Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

UJI KINERJA PENJEMURAN GABAH PADA PARA-PARA MEKANIS DENGAN TIGA KONDISI LINGKUNGAN

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

KARAKTERISTIK PENGERINGAN CHIPS MANGGA MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA KACA GANDA

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

MATERI DAN METODE. Materi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November 2012 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

Pengeringan Untuk Pengawetan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 Juni 2015 di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1, Maret 2017

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

ANALISIS ENERGI PANAS PADA PROSES PENGERINGAN MANISAN PEPAYA (Carica Papaya L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING TIPE RAK

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING ENERGI SURYA DENGAN KOLEKTOR KEPING DATAR [THE DESIGN OF SOLAR DRYING TOOL WITH A FLAT CHIP COLLECTORS]

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK. (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer)

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven

PENGOLAHAN AIR LAUT MENJADI AIR BERSIH DAN GARAM DENGAN DESTILASI TENAGA SURYA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sebagai santan pada masakan sehari-hari, ataupun sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

Transkripsi:

Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 73-80 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN LATEKS DENGAN PERBEDAAN KETEBALAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) A STUDY ON LATEX DRYING CHARACTERISTICS WITH DIFFERENCE OF THICKNESS USING GREENHOUSE EFFECT DRYER Zulfikar Akbar 1, Tamrin 2, Cicih Sugianti 3 1 Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3 Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung komunikasi penulis, email : zulfikar_akbar6790@yahoo.com Naskah ini diterima pada 15 Desember 2014; revisi pada 11 Februari 2015; disetujui untuk dipublikasikan pada 5 Maret 2015 ABSTRACT Latex just been tapped has a high level of moisture content. To be useful for production, latex should be dried to reduce water content. Latex drying by rubber farmers is commonly to do conducted in opened areas for 14 days with a very thick size of latex. Therefore, we should be solutions to make latex drying faster. This research, latex drying was treatment by using greenhouse effect dryer with difference of thickness. The aims of this research was to find out characteristics of latex drying using dimension of greenhouse effect dryer is 150 x 70 x 120 cm. Latex was coagulated on containers, with dimension of containers is 40 x 10 x 15 cm. Latex was formed with an equipment which intervals of 2, 1.5, and 1 cm and then slab was dried. Result of this research, latex was dried with greenhouse for 9 hour/day for 6 days along. Temperatures of greenhouse effect dryer ranged from 30 to 50 0 C with relative humidity of approximately 47%. The treatment with thickness of 2, 1,5 and 1 cm has final moisture content respectively were 9.53%, 8.96%, and 5.87%bb, and drying acceleration during drying process were 0.3773%, 0.4119%, and 0.4445% w/w / day. Keywords : Drying Acceleration, Grenhouse Dryer, Latex, Moisture Content, Thickness ABSTRAK Lateks yang baru disadap memiliki kadar air yang tinggi. Untuk dapat dimanfaatkan lateks perlu dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Pengeringan lateks yang dilakukan petani karet umumnya dilakukan di area terbuka selama 14 hari dengan ukuran lateks masih sangat tebal. Oleh karena itu perlu adanya solusi untuk pengeringan lateks agar lateks lebih cepat kering. Perlakuan pada penelitian ini lateks dikeringkan dengan menggunakan alat pengering ERK dengan perbedaan ketebalan. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik pengeringan lateks dengan dimensi alat pengering yang digunakan yaitu 150 x 70 x 120 cm. Untuk menggumpalkan lateks digunakan bak penggumpal berukuran 40 x 10 x 15 cm. Lateks dicetak dengan alat yang mempunyai jarak antar sekat 2, 1,5 dan 1 cm dan selanjutnya slab dikeringkan. Hasil penelitian ini yaitu lateks dikeringan denga ERK selama 9 jam/hari selama 6 hari berturut turut. Suhu pengeringan yang didapat dengan menggunakan ERK berkisar antara 30-50 C dengan RH sekitar 47%. Perlakuan dengan ketebalan 2, 1,5 dan 1 cm memiliki kadar air akhir sebesar 9,53%; 8,46% dan 5,87% bb dan laju pengeringan sebesar 0,3773%, 0,4119% dan 0,4445% w/w hari. Kata kunci : Alat Pengering ERK, Kadar Air, Ketebalan, Laju Pengeringan, Lateks. I. PENDAHULUAN Lateks adalah cairan yang banyak mengandung air dan berwarna putih kental. Lateks di Indonesia khususnya lateks rakyat masih memiliki kualitas cukup rendah. Menurut Sannia (2013), mutu lateks rakyat mempunyai kekurangan, diantaranya kadar air tinggi, kualitas karet kotor serta ketebalan yang sangat besar. Lateks beku (slab) yang dimiliki rakyat umumnya memiliki ketebalan 15 40 cm. Ketebalan slab tersebut dapat mempengaruhi 73

Mempelajari Karakteristik Pengeringan... (Zulfikar A, Tamrin dan Cicih S) waktu pengeringan serta kadar air akhir setelah dikeringkan. Penanganan pasca panen lateks setelah disadap, lateks harus melalui tahapan diantaranya proses pengeringan. Slab umumnya dikeringkan dengan cara penjemuran di area terbuka. Pengeringan di area terbuka mempunyai kendala yaitu kadar air di dalam bahan lambat berkurang serta bergantung terhadap cuaca. Menurut Utomo (2012), Suhu pengeringan lateks berkisar 40 60 C. Dengan demikian jika hanya menggunakan panas matahari, maka akan membutuhkan waktu pengeringan yang lama (Ansar dkk., 2012) Alat pengering rumah kaca (ERK) banyak digunakan sebagai alternatif pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan ERK yang memanfaatkan panas matahari dapat dimanfaatkan suhunya karena suhu di dalam ERK lebih tinggi daripada suhu lingkungan sehingga proses pengeringan akan berlangsung cepat. Pengering ERK dapat dijadikan solusi penanganan pasca panen untuk mengeringkan lateks sehingga dapat membantu petani lateks dalam pengeringan lateks berbentuk slab. Ukuran slab yang digunakan petani masih sangat tebal oleh karena itu pada perlakuan ketebalan, slab dicetak dengan ketebalan 2, 1,5 dan 1 cm untuk mengetahui perbedaan dari perlakuan tersebut. Hipotesa penelitian ini adalah pada ketebalan tertentu akan didapatkan kadar air akhir terendah dengan lama waktu pengeringan yang sama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeringkan slab pada alat ERK dan mengetahui karakteristik selama proses pengeringan meliputi, penurunan susut bobot, penyusutan ketebalan, laju pengeringan dan kadar air akhir. II. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung. Alat yang digunakan yaitu timbangan analog, termometer, lux meter, RH meter, oven. Bahan yang digunakan adalah lateks cair. Alat pengering yang digunakan memiliki dimensi 150 x 70 x 120 cm dengan sistem pemanas efek rumah kaca. Penelitian ini meliputi tahap pembuatan alat ERK, pembuatan bak cetakan lateks, penggantung slab, pencetakan, penjemuran, pengamatan dan pengambilan data. Proses pengolahan lateks sebelum dikeringkan lateks diencerkan dengan air dan selanjutnya lateks akan digumpalkan. Lateks digumpalkan pada bak penggumpal yang telah dibuat dengan dimensi 40 x 10 x 15 cm dengan perbandingan antara lateks dan larutan asam semut 1000 ml : 10 ml. Selama proses penggumpalan berlangsung, sekat pemotong lateks dimasukan ke dalam bak penggumpal dengan jarak ketebalan 2 cm, 1,5 cm, dan 1 cm. Setelah lateks mengalami koagulasi selama 1 hari lateks kemudian dikeluarkan dan selanjutnya dikeringkan. Slab yang akan dikeringkan selanjutnya digulung dan digantungkan di dalam ERK. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sekitar 6 kilogram slab dalam 1 kali percobaan. Sketsa bak pembeku, sekat pemisah dan slab yang telah dicetak dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 4. Gambar 1. Bak pembeku Gambar 2. Sekat pemotong / pemisah 74 Gambar 3. Bak dan sekat ketika disatukan Gambar 4. Sketsa lateks yang telah dicetak dan direkatkan dengan penggantung

Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 73-80 Pengeringan slab dilakukan dari pukul 08:00 17:00 WIB selama 6 hari dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Pengamatan dan analisis yang dilakukan saat pengeringan meliputi ; 1. Suhu dan RH Pengukuran suhu dan RH dilakukan untuk mengetahui seberapa besar suhu dan kelembaban udara relatif di dalam dan di luar ruang pengering. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan, termometer bola basah dan bola kering dan tabel pisikometri. Pengambilan data dilakukan 1 jam sekali. 2. Iradiasi Matahari Pengukuran iradiasi matahari dilakukana untuk mengetahui seberapa besar tingkat radiasi cahaya matahari yang menyinari alat pengering ERK. Pengukuran dilakukan menggunakan lux meter. Pengambilan data iradiasi diambil 1 jam sekali. 3. Perubahan Berat (Susut Bobot) Pengukuran berat lateks beku (slab) dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran susut bobot ini nantinya dapat digunakan sebagai indikator penurunan kadar air pada bahan pada proses pengeringan. Pengambilan data susut bobot dilakukan 3 kali sehari. W 0 W t SB x100% W0 Keterangan SB : Susut bobot (%) : Berat awal t = 0 (kg) : Berat pada waktu ke t = t (kg) 4. Ketebalan lateks Pengukuran ketebalan lateks beku (slab) menggunakan jangka sorong dan diukur sebanyak 3x sehari dan pengukurannya pada 3 titik bagian sheet lateks. Bagian yang diukur adalah bagian atas, tengah dan bawah. Persamaan yang digunakan; Tb0 Tbt PK x100% Tb Tabel 1. Tabulasi data RAK 0 Ulangan Perlakuan K1 K2 K3 1 K11 K21 K31 2 K12 K22 K32 3 K13 K23 K33 Keterangan : PK = Persentase ketebalan (%) = Ketebalan awal t =0 (cm) 5. Kadar Air = Ketebalan pada hari ke t (cm) Kadar air lateks dilakukan dengan cara mengambil sampel lateks kemudian sampel ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 C selama 24 jam W0 Wa Kabb (%) x100% W0 Keterangan : Ka bb : Kadar air basis basah (%) : Berat sampel awal sebelum dioven (g) : Berat sampel akhir (g) 6. Laju Pengeringan Laju pengeringan dihitung agar mengetahui kecepatan pengeringan lateks beku (slab) selama proses pengeringan lateks yang diketahui setiap jamnya. Laju pengeringan dapat dihitung menggunakan persamaan. M M LP hari ( ) 0 b (% ) t Keterangan : LP : Laju pengeringan perhari (%hari) M 0 : Kadar air awal pada waktu awal (%) m b : Kadar air akhir pada waktu akhir (%) t : Waktu ke t (hari) 7. Lama waktu pengeringan Lama waktu pengeringan dimulai pada saat awal bahan masuk hingga lateks menjadi kering. Pada waktu malam hari perhitungan waktu pengeringan diabaikan dan tidak termasuk sebagai waktu pengeringan. 8. Analisis data Data diolah dengan menggunakan statistika dan analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan serta ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Pengelompokan dilakukan karena perbedaan percobaan dari setiap kadar air awal. Blok 1 kadar air awal slab sebesar 57 %, blok 2 sebesar 61 % dan blok 3 sebesar 62 %. Tabulasi data RAK dapat dilihat pada Tabel 1. Keterangan: K1 : Ketebalan lateks 2 cm K2 : Ketebalan lateks 1,5 cm K3 : Ketebalan lateks 1 cm 75

Mempelajari Karakteristik Pengeringan... (Zulfikar A, Tamrin dan Cicih S) III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Alat Pengering Lateks Pengeringan lateks pada penelitian ini menggunakan alat pengering sistem ERK yang memanfaatkan panas matahari. Lateks yang akan dikeringkan digantung dengan alat penggantung yang telah dibuat. Alat pengering ERK dan hasil lateks yang yang telah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. 3.2 Suhu dan Iradiasi Matahari Pengeringan dengan menggunakan panas dari matahari dipengaruhi oleh intensitas radiasi dan suhu. Semakin tinggi radiasi maka suhunya akan meningkat. Grafik suhu dan intensitas radiasi dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan hasil pengukuran, suhu puncak yang dicapai adalah 50 C dengan suhu lingkungan 33 C yang terjadi pada pukul 11:00 WIB. Kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh tingkat iradiasi matahari yang tinggi sehingga keadaan di dalam ruang pengering suhunya akan tinggi. Pada pukul 14:00 sampai pukul 17:00 suhu ruang pengering mengalami penurunan seiring dengan penurunan iradiasi matahari. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka perbedaan suhu di dalam ruang pengering dan di luar ruang (lingkungan) berbeda secara signifikan. Menurut Utomo (2012), pengeringan skala industri dibagi menjadi empat tahap, yaitu pengeringan pertama dilakukan dengan suhu 40 45 C, pengeringan kedua dengan suhu 45 50 C, pengeringan ketiga dengan suhu 50 55 C dan hari keempat dengan suhu 55 60 C. Gambar 5. Alat pengering lateks tipe ERK Gambar 6. Lateks yang telah kering Gambar 7. Rerata suhu dan intensitas radiasi matahari selama 6 hari penelitian. 76

Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 73-80 3.3 Kelembaban Udara (RH) RH diukur dengan mengukur suhu bola basah dan bola kering dan dibaca menggunakan tabel psikometri. RH ruang pengering dan lingkungan diukur agar mengetahui perbedaan keduanya. Grafik RH ruang pengering dan lingkungan selama 6 hari penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. RH ruang pengering yang didapat adalah sebesar 60,4 % dengan RH lingkungan sebesar 67,3 %. Data tersebut didapatkan dari rata rata data RH seluruh percobaan. RH ruang pengering pada pukul 12:00 WIB naik menjadi 55 % dari sebelumnya 47 %. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan suhu sehingga RH menjadi naik. Menurut Sukmawati dkk (2007) dalam Hawa (2009) bahwa semakin tinggi suhu, maka kelembaban relatif akan semakin rendah. 3.4 Penyusutan Ketebalan Penyusutan ketebalan diketahui dalam bentuk persentase dari seluruh perlakuan yang dilakukan. Persentase ketebalan selama 6 hari penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari tiga perlakuan ketebalan lateks yang diuji, penyusutan ketebalan 2 cm dan 1,5 cm mengalami penyusutan sedikit lambat. Hal ini dikarenakan pada titik bagian bawah penguapannya lebih lambat akibat adanya gaya gravitasi sehingga pada bagian bawah terdapat air yang lebih banyak. Titik bagian tersebut yang mempengaruhi rata rata penyusutan ketebalan lateks. Penyusutan hingga hari keenam pada ketebalan 2 cm, 1,5 cm dan 1 cm adalah 21,27; 28,74 dan 41,11%. Gambar 8. Rerata RH ruang pengering dan lingkungan selama 6 hari penelitian. Gambar 9. Persentase ketebalan lateks 77

Mempelajari Karakteristik Pengeringan... (Zulfikar A, Tamrin dan Cicih S) 3.5 Penurunan Kadar Air Menurut Tanjung (2007), penurunan kadar air bahan erat kaitannya dengan penurunan massa bahan, karena air yang menguap dari bahan yang dikeringkan dapat dilihat dari turunnya massa bahan. Grafik penurunan kadar air bahan dalam ruang pengering dapat dilihat pada Gambar 10, 11, dan 12. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kadar air akhir pada hari ke 6 dari semua perlakuan adalah ketebalan 2 cm memiliki kadar air akhir sebesar 9,53 %bb. Kadar air ini berbeda signifikan dengan ketebalan 1,5 cm dan 1 cm yang kadar air akhirnya mencapai 8,46 dan 5,87 %bb dari seluruh percobaan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Ansar (2012) bahwa perbedaan laju penurunan kadar air chips mangga dipengaruhi oleh ketebalan chips mangga. Semakin tebal irisan chips mangga, jumlah air yang diuapkan akan semakin besar dan waktu yang dibutuhkan semakin lama. 3.6 Laju pengeringan Menurut Yuliana (2009) laju pengeringan dalam suatu bahan mempunyai arti penting karena laju menggambarkan cepatnya proses pengeringan tersebut berlangsung. Laju pengeringan dihitung berdasarkan penurunan kadar air dari pagi hingga sore hari selama 9 jam. Pada Gambar 10 blok 1 pada perlakuan ketebalan 2 cm mengalami penurunan dari 0,49 0,02% /w/w hari, pada perlakuan ketebalan 1,5 cm dari 0,53 0,30% / w/w hari, dan perlakuan ketebalan 1 cm dari 0,61 0,01% /w/w hari. Laju pengeringan pada Gambar 14 blok 2 perlakuan ketebalan 2 cm dari 0,48 0,11, perlakuan ketebalan 1,5 cm mengalami penurunan dari 0,49 0,13 dan perlakuan ketebalan 1 cm dari 0,51 0,08% /w/w hari. Laju pengeringan pada Gambar 15 blok 3 pada perlakuan ketebalan 2 cm mengalami penurunan dari 0,46 0,01% /w/w hari, perlakuan ketebalan 1,5 cm dari 0,51 0,02% /w/w hari dan perlakuan ketebalan 1 cm dari 0,53 0,01% /w/w hari. Dengan demikian dari ketiga gambar diatas, laju pengeringan akhir pada hari ke-6 dari setiap blok yang didapat adalah 0,01 0,13%. Rata rata laju pengeringan dari penelitian ini pada setiap ketebalan adalah sebesar 0,37; 0,41; 0,44% w/w/hari. Secara teori laju pengeringan dari awal hingga akhir bergerak turun jika suhu dan RH yang digunakan konstan. Pada saat suhu menurun maka penurunan laju pengeringan tidak langsung menurun. Jika suhu ruang fluktuatif maka laju pengeringan akan fluktuatif mengikuti pola suhu pengeringan (Tamrin, 2013). Pada Gambar 13 15 laju pengeringan pada hari ke dua lebih tinggi dari pada hari ke satu. Hal demikian disebabkan pada hari ke dua suhunya lebih tinggi dibandingkan hari ke satu sehingga nilai kecepatan laju pengeringan lebih besar. Perubahan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Pada hari ke enam laju pengeringan menurun hampir mendekati nol. Ini dikarenakan kadar air pada saat itu rendah dan keadaan bahan sudah mulai kering. Gambar 10. Grafik penurunan kadar air blok 1 Gambar 11. Grafik penurunan kadar air blok 2 78 Gambar 12. Grafik penurunan kadar air blok 3

Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4 No. 1: 73-80 Gambar 13. Laju pengeringan blok 1 Gambar 14. Laju pengeringan blok 2 Gambar 15. Laju pengeringan blok 3 Tabel 2. Rata rata iradiasi matahari dan suhu lingkungan H a r i k e - I r a d i a s i m a t a h a r i ( W / m ² ) S u h u ( C ) 1 5 0 9, 2 3 0, 1 2 5 2 7, 1 3 0, 7 3 4 6 7, 4 3 0, 3 4 5 2 2, 9 3 0, 5 5 5 0 4, 8 3 0, 2 6 4 9 4, 5 3 0, 4 *Dilakukan selama 6 hari berturut turut mulai pukul 08:00 17:00 3.7 Lama Waktu Pengeringan Lama waktu pengeringan untuk mengeringkan lateks yaitu 54 jam. Lama pengeringan lateks dimulai saat lateks masuk ke alat pengering ERK selama 6 hari. Tabel lama waktu pengeringan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Waktu pengeringan terhadap perbedaan kadar air akhir No Tebal lateks Total Waktu Kadar Air Akhir (cm) (jam) (% bb) 1 2,0 54 9,53 2 1,5 54 8,46 3 1,0 54 5,87 *Dilakukan selama 6 hari berturut turut dimulai pukul 08:00 s.d. 17:00 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Suhu pengeringan rata rata lateks beku (slab) menggunakan alat ERK adalah 38,65 C dengan RH sebesar 60,4 %. Puncak iradiasi rata rata pada saat penelitian sebesar 504,3 watt/m2. 2. Perlakuan dengan perbedaan ketebalan 2, 1,5 dan 1 cm memiliki kadar air akhir berturut turut sebesar 9,53 % bb, 8,46% bb, 5,87% bb; penyusutan ketebalan relatif berturut turut sebesar 21,27; 28,74; 41,11%; dan laju pengeringan berturut turut sebesar 0,3773; 0,4119; 0,4445% w/w /hari. 3. Total lama waktu pengeringan lateks menggunakan ERK adalah 54 jam dengan waktu pengeringan 9 jam perhari selama 6 hari berturut turut. 4.2 Saran Pengeringan lateks rakyat dapat dilakukan dengan meggunakan metode yang diterapkan dan dikeringkan dalam efek rumah kaca agar kadar air lateks beku (slab) cepat turun dan untuk kelanjutan penelitian ini perlu dilakukan modifikasi alat ERK untuk memberikan pemanas tambahan DAFTAR PUSTAKA Ansar, Cahyawan, dan Safrani. 2012. Karakteristik Pengeringan Chips Mangga Menggunakan Kolektor Surya Kaca Ganda. 79

Mempelajari Karakteristik Pengeringan... (Zulfikar A, Tamrin dan Cicih S) Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. 23. No. 2. (153-157). Hawa, L. C., Sumardi, dan E. P. Sari. 2009. Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Ikan. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 10. No. 3. (153-161). Sannia, B., R.H. Ismono, dan B. Viantimala. 2013. Hubungan Kualitas Karet Rakyat dengan Tambahan Pendapatan Petani di Desa Program dan Non-Program. Jurnal Ilmu Ilmu Agribisnis (JIIA). Vol. 1. No. 1. (36-42). Tamrin, 2013. Teknik Pengeringan. Fakultas Pertanian. Jurusan Teknik Pertanian. UNILA. Lampung. 247 hlm. Tanjung, A. 2007. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. Skripsi. Fakultas Pertanian. UNILA. Lampung. Utomo, T.P., U. Hasanudin, dan E. Suroso. 2012. Agroindustri Karet Indonesia. Satu Nusa. Bandung. Yuliana, N. 2009. Viabilitas Inokulum Bakteri Asam Laktat (Bal) Yang Dikeringkan Secara Kemoreaksi Dengan Kalsium Oksida (CaO) dan Aplikasinya Pada Tempoyak. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol. 14. No. 1. (24-37). 80