A. Pertimbangan Hakim

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertimbangan Hakim BAB IX Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25 menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas, serta penjelasan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009, yaitu Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka maka kekuasaan ini harus terbebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan yudisial. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan sesuai Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat. Pasal 24 Ayat (2) Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah

18 Konstitusi. Seorang hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal, hal ini menjadi ciri suatu negara hukum 1 Seorang hakim diwajibkan menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Istilah tidak memihak ini diartikan tidak harfiah, tidak memihak dalam pengertian tersebut artinya hakim tidak dibenarkan untuk memilih (clien) yang akan dibela karena dalam menjatuhkan putusannya harus memihak kepada kebenaran. Tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Dinyatakan dalam Undang-undang No.48 Tahun 2009 pasal 5 ayat (1) bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang. Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, terlebih putusan pemidanaan, hakim harus benar-benar menghayati dan meresapi arti amanat dan tanggungjawab yang diberikan yang diberikan kepadanya sesuai dengan fungsi kewenangannya, masing-masing kearah tegaknya hukum itu sendiri yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lilik mulyadi mengemukakan bahwa hakikat pada pertimbangan yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu delik apakah perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh penuntut umum sehingga pertimbangan tersebut relevan terhaadap amar/ diktum putusan hakim. 2 1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, hlm. 94. 2 Lilik mulyadi. Op.Cit. hlm.193.

19 Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argumen atau alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik pradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan. Maka hakim akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan pada saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti. Pertimbangan hakim dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni, pertimbangan yuridis dan pertimbangan non-yuridis. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagaimana yang harus dimuat dalam putusan misalnya dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana. Sedangkan pertimbangan non-yuridis dapat dilihat dari latar belakang terdakwa, kondisi terdakwa dan agama terdakwa. 3 Fakta-fakta persidangan yang dihadirkan,berorientasi dari lokasi kejadian (lokal delicti) tempat kejadian (tempus delicti), dan modus operandi tentang cara tindak pidana itu dilakukan. Selain itu dapat pula diperhatikan aspek akibat langsung dari perbutan terdakwa, jenis barang bukti yang digunakan, serta perbuatan terdakwa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Apabila fakta-fakta persidangan telah terungkap, barulah putusan hakim mempertimbangkan unsur-unsur delik yang didakwakan oleh penuntut umum, setelah sebelumnya dipertimbangkan korelasi antara fakta-fakta, delik yang 3 Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer.Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2007, hlm.212.

20 didakwakan dan unsur-unsur kesalahan terdakwa. Barulah kemudian majelis hakim mempertimbangkan dan meneliti terpenuhinya unsur-unsur delik pidana yang didakwakan terhadap terdakwa dan terbuti secara sah menyakinkan menurut hukum. Selain pertimbangan yuridis dari delik yang didakwakan, hakim juga harus menguasai aspek teoritik, pandangan doktrin, yurisprudensi, dan posisi kasus yang ditangani, barulah kemudian secara limitatif ditetapkan pendiriannya. Setelah diuraikan mengenai unsur-unsur delik yang didakwakan, ada tiga bentuk tanggapan dan pertimbangan hakim antara lain: 4 1. Ada majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail, terperinci dan subtansial terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum. 2. Ada pula majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum. 3. Ada majelis hakim sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dari pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum. Setelah pencantuman unsur-unsur tersebut, dalam praktek putusan hakim, selanjutnya dipertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan terdakwa tidak jujur, terdakwa tidak mendukung program pemerintah, terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya, dan lain sebagainya. Sementara hal-hal yang bersifat meringankan ialah terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa bersikap baik selama persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya, terdakwa masih muda, dan lain sebagainya. B. Pengertian Tindak Pidana 4 Lilik mulyadi. Op.Cit. hlm.196.

21 Istilah tindak pidana berasal dari istilah dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbaar Feit yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Atau perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan. 5 Menurut pandangan Monisme dalam pendekatan terhadap tindak pidana terdapat empat rumusan yakni dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan, yang pelakunya dapat dikenakan hukuman, asal dilakukan oleh seseorang yang karena itu dapat disalahkan, dan dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya. Penganut pandangan ini adalah JE Jonkers, Wirjono Prodjodikoro, Simons, Van Schravendijk. Sedangkan menurut pandangan Dualisme menurut Pompe merumuskan bahwa suatu Strafbaar Feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum 6 dan menurut Vos merumuskan bahwa Strafbaar Feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 7 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas 5 Wirjono Prodjodikoro,, Op.Cit, hlm 55. 6 Lamintang, Delik-Delik Khusus. Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm.174. 7 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat Bukti. Jakarta: Ghalia Indonesia,1996, hlm.16.

22 tindakan yang dilakukannya seperti anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana. Diversi bertujuan: mencapainya perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak. C. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau lazimnya dikenal di masyarakat dengan istilah perampokan. Sebenarnya istilah antara pencurian dengan kekerasan dan perampokan dari segi redaksional kedua istilah tersebut berbeda namun mempunyai makna yang sama, misalnya kalau disebutkan pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sama halnya dengan merampok. Merampok juga adalah perbuatan jahat, oleh karena itu walaupun tidak dikenal dalam KUHP namun perumusannya sebagai perbuatan pidana jelas telah diatur sehingga patut dihukum seperti halnya pencurian dengan kekerasan. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 365 KUHPidana, yang rumusannya sebagai berikut: 1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. 2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka

23 berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan merupakan suatu samenloop dari kejahatan pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang. Pencurian dengan kekerasan bukanlah merupakan gabungan dalam artian gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindak pidana kekerasan maupun ancaman kekerasan, kekerasan dalam hal ini merupakan keadaan yang berkualifikasi, maksudnya adalah kekerasan adalah suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian biasa menjadi pencurian dengan kekerasan. Dengan demikian unsur-unsurnya dikatakan sama dengan Pasal 362 KUHP ditambahkan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. D. Tinjauan Umum Tentang Anak 1. Pengertian Anak Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak di dalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pada Pasal 330 KUHPerdata, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum genap mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin.

24 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak Pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak Pada Pasal 1 Ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012, anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. 5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pada Pasal 1 Ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

25 Batasan umur anak menurut dokumen internasional yaitu sebagai berikut: a. Task Force on juvenlie Delinquency Prevention, menentukan bahwa seyogyanya batas usia penentuan seseorang sebagai anak dalam konteks pertanggungjawaban pidana ditetapkan usia terendah 10 tahun dan batasan usia atas antara 16-18 tahun. b. Resolusi PBB No.40/33 tentang UN standrad Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) menetapkan batasan usia anak adalah seseorang yang berusia 7-18 tahun (CommentaryRule 2.2) serta Resolusi PBB No. 45/113 menentukan batasan atas yaitu 18 tahun. 8 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang akan penulis gunakan sebagai acuan mengenai pengertian dan batasan umur anak di dalam penelitian ini adalah pengertian anak di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Proses Penanganan Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana. Proses peradilan adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada kesempatan orang berdiskusi dan dapat memperjuangkan pendirian tertentu yaitu mengemukakan kepentingan oleh berbagai macam pihak, mempertimbangkannya dan dimana keputusan yang diambil tersebut mempunyai motivasi tertentu. 9 Seperti halnya 8 Tri Andrisman,Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung,2011,hlm.42. 9 Shanty Dellyana,. Wanita Dan Anak Dimata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.57.

26 orang dewasa, anak sebagai pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, arti kata identik disini mengandung arti hampir sama, yang berbeda hanya lama serta cara penanganannya. Penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum erat kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri, dimana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Dikaji dari perspektif Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) maka di Indonesia dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub Sistem Peradilan Pidana. Terminologi lima institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangasa penegak hukum, yaitu Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan dan advokat. 10 3. Jenis-jenis Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak Pelaku Tindak Pidana Menjatuhkan pidana mensyaratkan bahwa sesorang harus melakukan perbuatan yang aktif atau pasif seperti yang ditentukan oleh undang-undang pidana, yang melawan hukum, dan takadanya alasan pembenar serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan bertanggung jawab, sengaja atau kelalaian) dan tidak adanya alasan pemaaf. Terpenuhinya syarat-syarat tersebut mengakibatkan si pembuat atau pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman atas perbuatannya. Berdasarkan Undang-Undang 10 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2010, hlm. 56.

27 Nomor 11 Tahun 2012 jenis-jenis sanksi yangdapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak Pidana di bawah umur meliputi Pidana,baik Pidana Pokok maupun Pidana Tambahan, dan Tindakan. Tindakan atau maatregel sering dikatakan berbeda dengan Pidana, maka Tindakan bertujuan melindungi masyarakat sedangkan Pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi kepada pelaku suatu perbuatan. Tetapi secara teori sukar dibedakan dengan cara demikian, karena pidanapun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan memperbaiki terpidana. Perbedaan tindakan dengan Pidana agak samar karena tindakanpun bersifat merampas kemerdekaan, misalnya memasukkan orang tidak waras ke rumah sakit jiwa. Selanjutnya pembagian sanksi berdasarkan kriteria Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terdapat pada Pasal 21 yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 21 menentukan: 1) Dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja social Profesional mengambil keputusan untuk: a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau b. Mengikut sertakannya dalam prongram pendidikan dan pembimbingan diinstansi pemerintahan atau LPKS diinstansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat pusat maupun didaerah, paling lama 6 (enam) bulan.

28 2) Keputusan sebagaimana pada ayat (1) diserahkan kepengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. 3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan,pembinaan, dan pembimbingan kepada anak sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf b. 4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan,masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. 5) Instansi pemerintah dan LPKS ( Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada bapas secara berkala setiap bulan. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Syarat penjatuhan sanksi berupa Pidana terhadap Anak Nakal tercantum dalam Pasal 73, Pasal 77, Pasal 79, dan Pasal 81 yang menyatakan sebagai berikut: Pasal menentukan: 1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. 2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus. 3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.

29 4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. 5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dengan masa pidana paling lama dari pada Pidana dengan syarat umum. 6) Jangka waktu masa Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun. 7) Selama menjalani masa Pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan. 8) Selama anak menjalani Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud dengan ayat (7), anak harus mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun. Pasal 77 menentukan: 1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. 2) Dalam hal anak dijatuhi Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak ditempatkan dibawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan. Pasal 79 menentukan: 1) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal anak melakukan tindak Pidana berat atau tindak Pidana yang disertai dengan kekerasan.

30 2) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa. 3) Minimum khusus Pidana Penjara tidak berlaku terhadap anak. 4) Ketentuan mengenai Pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Pasal 81 menentukan: 1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat. 2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. 3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. 4) Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 5) Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terahir. 6) Jika tindak Pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatukan adalah pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kepada Anak yang dijatuhi sanksi berupa Tindakan sebagiamana tercantum dalam Pasal 82 Ayat (2) huruf d, e dan f, dan Pasal 84 dijelaskan lagi dengan lebih detail, yang menyatakan sebagai berikut:

31 Pasal 82 menentukan: 1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi: a. Pengembalian kepada orang tua atau/wali; b. Penyerahan kepada seseorang; c. Perawatan dirumah sakit jiwa; d. Perawatan di LPKS; e. Kewajiban mengikuti Pendidiken formal dan/atau Pelatihan yang diaadakan oleh Pemerintah atau badan swasta; f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan g. Perbaiakan akibat tindak Pidana. 2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama (satu) tahun. 3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana Penjara Paling singkat 7 (tujuh) tahun. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 84 menenentukan: 1) Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS. 2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh Pelayanan, Perawatan, Pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, Serta hak lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. 3) LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan Pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

32 4) Pembimbing kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program Pendidikan sebagaimana dimaksud Pada ayat (3).