BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh Penulis maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak mengatur tentang uang kembalian konsumen secara khusus. Pengaturan mengenai hak atas uang kembalian konsumen hanya tersirat dalam Pasal 4 huruf b UUPK, yaitu hak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar. Uang kembalian yang bentuknya relatif kecil, tidak bisa dikembangkan dalam program donasi, dan tidak bisa dikembalikan karena pecahan mata uangnya tidak ada, apapun bentuknya uang kembalian tersebut merupakan hak konsumen yang wajib dikembalikan oleh pelaku usaha. Solusi yang ditawarkan Pamella Supermarket apabila menemui permintaan konsumen atas uang kembaliannya yang bentuknya relatif kecil yang tidak ada pecahannya yaitu dengan memberikan pecahan uang terkecil yang tersedia, seperti Rp25,00, Rp50,00, dan Rp75,00 maka akan diberikan Rp100,00. Banyak konsumen yang merasa merelakan uang kembalian yang nilainya kecil tersebut untuk didonasikan karena merasa tidak ada yang salah dengan beramal. Dan dapat disadari akumulasi dari uang kembalian yang nilainya kecil tersebut jika terkumpul, nilainya juga bisa menjadi 123
124 besar. Jika pelaku usaha nakal uang tersebut bisa saja dialihkan menjadi keuntungan perusahaan. Namun dari Pamella Supermarket sendiri, dalam melakukan program donasinya telah memperoleh izin yang dikeluarkan dari BKPM DIY dan menjalankan kewajibannya membuat laporan pengumpulan sumbangan serta penyalurannya yang diserahkan ke dinas sosial. Serta banyak juga publikasi yang dilakukan Pamella Supermaket sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penyelenggaraan Program Dana Sosial Konsumen Pamella. 2. Perbuatan pelaku usaha atas pengalihan uang kembalian menjadi uang donasi tidak bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen. Hal tersebut adalah salah satu peranan pelaku usaha sebagai salah satu bagian dari masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang lebih baik, sebagaimana tujuan Pamella Supermarket yang ingin membantu kepada yang membutuhkan. Dasar filosofis dibolehkannya pengumpulan sumbangan oleh masyarakat terdapat di dalam penjelasan umum Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UUPUB) yang menyatakan bahwa undang-undang ini bermaksud untuk menampung kehendak baik dari masyarakat yang ingin bergotong royong untuk menyumbang demi pembangunan kesejahteraan sosial juga mental/agama/kerohanian. Dalam penyelenggaraan program donasi kerap kali ditemui penyimpangan-penyimpangan. Oleh sebab itu, peraturan perundang-
125 undangan menentukan syarat dan tata cara yang harus menjadi perhatian bagi para pengumpul sumbangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UUPUB), juga diatur di beberapa peraturan pelaksananya, antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan (PP PPS), dan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 56/HUK/1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan Oleh Masyarakat (Kepmensos PSOM). Setiap kegiatan pengumpulan sumbangan diharuskan memperoleh izin. Permohonan izin tersebut dilakukan kepada pejabat yang berwenang sesuai daerah wewenangnya dan tata cara yang ditentukan dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12 Kepmensos PSOM. Lalu, setiap penyelenggaraan pengumpulan sumbangan harus dilakukan melalui cara dan di tempat yang telah ditentukan dalam Pasal 6 Kepmensos PSOM. Selanjutnya, dalam penyelenggaraan pengumpulan sumbangan harus dilakukan secara terangterangan dengan sukarela, tanpa paksaan, ancaman, kekerasan dan/atau cara-cara yang dapat menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 5 UUPUB, Pasal 3 ayat (1) PP PPS, dan Pasal 5 Kepmensos PPSOM.
126 B. Saran Beberapa saran yang diajukan Penulis sebagai bahan pertimbangan. adalah: 1. Bagi Pemerintah: a. Pengaturan mengenai hak atas uang kembalian konsumen harus diperjelas lagi dalam perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen di Indonesia kedepannya. b. Pernyelenggaraan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak atas uang kembalian mereka sebagai konsumen melalui berbagai media publikasi. c. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku usaha dalam penyelenggaraan program donasi dan penyalurannya hasil program donasi, agar tepat sasaran. 2. Bagi Pelaku Usaha a. Pelaku usaha disini harus lebih aktif lagi dalam memastikan kesukarelaan dari konsumen di setiap praktek transaksi jual beli yang sisa uang kembalian konsumen dijadikan uang donasi. Lebih baik menanyakan kesukarelaannya secara langsung. b. Pelaku usaha jangan sampai memaksakan kehendaknya kepada konsumen. c. Menghindari penetapan harga yang ganjil atau nilainya terlalu kecil, apalagi jika nilai pecahan uangnya sudah tidak tersedia.
127 3. Bagi Konsumen: a. Harus memahami dan lebih teliti di setiap kegiatan jual beli. b. Harus lebih tanggap dalam hal mengajukan pengaduan apabila merasa haknya yang dirugikan oleh pelaku usaha. Pengaduan dapat ditujukan kepada: 1) Pelaku usaha, apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan jalan damai. 2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), jika: a) Konsumen membutuhkan ganti rugi atas penggunaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan persyaratan b) Konsumen dalam menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan satu gerakan advokasi dan dukungan kelompok. 3) Pemerintah, jika konsumen membutuhkan fasilitas melalui proses mediasi untuk meminta ganti rugi atas terjadinya kerugian, maupun informasi mengenai kebijakan perlindungan konsumen. Pengaduan kepada pemerintah dapat dilakukan melalui: a) Dinas Indag Propinsi/Kabupaten/Kota; b) Direktorat Perlindungan Konsumen; c) Unit/Instansi Pemerintah terkait lainnya (misal: Badan Pengawas Obat dan Makanan) 4) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), apabila masalah yang dihadapi adalah perkara konsumen, dan ingin
128 melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, baik melalui Konsiliasi, Mediasi maupun Arbitrasi. 5) Polisi, apabila konsumen mengalami kerugian dalam lingkungan hukum pidana. 6) Pengadilan, apabila permasalahan antara konsumen dan pelaku usaha tidak dapat diselesaikan diluar Pengadilan.