BAB I PENDAHULUAN. dalam meraih keberhasilan seseorang di masa yang akan datang. (Enca M,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan saat ini semakin maju dan salah satu tandanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional merupakan sekolah yang menggunakan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan tempat di mana anak dapat memperoleh pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan untuk mempunyai kehidupan yang lebih layak. Era globalisasi, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif permanen dalam perilaku yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif ( Pemerintah Indonesia khususnya

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan positif di berbagai bidang kehidupan baik dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini tengah menjalankan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, bidang

BAB I PENDAHULUAN. sedang terjadi dalam diri individu yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berakal dan berhati nurani. Kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

Pembelajaran tipe giving question and getting answer dengan group resume

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

Bab I PENDAHULUAN. belajar selama 12 tahun dimanapun mereka berada, baik di desa maupun di kota

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat membantu seseorang. melakukan dan mencapai sesuatu aktivitas yang diinginkannya, jadi

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas berasal dari kata latin universitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting, yang dapat dialami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar yang dicapai siswa tidak dapat lepas dari peran guru.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

`BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan adalah guru karena dalam pelaksanaan pembelajaran selain

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

Rizki Lestari F

BAB I PENDAHULUAN. ( ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

OPTIMALISASI HASIL BELAJAR IPA TENTANG SISTEM GERAK PADA MANUSIA MELALUI METODE DISKUSI DENGAN TEHNIK PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, dan pantas untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan formal di Indonesia merupakan salah satu unsur penting dalam meraih keberhasilan seseorang di masa yang akan datang. (Enca M, 2001), beliau adalah seorang praktisi pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan berguna untuk menghasilkan kualitas Sumber Daya Manusia yang baik untuk meraih cita-cita yang diinginkan siswa, dan proses belajar yang dilakukan seorang individu memiliki peran penting bagi perkembangan dan perwujudan dirinya, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki fungsi dasar sebagai tempat belajar untuk melaksanakan suatu program pelayanan pendidikan formal dan kegiatan proses belajar mengajar tersebut terangkum dalam kurikulum yang disusun secara spesifik. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan kemampuan siswa dalam menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan tujuan meraih cita-cita yang ia harapkan. Kegiatan pendidikan di sekolah dilakukan dengan cara pemberian pengetahuan, mengasah pemahaman dan melakukan penerapan dari suatu materi pelajaran dengan tujuan meningkatkan kemampuan dan kompetensi siswa, (Enca M, 2001) 1

2 Salah satu tahap pendidikan formal adalah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pendidikan yang diterapkan di SMP, memiliki tujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa dengan cara pemberian materi, modul pelatihan serta ujian dalam setiap mata pelajaran. Beberapa materi pelajaran SMP dapat dipelajari siswa SMP dengan pemahaman teori yang tidak terlalu dalam, namun beberapa materi lainnya memerlukan pemahaman yang mendalam. Hal ini akan menimbulkan suatu tuntutan agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan materi yang diberikan. (Enca M, 2001). Jenjang pendidikan SMP merupakan tingkat pendidikan menengah, dimana siswa dituntut untuk menyesuaikan dirinya dengan kurikulum SMP. Berbeda dengan SD yang pemberian materi pelajaran diberikan secara global, di SMP siswa mulai mempelajari suatu materi pelajaran secara lebih spesifik. Sebagai contoh adalah mata pelajaran IPA di SD, di SMP pelajaran tersesbut dibagi menjadi Biologi dan Fisika. Pembagian ini membuat siswa dituntut agar dapat beradaptasi dengan materi IPA yang spesifik (Fisika dan Biologi). Kemampuan adaptasi diperlukan siswa agar dapat memilih learning approach yang tepat bagi diri mereka ketika mempelajari Biologi agar dapat memenuhi tuntutan materi kurikulum SMP. SMPN X Kota Bandung merupakan salah satu sekolah Negeri yang cukup diminati di Kota Bandung. SMPN ini memiliki sarana pendidikan yang cukup baik berupa tenaga pendidik yang berkualitas, fasilitas yang menunjang berbagai kegiatan sekolah, serta beberapa prestasi yang diraih sekolah tersebut

3 (Tata Usaha SMPN X kota Bandung ). SMPN X Kota Bandung memiliki tuntutan kurikulum yang cukup tinggi bagi para siswanya dan tertuang dalam TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus). Sebagai contoh, dalam Tujuan Instruksional Umum(TIU) kurikulum Biologi kelas VIII, dicantumkan agar siswa mampu mengaitkan hubungan antara struktur dan fungsi jaringan dengan struktur dan fungsi organ pada tumbuhan, dan di dalam Tujuan Instruksional Khusus (TIK) tertulis, siswa diharapkan mampu mengidentifikasikan struktur dan fungsi tubuh tumbuhan, hama penyakit pada organ tumbuhan yang dijumpai sehari-hari, mengidentifikasi macam-macam gerak pada tumbuhan, mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan energi pada tumbuhan hijau. Kegiatan tersebut ditunjang dengan melakukan berbagai percobaan ilmiah yang dilakukan dengan berbagai metode ilmiah agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk dapat memenuhi TIU / TIK materi tersebut, siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung dituntut mempelajari materi Biologi secara mendalam. Hal ini tidak dapat dicapai jika siswa hanya mempelajari dengan menghafal saja. Keberhasilan siswa dalam menjawab tuntutan kurikulum Biologi dapat dipengaruhi oleh pendekatan belajar (learning approach) yang dipergunakan siswa ketika mempelajari materi Biologi, yang akan menentukan bagaimana pelajaran Biologi tersebut diterima, diolah yang selanjutnya akan menentukan kualitas dari pembelajaran yang terjadi. Salah satu keberhasilan siswa dalam menjawab tuntutan kurikulum yang dapat dilihat dan dipertanggungjawabkan

4 adalah perolehan nilai yang mereka dapatkan dari ulangan harian, kuis, tugas, praktikum, ujian tengah semester maupun ujian akhir semester (Enca M, 2001). Disdiknas memberi panduan nilai ketuntasan dalam raport kenaikan kelas (teori dan praktek) adalah 6.00, namun sekolah memiliki otoritas sendiri dalam menentukan nilai ketuntasan tetapi tetap mengacu kepada standar Disdikas. (www.disdiknas.org). Nilai ketuntasan yang ditetapkan sekolah SMPN X Kota Bandung adalah sebagai berikut : pelajaran Matematika 6.00; Bahasa Inggris 6.00; gabungan IPS 6.00 dan gabungan IPA 6.00. SMPN X Kota Bandung memiliki toleransi dua nilai merah yaitu; satu nilai 5.00 untuk mata pelajaran matematika atau bahasa inggris dan satu nilai 5.00 (teori maupun praktek), untuk salah satu mata pelajaran dalam IPS atau IPA. Berdasarkan data SMPN X Kota Bandung pada tahun 2005, kenaikan siswa ke kelas VIII memiliki ratarata nilai sebagai berikut : IPS teori 7.00, IPS praktek 8.00, IPA teori 6.00, IPA praktek 6.50, Matematika 6.00, Bahasa Inggris 6.50, Bahasa Indonesia 7.50, PPKN 7.00. Nilai rata-rata kenaikan siswa ke kelas IX sebagai berikut : IPS teori 6.50, IPS praktek 7.50, Matematika 6.00, Bahasa Inggris 7.00, Bahasa Indonesia 7.00, PPKN 7.50, IPA teori 5.00, IPA praktek 5.50. Nilai terendah kenaikan ke kelas IX dimiliki pelajaran IPA, dimana pelajaran tersebut merupakan gabungan mata pelajaran Fisika dan Biologi, dari mata pelajaran tersebut Biologi memiliki nilai terendah ( Biologi teori 4.5, praktek 5.0, Fisika teori 5.00, praktek 5.00). Berdasarkan data nilai, selama 4 tahun terakhir (2001-2005), nilai Biologi selalu

5 menempati urutan terendah, oleh karena itu mata pelajaran Biologi memerlukan perhatian khusus. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung telah menempuh pendidikan minimal 1 tahun di jenjang SMP, oleh karena itu siswa diharapkan sudah mampu untuk menyesuaikan cara belajarnya dan dapat memilih learning approach yang sesuai bagi dirinya agar dapat menjawab tuntutan kurikulum mata pelajaran Biologi. Pada kenyataannya, beberapa siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung mengalami kesulitan dengan kurikulum Biologi yang ada, sebanyak 26 siswa (65%) menjawab, mereka masih merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajar mereka dengan tuntutan materi pelajaran, beberapa siswa mengakui padatnya materi dan tugas yang diberikan, fasilitas laboratorium yang berbagi dengan laboratorium Fisika dan kesulitan yang dialami dalam mengerjakan soal ujian. Siswa yang memilih surface approach ketika mempelajari Biologi memiliki motif atau tujuan sekedar lulus dan mendapatkan nilai tanpa berusaha memahami materi Biololgi secara mendalam. Hal tersebut dilakukan dengan cara belajar menghafalkan materi Biologi yang ia terima. Hal ini membuat siswa tidak dapat mengingat materi pelajaran Biologi yang diajarkan pendidik dalam jangka waktu yang lama, belajar menjadi satu hal yang sia-sia karena tidak terjadi pemahaman terhadap materi yang diajarkan di sekolah. Siswa yang memilih deep approach saat mempelajari Biologi memiliki motif untuk memenuhi rasa ingin tahu atau kepuasan yang ingin ia dapatkan.

6 Siswa tersebut memiliki tujuan untuk mengolah materi pelajaran Biologi yang diterima di sekolah, siswa akan berusaha untuk mengkaitkan materi dengan realitas yang terjadi di sekelilingnya untuk menambah pengetahuannya.siswa tersebut akan melakukan berbagai cara untuk memenuhi motivasi yaitu membaca buku, berdiskusi dengan teman maupun pendidik serta mencari informasi lebih jauh mengenai materi Biologi yang ia terima. Hal ini membuat siswa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai materi pelajaran Biologi, sehingga dapat meningkatkan ketajaman cara berpikir siswa. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung, diharapkan dapat menerapkan pendekatan belajar (learning approach) yang tepat agar tuntutan kurikulum Biologi kelas VIII SMPN X Kota Bandung dapat tercapai. Tuntutan kurikulum Biologi SMPN X Kota Bandung memiliki tujuan agar siswa memiliki pemahaman, dapat melakukan penerapan, melakukan analisa hingga membuat sintesis dari teori Biologi yang diajarkan (TIU/TIK), tujuan lainnya agar siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung mampu mengevaluasi suatu teori Biologi yang diajarkan. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa pendekatan belajar (learning approach) jenis deep approach sesuai dengan tuntutan kurikulum Biologi kelas VIII SMPN X Kota Bandung, apabila siswa memiliki kemampuan dalam menerima serta menerapkan materi pelajaran Biologi yang diterimanya. Mengingat learning approach memiliki peran penting dalam penyesuaian cara belajar dengan tuntutan kurikulum Biologi di SMPN X Kota Bandung

7 maka peneliti tertarik untuk meneliti learning approach terhadap mata pelajaran Biologi pada siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung. Beberapa hal yang menunjang peneliti tertarik untuk meneliti pada pelajaran Biologi pada siswa kelas VIII adalah nilai ketuntasan Biologi terendah yang didapat selama 4 tahun berturut-turut terdapat pada kenaikan ke kelas IX dan mereka dianggap sudah mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan pelajaran Biologi, karena kemampuannya sudah berada pada taraf berpikir formal operational (siswa sudah dapat menyelesaikan suatu masalah abstrak dengan menggunakan proses berpikir kognitif), keadaan ini memungkinkan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung menggunakan deep approach, Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 40 siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung mengenai learning approach yang siswa lakukan terhadap materi pelajaran Biologi, 75 % siswa cenderung melakukan surface approach, hal ini berdasarkan beberapa fakta yaitu : mereka mempelajari materi Biologi dengan cara menghafal karena siswa tahu bahwa kuis yang diadakan dan ulangan yang diberikan mayoritas dalam bentuk pilihan berganda dan hanya sedikit soal essai, siswa mengakui banyaknya tugas yang diberikan dengan pengerjaan waktu terbatas membuat siswa memiliki tujuan agar tidak mendapatkan nilai merah, sehingga tugas yang diberikan dibuat seadanya tanpa mengolah secara lebih lanjut dan beberapa siswa menjawab fasilitas laboratorium yang berbagi dengan laboratorium fisika, materi yang banyak dilompat membuat siswa hanya memiliki niat untuk mempelajari materi Biologi secara global saja.

8 Sebanyak 25 % siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung, cenderung melakukan pendekatan deep approach. Hal ini didasarkan pada beberapa jawaban siswa yaitu, siswa memiliki minat untuk mempelajari Biologi, dan apabila siswa kurang mengetahui apa yang siswa pelajari, siswa tersebut mau meluangkan waktu untuk bertanya pada pendidik disertai mencoba sendiri modul praktek yang tidak dibahas oleh guru namun ada di dalam buku. Ketika mengerjakan tugas, siswa memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas dengan proses baik dan benar, sehingga ketika ada ulangan membuat siswa paham akan maksud soal ujian yang diberikan pendidik, walaupun siswa telah mengetahui bahwa ujian akan diberikan dalam bentuk pilihan berganda dan hanya beberapa soal yang essai. Akibat dari learning approach yang siswa lakukan membuat siswa dapat mengingat materi Biologi yang sudah lama tidak dipelajari, dan ketika disinggung selintas siswa tersebut dapat mengingat apa yang telah ia pelajari. Hal ini sejalan dengan pernyataan pendidik Biologi kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang menyatakan bahwa, walaupun cara belajar siswa aktif telah diterapkan dengan cara memberikan ujian kecil, tugas diskusi maupun praktek laboratorium, namun hanya sekitar 20 % siswa yang benar-benar aktif bertanya, berdiskusi serta melakukan percobaan ilmiah melalui proses yang benar serta analisis yang cukup mendalam.

9 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Jenis Learning approach apa yang dominan dipergunakan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung ketika mempelajari mata pelajaran Biologi 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 MAKSUD PENELITIAN Memperoleh gambaran mengenai Learning Approach yang digunakan siswa kelas VIII XMPN X Kota Bandung terhadap mata pelajaran Biologi 1.3.2 TUJUAN PENELITIAN Memberikan gambaran dalam rangka memahami secara lebih mendalam mengenai Learning Approach yang dipergunakan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung terhadap mata pelajaran Biologi melalui dua jenis pendekatan yaitu Surface Approach dan Deep Approach, serta melihat pula aspek dan faktor yang turut mempengaruhi Learning Approach. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 KEGUNAAN ILMIAH 1. Menambah pengetahuan mengenai Learning Approach di bidang ilmu Psikologi Pendidikan 2. Penelitian ini dapat digunakan tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai learning approach selanjutnya

10 1.4.2 KEGUNAAN PRAKTIS 1. Memberi informasi kepada pendidik terutama pendidik Biologi mengenai learning approach yang dilakukan siswa kelas VIII SMPN X kota Bandung terhadap mata pelajaran Biologi, sebagai bahan evaluasi untuk menolong siswa memilih pendekatan belajar (learning approach) yang sesuai dengan tuntutan kurikulum Biologi di SMP. 2. Memberi informasi kepada siswa kelas VIII SMPN X kota Bandung mengenai learning approach terhadap mata pelajaran Biologi sehingga mereka dapat memilih pendekatan belajar (learning approach) yang sesuai dengan tuntutan kurikulum Biologi di SMP. 1.5 KERANGKA PEMIKIRAN Pendidikan mempunyai peran penting dalam menentukan perkembangan intelektual, sosial dan emosional seseorang. Setiap orang mengalami pendidikan dimulai dari keluarga (pendidikan informal) yang akan dilanjutkan ke sekolah (pendidikan formal). dimana salah satu jenjang pendidikan formal adalah SMPN. Jenjang SMPN terdiri dari tiga tingkatan yaitu kelas VII, VIII dan IX. Biologi adalah ilmu sains yang membutuhkan suatu metode ilmiah. Metode ilmiah diperlukan individu ketika ia ingin mencari fakta serta membuktikan konsep tentang ilmu pengetahuan. Biologi sebagi ilmu sains memberi banyak keuntungan bagi lingkungan sekitar. Biologi mempelajari objek yang amat dekat dengan kehidupan manusia, sehingga Biologi merupakan kajian

11 metode ilmiah dalam pembelajarannya, jadi tidak cukup dengan membaca atau mendengar penjelasan guru tanpa melakukan suatu praktek Biologi.( Soemarni T.S dalam Biologi, 1996). Materi Biologi yang tercantum dalam kurikulum Disdiknas, terdiri atas pokok - pokok bahasan yang menuntut siswa tidak sekedar memiliki pengetahuan saja melainkan memahami dan menerapkan, bahkan beberapa materi menuntut siswa mampu menganalisis serta membuat sintesis serta mampu mengevaluasi teori Biologi yang diajarkan. Keberhasilan siswa SMPN X Kota Bandung dalam mempelajari materi tersebut tergantung pada bagaimana cara siswa SMPN X Kota Bandung melakukan learning approach terhadap mata pelajaran Biologi, hasil belajar setiap siswa akan ditentukan oleh jenis learning approach yang ia pilih. Nilai ketuntasan merupakan salah satu hasil belajar siswa SMPN X Kota Bandung dalam melakukan pembelajaran di sekolahnya. Jika dikaitkan dengan learning approach, maka learning approach yang dilakukan siswa SMPN X Kota Bandung terhadap mata pelajaran Biologi merupakan salah satu unsur penting yang menentukan hasil belajar siswa SMPN X Kota Bandung terutama dalam hal ini siswa kelas VIII. Learning approach merupakan pendekatan yang merujuk kepada predisposisi yang menggunakan proses khusus ketika mempelajari atau melakukan suatu tugas akademik. (Biggs,1979,1987a;Entwistle; Watkins,1983b dalam Biggs,1996). Ada dua jenis learning approach yaitu surface approach dan deep approach (Biggs,1999). Masing-masing learning approach terdiri atas dua

12 aspek yaitu motif dan strategi. Motif cenderung menentukan strategi belajar, maksudnya adalah apa yang diinginkan akan menentukan apa yang akan dilakukan (Biggs, 1985; Marton&Saljo,1976a;dalam Biggs,1993). Motif ekstrinsik akan cenderung mengarah ke surface approach. Motif ekstrinsik adalah motif untuk mendapatkan imbalan, digunakan untuk mendapatkan sesuatu seperti menghindari konsekuensi negatif, sebagai contoh mendapatkan nilai minimum asal tidak merah supaya tidak dihukum, oleh karena itu siswa melakukan berbagai strategi yang dapat dilakukan dengan usaha yang minimal seperti menghafal materi tanpa mendalami (memfokuskan diri terhadap elemen penting). Motif intrinsik akan digunakan oleh siswa yang yang cenderung menggunakan deep surface (Hidi 1990; Schiefiele 1991 dalam Biggs 1993), learning approach jenis ini akan dilakukan ketika siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung memiliki motif yang muncul dari dalam diri dan memiliki minat terhadap materi Biologi tertentu untuk mencari kepuasan pribadi untuk memuaskan keingintahuan siswa. Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung motif intrinsik adalah : banyak membaca, berdiskusi dengan teman maupun pendidik, memperdalam pemahaman siswa serta mengaplikasikan pemahaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki motif intrinsik akan menyisihkan lebih banyak waktu dan tenaganya atau berdiskusi dengan teman lain untuk mempelajari suatu materi Biologi secara mendalam hingga siswa tersebut mendapatkan kepuasan dalam mempelajarin materi pelajaran yang ia pelajari.

13 Terdapat dua faktor yang mempengaruhi learning approach terhadap mata pelajaran Biologi yang akan dipilih siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yaitu personal dan experiental background. Faktor personal terdiri atas, conception of learning, abilities dan locus of control, sedangkan faktor experiental background terdiri atas, parental education dan experience in learning institutions. Conception of learning adalah bagaimana siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung memaknakan arti belajar bagi diri sendiri serta bagaimana siswa tersebut menyelesaikan tugas belajarnya. Conception of learning terdiri atas increasing one s knowledge (memperoleh banyak pengetahuan), memorizing and reproducing (mengingat dan mengulang kembali pengetahuan yang dipelajari), applying (mencari serta menerapkan kembali informasi yang telah disimpan sebelumnya), understanding (mengembangkan serta memahami dan menemukan beberapa arti dari suatu materi), seeing something in different way (menghubungkan sesuatu dengan yang lain / sebagai bagian dari keseluruhan materi, cara pandang baru dalam melihat fenomena tertentu) dan changing as a person (berhubungan dengan aspek perolehan keterampilan baru) (Marton, 1981). Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki conception of learning increasing one s knowledge, memorizing and reproducing serta applying cenderung menerapkan surface approach karena didasarkan pada seberapa banyak atau sedikitnya materi yang dipelajari dan dihafalkan (kuantitatif). Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang menerapkan conception of learning

14 lainnya yaitu understanding, seeing something in different way dan changing a person cenderung menerapkan deep approach, hal ini didasarkan pada seberapa dalam siswa SMPN X kelas VIII bermaksud memahami materi pelajaran (kualitatif). Hal tersebut dapat terjadi karena perhatian siswa ditujukan pada struktur pelajarannya bukan pada elemen tertentu (Van Rossum dan Schenk 1984 dalam Biggs 1993). Abilities yang dimaksudkan adalah kemampuan yang dimiliki siswa SMPN X Kota Bandung. Siswa yang memiliki taraf intelegensi lebih rendah akan cenderung menggunakan surface approach (Biggs, 1987a). Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki intelegensia tinggi, akan cenderung menggunakan pendekatan deep approach, namun learning approach dapat digunakan oleh semua tingkat intelegensia, kecuali tingkat intelegensia paling rendah Locus of control adalah pusat dimana individu meletakkan tanggung jawab untuk meraih keberhasilan atau menghindari kegagalan, yang berasal dari dalam atau luar dirinya (Rotters, 1954). Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung apabila memiliki locus of control internal akan memiliki tanggungjawab atas dirinya untuk meraih keberhasilan dan memiliki motif intrinsik yang mengarah ke deep approach ketika mempelajari Biologi. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki locus of control eksternal percaya bahwa ada orang atau kekuatan lain yang berasal dari luar dirinya untuk mengatur kehidupan siswa serta

15 meraih kerberhasilan yang akan mengarahkan siswa pada surface approach ketika mempelajari Biologi. Faktor experiental background yang terdiri atas Parental education dan experiental in learning institution memberikan pengaruh pada pemilihan learning approach terhadap mata pelajaran Biologi. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki orangtua berpendidikan tinggi akan diasosiasikan menggunakan deep approach jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki orangtua yang berpendidikan lebih rendah, hal ini didasarkan pada anggapan siswa yang memiliki orangtua dengan latar pendidikan tinggi memiliki tuntutan akademik yang tinggi serta menganggap bahwa pendidikan adalah suatu hal yang penting(biggs,1987a dalam Biggs 1993). Experiental in learning institutions mencakup bagaimana pandangan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung terhadap suasana kelas, fasilitas sekolah, kualitas sekolah, perasaan senang bersekolah, pandangan terhadap teman serta kecocokan dengan pendidik. Suasana kelas dapat membangkitkan motivasi siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung untuk belajar, demikian juga apabila siswa tersebut merasa bahwa kualitas sekolahnya baik dan disertai perasaan senang bersekolah maka siswa bisa terpacu untuk melakukan deep approach, sedangkan jika siswa tidak memiliki perasaan senang bersekolah siswa cenderung memilih surface approach (Watkins dan Hattie,1990 dalam Biggs 1993). Sekolah dapat dipandang siswa sebagai institusi yang hanya perduli pada kemampuan literacy dan numericy, bukan sebagai tempat untuk menemukan pengetahuan baru serta

16 mengembangkan kemampuan inquir y(campbell,1980 dalam Biggs 1993), siswa yang berpandangan demikian akan cenderung memilih surface approach. Metode pengajaran serta sistem pendidikanpun dapat mempengaruhi siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung dalam mempelajari Biologi. Metode pengajaran dan sistem pendidikan yang disertai dengan kurikulum yang proposional dan tuntutan kurikulum sampai pada tahap evaluatif, namun disesuaikan dengan jumlah materi serta waktu yang disediakan akan membuat siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung akan cenderung menggunakan deep approach dalam mempelajari Biologi, sebaliknya materi yang padat dan diberikan dalam jangka waktu terbatas yang disertai dengan tuntutan kurikulum Biologi yang sekedar pada pengetahuan saja akan membuat siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung akan cenderung memilih surface approach. Pandangan terhadap teman (peer group) dapat mempengaruhi siswa untuk memilih learning approach, terutama pada masa awal remaja. Peer relationship memegang peranan penting, karena teman berfungsi sebagai wadah untuk belajar peraturan serta standar sosial yang terkait dengan hasil belajar yang dicapai di sekolah dan hal ini didukung dengan keberadaan siswa yang menghabiskan setengah waktunya di sekolah (Santrock 1998), hal ini berkaitan dengan prestasi akademik yang dicapai siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang dicerminkan dalam sebuah nilai ketuntasan individunya. Pandangan positif terhadap teman dapat memacu siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung untuk melakukan deep approach dengan cara melakukan strategi dengan berdiskusi

17 dengan teman mengenai topik pelajaran Biologi. Siswa yang bergaul dengan teman yang berprestasi baik serta berungguh-sungguh dalam belajar, dapat memotivasi siswa tersebut untuk lebih berusaha dalam belajar dan berupaya untuk memahami materi pelajaran yang diberikan pendidik (Natriello & Mc Dill,1986 dalam Steinberg,2002). Peranan pendidik termaduk penting dalam pemilihan learning approach yang digunakan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung untuk mempelajari mata pelajaran Biologi. Pendidik memiliki peran sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu serta memudahkan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung dalam proses pengembangan dan perwujudan diri. Materi yang diberikan dalam waktu yang terbatas sangat banyak, membuat siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung menyelesaikan tugasnya hanya dengan motif untuk menghindari hukuman serta melakukannya dengan cara mengerjakan seadanya. Jika hal tersebut dilakukan serta ditambah dengan tidak adanya evaluasi pengerjaan materi dari pendidik akan membuat siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung menyelesaikan tuntutan belajar pada tahap pengetahuan saja, siswa yang menerapkan cara demikian disebut surface approach. Hal sebaliknya dapat terjadi, ketika pendidik memberi suatu bentuk tugas yang dapat menimbulkan motivasi dan memicu minat siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung untuk mendalami materi Biologi secara lebih dalam. Tugas tersebut secara tidak langsung akan menimbulkan pandangan positif yang memacu siswa untuk berupaya terlibat lebih aktif serta mencari informasi baik dari pendidik, teman

18 bahkan dari pihak luar sekolah. Penerapan tugas seperti ini akan mengacu kepada deep approach (Biggs &Telfer, 1987). Tenaga pendidik di SMPN X Kota Bandung, memberikan pengajaran dalam bentuk ujian kecil di awal pelajaran, dilanjutkan dengan diskusi serta melakukan beberapa modul praktek, tetapi banyaknya materi yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas, membuat pendidik membuat modul praktek dalam bentuk jadi tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk mencobanya, dapat membuat siswa SMPN X Kota Bandung kurang dapat memahami proses yang terjadi sehingga dapat berakibat pada kesulitan memilih learning approach yang paling tepat bagi dirinya untuk menjawab tuntutan kurikulum yang diberikan pihak sekolah SMPN X Kota Bandung. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki locus of control internal, didukung oleh munculnya minat dalam diri, memiliki pemaknaan belajar sebagai understanding (melihat komponen materi yang dipelajari serta memiliki kemampuan untuk menggabungkan ide), serta didukung oleh latar belakang orangtua yang berpendidikan tinggi serta memiliki pandangan positif terhadap sekolah akan cenderung mendorong siswa tersebut melakukan learning approach jenis deep approach. Ketika siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung memiliki pemaknaan yang tinggi dalam belajar Biologi, siswa tersebut tidak akan terfokus pada satu elemen tertentu dari suatu materi Biologi namun ia akan memperhatikan struktur dari suatu materi Biologi sehingga memudahkan siswa

19 tersebut untuk mempelajari secara lebih dalam, hal ini sejalan dengan adanya tuntutan akademik yang tinggi dari orangtuanya. Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung yang memiliki locus of control eksternal disertai pandangan negatif terhadap sekolah, memiliki pemaknaan belajar sebagai memorizing and reproducing (mengambil dan menyimpan materi yang telah dipelajari) akan cenderung melakukan surface approach dalam mempelajari materi Biologi. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut akan belajar ketika ada tuntutan dari figur di luar dirinya sehingga kurang memiliki kesadaran dalam dirinya sehingga mengakibatkan siswa kurang termotivasi dalam mempelajari materi Biologi secara mendalam sehingga siswa hanya menghafal materi yang ia pelajari. Tahap perkembangan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung berada fase formal operational dimana siswa sudah memiliki beberapa kemampuan seperti, kemampuan berpikir hipotesis (membuat kesimpulan atau jawaban sementara), kemampuan problem solving (memecahkan masalah), kemampuan berpikir akan suatu hubungan sebab akibat dan kemampuan berpikir abstrak (membayangkan suatu informasi yang ditermua tanpa melihat suatu hal yang konkrit). Kemampuan tersebut memungkinkan siswa SMPN kelas VIII SMPN X Kota Bandung untuk melakukan deep approach. Kecenderungan pendekatan yang digunakan siswa dapat dilihat bahwa penedekatan itu berjalan terus menerus serta secara pribadi memberikan kenyamanan bagi siswa di dalam lingkungan belajar setiap harinya. Jika

20 lingkungan berubah, maka pendekatan belajar yang digunakan oleh siswa tersebut akan iktu berubah pula (Biggs, 1993). Hal ini menjelaskan bahwa pendekatan surface dan deep bukanlah trait kepribadian atau cara belajar yang menetap. Dalam mempelajari Biologi, siswa Kelas VIII SMPN X Kota Bandung dapat memiliki lebih dari satu jenis learning approach, tidak terbatas pada satu jenis saja. Surface approach dan deep approach tidak dapat diterapkan dalam jangka waktu yang bersamaan, karena motif dan strategi setiap jenis learning approach bertentangan. Siswa akan mengubah pendekatan yang digunakan tergantung dari pandangan siswa terhadap tuntutan tugas yang ditetapkan Kedua jenis learning approach dapat diterapkan secara bergantian dalam jangka waktu yang panjang disebabkan oleh banyaknya materi Biologi yang dipelajari di kelas VIII yang diberikan di SMPN X Kota Bandung. Learning approach tidak mutlak sebagai predisposisi yang ada dalam diri siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung, tetapi hal ini dapat dimodifikasi dengan cara mengubah situasi pengajaran atau sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam diri siswa tersebut bahwa aktivitas belajar siswa merupakan hasil dari interaksi siswa sendiri dengan lingkungannya. Motif dan strategi dalam belajar cenderung cocok dan sejalan, yang kemudian bersama-sama akan membentuk learning approach (Biggs, 1985; Marton&Saljo,1976a;dalam Biggs,1993). Kenyataan yang dapat terjadi adalah learning approach dapat terbentuk dari motif dan strategi yang berbeda (surface motive dengan deep

21 strategy atau deep motive dengan surface strategy) seperti yang diungkapkan oleh Marton dan Saljo (http://www.learning.ox.ac.uk/), Secara lebih jelas kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini : Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung dan mempelajari Biologi Learning approach Surface approach -motif -strategi Deep approach -motif -strategi Personal factors : -conceptions of learning -abilities -locus of control Experiential background factors: -parental education - experience in learning institutions

22 1.6 ASUMSI 1. Learning approach yang digunakan siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung ditentukan oleh motif dan strategi siswa ketika mempelajari mata pelajaran Biologi. 2. Learning approach terdiri dari deep approach dan surface approach. 3. Learning approach yang digunakan Siswa kelas VIII SMPN X kota Bandung dapat terbentuk dari kombinasi motif dan strategi yang berbeda. 4. Terbentuknya Learning approach siswa kelas VIII SMPN X Kota Bandung dipengaruhi oleh personal factors dan Experiential background factors.