V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di Pulau Jawa. Bagian utara

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bernama Tiuh Margakaya pada tahun 1738 Masehi yang dihuni masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

Karakteristik Daerah Aliran Sungai Mamberamo Papua

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU DAN UBI JALAR (TAHUN 2014: ANGKA TETAP, 2015 : ARAM II)

Transkripsi:

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin merupakan kabupaten yang terletak paling dekat dengan ibukota provinsi Sumatera Selatan yaitu kota Palembang. Sebelah utara : berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dan Selat Bangka, Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Jejawi Kabupaten Ogan Ilir, Kota Palembang, Kecamatan Sungai Rotan dan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim, Sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Pampangan dan Air Sugihan Kabupaten Ogan Ilir dan; Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin. Secara administratif Kabupaten Banyuasin memiliki 16 kecamatan yang secara total memiliki luas sekitar 11.832,99 Km² dengan kepadatan penduduk pada tahun 2009 sebanyak 69,15 jiwa/ Km². Kabupaten Banyuasin masih menjadi tujuan utama penempatan transmigrasi di Sumatera Selatan. Jumlah penempatan transmigrasi di Kabupaten Banyuasin tahun 2009 sebanyak 175 keluarga dengan 623 jiwa. Banyaknya transmigran yang berada pada Kabupaten Banyuasin, menyebabkan mayoritas petani karet yang berada pada beberapa kecamatan dan desa bukanlah penduduk asli daerah tersebut. Kecamatan Banyuasin memiliki topografi yaitu sebanyak 80 persen wilayah datar berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Sedangkan untuk wilayah 20 persen merupakan wilayah yang memiliki struktur lahan kering yang bergelombang dengan rata-rata ketinggian 0-40 meter dari permukaan air laut. Lahan rawa dan dan lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur dan sebagian di Kecamatan Banyuasin I. Sedangkan lahan kering sedikit bergelombang terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung, Banyuasin III, Sembawa, Talang Kelapa dan sebagian kecil Kecamatan 41

Rambutan. Berdasarkan Tim Penulis PS (2011) lahan kering merupakan salah satu jenis lahan yang cocok sebagai tempat pengembangan komoditas perkebunan terutama karet. Wilayah Kabupaten Banyuasin menurut klasifikasi Oldemand memiliki iklim yang bertipe B 1 yaitu dengan suhu rata -rata 26,10-27,40 Celcius dan dengan kelembaban rata-rata 69,4 persen sampai 85,5 persen. Kabupaten Banyuasin juga memiliki rata-rata curah hujan yaitu sekitar 2.723 mm/tahun. 5.2. Kondisi Pertanian Kabupaten Banyuasin Sebagai salah satu kabupaten penghasil karet terbesar di provinsi Sumatera Selatan, penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin mayoritas digunakan untuk pertanian. Lebih dari setengah dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin dipergunakan untuk lahan pertanian. Lahan pertanian yang memiliki luas 906.994 ha terdiri dari lahan sawah seluas 198.298 ha, perekebunan 196.119 ha, hutan 169.087 ha, rawa-rawa, tambak dan kolam 167.786 ha, tegalan dan lading 37.023 ha, padang rumput dan sementara tidak diusahakan yaitu seluas 138.631 ha. Berdasarkan penggunanan lahan pertanian yang ada, lahan sawah dan lahan perekebunan mengambil proporsi paling banyak yaitu masing-masing sebesar 21,86 persen dan 21,62 persen. Komoditas pertanian yang berasal dari lahan sawah yaitu berupa tanaman pangan seperti padi dan palawija. Jumlah produksi padi berdasarkan data sensus 2009 mengalami kenaikan sebesar 8,84 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi tersebut disebabkan karena adanya peningkatan luas panen dan penggunaan benih unggul oleh petani. sedangkan tanaman palawija yang ditanam meliputi tanaman ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan jagung. Produksi yang paling banyak yaitu ubi kayu dengan produksi mencapai 23,6 ribu ton dan diikuti dengan produksi jagung sebanyak 21,1 ribu ton dan sisanya diikuti oleh komoditi palawija lainnya. 42

Tabel 6. Luas Perkebunan rakyat dan Jumlah Petani Menurut Jenis Komoditi di Kabupaten Banyuasin Tahun 2009 Jenis Luas Kebun Persentase Jumlah Persentase (%) Komoditi (Ha) (%) Petani (KK) Karet 88.875 60,2 37.481 48,6 Kelapa Sawit 12.848 8,7 11.602 15,0 Kelapa 45.932 31,1 28.007 37,4 Jumlah 147.655 100,0 77.090 100,0 Sumber : BPS Sumatera Selatan (2010) Komoditi perkebunan yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Banyuasin yaitu karet, kelapa sawit, dan kelapa. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6, luas lahan dan jumlah petani yang terlibat pada perkebunan karet yaitu paling tinggi dibandingkan kelapa sawit dan kelapa. Persentase luas kebun karet yang diusahakan oleh petani rakyat sebesar 60,2 persen menandakan bahwa komoditi karet masih menjadi komoditi utama perkebunan yang ditanam oleh masyarakat Kabupaten Banyuasin. Dapat dilihat juga pada Tabel 7, produksi komoditi perkebunan rakyat yang paling banyak selama tahun 2009 yaitu produksi karet. Komoditi karet dan kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang harganya relatif stabil tinggi sehingga kehidupan petani karet dan kelapa sawit lebih sejahtera dibandingkan dengan petani komoditi lain. Tabel 7. Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Komoditi di Kabupaten Banyuasin Tahun 2009 No. Jenis Komoditi Satuan Produksi 1 Karet Ton 91.988 2 Kelapa Sawit TBS 31.392 3 Kelapa Ton 39.567 Sumber : BPS Sumatera Selatan (2010) 5.2. Karakteristik Petani Responden Petani responden dibagi menjadi tiga kelompok petani responden, yaitu kelompok yang meremajakan, tidak meremajakan dan yang belum meremajakan. Kelompok responden yang meremajakan yaitu petani karet yang me;akukan 43

peremajaan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kelompok responden yang tidak meremajakan yaitu petani karet yang tidak melakukan peremajaan dan umur karet yang dimiliki sama atau melebihi umur peremajaan optimum. Sedangkan kelompok responden yang belum meremajakan yaitu kelompok petani karet yang tidak melakukan peremajaan namun umur karet yang mereka miliki masih dibawah umur peremajaan optimum karet. Umur peremajaan optimum yang diperoleh yaitu umur 23 tahun atau seperti pada penjelasan Bab VI. Kategori usia petani yang dikelompokkan berdasarkan survey Tenaga Kerja Nasional (Saskernas). Usia petani responden berkisar antara umur 25-80 tahun dengan rata-rata umur 45,34 tahun. Kelompok petani yang meremajakan paling banyak berada pada kelompok rentang umur 30-44 tahun yaitu sebanyak 75 persen. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kelompok petani yang meremajakan lebih banyak pada usia yang produktif dibandingkan kelompok petani yang tidak meremajakan dan belum meremajakan. Dapat disimpulkan sementara berdasarkan hasil Tabel 8 bahwa petani yang melakukan peremajaan cenderung dilakukan oleh petani yang masih muda dan berada pada usia produktif. Tabel 8. Sebaran Responden Petani Karet Menurut Usia Tahun 2012 Kategori umur Meremajakan Tidak meremajakan Belum Meremajakan n % n % n % 10-29 tahun 1 6,25 0 0 3 8,11 30-44 tahun 12 75 2 11,76 14 37,84 45-59 tahun 3 18,75 12 70,59 14 37,84 > 60 tahun 0 0 3 17,65 6 16,22 Total 16 100 17 100 37 100 Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 9, petani responden yang berada pada rentang usia 45-59 tahun lebih banyak memiliki karet pada saat karet berumur diatas 15 tahun. Hal ini dapat diduga karena petani mulai melakukan penanaman karet pada saat usia petani berkisar 20 sampai 30 tahun. Sehingga pada umur karet mencapai 20 tahun atau lebih, petani sudah mencapai usia diatas 40 tahun. Hal inilah yang juga menyebabkan banyak petani yang sudah berumur di atas 40 tahun memiliki kebun karet yang berumur di atas 20. 44

Tabel 9. Sebaran Usia Responden Petani Karet Berdasarkan Umur Karet Tahun 2012 Kategori umur (tahun) Umur Karet (tahun) 0-5 % 6-10 % 11-15 % 16-20 % 21-31 % 10-29 1 5,2 0 0 2 25 0 0 1 4,8 30-44 15 79,0 6 54,5 2 25 1 12,5 5 23,8 45-59 3 15,8 4 36,4 2 25 4 50 12 57,1 > 60 0 0 1 9,1 2 25 3 37,5 3 14,3 Total 19 100 11 100 8 100 8 100 21 100 Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tabel 10 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan petani responden. Sebanyak 50 persen petani meremajakan berada pada tingkat pendidikan SMA/sederajat. Kemudian disusul dengan lulusan tingkat pendidikan SD/sederajat sebanyak 31,25 persen dari total petani responden meremajakan. Tabel 10. Sebaran Responden Petani Karet Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 Tidak Belum Meremajakan Meremajakan Tingkat pendidikan meremajakan n % n % n % Tidak Tamat SD 0 0 0 0 3 8,11 SD/Sederajat 5 31,25 5 29,41 11 29,73 SMP/Sederajat 2 12,5 7 41,18 10 27,03 SMA/Sederajat 8 50 4 23,53 11 29,73 Perguruan tinggi 1 6,25 1 5,88 2 5,41 Total 16 100 17 100 37 100 Sebaran pendidikan yang terjadi pada petani responden yang tidak meremajakan paling banyak berada pada tingkat pendidikan SMP/sederajat yaitu sebesar 41,18 persen dan pada tingkat pendidikan SD/sederajat sebanyak 29,41 persen. Sebaran pendidikan formal pada kelompok petani tidak meremajakan lebih beragam. Pendidikan formal petani responden meremajakan secara keseluruhan cukup tinggi, terlihat dari tidak adanya petani responden yang tidak lulus SD dan lebih banyaknya petani responden pada tingkat pendidikan formal SMA/sederajat. Hal itu dapat menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal 45

rata-rata petani meremajakan lebih tinggi dibandingkan dengan petani tidak meremajakan dan belum meremajakan. Tabel 11 menjelaskan sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa pada kelompok petani responden meremajakan yang memiliki pengalaman usahatani pada rentang 5 sampai 10 tahun lebih banyak melakukan peremajaan pada kebun karet mereka. Sedangkan pada petani responden yang tidak meremajakan, sebanyak 82,35 persen kelompok petani responden tersebut memiliki pengalaman usahatani karet lebih dari 15 tahun. Dapat juga disimpulkan berdasarkan Tabel 11, mayoritas petani responden yang tidak meremajakan merupakan petani yang memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun. Hal ini dapat dikarenakan petani masih dapat memperoleh pendapatan dari kebun karet mereka. Tabel 11. Sebaran Responden Petani Karet Menurut Pengalaman Usahatani Tahun 2012 Tidak Belum Pengalaman Meremajakan meremajakan Meremajakan Usahatani n % n % n % 1-5 tahun 2 1,5 0 0 1 2,70 5.1-10 tahun 7 43,75 3 17,65 10 27,03 10.1-15 tahun 3 18,75 0 0 6 16,22 > 15.1 tahun 4 25 14 82,35 20 54,05 Total 16 100 17 100 37 100 Berdasarkan data dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada petani responden secara umum memiliki luas lahan kebun karet diatas 0,49 ha. Petani responden meremajakan mayoritas memiliki luas lahan diatas 1 ha. Sebanyak 56,25 persen atau lebih dari setengah jumlah petani responden meremajakan memiiliki luas lahan perkebunan karet dalam rentang luasan 2,00-4,99 ha. Petani responden yang tidak meremajakan paling banyak petani memiliki luas lahan pada rentang luasan 1,00-1,99 ha yaitu sebanyak 47,06 persen dari total petani responden yang tidak meremajakan. Sebaran petani responden meremajakan berdasarkan luas lahan karet yang dimiliki tidak terlalu beragam seperti petani responden yang tidak meremajakan. Hal ini terlihat dari rentang luas lahan yang dimiliki petani responden meremajakn hanya berada pada rentang luas lahan diatas dari 2 ha. Namun secara keseluruhan, 46

rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden meremajakan yaitu 3,35 ha. Sedangkan rata-rata luas lahan petani responden yang tidak meremajakan adalah 1,59 ha dan kelompok petani yang belum meremajakan yaitu 2,18 ha. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden meremajakan lebih tinggi dibandingkan dengan petani responden yang tidak meremajakan dan belum meremajakan. Tabel 12. Sebaran Responden Petani Karet Menurut Luas Lahan yang Diusahakan Tahun 2012 Tidak Belum Kategori luas lahan Meremajakan meremajakan Meremajakan karet (ha) n % n % n % < 0.49 0 0 0 0 0 0 0.5-0.99 0 0 3 17,65 5 13,51 1.0-1.99 2 12,50 8 47,06 13 35,14 2.0-4.99 9 56,25 5 29,41 17 45,95 > 4.99 5 31,25 1 5,88 2 5,41 Total 16 100 17 100 37 100 Petani responden memiliki pendapatan di luar usahatani karet yang cukup beragam. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa distribusi pendapatan luar usahatani karet petani meremajakan dan petani yang tidak meremajakan menyebar cukup seragam. Pada petani responden meremajakan, persentase pendapatan tertinggi berada pada rentang nilai 500.000-1.500.000 rupiah per bulan yaitu sebesar 50 persen. Sedangkan pada petani responden yang tidak meremajakan, persentase pendapatan tertinggi berada pada rentang nilai kurang dari 500.000 rupiah per bulan dan 500.000-1.000.000 rupiah per bulan yaitu sebesar 41,18 persen. Sebanyak 35 persen jumlah petani responden yang tidak meremajakan tidak memiliki pendapatan di luar usahatani karet. Hal ini menandakan bahwa pada petani responden yang tidak meremajakan lebih mengutamakan pendapatan dari karet dibandingkan dengan pendapatan di luar karet. Rata-rata jumlah pendapatan di luar usahatani karet pada kelompok meremajakan, tidak meremajakan dan yang belum meremajakan hampir sama, yaitu sekitar 2,4 juta rupiah per bulan. Hal ini juga dapat terlihat dari sumber penghasilan utama yang diperoleh petani responden meremajakan, tidak meremajakan dan yang belum meremajakan. 47

Tabel 13. Sebaran Responden Petani Karet Berdasarkan Pendapatan Luar Usahatani per Bulan Tahun 2012 Pendapatan Per bulan diluar usahatani karet (Rp) Meremajakan Tidak meremajakan Belum Meremajakan n % n % n % 0 2 12,50 6 35,29 12 32,43 1 499.999 0 0 1 5,88 5 13,51 500.000-1.500.000 8 50 7 41,18 10 27,03 1.500.001-2.500.000 1 6,25 0 0,00 3 8,11 2.500.001-5.000.000 4 25 1 5,88 5 13,51 >5.000.000 1 6,25 2 11,76 2 5,41 Total 16 100 17 100 37 100 Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa secara umum petani responden menjadikan usahatani karet sebagai penghasilan utama mereka. Sebanyak 75 persen petani responden meremajakan menjadikan usahatani karet sebagai penghasilan utama. Sedangkan pada petani responden yang tidak meremajakan, sebanyak 100 persen petani atau seluruh petani responden yang tidak meremajakan menjadikan usahatani karet sebagai penghasilan utama mereka. Tabel 14. Sebaran Responden Petani Karet Berdasarkan Status Usahatani Tahun 2012 Tidak Belum Status Usahatani Meremajakan meremajakan Meremajakan Karet n % n % n % Penghasilan Utama 12 75 17 100 35 94,59 Penghasilan Sampingan 4 25 0 0 2 5,41 Total 16 100 17 100 37 100.00 Begitu juga dengan petani responden yang belum meremajakan, sebanyak 94,59 persen petani responden menjadikan usahatani karet sebagai penghasilan utama mereka. Dapat disimpulkan bahwa usahatani karet masih dijadikan sebagai mata pencaharian utama petani responden pada daerah penelitian. Diduga bahwa petani responden yang tidak meremajakan lebih mengandalkan karet sebagai penghasilan mereka, sehingga apabila kebun mereka akan diremajakan, mereka dapat kehilangan penghasilan utamanya. 48

Tabel 15. Sebaran Responden Petani Karet Berdasarkan Pendapatan Usahatani Karet per Bulan Tahun 2012 Tidak Belum Pendapatan Per bulan Meremajakan meremajakan Meremajakan usahatani karet (Rp) n % n % n % 0 7 43,75 0 0 3 8,11 1-999.999 0 0 1 5,88 0 0 1000.000-3000.000 1 6,25 8 47,06 10 27,03 3000.001-6000.000 2 12,50 6 35,29 10 27,03 6.000.001-9.000.000 1 6,25 1 5,88 6 16,22 >9.000.000 5 31,25 1 5,88 8 21,62 Total 16 100 17 100 37 100 Berdasarkan Tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa pendapatan usahatani karet pada kelompok petani responden yang tidak dan belum meremajakan berada pada rentang nilai pendapatan 1 juta sampai 6 juta rupiah per bulan. Rata-rata pendapatan usahatani karet yang diterima oleh petani responden yang tidak meremajakan yaitu sebesar 4,5 juta rupiah setiap bulannya. Sedangkan untuk petani yang belum meremajakan yaitu sebesar 6,6 juta rupiah perbulan. Pendapatan rata-rata yang diperoleh petani responden (tidak meremajakan dan belum meremajakan) dari usahatani karet lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh petani responden di luar usahatani. Hal ini menandakan bahwa petani responden masih mengandalkan karet sebagai penghasilan utama mereka. Selain itu juga, penerimaan dari usahatani karet masih bisa memberikan hasil yang memuaskan bagi petani responden. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat secara keseluruhan, jumlah rata-rata tanggungan rumah tangga petani responden sama, yaitu sekitar 3 sampai 4 tanggungan untuk setiap rumah tangga. Namun untuk petani responden yang tidak meremajakan, dapat terlihat semakin tinggi luas lahan yang dimiliki maka akan semakin rendah jumlah tanggungan dari petani responden. 49

Tabel 16. Sebaran Responden Petani Karet Menurut Luas Lahan yang Diusahakan dan Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Tahun 2012 Tidak Belum Meremajakan Kategori luas lahan meremajakan Meremajakan karet (ha) rata-rata tanggungan rata-rata tanggungan rata-rata ranggungan < 0.49 0 0 0 0.5-0.99 0 3,33 3,80 1.0-1.99 3,50 3,88 3,85 2.0-4.99 4,00 3,00 3,70 > 4.99 3,60 2,00 3,00 rata-rata 3,75 3,05 3,59 Pembulatan 4,00 3,00 4,00 5.3. Gambaran Umum Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Banyuasin Gambaran umum perkebunan karet rakyat di Kabupaten Banyuasin akan dijelaskan dari sisi peremajaan dan tanaman sela yang dilakukan petani karet. Penjelasan tersebut akan dibagi dalam sub bab yang menjelaskan tentang peremajaan karet dan tanaman sela. Berikut penjelasannya : 5.3.1. Peremajaan Pembersihan Lahan Kegiatan pembersihan lahan merupakan kegiatan awal yang dilakukan apabila ingin menanam karet atau meremajakan karet. Informasi pembersihan lahan karet yang dilakukan petani responden diperoleh berdasarkan hasil wawancara di lokasi penelitian. Pembersihan lahan karet pada saat penanaman baru atau peremajaan tidak jauh berbeda. Perbedaan yang paling mendasar adalah ketika peremajaan, petani harus melakukan pemupukan terlebih dahulu pada lahan bekas karet. Perbedaan lainnya yaitu berupa keuntungan bagi petani, yaitu petani dapat memperoleh hasil sampingan lain dari kayu karet yang ditebang pada saat pembersihan lahan. Hasil dari penebangan kayu karet yang sudah tua dapat dijual petani ke pabrik kayu dan ranting-ranting kayu karet dapat dijadikan kayu bakar dan juga dapat dijual juga ke pabrik batubata sebagai kayu bakar untuk membakar batubata sepert yang dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Setelah batang batang karet ditebang semua, petani melakukan pembersihan sisa-sisa batang agar lahan bisa segera ditanami karet lagi. Pembersihan sisa-sisa batang dilakukan dengan cara mencangkul dan membakar sisa batang yang ada di 50

lahan. Pembersihan sisa batang dengan cara dibakar dapat lebih mempermudah petani dalam melakukan pembersihan. Selain dapat lebih cepat, sisa-sisa pembakaran dapat menjadi pupuk sebagai bahan untuk menyuburkan tanaman. Gambar 3. Kayu Karet yang Dijual ke Pabrik Pembuatan Batubata Cara pembersihan dengan cara membakar sudah mendapat larangan dari pemerintah setempat dikarenakan dapat menyebabkan polusi udara bagi lingkungan sekitar. Pembersihan lahan dengan cara dibakar juga dikhawatirkan dapat menyebabkan kebakaran hutan karena petani cenderung hanya meninggalkan kebun atau lahan mereka ketika pembakaran sedang berlangsung. Namun petani responden di lokasi penelitian tetap melakukan pembersihan dengan cara membakar selain karena proses menjadi lebih cepat, biaya yang dikeluarkan pun bisa lebih murah. Hal ini dikarenakan petani tidak perlu mengeluarkan biaya kerja tambahan ketika akan membersihkan kebun atau lahan karet. Gambar 4. Pengangkutan Kayu Karet ke Pabrik Kayu 51

Pembersihan lahan merupakan kegiatan atau tahap yang paling banyak memakai jumlah tenaga kerja dibandingkan kegiatan lainnya pada tahun ke nol karet ditanam. Gambar 5 menjelaskan tentang penggunaan biaya tenaga kerja pada tahun ke nol penanaman atau peremajaan karet. Penggunaan tenaga kerja lebih banyak pada saat pembersihan salah satunya dikarenakan pada saat pembersihan, petani harus melakukannya dengan mencangkul lahan dan membakar sisanya agar lahan dapat ditanami bibit karet yang baru. pemupukan (HOK) 6% Penanaman (HOK) 16% Pengajiran&Pe lobangan (HOK) 21% pemeliharaan (HOK) 3% Pembersihan (HOK) 31% Penebangan (HOK) 23% Gambar 5. Proporsi Penggunaan Biaya Tenaga Kerja pada Tahun ke Nol Penanaman Karet Penanaman Penanaman karet dilakukan setelah proses pengajiran dan pelobangan selesai dilakukan. Proses pengajiran yaitu proses yang dilakukan sebelum pelobangan dengan tujuan untuk menentukan jarak antar lobang. Sedangkan proses pelobangan yaitu proses pelobangan tanah untuk tempat menanam bibit karet. Penanaman yang dilakukan dimulai dengan memasukkan bibit karet yang telah dilepas dari polybag ke dalam lubang yang sudah dibuat sebelumnya. Petani responden di daerah penelitian pada saat peremajaan menggunakan bibit PB 260. Sedangkan untuk petani responden yang belum meremajakan masih menggunakan bibit GT 1. Jarak tanaman yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu rata-rata 5x3,3 m dalam artian di dalam 1 hektar lahan karet ditanami lebih kurang 600 batang. Penggunaan jarak tanam yang terlalu dekat dapat menjadi salah satu factor yang menyebabkan produktivitas dari karet menjadi rendah. Hal ini dikarenakan pohon karet yang ditanam pada lahan terlalu banyak menyebabkan unsur hara yang ada di tanah tidak dapat terserap dengan baik oleh tanaman karet. 52

Pemupukan Pemupukan karet dilakukan petani yaitu pada tahun ke nol sampai ke lima karet. Persentase biaya pemupukan yang dilakukan oleh petani semakin tahun semakin menurun. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 19 pada Bab VII, persentase penggunaan pupuk cenderung menurun pada tahun-tahun terakhir penyadapan karet. Hal ini menandakan pada umur karet yang sudah tua, petani cenderung tidak melakukan pemupukan lagi pada kebun karetnya. Pupuk yang biasanya digunakan oleh petani yaitu pupuk urea, NPK, KCL, dan TSP. Hal lain yang dapat memengaruhi petani untuk tidak melakukan pemupukan yaitu karena petani kesulitan untuk memperoleh pupuk sehingga penggunaan pupuk yang digunakan menjadi tidak optimal. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan pada saat karet berumur nol sampai lima tahun yaitu berupa pemberian pestisida dan pemotongan ranting atau cabang karet. Pemeliharaan karet pada tahun ke 1 setelah penanaman karet yaitu berupa pemotongan dahan atau ranting pada karet. Pemotongan dahan atau ranting dilakukan minimal satu bulan sekali sampai karet berumur lebih kurang 2 tahun. Pemeliharaan lainnya yaitu berupa pengendalian hama dan penyakit pada karet. Pengendalian tersebut dapat dengan penyemprotan herbisida pada batang karet. Penyemprotan herbisida biasanya dilakukan 2 kali dalam satu tahun. Petani lebih cenderung menggunakan herbisida dibandingkan pestisida dalam melakukan penyemprotan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada karet. Namun pada tahun-tahun terakhir umur karet, petani cenderung tidak melakukan penyemprotan herbisida. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, hal ini dikarenakan pohon karet sudah tua dan tidak akan mengalami perubahan apabila dilakukan atau tidak dilakukan penyemprotan pada pohon karet. Penyadapan Penyadapan mulai dilakukan pada saat umur karet melewati umur lima tahun atau memasuki tahun ke enam penanaman. Petani melakukan penyadapan dengan menggunakan teknik penyadapan berdasarkan pengalaman petani. Kegiatan penyadapan yang sehari-harinya dilakukan petani biasanya dimulai pada pagi hari dari pukul 06.00 sampai 09.00 WIB. Kegiatan penyadapan dilakukan 53

pada pagi hari dikarenakan pada saat disadap pada waktu pagi getah yang dikeluarkan karet lebih banyak dibandingkan disadap pada waktu siang hari. Gambar 6. Pohon Karet yang Disadap dengan Sistem Suntik Petani di daerah penelitian melakukan penyadapan dengan mengandalkan pengalaman penyadapan petani dan tingkat produksi yang diinginkan. Penyadapan yang dilakukan hanya sekedar untuk menghasilkan getah tanpa terlalu memerhatikan keberlanjutan sehingga mengakibatkan pohon karet yang di sadap mengalami mati kulit sadap dalam waktu umur karet yang masih muda. Apabila terjadi hal seperti kematian kulit sadap pada batang karet maka petani akan mulai melakukan penyadapan pada cabang atau dahan pohon karet. Petani yang melakukan penyadapan dengan cara ini menggunakan sistem suntik dalam mengalirkan getah karet dari dahan menuju ke mangkok tempat penampungan getah (seperti dapat dilihat pada gambar 6). 5.3.2. Tanaman Sela Salah satu cara untuk mendapatkan pembiayaan pada saat peremaajan yaitu dengan menggunakan tanaman sela. Selain dapat membantu dalam pembiayaan, tanaman sela juga mampu mengurangi gangguan hama selama karet ditanam dan sebelum disadap. Manfaat lainnya yaitu karet juga dapat berkembang dengan lebih baik dibandingkan dengan tanaman karet yang tidak ditanami tanaman sela (Rosyid 2007, Tsadihardja et al 1995). Tanaman sela juga dapat menambah penerimaan petani selama kebun karet belum bisa disadap atau menghasilkan. 54

Tanaman sela menanam tidak menanam 37% 63% Gambar 7. Persentase Petani yang Menanam Tanaman Sela Petani responden yang meremajakan juga menanam tanaman sela pada saat mereka meremajakan. Petani responden yang menanam tanaman sela yaitu sebanyak 6 petani atau sebesar 37,5 persen dari total petani responden yang meremajakan. Seperti pada gambar 7, dapat dilihat bahwa hampir setengah petani responden yang meremajakan tidak menanam tanaman sela pada saat peremajaan karet. Keputusan petani untuk menanam atau tidak menanam tanaman sela pada kebun karet mereka di duga karena dipengaruhi dari cara mereka melakukan peremajaan kebun karetnya. Tabel 17. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Peremajaan yang Dilakukan Petani Karet No Cara Peremajaan n % 1 Membersihkan lahan sendiri dan menanam sendiri 10 62,5 2 Membersihkan lahan sendiri dan ditanam oleh penyewa 6 37,5 3 Dibersihkan dan ditanam oleh penyewa lahan 0 0 Total 16 100 Petani responden yang meremajakan dengan cara 1 yaitu membersihkan lahan kebun karet mereka sendiri dan akhirnya menanam karet sendiri yaitu sebanyak 62,5 persen dari total petani responden yang meremajakan. Kemudian diikuti dengan cara ke 2 yaitu membersihkan lahan sendiri dan untuk selanjutnya ditanami oleh penyewa lahan yang biasanya merupakan pembuat bibit karet. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 17, belum ditemukan petani responden yang melakukan cara ketiga yaitu lahan dibesrsihkan dan ditanami oleh penyewa lahan. 55

Hal ini dapat dikarenakan belum ditemukannya petani yang melakukan cara ketiga pada daerah penelitian. Gambar 8. Kebun Karet yang Diremajakan dengan Cara 2 Dilihat dari cara peremajaan yang dilakukan, petani responden lebih memilih untuk membersihkan lahan sendiri dikarenakan petani bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari hasil penjualan kayu karet tua dari kebun. Pendapatan yang diperoleh petani dari hasil penjualan kayu karet dapat digunakan untuk pemeliharaan kebun dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari petani pada saat TBM (Boerhendhy dan Agustina 2006). Penjualan kayu karet yang dilakukan oleh petani didukung lokasi dari kebun karet yang bisa dilalui oleh angkutan alat transportasi untuk mengangkut kayu karet. Penjualan kayu karet dapat terhambat dikarenakan lokasi dari kebun karet yang tidak bisa dilalui oleh truk pengangkut atau alat transportasi pengangkut kayu karet (Boerhendhy dan Agustina 2006; Boerhendhy, Nancy dan Gunawan 2003). Tabel 18. Sebaran Petani Responden yang Menanam Tanaman Sela Berdasarkan Cara Peremajaan yang Dilakukan Cara Peremajaan Menanam Tanaman Sela Ya % Tidak % Membersihkan lahan sendiri dan menanam 5 83,33 5 50,00 sendiri Membersihkan lahan sendiri dan ditanam oleh 1 16,67 5 50,00 penyewa Dibersihkan dan ditanam oleh penyewa lahan 0 0,00 0 0,00 Total 6 100,00 10 100,00 Penjualan kayu karet selain untuk menambah biaya pemeliharaan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga dapat sebagai tambahan biaya untuk 56

menanam tanaman sela pada saat kondisi TBM. Pada Tabel 18 dapat dilihat petani responden yang meremajakan dan menanam tanaman sela sebanyak 5 petani atau sebesar 83,33 persen melakukan peremajaan dengan cara 1. Hanya terdapat satu petani yang menanam tanaman sela dengan menggunakan cara 2. Petani yang menanam dengan cara 2, yaitu petani yang melakukan bagi hasil dari tanaman sela di kebun karet yang disewakan. Gambar 9. Kebun Karet dengan Tanaman Sela Bibit Karet Daerah penelitian merupakan salah satu tempat penghasil bibit karet yang ada di Kabupaten Banyuasin. Mayoritas penduduk pada daerah tersebut merupakan petani karet dan juga pembuat bibit karet. Faktor lokasi yang memang merupakan daerah pembuatan bibit karet menjadi salah satu alasan petani karet yang meremajakan menanam tanaman sela yaitu bibit karet pada saat karet berumur nol sampai tiga tahun. Petani karet yang tidak mempunyai biaya untuk meremajakan, cenderung meremajakan kebun dengan menyewakan kebun karet mereka yang sudah dibersihkan kepada penyewa lahan yaitu pembuat bibit karet. Penyewa lahan akan menjadikan lahan tersebut sebagai lahan entres untuk pembuatan bibit karet. Setelah umur kebun entres tersebut telah lebih dari umur tiga tahun setelah bibit ditanam, maka pada saat itu lahan akan kembali lagi ke pemilik lahan dengan lahan yang sudah ditanami bibit sisa dari kebun entres. Biasanya penyewa lahan tidak akan membayar biaya sewa lahan kepada pemilik lahan karet. Penyewa lahan hanya akan membuat kesepakatan dengan pemilik lahan dengan meminjam lahan selama lebih kurang tiga tahun. Setelah masa peminjaman berakhir, pemilik lahan akan memperoleh lahannya kembali dengan sudah ditanami bibit yang sudah berumur tiga tahun. Cara ini merupakan 57

cara peremajaan ke 2 yang dapat dilakukan petani karet. Dengan menggunakan cara ini, petani yang meremajakan tidak akan kesulitan dalam biaya membeli bibit dan perawatan selama karet berumur nol sampai tiga tahun. Hal ini dikarenakan biaya-biaya tersebut ditanggung oleh penyewa lahan. Cara ini dapat menguntungkan bagi kedua pihak, yaitu pihak penyewa lahan dan pemilik lahan. Pemilik lahan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan selama kebun karet diremajakan. Sedangkan penyewa lahan yaitu pembuat bibit karet dapat memperoleh pendapatan dari hasil penjualan bibit karet tanpa harus membeli lahan lagi sebagai tempat penanaman kebun entres. Adanya sistem yang terjadi seperti ini dikarenakan semakin banyaknya pesanan bibit karet yang masih belum bisa dipenuhi. Sehingga pembuat bibit karet yang biasanya juga merupakan petani karet, berusaha agar lebih bisa memproduksi bibit lebih banyak lagi dari produksi sebelumnya. Hal ini juga yang dapat menjadi salah satu pendorong bagi petani di lokasi penelitian untuk membuat bibit karet sendiri. Hampir setiap rumah di lokasi penelitian yang memiliki lahan ataupun pekarangan depan atau belakang ditanami oleh bibit karet. Selain untuk memenuhi kebutuhan di lahan sendiri, petani yang membuat bibit sendiri yang digunakan sebagai tanaman sela atau tidak, biasanya juga digunakan untuk mendapatkan pendapatan tambahan dari hasil penjualan bibit karet. 58