentase. Analisis Sedimetologi a. Analisis Granulometri Analisis granulometri pada penelitian ini difokuskan pada analisis butir dengan ukuran pasir hingga lempung. Sampel matriks lahar diambil pada bagian bawah, tengah dan atas. Analisis ini didahului dengan proses pengayakan untuk mengetahui sortasi (perhitungan grafis) dan distribusi ukuran butir. 488

b. Analisis Morfologi Butir Analisis morfologi butir dilakukan pada fragmen dan matriks. Analisis morfologi butir berupa bentuk butir, tingkat kebundaran, dan tingkat kebolaan. Untuk matriks, analisis dilakukan pada butir pasir yang berukuran 60 mesh. Pasir yang diamati adalah sampel matriks pada bagian atas, tengah dan bawah endapan lahar. Untuk fragmen, Pengambilan sampel kerakal adalah dengan cara mebuat zonasi lahar ukuran 2 x 2 m terlebih dahulu. Kemudian sampel kerakal pada zonasi yang telah dibuat. Sampel kerakal yang diambil sejumlah 25 sampel yang kemudian diamati bentuk butir, tingkat kebundaran, dan tingkat kebolaan. c. Analisis Petrografi Sampel untuk analisis petrografi berupa fragmen dan matriks tiap lapisan lahar Sungai Apu. Pada mulanya batuan dipreparasi atau disayat terlebih dahulu. Setalah dilakukan preparasi, sayatan tipis dari sampel batuan lahar tersebut diamati menggunakan mikroskop polarisasi. IV. HASIL PENELITIAN Data yang diambil pada penelitian terdapat empat endapan lahar yang memiliki kenampakan secara berbeda dan berurutan. Pengembilan pada satu titik dan hanya pada empat endapan lahar karena faktor keterjangkauan. a. Stratigrafi Endapan lahar 1 Endapan lahar 1 memiliki struktur yang masif (Gambar 2a.), warna kecoklatan, ukuran matriks pasir halus kasar. Ukuran fragmen 5 cm 23 cm, memiliki sortasi yang buruk, tidak ditemukan adanya imbrikasi (imbrikasi minor) dan stratifikasi. Kehadiran fragmen kerakal brangkal yaitu 30% dan kehadiran matriks yaitu 70 %. Komposisi berupa material berukuran pasir halus kasar, batuapung (10%) dan basalt andesit (20%). Endapan lahar 2 memiliki struktur yang gradasi normal (Gambar 2b.), warna kecoklatan, ukuran matriks pasir halus kasar. Ukuran fragmen 3 cm 56 cm, memiliki sortasi yang buruk, tidak ditemukan adanya imbrikasi dan stratifikasi. Kehadiran fragmen kerakal brangkal yaitu 30% dan kehadiran matriks yaitu 70 %. Komposisi berupa material berukuran pasir halus kasar, dan basalt andesit. Endapan lahar 3 memiliki struktur yang gradasi normal (Gambar 2c.), warna kecoklatan, ukuran matriks pasir halus kasar. Ukuran fragmen 3 cm 24 cm, memiliki sortasi yang buruk, matrix supported clast supported, ditemukan adanya imbrikasi buruk, Kehadiran fragmen kerakal brangkal yaitu 20% dan kehadiran matriks yaitu 80 %. Endapan lahar 1 ini memiliki komposisi berupa material berukuran pasir halus kasar, basalt andesit (15%) dan batuapung (5%). Endapan lahar 4 memiliki struktur yang gradasi normal (Gambar 2d.), warna kecoklatan, matriks berukuran pasir halus kasar. Ukuran fragmen 5 cm 21 cm, memiliki sortasi yang buruk, matrix supported clast supported, ditemukan adanya imbrikasi yang cukup baik. Kehadiran fragmen kerakal brangkal yaitu 20% dan kehadiran matriks yaitu 80 %. Komposisi berupa material berukuran pasir halus kasar, basalt andesit (15%) dan batuapung (5%). b. Granulometri Endapan lahar 1 memiliki kandungan material berukuran lempung tinggi (6 10%) yang mengindikasikan jenis aliran debris. Endapan 489

lahar 1 tidak mengalami proses transformasi aliran lahar yang ditunjukkan oleh tidak adanya suatu perbedaan signifikan distribusi ukuran butir pada bagian bawah, tengah dan atas endapan lahar 1 yang dapat dilihat pada Gambar 3a. Nilai sortasi pada endapan lahar 1 yang cenderung moderately poorly sorted. Endapan lahar 2 memiliki kandungan material berukuran lempung tinggi (5 10%) yang mengindikasikan jenis aliran debris. Endapan lahar 2 tidak mengalami proses transformasi aliran lahar yang ditunjukkan oleh tidak adanya suatu perbedaan signifikan distribusi ukuran butir pada bagian bawah, tengah dan atas endapan lahar 2 yang dapat dilihat pada Gambar 3b. Nilai sortasi pada endapan lahar 1 poorly sorted. Endapan lahar 3 memiliki kandungan material berukuran lempung tinggi-rendah (3 8%) yang mengindikasikan jenis aliran debris. Namun material yang terangkut aliran tidak dominan dan sebesar aliran debris. Proses transformasi lahar dapat terjadi apabila kurva distribusi ukuran butir berada diantara kurva aliran debris dan hiperkonsentrat yang dapat dilihat pada Gambar 3c. Nilai sortasi pada endapan lahar 1 poorly sorted. Endapan lahar 4 memiliki kandungan material berukuran lempung yang kurang melimpah (2 5%) yang mengindikasikan jenis aliran hiperkonsentrat. Aliran ini cenderung lebih encer dibandingkan dengan aliran debris. Proses transformasi lahar sedikit dijumpai namun tidak terlalu signifikan didasarkan pada distribusi ukuran butir yang cukup berarti pada bagian bawah, tengah dan atas endapan lahar 3. Pada bagian tengah endapan material berukuran lempung sedikit lebih dominan. Distribusi ukuran butir pada endapan lahar 4 dapat dilihat pada Gambar 3d. Nilai sortasi pada endapan lahar 1 moderately sorted. c. Morfologi Butir Endapan lahar 1 dicirikan dengan bentuk butir bladed dominan pada matriks dan bentuk butir bervariasi pada fragmen yang menunjukkan mekanisme transportasi dominan berupa suspended load. Material berukuran lempung yang melimpah membuat kondisi aliran menjadi pekat dan memungkinkan interaksi antar butiran (tingkat abrasi) kurang intensif karena kandungan lempung yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh Tingkat kebundaran butiran endapan lahar 1 yang dominansi bersifat very angular subangular. Tingkat kebolaan pada endapan lahar 2 adalah very elongate elongate dan equent pada fragmen yang menunjukkan tingkat kecepatan pengendapan pada aliran lahar 2 adalah rendah. Endapan lahar 2 dicirikan dengan bentuk butir bladed dominan pada matriks dan bentuk butir bervariasi pada fragmen yang menunjukkan mekanisme transportasi dominan berupa suspended load. Tingkat kebundaran butiran endapan lahar 2 adalah bervariasi very angular hingga subangular dominan subangular yang menunjukkan interaksi antar butiran (tingkat abrasi) pada endapan lahar 2 kurang intensif karena kandungan lempung yang tinggi. Tingkat kebolaan pada endapan lahar 2 adalah very elongate elongate dan equent pada fragmen yang menunjukkan tingkat kecepatan pengendapan pada aliran lahar 2 adalah rendah. Endapan lahar 3 dicirikan dengan bentuk butir equant pada matriks dan fragmen yang menunjukkan mekanisme transportasi dominan berupa bed load. Tingkat kebundaran butiran endapan lahar 3 adalah bervariasi mulai subangular subrounded yang menunjukkan bahwa interaksi antar butiran 490

(tingkat abrasi) pada endapan lahar 3 cukup intensif karena encer. Data tingkat kebolaan pada endapan lahar 3 adalah intermediate shape very equent dan very equent pada fragmen. Berdasarkan data tingkat kebolaan, dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kecepatan pengendapan pada endapan lahar 3 adalah tinggi. Endapan lahar 4 dicirikan dengan bentuk butir equant pada matriks dan fragmen yang menunjukkan mekanisme transportasi dominan berupa bed load. Tingkat kebundaran butiran endapan lahar 4 adalah bervariasi mulai angular subrounded yang menunjukkan bahwa dan interaksi antar butiran (tingkat abrasi) pada endapan lahar 4 intensif. Endapan lahar 4 tidak memiliki material material bongkah kerakal yang melimpah seperti endapan 1 dan 2. Endapan lahar 4 juga tidak memiliki material berukuran lempung yang melimpah sehingga aliran lahar 4 ini merupakan aliran encer. Data tingkat kebolaan pada endapan lahar 4 adalah intermediate shape very equent dan very equent pada fragmen yang menunjukkan tingkat kecepatan pengendapan pada aliran lahar 2 adalah rendah. d. Petrografi Endapan lahar 1 merupakan lahar yang bersifat polimik karena memiliki komposisi yang lebih dari satu material rombakan. Komposisi endapan lahar 1 dapat dilihat pada Tabel 5. Endapan lahar 1 terdapat batuapung yang mengindikasikan adanya aktivitas erupsi eksplosif yang terjadi di masa lampau. Endapan lahar 2 merupakan lahar yang bersifat monomik karena memiliki komposisi hanya satu material rombakan yaitu andesit basaltik. Komposisi endapan lahar 2 dapat dilihat pada Tabel 6. Pada endapan lahar 2 tidak dijumpai adanya batuapung. 491 Endapan lahar 3 merupakan lahar yang bersifat polimik karena memiliki komposisi yang lebih dari satu material rombakan. Komposisi endapan lahar 3 dapat dilihat pada Tabel 7. Endapan lahar 3 terdapat batuapung yang mengindikasikan adanya aktivitas erupsi eksplosif yang terjadi di masa lampau. Endapan lahar 4 merupakan lahar yang bersifat polimik karena memiliki komposisi yang lebih dari satu material rombakan. Komposisi endapan lahar 4 dapat dilihat pada Tabel 8. Endapan lahar 4 terdapat batuapung yang mengindikasikan adanya aktivitas erupsi eksplosif yang terjadi di masa lampau. V. DISKUSI KARAKTERISTIK ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU Karakteristik endapan lahar utamanya ditunjukkan oleh tekstur dan struktur sedimen yang ditunjukkan pada data stratigrafi dan sedimentologi (granulometri). Struktur yang berkembang adalah masif atau tidak dijumpai adanya gradasi untuk aliran debris dan gradasi normal untuk aliran hiperkonsentrat. Hal tersebut disebabkan karena pengendapan endapan debris secara bersama-sama (en masse) dan pengendapan aliran hiperkonsentrat secara grain by grain. Struktur pada aliran hiperkonsentrat terdapat struktur laminasi pada bagian atas hal tersebut disebabkan karena energi yang semakin berkurang hingga akhirnya berada pada titik tenang sehingga terbentuk struktur laminasi. Granulometri menujukkan adanya perbedaan signifikan terkait dengan sortasi butir dimana terdapat sortasi buruk untuk endapan debris dan sortasi sedang untuk aliran hiperkonsentrat (Tabel 1). Perbedaan sortasi disebabkan karena perbedaan distribusi ukuran butir terutama kandungan lempung yang mempengaruhi mekanisme pengangkutan sedimen dimana terdapat gayagaya yang berperan meliputi gaya kohesif

VI. matriks, gaya dispersif butiran, dan gaya buoyancy. Sortasi akan semakin buruk apabila gaya kohesif matriks, gaya dispersif butiran tinggi, dan gaya bouyancy tinggi sedangkan sebaliknya sortasi akan menuju baik jika gaya kohesif matriks, gaya dispersif butiran gaya bouyancy semakin berkurang dan gaya turbulensi semakin bertambah. Gaya kohesif matriks dipengaruhi oleh banyaknya partikel yang berukuran lempung pada suatu aliran, gaya dispersif butiran dipengaruhi oleh banyaknya matriks pada suatu endapan sedangkan untuk gaya bouyancy meruapakan kekuatan gaya angkut untuk material-material fragmen yang berukuran gravel. Keberadaan gravel yang melimpah hingga berukuran boulder hanya dapat dijumpai pada aliran debris yang memiliki gaya bouyancy tinggi. DISKUSI MEKANISME ENDAPAN LAHAR SUNGAI APU Berdasarkan analisis stratigrafi dan granulometri, Indikasi jenis aliran lahar pada Sungai Apu adalah aliran debris (endapan lahar 1 dan 2), endapan transformasi aliran debris menuju aliran hiperkonsentrat (endapan lahar 3) dan aliran hiperkonsentrat (endapan lahar 4). Mekanisme aliran endapan lahar dapat ditunjukkan pada perbedaan bentuk butir, tingkat kebundaran, tingkat kebolaan dan distribusi batuapung. Bentuk butir pada Sungai Apu menunjukkan bentuk butir menuju prolate untuk aliran debris dan bentuk butir menuju equant untuk aliran hiperkonsentrat (Tabel 2). Bentuk butir mempengaruhi mekanisme tranportasi dominan. Tingkat kebundaran pasir pada endapan lahar Sungai Apu menunjukkan tingkat kebundaran menuju angular untuk aliran debris dan tingkat kebundaran menuju rounded untuk aliran hiperkonsetrat (Gambar 3). Tingkat kebundaran memperahui interaksi antar butiran. 492 Tingkat kebolaan pasir pada endapan lahar Sungai Apu menunjukkan tingkat kebolaan menuju very elongate untuk aliran debris dan tingkat kebolaan menuju very equent untuk aliran hiperkonsetrat (Gambar 4). Tingkat kebolaan mempengaruhi tingkat kecepatan pengendapan dan berbedaan kondisi sumber sumbakan. Distribusi bentuk butir, tingkat kebolaan dan tingkat kebundaran kerakal (fragmen) tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan atau lebih bervasiasi. Hal tersebut dikarenakan interaksi antar butiran pada fragmen sangat bergantung pada berat jenis fragmen yang sangat bervariasi. Perbedaan mekanisme aliran pada endapan lahar Sungai Apu dipengaruhi oleh banyak faktor dengan asumsi jarak dan gradien kelerengan yang sama. Yang paling utama adalah jenis aliran (tipe aliran laminar atau turbulen) yang dipengaruhi oleh perbedaan viskositas dan lintasan gerak partikel (tingkat abrasi partikel) yang didasarkan pada karakteristik endapan lahar dan tingkat kebundaran. Selain itu perbedaan mekanisme aliran endapan lahar disebabkan oleh mekanisme transportasi yang didasarkan pada bentuk butir, kondisi fisik material rombakan, yang didasarkan pada tingkat kebundaran butir, kecepatan pengendapan yang didasarkan pada tingkat kebolaan dan berbandingan suplai sedimen dan fluida. Tipe aliran laminar ini merupakan ciri mekanisme aliran debris (endapan 1 dan 2) dimana partikel saling bergerak lurus dan memiliki viskositas tinggi. Hal tersebut membuat interaksi antar butiran (tingkat abrasi) rendah. Mekanisme transportasi pada mekanisme aliran debris adalah suspended load dan tingkat kecepatan pengendapan rendah. Tipe aliran turbulen (endapan lahar 4) ini merupakan ciri mekanisme aliran hiperkonsentrat dimana partikel saling bergerak secara acak dan memiliki viskositas rendah. Hal tersebut membuat interaksi antar butiran (tingkat abrasi) tinggi. Mekanisme

transportasi pada mekanisme aliran hiperkonsentrat adalah bed load dan tingkat kecepatan tinggi. Aliran debris dan aliran hiperkonsentrat terkembang pada daerah hulu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Aliran debris dan aliran hiperkonsentrat pada akhirnya akan mengalami tranformasi menuju sungai normal yang disebakan oleh beberapa faktor. Aliranaliran lahar pada mulanya bekerja dengan aliran yang laminar yang pekat kemudian berubah menjadi aliran yang dipengaruhi oleh turbulensi dengan kondisi yang lebih encer oleh mekanisme traksi. Aliran debris semakin lama akan mengalami pengurangan kemampuan untuk mengangkut material yang besar dan bertransformasi menjadi aliran hiperkonsentrat hingga aliran sungai normal. Salah satu karakteristik yang dijumpai pada endapan lahar Sungai Apu adalah endapan tranformasi aliran debris menuju aliran hiperkonsentrat (endapan lahar 3). Bersasarkan Lavigne (2002), sebagian besar lahar di Gunung Merapi menunjukkan adanya fase ini. Penjelasan mekanisme aliran lahar terkait dengan tranformasi aliran lahar didasarkan pada kenampakan yang terlihat dengan jelas pada tekstur dan struktur termasuk perubahan ukuran ukuran butir yang terlihat pada karakteristik endapan lahar dan kecepatan aliran yang dapat dilihat melalui mekanisme aliran berdasarkan morfologi butir. Aliran debris yang dihasilkan oleh Gunung Merapi mengalami penambahan fluida (dilution). Campuran aliran debris dengan arus air yang bersifat turbulen menyebabkan terjadinya pengenceran sehingga menghasilkan aliran hiperkonsentrat. Selain penambahan fluida, penyebab lain tranformasi lahar adalah proses sedimentasi. Proses ini dapat terjadi apabila suatu aliran tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Semakin berkurang energi pengangkutan sedimen menyebakan material-material terendapkan dan pada akhirnya suatu aliran akan mengalami pengenceran. Berdasarkan komposisi Endapan lahar 1,3 dan 4 merupakan hasil dari rombakan runtuhan kubah lava Gunung merapi dengan dominansi fragmen andesit basaltik dan adanya indikasi rombakan material hasil erupsi Gunung Merapi yang bersifat eksplosif. Sedangkan endapan lahar 2 hanya merupakan hasil runtuhan kubah lava. VII. KESIMPULAN (1) Karakteristik endapan lahar pada Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah adalah : endapan lahar masif tersortasi buruk, endapan lahar gradasi normal tersortasi buruk, endapan lahar gradasi normal laminasi bagian atas tersortasi buruk - sedang dan endapan lahar gradasi normal laminasi bagian atas tersortasi sedang. (2) Mekanisme aliran lahar pada Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah melalui mekanisme aliran debris yang kental dengan sifat laminar, tranformasi aliran debris menuju hiperkonsentrat dengan sifar turbulen dan laminar, dan aliran hiperkonsentrat yang lebih encer dengan sifat turbulen. Endapan lahar terendapkan dengan kecepatan rendah hingga tinggi dan terendapkan pada daerah hulu. Endapan lahar sebagian besar hasil rombakan dari material erupsi Gunung Merapi hasil runtuhan kubah lava dan adanya indikasi erupsi ekplosif. VIII. ACKNOWLEDGEMENT Terimakasih pada Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada atas dukungannya dan pada beasiswa Teknik Geologi angkatan 2000 yang telah membantu penelitian ini secara finansial. 493

DAFTAR PUSTAKA Adityarani, M., 2012, Studi Karakter dan Mekanisme Gunung Api Merapi Tahun 2010 2011 pada Jalur Sungai Opak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi DI Yogyakarta, 2011, Erupsi Merapi 2010, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.. Bronto, S., 2000, Merapi Volcano Borobudur, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Bandung. Gertisser, R. & Keller, J., 1998, Merapi Decade Volcano: pyroclastic stratigraphy and chronology of New Merapi, Geo-Berlin '98, Terra Nostra, 98/3 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011, Gunung Merapi, Badan Geologi, Jakarta. Lavigne, F. dan Thouret, J. C., 2002, Sediment transportation and deposition by rain triggered lahar at Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, Elsevier, Clermont Lavigne, F., Thouret, J. C., Voght, B., Suwa, H., dan Sumaryono, A., 2000, Lahar at Merapi Volcano, Central Java : An Overview, Elsevier, Yogyakarta. Mc.Phie, J., Doyle, M., dan Allen, R., 1993, Volcanic Textures, A guide to the Interpretation of Textures in Volcanic Rocks, Tasmanian Government Printing Office, Hobart, Australia. Scoot, K. M., Vallace, K. M., dan Pringle, T. T., 1995, Sedimentology, Behavior, and Hazards of Debris Flow at Mount Rainier, Washington, US, United States Goverment Printing Office, Washington. Smith, G. A, dan Lowe, D. R., 1991, Lahar : Volcano Hydrologic Events and Depostions in The Debris Flow Hyperconcentrated Flow Continuum dalam Smith, G. A, dan Lowe, D. R., 1991, Sedimentation in Volcanic Setting, Society for Sedimentary Geology, Tusla Vallace, J. W., 2000, Lahars, Encyclopedia of Volcanoes, Academic Press, San Dieogo, California, USA. William, H., Turner, F.J., Gilbert, C.M., 1982, Petrography: An Introduction to The Study of Rocks in thin Section, 2nd Ed. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. TABEL Tabel 1. Tingkat sortasi matriks (plagioklas dan litik) tiap endapan lahar pada tebing Sungai Apu Sortasi Singkapan Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik = Keterdapatan 494

Tabel 2. Bentuk butir matriks (plagioklas dan litik) tiap endapan lahar pada tebing Sungai Apu Singkapan Bentuk Butir Prolate Bladed Oblate Equant Tabel 3. Tingkat kebundaran matriks (plagioklas dan litik) tiap endapan lahar pada tebing Sungai Apu Singkapan = Keterdapatan = Keterdapatan Very angular Angular Tingkat Kebundaran Sub angular Sub rounded Rounded Well Rounded Tabel 4. Tingkat kebolaan matriks (plagioklas dan litik) tiap endapan lahar pada tebing Sungai Apu Singkapan = Keterdapatan Very Elongate Elongate Sub elongate Tingkat Kebolaan Intermediate Shape Sub equent Equent Very Equent Tabel 5. Data petrografi fragmen dan matriks lahar pada endapan lahar 1 No Kode Sampel Jenis Sampel Nama Batuan/ Komposisi 1 FL1/01 Fragmen Lahar Andesit basaltik 2 FL1/02 Fragmen Lahar Batuapung 3 ML1B Matriks Lahar Litik, plagioklas, piroksen, hornblenda, mineral opak, gelas vulkanik Tabel 6. Data petrografi fragmen dan matriks lahar pada endapan lahar 2 No Kode Sampel Jenis Sampel Nama Batuan/ Komposisi 495

1 FL2/01 Fragmen Lahar Andesit basaltik 2 FL2/02 Fragmen Lahar Andesit basaltik 3 ML2B Matriks Lahar Litik, plagioklas, piroksen, hornblenda, mineral opak, gelas vulkanik Tabel 7. Data petrografi fragmen dan matriks lahar pada endapan lahar 3 No Kode Sampel Jenis Sampel Nama Batuan/ Komposisi 1 FL3/01 Fragmen Lahar Andesit basaltik 2 FL3/02 Fragmen Lahar Andesit basaltik 3 FL3/03 Fragmen Lahar Batuapung 4 ML3B Matriks Lahar Litik, plagioklas, hornblenda, piroksen, olivin, mineral opak gelas vulkanik Tabel 8. Data petrografi fragmen dan matriks lahar pada endapan lahar 4 No Kode Sampel Jenis Sampel Nama Batuan/ Komposisi 1 FL4/01 Fragmen Lahar Andesit basaltik 2 FL4/02 Fragmen Lahar Batuapung 3 ML4B Matriks Lahar Litik, plagioklas, hornblenda, piroksen, olivin, mineral opak gelas vulkanik GAMBAR a b Gambar 1. a. Lokasi penelitian yang terletak di Sungai Apu, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. b. Kenampakan singkapan endapan lahar pada tebing Sungai Apu (Kamera menghadap selatan) 496

a b c d Gambar 2. a. Foto dan kolom stratigrafi endapan lahar 1. b. Foto dan kolom stratigrafi endapan lahar 2. c. Foto dan kolom stratigrafi endapan lahar 3. d. Foto dan kolom stratigrafi endapan lahar 4. a b c d 497

Gambar 3. a. Plotting distribusi ukuran butir endapan lahar 1 pada model kurva kumulatif dalam penentuan jenis aliran lahar (Scott, 1995). b. Plotting distribusi ukuran butir endapan lahar 2 pada model kurva kumulatif dalam penentuan jenis aliran lahar (Scott, 1995). c. Plotting distribusi ukuran butir endapan lahar 1 pada model kurva kumulatif dalam penentuan jenis aliran lahar (Scott, 1995). d. Plotting distribusi ukuran butir endapan lahar 2 pada model kurva kumulatif dalam penentuan jenis aliran lahar (Scott, 1995). Gambar 4. Dinamika Aliran Lahar Sungai Apu (Vallance, 2000). 498