BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

NASKAH SEMINAR ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM Versi 2.0 DI SUNGAI OPAK_OYO 1

BAB IV METEDE PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

BAB IV METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LETAK GEOGRAFIS DAN KEADAAN ALAM

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

NASKAH SEMINAR ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN DEM SRTM 1 ARC SECOND DI SUNGAI PROGO 1

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

Bab V Analisa dan Diskusi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB IV GAMBARAN UMUM

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata dan acak pada daerah aliran sungai Progo (Gambar 5.1), kemudian ekstraksi tabel nilai elevasi (lihat Lampiran A) diperoleh dengan menggunakan fitur (ArcGIS) Add Surface Information dengan input data permukaan adalah data DEM dan Kontur BIG (TIN). Gambar 5.1 Peta Titik Tinjauan Elevasi 46

47 Dari nilai beda elevasi dari kedua data, dilakukan perhitungan statistik sehingga di peroleh data berikut. Tabel 5.1 Statistik Beda Elevasi (Kontur BIG) Keterangan Nilai Rata-rata 6,9550 Standar Error 0,8119 Nilai Tengah 8,1311 Standar Deviasi 8,1191 Variasi Sampel 65,9195 Cakupan Data 49,8955 Minimum -23,8098 Maksimum 26,0858 Jumlah 695,4990 Berdasarkan pengamatan terhadap nilai beda elevasi beserta statistiknya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan. 1. Data elevasi SRTM 1 Arc Second memiliki selisih 6,955 meter dari data elevasi kontur RBI. 2. Jika diasumsikan bahwa data elevasi kontur RBI memiliki akurasi yang lebih baik, maka penggunaan data elevasi SRTM 1 Arc Second harus dikurangi 6,955 meter. 3. Jika diasumsikan bahwa data elevasi kontur RBI memiliki akurasi yang lebih baik, maka persentase kepercayaan data SRTM 1 Arc Second terhadap data elevasi kontur RBI adalah 96,53%. 4. Perbedaaan data elevasi antara kedua data yang mencapai nilai 6,955 meter akan sangat berpengaruh pada wilayah dengan elevasi rendah, perbedaan ini dapat mengakibatkan adanya perbedaan data jejaring aliran yang dihasilkan oleh data DEM (SRTM 1 Arc Second), sehingga penulis harus melakukan rekondisi DEM yang dapat memperbaiki data jejaring aliran yang dihasilkan oleh data DEM (SRTM 1 Arc Second).

48 2. DEM dan Titik Pengukuran Topografi Berdasarkan 33 titik pengukuran topografi yang memiliki nilai koordinat (X dan Y) dan elevasi (Z) (lihat Lampiran B), diperoleh hasil ploting point pada wilayah DAS Progo (lihat Gambar 5.2). Kemudian dilakukan ekstraksi nilai elevasi (lihat Lampiran B) menggunakan fitur (ArcGIS) Add Surface Information dengan input data permukaan adalah data DEM. Gambar 5.2 Peta Titik Pengukuran Topografi

49 Dari nilai beda elevasi dari kedua data, dilakukan perhitungan statistik sehingga di peroleh data berikut. Tabel 5.2 Statistik Beda Elevasi (Topografi) Keterangan Nilai Rata-rata -0,6874 Standar Error 2,2310 Nilai Tengah -2,5274 Standar Deviasi 12,8164 Variasi Sampel 164,2600 Range Data 67,9627 Minimum -19,1140 Maksimum 48,8486 Jumlah -22,6826 Total Data 33 Berdasarkan perbandingan DEM SRTM 1 Arc Second terhadap titik pengukuran topografi, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. 1. Data elevasi SRTM 1 Arc Second memiliki selisih 0,6874 meter dari data elevasi pengukuran topografi. 2. Jika diasumsikan bahwa data elevasi pengkuran topografi memiliki akurasi yang lebih baik, maka penggunaan data elevasi SRTM 1 Arc Second harus dikurangi 0,6874 meter. 3. Jika diasumsikan bahwa data elevasi kontur RBI memiliki akurasi yang lebih baik, maka persentase kepercayaan data SRTM 1 Arc Second terhadap data elevasi pengukuran topografi adalah 96,5861%. 4. Nilai elevasi dari data DEM cukup sesuai dengan pengukuran topografi. Namun jika diperhatikan lebih seksama pada beberapa titik yang memiliki nilai beda elevasi yang cukup signifikan yakni 15 sampai dengan 48 meter, maka dapat disimpulkan bahwa pada beberapa wilayah, data DEM SRTM tidak memiliki nilai yang valid terhadap pengukuran topografi di lapangan. Jika diasumsikan bahwa pengukuran topografi memiliki nilai elevasi yang lebih akurat, maka penggunaan data DEM untuk melakukan analisis hidrologi harus sangat memperhatikan kecocokan keadaan topografi terhadap data DEM pada wilayah analisis.

50 B. Batas DAS Delinasi batas DAS (lihat Gambar 5.3) diperoleh berdasarkan hasil analisis fitur Watershed dengan titik outlet pada pertemuan antara sungai Progo dan Laut Selatan dengan koordinat 110,203201 BT ; -7,982654 LS. Kooordinat titik berat dan titik terjauh dari DAS diperoleh dengan fitur Centroid dan Measure (lihat Tabel 5.3). Gambar 5.3 Peta Batas DAS Progo hasil analisis

51 Tabel 5.3 Data DAS Progo Hasil Analisis Keterangan SRTM 1 Arc Second BPDAS Satuan Luas 2.455.131.696,480 2.461.190.216 Meter2 Keliling 398.338,171 264.692 Meter Total Piksel 2.606.888,00 - Piksel Posisi Bujur 109,995293 s.d 110,456960 109,983931 s.d 110,456630 Derajat Posisi Lintang -7,195275 s.d - -7,195341 s.d - 8,000553 8,003380 Derajat Elevasi Tertinggi 3317 - Mdpl Elevasi Terendah 0 - Mdpl Panjang titik terjauh (L) 87.881,17 87.621,10 Meter Panjang titik berat (Lc) 49.749,83 49.417,69 Meter Koordinat Titik Outlet Bujur 110,2032013 110,209496 Derajat Lintang -7,9826537-7,979278 Derajat Koordinat Titik Centroid Bujur 110,2350075 110,235234 Derajat Lintang -7,5339338-7,533215 Derajat Koordinat Titik Terjauh Bujur 110,0958488 110,095133 Derajat Lintang -7,1952753-7,195341 Derajat Faktor Bentuk (elongation ratio) 0,370850197 0,354359887 Faktor Kebulatan (circularity ratio) 0,194437849 0,441441758 Secara detail peta perbandingan batas DAS antara hasil analisis dan BPDAS dilampirkan pada lampiran E (Peta Perbandingan Batas DAS). Berdasarkan tabel 5.3 dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Luas DAS hasil analisis menggunakan data DEM SRTM memiliki perbedaan nilai 6,0585 km 2 dengan data BPDAS Serayu Opak Progo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan nilai ini tidak signifikan mengingat persentase perbedaannya adalah 0,2462% terhadap data BPDAS Serayu Opak Progo. Perbedaan tampak di sekitar wilayah hilir dan sekitar lereng gunung Sindoro (lihat Lampiran G).

52 2. Perbedaan luas DAS yang tidak signifikan menunjukkan bahwa hasil analisis dapat dikatakan memuaskan. Hal ini tentunya memberikan informasi yang cukup berharga dimana data DEM SRTM dapat digunakan untuk melakukan delineasi batas DAS secara efektif dan efisien. 3. Dari hasil pengamatan langsung, perhitungan faktor bentuk dan faktor kebulatan dapat disimpulkan bahwa bentuk DAS dikategorikan memanjang. Semakin rendah nilai faktor bentuk dan faktor kebulatan maka akan semakin baik kemampuan sungai utama untuk mengalirkan air ke titik outlet, dikarenakan sungai memiliki rentang waktu yang lebih lama dan debit yang relatif kecil untuk mengalirkan air hingga ke titik outlet. Wilayah administratif yang mencakup daerah aliran sungai Progo termasuk ke dalam 2 (dua) provinsi yakni Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sedangkan cakupan wilayah kabupaten pada DAS Progo termasuk kedalam 11 kabupaten (lihat Gambar 5.4) yaitu kabupaten Temanggung, Wonosobo, Kota Magelang, Magelang, Semarang, Boyolali, Purworejo, Sleman, Kulon Progo, Kota Yogyakarta dan Bantul. Berikut merupakan wilayah yang berbatasan langsung terhadap DAS Progo, 1. Sebelah Selatan berbatasan dengan samudra Hindia, dimana perbatasan tersebut merupakan titik pertemuan sungai dengan laut. 2. Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Kulon Progo, Purworejo dan Wonosobo. 3. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Temanggung dan Semarang. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Semarang, Boyolali, Sleman, Klaten, Kota Yogyakarta, dan Bantul. 5. Kabupaten Kulon Progo, Magelang, Temanggung, Semarang, Boyolali, Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul merupakan kabupaten yang berbatasan dengan DAS Progo meskipun sebagian wilayahnya juga termasuk ke dalam DAS Progo.

Gambar 5.4 Peta Batas Kabupaten sekitar DAS Progo hasil analisis 53

54 C. Jejaring Aliran Data jejaring aliran (sungai) diperoleh berdasarkan hasil konversi analisis fitur Flow Accumulation atau akumulasi aliran. Berikut merupakan peta jejaring aliran sungai Progo hasil analisis menggunakan data DEM SRTM 1 Arc Second dan Software ArcGIS 10.3.1. Gambar 5.5 Peta Jejaring Aliran DAS Progo

55 Secara detail profil memanjang sungai dilampirkan pada lampiran F (Profil Memanjang Sungai Utama) dari hulu sampai hilir sungai utama atau sungai berordo 1. Berikut menunjukkan data-data yang diperoleh dari proses akumulasi arah aliran. Tabel 5.4 Data Jejaring Aliran DAS Progo Keterangan Nilai Satuan Panjang Sungai Utama 121.710,00 Meter Total Panjang Anak Sungai Posisi Hulu - Bujur - Lintang 2.123.940,48 Meter 110,16821-7,266803 Derajat Elevasi Hulu 765,00 Mdpl Posisi Hilir - Bujur - Lintang Elevasi Hilir 110,20321-7,982775 Derajat 0 Mdpl Kemiringan Memanjang 1,0874 % Kerapatan Jaringan 0,000893756 Meter/Meter2 Berikut merupakan data ordo sungai yang diperoleh dari hasil analisis fitur Stream Ordor. Tabel 5.5 Data Ordo Jejaring Aliran DAS Progo Ordo Total Ordo Panjang Total (meter) 1 1 70.348,53 2 4 53.360,66 3 30 259.953,72 4 117 623.961,33 5 447 1.186.664,77 Total 2.194.289,02 Sungai utama sepanjang 70,3485 km memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan data panjang sungai Progo dari BPDAS Serayu Opak Progo yang menentukan nilai panjang sungai Progo 140 km. Hal ini disebabkan

56 proses klasifikasi oleh BPDAS yang mengkategorikan sungai berordo 2 pada bagian tengah DAS sebagai sungai utama atau sungai Progo. Jika mengikuti dari proses klasifikasi oleh BPDAS maka total panjang sungai Progo adalah 121,71 km. Sehingga diperoleh perbedaan nilai 18,29 km atau 13,0665 % dari panjang sungai Progo (BPDAS Serayu Opak Progo). Perbedaan data jejaring aliran tersebut tentunya dinilai sangat signifikan. Oleh karena itu, proses rekondisi DEM atau dengan kata lain menurunkan elevasi beberapa piksel DEM berdasarkan data jejaring aliran yang akurat sangat dibutuhkan guna menyesuaikan data jejaring aliran hasil analisis dan data milik instansi (BPDAS Serayu Opak Progo). Berdasarkan data jejaring aliran yang digunakan penulis untuk merekondisi DEM adalah dari BIG, sehingga dianggap wajar jika terjadi perbedaan data hasil analisis dan data BPDAS. Perbandingan data jejaring aliran antara hasil analisis DEM dan data yang bersumber dari BIG dilakukan dengan pengukuran tidak langsung menggunakan software ArcGIS 10.3.1. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan data yang diberikan oleh BIG mengenai panjang sungai utama DAS Progo. Dari proses pengukuran tersebut, diperoleh panjang total sungai Progo adalah 115 km. Sehingga diperoleh perbedaan sebesar 6,71 km. Perbedaan ini dianggap tidak signifikan mengingat jika dibandingkan terhadap panjang sungai Progo dari BIG memiliki nilai perbandingan 5,8348 %. Dari nilai perbandingan terhadap data jejaring aliran BPDAS dan BIG, kemudian mengingat data yang digunakan untuk proses rekondisi DEM adalah data dari BIG. Maka dapat disimpulkan bahwa proses rekondisi DEM dan data jejaring aliran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil analisis jejaring aliran.

57 D. Kemiringan Lahan Berdasarkan data DEM dari SRTM 1 Arc Second dalam cakupan wilyah DAS Progo hasil analisis, kemudian dilakukan analisis kemiringan lahan menggunakan fitur Slope. Berikut ini merupakan peta kemiringan lereng di wilayah DAS Progo. Gambar 5.6 Peta Kemiringan Lahan DAS Progo

58 Berikut ini merupakan luasan, panjang keliling dan faktor LS pada setiap kelas kemiringan (RLKT). Tabel 5.6 Data Kemiringan Lahan DAS Progo Kemiringan Luas Keliling Faktor persen meter2 meter LS 0-5 399.602.875,02 26.894.184,66 0,75 5-15 1.117.249.801,72 47.615.563,80 1,2 15-35 691.326.097,84 30.162.379,42 4,5 35-50 146.643.545,54 9.513.738,73 7,5 > 50 100.309.376,36 3.610.597,10 12 Untuk rekapitulasi data pada setiap piksel data DEM, diperoleh data statistik sebagai berikut. Tabel 5.7 Data Statistik Kemiringan Lahan DAS Progo Keterangan Nilai Satuan Data 2.606.888,00 piksel Minimum 0,00 % Maksimum 201,73 % Jumlah 41.545.456,19 % Rata-rata 15,94 % Standar Deviasi 14,71 Dari data statistik dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemiringan lahan yang diperoleh pada wilayah DAS Progo adalah 15,94%, sehingga dapat dikategorikan bahwa DAS Progo memiliki nilai kemiringan yang cukup curam. Hal ini dikarenakan wilayah DAS Progo sendiri yang diapit oleh 4 gunung, yaitu Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Merapi. Wilayah datar hanya terdapat pada bagian tengah hingga hilir dari DAS atau Sungai.

59 E. Tataguna Lahan Berdasarkan klasifikasi tataguna lahan oleh RBI, maka dihasilkan luas wilayah berdasarkan fungsi lahan yang berada pada cakupan daerah aliran sungai Progo. Berikut merupakan peta tataguna lahan DAS Progo. Gambar 5.7 Peta Tataguna Lahan DAS Progo

60 Berikut adalah tabel rekapitulasi luas dan keliling berdasarkan fungsi lahan pada DAS Progo. Tabel 5.8 Data Tataguna Lahan DAS Progo Keterangan Keliling Luas Meter Meter 2 Air Payau 25.457,77 3.348.206,40 Air Tawar 716.453,87 18.038.944,56 Belukar/Semak 754.311,10 91.088.477,05 Gedung 123.180,51 1.426.067,29 Hutan 54.767,77 9.641.185,76 Kebun 8.380.817,93 694.168.074,91 Pasir Darat 51.181,00 2.479.895,30 Pemukiman 7.129.505,55 408.790.130,03 Rumput 441.565,58 29.258.720,64 Sawah Irigasi 4.157.978,32 507.759.273,84 Sawah Tadah Hujan 3.235.774,61 396.316.162,48 Tanah Berbatu 34.632,09 3.985.716,80 Tegalan 3.531.751,56 287.459.318,12 Jumlah 28.637.377,67 2.455.131.696,48 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulakan bahwa penggunaan lahan di DAS Progo didominasi oleh kebun, persawahan, pemukiman dan tegalan, dengan luas total mencapai 2.294.492.959 m 2.

61 F. Jenis Tanah Berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang ada di pulau Jawa, maka dihasilkan luas wilayah berdasarkan jenis tanah yang berada pada cakupan daerah aliran sungai Progo. Berikut merupakan peta jenis tanah pulau Jawa yang telah dipotong berdasarkan wilayah DAS Progo. Gambar 5.8 Peta Jenis Tanah DAS Progo

62 Progo. Berikut adalah tabel luas dan keling berdasarkan jenis tanah pada DAS Tabel 5.9 Data Jenis Tanah DAS Progo Keterangan Keliling Luas meter meter 2 Aluvial 195.586,19 113.919.795,38 Andesit 43.062,81 22.612.407,85 Batuan gunungapi Condong 7.623,11 3.319.055,33 Batuan gunungapi kekep 4.105,75 911.994,72 Batuan gunungapi Sumbing 187.633,04 359.583.507,71 Batuan gunungapi Sundoro 199.875,07 174.324.111,29 Batuan Gunungapi Tak Terpisahkan 454.986,06 942.327.488,97 Batuan Gunungapi Telomoyo 15.086,81 6.596.362,61 Batuan gunungapi tua Sumbing 72.447,46 59.583.129,73 Batuan gunungapi tua Sundoro 113.235,54 12.595.788,31 Batuan Vulkanik Andong dan Kendil 29.982,81 19.408.279,73 Breksi Gunungapi 31.652,37 42.576.007,21 Dasit 8.998,94 2.841.000,00 Diorit 2.063,19 317.853,06 Endapan Gunungapi Merapi Tua 33.826,61 9.697.646,62 Endapan Gunungapi Muda Merapi 9.710,36 1.167.034,08 Endapan Kerucut Abu 31.823,22 24.653.074,17 Endapan Longsoran (Ladu) dari Awan Panas 80.893,91 15.871.569,55 Formasi Jonggrangan 46.517,73 8.167.523,47 Formasi Kaligetas 107.032,99 159.776.437,62 Formasi Kebobutak 161.728,71 128.512.500,03 Formasi Kerek 17.311,56 11.978.061,16 Formasi Nanggulan 18.271,61 4.442.949,54 Formasi Penyatan 112.846,64 110.577.702,17 Formasi Semilir 1.503,29 107.127,87 Formasi Sentolo 197.180,09 115.741.832,61 Gunungapi Gianti 7.046,25 2.040.962,12 Gunungapi Gilipetung 54.783,80 51.852.269,52 Koluvial 26.142,43 10.145.558,72 Kubah Lava dan Leleran 6.300,99 1.125.336,01 Lahar dan andesit porpiri 42.675,89 32.269.645,39 Lava Sumbing 17.314,97 4.211.306,35 Jumlah 2.339.250,18 2.455.131.696,48 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis tanah di DAS Progo didominasi batuan gunung api terutama batuan gunung api tak terpisahkan yang mencapai luas 942.327.488,97 m 2.