DAFTAR ISI JUDUL UCAPAN TERIMA KASIH KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PROLOG POTENSI KONFLIK ORANG ASING DAN ORANG BALI Sawah Bali untuk Siapa? Pantai Bali, Dulu Tempatnya Dewi Sri, Sekarang Tempatnya Si Sri dan Si Dewi! KUTA : Kota untuk Turis Australia? Gunung, Tempat yang Suci Namun Tak Bernilai Ekonomi Lagi Mudahkah Orang Asing Berinvestasi di Bali? Enaknya Naik Motor di Bali Tanpa KITAS Kadang Tidak Masalah MULAI TERDEGRADASINYA NILAI BALI Bahasa Orang asing Lebih Keren daripada Bahasa Lokal Menonton upacara adat secara gratis, Mungkinkah? Gaya Belanja Orang Bali ala Orang Asing
Bali Penuh Produk Impor Bali Menjadi Pasar Narkoba Internasional Prostitusi : Akankah Bali Menjadi Lokasi Sex Tourism? POSISI TAWAR SI BALI Perbedaan Pelayanan ke Orang Asing dan Orang Bali Orang Bali Berpakaian dan Berpenampilan seperti Orang Asing Orang Bali Terhanyut Kesenian dan Kebudayaan Orang Asing Visa, Susah untuk Orang Bali, Mudah untuk Orang Asing Budaya Bali Perlukah Dikomersialisasikan? Berdaulatkah Bali dan Indonesia di Depan Orang Asing? STRATEGI KOLABORASI ORANG BALI ORANG ASING Membangun Manusia Bali Memanfaatkan Dana Orang Asing Sinergi Orang Bali dan Orang Asing Orang Bali, Bersatulah! Memperketat Aturan Menyelamatkan Produk Asli Bali 2
Upaya dari Orang Asing yang Cinta Bali? Puputan Era Modern PENUTUP PROFIL PENULIS 3
PROLOG Hampir tidak ada orang di dunia ini yang tidak mengenal Bali. Sebagian besar khalayak internasional berpikir bahwa Bali merupakan sebuah negara sendiri dan Indonesia merupakan bagian dari negara Bali itu sendiri. Beberapa orang berpendapat bahwa Bali merupakan pulau wajib yang harus dikunjungi sebelum mereka meninggal dunia. Beberapa orang bahkan berpikir lebih ekstrim yaitu dengan menjadikan Bali sebagai surga terakhir sebelum surga yang sebenarnya. Wajar Bali begitu populer di dunia, mengingat angkaangka fantastis yang ditunjukkan oleh pulau ini dari sektor pariwisatanya. Tahun lalu, Bali mencetak angka fantastis dengan raihan 3,5 juta wisatawan mancanegara yang datang. Angka ini belum termasuk jumlah wisatawan domestik yang mencapai angka 7 juta orang. Tidak hanya angka-angka dari raihan kedatangan turis, lama tinggal wisatawan di Bali pun meningkat dari yang sebelumnya hanya 8 hari, menjadi 9 hari di tahun lalu. Angka ini jelas ampuh dalam mengalahkan data-data statistik destinasi wisata top lainnya seperti Singapura, Kualalumpur, ataupun Phuket di Thailand. 4
Tak hanya melulu melalui data-data statistik, Bali juga memiliki banyak rekor yang dicetak oleh perusahaan baik hotel maupun destinasi wisata. Sebut saja, Hotel Mulia Bali yang memegang rekor The Best Spa Resort in The World 2014 versi Majalah Traveler. Kawasan Ubud juga cukup dikenal sebagai destinasi favorit turis-turis di dunia dalam melakukan yoga serta meditasi, setelah film Eat Pray Love mengambil tempat di Bali. Popularitas Bali juga semakin tidak terbendung dengan kedatangan beberapa artis papan atas dunia, antara lain Paris Hilton, Justin Bieber, Cristiano Ronaldo, hingga David Beckham yang cukup rajin mengunjungi pulau eksotis ini. Terakhir, keberhasilan Bali menjadi tuan rumah ajang internasional, antara lain kompetisi Miss World, konferensi APEC (ekonomi negara-negara Asia Pasifik), hingga KTT ASEAN (negara-negara Asia Tenggara). Hegemoni Bali selalu memberikan opini-opini positif mengenai pulau yang konon menjadi tempat favorit para dewa ini. Sempat diterpa dua kali musibah tragedi bom di tahun 2002 dan 2004, serta penurunan popularitas akibat isu keamanan, ekonomi Bali menggeliat lagi di periode 2008-2015. Menggeliatnya ekonomi Bali tidak hanya karena keberhasilannya mejadi host acara internasional, 5
namun juga kenyaman bagi para investor untuk berinvestasi. Investasi asing yang masuk tentunya bisa membuka banyak lapangan kerja untuk orang Bali. Membludaknya investasi memberi kesan bahwa orang asing/asing (baik pekerja asing maupun investor) dan orang lokal (orang Bali dan orang Indonesia) mampu hidup rukun, tanpa konflik. Namun, benarkah demikian? Benarkah anggapan orang-orang Jakarta bahwa orang Bali biasanya diwarisi banyak bidang tanah dari para leluhurnya, dan siap untuk disewakan kepada para orang asing (orang asing)? Benarkah opini bahwa orang asing selama ini menaati dan mematuhi peraturan adat yang diamanatkan setiap desa adat? Sungguhkah orang-orang Bali menikmati kedatangan orang asing baik untuk berlibur, bekerja, atau berinvestasi? Apakah mereka dapat menikmati alam warisan leluhur Bali seperti orang asing rasakan? Apakah orang-orang Bali pernah berpikir bahwa seandainya seluruh orang asing akhirnya tertarik datang ke Bali, maka mereka akan hidup dengan berlimpah rejeki? Kenyataan di lapangan ternyata tidak selalu seindah kata orang. Angka-angka statistik tidak selamanya mendeskripsikan kondisi riil di lapangan. Capaian datadata dan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak dirasakan 6
setiap lapisan masyarakat. Bali kemudian mengalami sindrom seperti daerah tujuan wisata internasional lainnya, yaitu adanya kesenjangan tinggi antara si kaya dan si miskin, si lokal dan si pendatang. Ada banyak hal yang kemudian berubah semenjak popularitas Bali sebagai pulau dewata meningkat. Tadinya hubungan antara orang asing dan lokal sangat hangat. Akan tetapi, semenjak areal pertanian banyak dikuasai orang asing, perasaan angkuh, benci, dan ego mulai muncul. Banyak kasus pencurian barang-barang orang asing yang tinggal di villa dekat sawah. Masyarakat Bali menjadi tidak mandiri, sangat ketergantungan dengan modal asing. Para investor dunia yang berdatangan, ditambah makin naiknya jumlah imigran pencari kerja di Bali, yang tidak mengindahkan budaya dan adat yang ada di Bali membuat banyak orang bertanya-tanya, sebenarnya Pulau Bali untuk siapa? Pertanyaan di warung kopi tersebut akan dikupas dalam buku ini, dalam beberapa fakta dan pengalaman pribadi saya ketika tinggal di dalam dan luar Bali. Buku ini merupakan intisari dari diskusi yang saya lakukan baik dengan orang Bali, orang luar Bali non ekspat, maupun dengan para ekspatriat di Bali. Semoga dengan uraian 7
pengalaman penulis dalam buku ini, dapat menyadarkan masyarakat Bali akan masa depan pulau kebanggaan mereka. Semoga pula pengalaman pahit yang dirasakan Pulau Bali bisa dijadikan ilham bagi daerah-daerah lain di Indonesia. 8
POTENSI KONFLIK ORANG ASING DAN ORANG BALI Foto Ironi Pertanian Bali Petani Bali yang baru saja memanen sayur di ladangnya. Ladang petani Bali ini tepat berada di belakang pemukiman elit orang asing di kawasang Canggu, Kuta Selatan, Bali. Sawah Bali untuk Siapa? Berpuluh-puluh tahun yang lalu Bali dikenal sebagai pulau agraris. Namun saat ini, masyarakat Bali dinaungi kebiasaan seperti warga betawi di era 1970-an. Ya! Menjual tanah. Tingginya penawaran atas nilai lahan persawahan di pulau Bali, dan harga yang mendekati mendekati harga internasional, membuat rakyat Bali seolah berlomba-lomba menjual warisan leluhur mereka. Dimulai dari penjualan lahan persawahan di area Legian, 9
Seminyak, dan Tuban, Kuta, sampai saat ini mencapai area lahan subur seperti Tabanan dan Bedugul. Data seorang notaris di kawasan Kuta menyebutkan, terdapat ratusan transaksi jual beli lahan dari orang lokal ke orang asing terjadi setiap tahunnya. Ironisnya, orang Bali kemudian menggunakan hasil jual lahan mereka untuk aktivitas non-produktif. Wayan K, seorang mantan tuan tanah di Seminyak menuturkan. Di tahun 1990-an tanah persawahan warisan leluhurnya, dia jual ke investor yang ingin membangun hotel dan restoran di sana. Dia menuturkan bahwa setelah uang hasil penjualan dia dapatkan, sebagian besar uangnya dia malah gunakan untuk berfoya-foya. Tidak adanya pola pikir masa depan menjadi salah satu faktor penyebab banyak orang kaya baru seperti Wayan K, akhirnya tidak tahu harus mengalihkan dana hasil penjualan tanahnya, untuk hal yang produktif. Hanya berselang 7 tahun, uang hasil penjualan tanah Wayan K akhirnya habis tidak bersisa. Ujung dari cerita menyedihkan ini, Wayan K pun menyambung hidup keluarganya dengan bekerja sebagai security di hotel yang berdiri di bekas tanah leluhurnya. Kisah pedih Wayan K bukan kisah satu-dua orang. Kisah yang sama banyak menimpa mantan pemilik tanah yang 10