Disampaikan dalam Seminar regional Jerat Hukum Makar terhadap Aksi Demonstrasi Umat Islam Indonesia dalam Perspektif Politik, HTN dan Hukum Pidana, yang diselenggarakan oleh Departemen Hukum Pidana FH UII, Yogyakarta, 1 Desember 2016
Menu makanan untuk komunikasi politik dengan Ormas Keagamaan & Parpol: 1. Jokowi ke PB NU Kacang rebus, ubi rebus & singkong goreng 2. Jokowi ke PP Muhammadiyah Dodol garut, pisang rebus & jeruk 3. Jokowi & Prabowo Nasi goreng & Ikan bakar 4. Jokowi & Megawati Bakmi goreng dan rebus 5. Jokowi & Surya Paloh Bubur ayam dan Mie Aceh 6. Jokowi & Setya Novanto Opor ayam & rempeyek Apa Presiden Ketua Parpol Membahas, sang, Demo 2 Desember
Kapolri Jenderal Tito Karnavian: Ada kelompok-kelompok yang ingin menggunakan isu ini karena ada pengumpulan massa mereka mendompleng dengan membawa isu lain masuk. Di antaranya menggulingkan presiden dengan cara menduduki DPR kemudian ada juga yang ingin chaos supaya terjadi kekacauan, ini diantaranya kelompok teror. (21 November 2016) Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo: Jajarannya bersama Polri siap menghadapi upaya makar yang diduga disusupkan dalam aksi 2 Desember itu nanti
Kapolri Akui Aksi Bela Islam Bukan Makar (27 November 2016) 1. Saya Aksi Bela Islam 2. Kapolri 2 Desember 3. Kepolisian Jl. Soedirman MH Thamrin Aksi Mabes Polri Gerakan Nasional Pendukung Fatwa (GNPF) MUI Aksi Bela Islam III 2 Desember 2016. (28 November 2016)
1. Aksi 2 Desember berupa gelar sajadah tanpa mengubah tuntutan penangkapan Ahok. 2. Unjuk rasa dilakukan dengan berdzikir dan berdoa di Lapangan Monas pukul 08.00 13.00 WIB 3. Selepas shalat Jumat, pemimpin GNPF akan konvoi menyapa warga dan melepas peserta aksi. 4. Dibentuk Tim Terpadu GNPF-TNI-Polri untuk mengatur masalah teknis pelaksanaan aksi. 5. Kapolri mencabut imbauan melarang masyarakat daerah ikut Aksi Bela Islam III. 6. Jika ada gerakan di luar kesepakatan, bukan bagian dari Aksi Bela Islam III.
Pasal 28 UD NRI Tahun 1945: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan U Pasal 28E ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
Pasal 1 ayat (2) : Kedaulatan di tangan rakyat dilaksanakan menurut undang-undang dasar Pasal 1 ayat (3) : Indonesia adalah negara hukum Harus diadakan jaminan bahwa hukum itu dibangun dan ditegakkan menurut prinsip Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip ). Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, Machtsstaat). Prinsip dalam UndangUndang Dasar.
Scott Mainwaring mengingatkan secara teoritis presidensialisme dan sistem multipartai adalah kombinasi yang sulit Denny Indrayana lebih efektif dengan sistem dua partai atau multipartai sederhana. Sistem multipartai akan menghadirkan presiden yang ), sedangkan sistem monopartai akan menghadirkan presiden yang Bara Hasibuan: Sistem presidensial multipartai yang saat ini berlangsung di Indonesia, kemungkinan lebih besar. Jika pemerintah tidak didukung kekuatan mayoritas di (kemampuan pemerintah untuk memerintah) amat terbatas atau yang lebih parah
Alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dalam Pasal 7A, sebagai berikut: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Prosedur pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, diatur dalam Pasal 7B ayat (1) UUD 1945: Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B ayat (2) UUD 1945: Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR. Pasal 7B ayat (3) UUD 1945: Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR.
Pasal 7B ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh (90) hari setelah permintaan DPR diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
Pasal 7B ayat (6) dan ayat (7) UUD 1945. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut. Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
Keputusan MPR sehubungan dengan usul pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden bukan putusan justisil (peradilan) tetapi keputusan politik (politieke beslissing). Pemeriksaan dalam rapat paripurna MPR terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden bukan persidangan justisil tetapi merupakan forum politik ketatanegaraan. Pemeriksaan atas usul pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden bukan bagian dari ranah kekuasaan kehakiman sebagaimana termaktub pada Pasal 24 UUD 1945. Manakala rapat paripurna MPR kelak memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka keputusannya sebatas removal from the office, yakni memakzulkannya dari jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Keputusan MPR tidak memuat sanksi pidana dan semacamnya.
Identitas agama dan budaya menjadi sumber ketegangan atau konflik utama di dunia setelah perang dingin. Jika Indonesia tak bisa mengelola ketegangan akibat persoalan agama dan budaya, pemerintah tak pernah bisa tenang
Indonesia adalah titik temu semua agama. Setiap pemeluknya memiliki hak yangsama untuk mengekspresikan basis keyakinannya, baik di ruang privat maupun ruang publik. Karena itu, tidak sepatutnya jika Indonesia hanya diperrebutkan sebagai ajang unjuk kekuatan ihwal kebenaran tunggl Ketika para pendahulu kita telah meneguhkan Pancasila sebagai dasar negara, sejatinya setiap mengabsorbsi dirinya ke dalam bingkai keindonesiaan yang menyeluruh
Tiga Pancasila 1. 2. Neo 3. Puritanisme