BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Hukum Laut Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sejarah, laut terbukti telah mempunyai berbagai-bagai fungsi,

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN AKHIR ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SULAWESI BARAT

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Kerangka Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Izin Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERATURAN DAERAH

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

- l~ r C.r C. ~,J:: ')!; "f ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DYAH HARINI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

Potensi Kelautan & Perikanan di Kawasan Pantai Timur Sumatera dalam Mendukung Program Poros Maritim

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU & CALL FOR PAPERS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya mencapai 81.000 kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri dari laut dan sisanya adalah pulau. Di dalamnya banyak terdapat sumber daya laut yang membuat negara indonesia kaya akan hasil laut. Potensi ekonomi maritim Indonesia diperkirakan mencapai 7200 triliun per tahunnya. Potensi tersebut dibedakan atas sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan. Sumber daya terbarukan (renewable resources) seperti sumber daya perikanan, mangrove, terumbu karang, padang lamun, energi gelombang, pasang surut, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) sedangkan sumber daya tidak terbarukan seperti sumber daya minyak, gas bumi, dan berbagai jenis mineral. Diluar kedua potensi sebelumnya, terdapat jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari, jasa angkutan/transportasi. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang begitu besar berdampak pada maraknya kapal-kapal asing masuk ke Indonesia. Perairan Indonesia juga termasuk dalam 14 fishing ground (zona tangkap ikan) yang masih berpotensial. 3 1 Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesis, Sejarah Terbentuknya Kementrian Kelautan dan Perikanan, kkp.go.id, diakses 27 November 2015 19:47. 2 Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia,Bandung; PT. Citra Aditya Bakti; 2013. 3 Dina Sunyowati, Dampak Negatif Kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing di Indonesia, fh.unair.ac.id, 19 November 2015 19:20.

Namun potensi kelautan di Indonesia masih belum dioptimalkan oleh bangsa Indonesia. Terlihat bahwa daerah pesisir pantai yang rata-rata mendapatkan penghasilan dari laut, masih berada pada taraf hidup yang rendah. Paradigma bangsa Indonesia masih terfokus pada pandangan bahwa sektor darat memiliki potensi besar bagi perekonomian bangsa. Hal ini yang menyebabkan aksi pencurian ikan oleh kapal asing dan penangkapan ikan dengan cara yang tidak semestinya marak di indonesia khususnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan oleh nelayan-nelayan Indonesia maupun nelayan asing. Dalam hukum internasional pengaturan terhadap kegiatan penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan terdapat dalam United Nation Convention on The Law of The Sea 1982. Di laut teritorial, Pasal 17 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 menyatakan bahwa kapal semua negara baik berpantai atau tidak berpantai dapat menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial dengan tunduk pada ketentuan konvensi. Namun hal ini dibatasi dalam Pasal 19 ayat 2 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 yang mana mengisyaratkan larangan terhadap lintas suatu kapal asing yang dapat merugikan kedamaian, ketertiban dan keamanan negara pantai apabila kapaltersebut di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan yakni setiap kegiatan yang berkenaan dengan perikanan sebagaimana yang tercantum dalah huruf (i). Secara tegas dinyatakan bahwa segala kegiatan yang menyangkut perikanan di laut teritorial oleh kapal asing merupakan kegiatan yang merugikan kedamaian, ketertiban dan keamanan negara pantai. Sedangkan dalam Pasal 56 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982, negara pantai dalam Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dari perairan di atas dasar laut dan tanah dibawahnya serta berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan ekspoitasi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Namun dipertegas oleh Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif bahwa kegiatan ekplorasi, eksploitasi sumber daya alam harus didasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional dari Pemerintah republik Indonesia. Food and Agriculture Organization/FAO mendeskripsikan kegiatan perikanan tersebut dengan istilah Illegal, Unreported and Unregulated Fishing yang berarti penangkapan ikan dilakukan secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.fao menegaskan praktik illegal, unreported, and unregulated menyebabkan kerugian hingga 23 miliar dolar di seluruh dunia, dengan 30 persennya merupakan kerugian yang dialami Indonesia. 4 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 tidak mengatur mengenai illegal fishing. Namun United Nation Convention on The Law of The Sea 1982mengatur mengenai kedaulatan negara dalam kawasan laut yang tunduk di bawah kedaulatan suatu negara pantai/kepulauan meliputi perairan pedalaman 4 Ibid

dan laut teritorial sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982. Dalam Pasal 2 United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 negara dapat memberlakukan semua peraturan hukumnya terhadap kapal yang memberi dampak bagi negara pantai atau mengganggu keamanan negara pantai. Hal ini juga berkaitan langsung dengan Pasal 19 ayat (2) United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 yang menyatakan kegiatan perikanan termasuk kedalam kegiatan yang merugikan kedamaian, ketertiban suatu negara. Di Indonesia, penangkapan ikan secara illegal, unreported, and unregulated ini secara tegas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing juga diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan beberapa peraturan perundang-undangan di bawahnya. Kedua pengaturan baik ketentuan nasional maupun internasional tersebut sama-sama saling melengkapi dalam mengatur tindakan penangkapan ikan di Indonesia. Dari berbagai sumber tercatat kasus illegal, unreported, and unregulated fishing di Perairan Indonesia mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2011 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Tahun 2005 tercatat 216 kasus, tahun 2006 sebanyak 170 kasus, tahun 2007 naik menjadi 198 kasus, tahun 2008 130 kasus, tahun 2009 180 kasus,tahun 2010 195 kasus, dan puncaknya pada tahun 2011 meningkat menjadi 230 kasus. 5 Hal ini menunjukkan bahwa upaya Indonesia 5 Ika Akbarwati, Pencurian Ikan di Laut NKRI Sudah Seperti Kanker Stadium Akhir, http://ww.selasar.com, 19 November 2015 19:32.

dalam pemberantasan praktik illegal, unreported, and unregulated fishing belum mampu mengurangi dan mencegah datangnya nelayan-nelayan asing yang menjadikan Indonesia sebagai pilihan untuk mengeksplorasi kekayaan laut. Maraknya aktivitas pencurian ikan di perairan Indonesia menyebabkan negara merugi setiap tahunnya. Kerugian ekonomis dari pencurian ikan adalah berkurangya hasil pencaharian nelayan lokal yang berakibat langsung pada banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh pabrik-pabrik pengolahan ikan yang operasionalnya bergantung pada stock ikan.dari segi politik, praktik pencurian ikan menyebabkan ketegangan antar negara dan menimbulkan citra yang tidakbaik diakibatkan negara pantai tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dengan baik. Selain itu dampak sosial yang muncul akibat pencurian ikanadalah mencuatnya konflik-konflik negara-negara yang berawal dari konflik kecil antar nelayan satu negara hingga nelayan antar negara yang dapat memicu masalah antar negara. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan untuk menuangkan permasalahan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED FISHING (IUU FISHING) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL.