BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OPTIMALISASI PEMISAHAN UAP AIR DALAM NATURAL GAS (GAS ALAM) Lilis Harmiyanto. SST* ) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV RANCANGAN KILANG LNG MINI DENGAN SUMBER GAS SUAR BAKAR

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi.

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses pemurnian gas, sumber: Metso Automation. Inc

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Tabel 1.1 Komposisi Gas Alam. Komponen Persentase mol (%)

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

SATUAN OPERASI-2 ABSORPSI I. Disusun Oleh:

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISA SISTEM FLOW CONTROL amdea DI CO 2 REMOVAL PLANT SUBANG

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

Bab III Rancangan Penelitian

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN KILANG LPG DENGAN BAHAN BAKU GAS SUAR BAKAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

PROSES PEMISAHAN FISIK

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

FORUM IPTEK Vol 13 No. 03 STUDI PENGAMATAN PROSES DEHIDRASI PADA PROSES PEMURNIAN GAS

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

PENGARUH KENAIKKAN REFLUX RATIO TERHADAP KEBUTUHAN PANAS PADA KOLOM DISTILASI DENGAN DISTRIBUTED CONTROL SYSTEM (DCS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HYDRATE GAS ALAM: PREDIKSI DAN PENCEGAHANNYA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Gas Processing. SMK / MAK Kelas XI dan XII GAS PROCESSING

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

proses oksidasi Butana fase gas, dibagi dalam tigatahap, yaitu :

BAB III PERANCANGAN PROSES

GAS ALAM (Gas Alam Terasosiasi dan Tak-terasosiasi)

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III SPESIFIKASI ALAT

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

PERSENTASE PRODUK ETANOL DARI DISTILASI ETANOL AIR DENGAN DISTRIBUTE CONTROL SYSTEM (DCS) PADA BERBAGAI KONSENTRASI UMPAN

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan Heat Exchanger

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN NERACA MASSA DAN ENERGI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

Gambar 1 Open Kettle or Pan

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

ATK I DASAR-DASAR NERACA MASSA ASEP MUHAMAD SAMSUDIN, S.T.,M.T.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

Teknologi Desalinasi Menggunakan Multi Stage Flash Distillation (MSF)

V. SPESIFIKASI PERALATAN

ANALISIS KINERJA PROSES CO 2 REMOVAL PADA KOLOM ABSORBER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG

BAB II. KESEIMBANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka penunjang penelitian ini meliputi beberapa penjelasan mengenai proses pemurnian pada gas, proses dehidrasi gas yang terdapat di SPG Merbau, larutan Triethylene Glycol (TEG), dan pemodelan. 2.1 Proses Pemurnian Gas Pemurnian gas dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan didalam gas bumi sebelum dikirimkan ke konsumen. Tujuan dari pemurnian gas tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas dari gas bumi dan menurunkan bahaya pada sistem proses & perpipaan. Komposisi dari gas bumi merupakan faktor yang mempengaruhi proses pemurnian gas yang akan dilakukan. Pada umumnya, proses pemurnian gas yang dilakukan adalah gas sweetening (CO 2 removal) dan gas dehydration. 2.1.1 Gas Sweetening (CO 2 Removal) Gas sweetening bertujuan untuk menurunkan kadar CO 2 dan H 2 S dalam raw gas yang dapat mengganggu pada proses selanjutnya. CO 2 dapat membeku pada suhu rendah sehingga dapat menyumbat peralatan dan perpipaan. Selain itu, CO 2 tidak memiliki nilai bakar sehingga menurunkan nilai bakar (heating value) dari gas bumi. H 2 S merupakan gas beracun yang sangat korosif sehingga dapat menyebabkan korosi pada peralatan proses dan sistem perpipaan (Muhammad Fauzi, 2009). Proses ini terdiri dari proses absorpsi yang terjadi pada menara kontaktor (CO 2 Absorber) dan proses distilasi pada regenerator untuk proses regenerasi larutan absorben. Beberapa absorben yang biasa digunakan diantaranya adalah : larutan K 2 CO 3; larutan Monoetanolamine (MEA); larutan Diethanolamine (DEA); 6

Bab II Tinjauan Pustaka 7 larutan Triethanolamine (TEA); larutan Methyldiethanolamine (MDEA); larutan Diisopropylamine (DIPA); dan larutan Aminoethoxyethanol (DGA ). 2.1.2 Gas Dehydration Dehidrasi pada gas dilakukan untuk menghilangkan kandungan air pada gas, sehingga dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan kandungan air dalam gas, mengurangi penginjeksan inhibitor ke dalam proses produksi gas bumi dan untuk meningkatkan kemurnian dari gas bumi yang diproduksi. Kandungan air dalam gas dapat menyebabkan korosi, ice formation, dan terbentuknya gas hydrates pada peralatan proses dan perpipaan (Dan Laudal Christensen, 2009). 2.1.2.1 Korosi Air yang terdapat pada gas dapat menjadi faktor terbentuknya korosi. Korosi dapat terjadi pada perpipaan dan peralatan yang dilewati oleh gas. Korosi menyebabkan kerusakan pada perpipaan dan peralatan serta mengurangi umur pakai peralatan. Hal ini akan berdampak pada besarnya biaya investasi peralatan dan meningkatnya biaya produksi. 2.1.2.2 Pembentukan Es Air di dalam gas bumi akan menjadi padat (membeku) dan akan menghambat pada proses pendinginan gas bumi selanjutnya. Es yang terbentuk akan menyumbat perpipaan dan menjadi masalah pada peralatan proses dan katup (Dan Laudal Christensen, 2009). 2.1.2.3 Pembentukan Gas Hidrat Gas hidrat adalah kristal gas bumi dan air yang dapat terbentuk diatas temperatur terbentuknya es (Dan Laudal Christensen, 2009). Gas hidrat terbentuk dari air yang mengikat gas misalnya methane. Struktur gas hidrat merupakan

Bab II Tinjauan Pustaka 8 caged structure dimana caged terbentuk dari air dan gas akan terikat didalamnya. Berikut ini merupakan gambar yang menunjukkan gas hidrat : Gambar 2.1 Gas Hidrat Sumber : Dan Laudal Christensen, 2009. Pembentukan gas hidrat ini akan menyumbat perpiapan dan akan mengurangi produksi gas bumi yang dihasilkan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghilangkan air pada gas bumi seperti proses adsorpsi, proses absorpsi, membrane processes, dan refrigeration (Dan Laudal Christensen, 2009). A. Adsorpsi Adsorpsi ialah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada padatan dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan tersebut (Robert, 1981). Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu. Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat

Bab II Tinjauan Pustaka 10 Proses absorpsi terdiri dari dua tahap yaitu proses absorpsi dan proses regenerasi larutan absorben. Proses absorpsi dilakukan di menara kontaktor. Jenis dari menara yang digunakan dapat berupa packing, tray, atau kombinasi keduanya. Gas umpan akan masuk dari bagian bawah menara, sedangkan larutan absorben akan masuk melalui bagian atas menara (counter current). Proses regenerasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan air dari larutan absorben dengan prinsip distilasi. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu (McCabe, 1993). Jenis distilasi yang dilakukan untuk proses regenerasi adalah distilasi fraksionasi. Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Syukri, 1999). C. Membrane Processes Membran adalah lapis tipis, mempunyai stuktur planar dan merupakan material yang memisahkan dua lingkungan. Karena membran terletak diantara dua lingkungan atau dua fasa dan mempunyai volume yang terbatas, maka membran lebih layak disebut sebagai interphase daripada interface. Membran secara selektif mengontrol transport massa antara dua fasa atau lingkungan (materialsciences.blogspot.com, 15 Mei 2012). Dalam proses membran, gas dilewatkan ke dalam membran yang dapat memisahkan air. Membran dapat membentuk suatu polymeric interphases yang secara selektif hanya mengijinkan spesies kimia tertentu untuk melewatinya.

Bab II Tinjauan Pustaka 11 D. Refrigeration Sistem pendinginan menggunakan proses refrigeration ini berdasarkan pada prinsip pertukaran panas antara fluida yang didinginkan (gas bumi) dengan pendingin luar (refrigerant) melalui suatu siklus refrigerasi. Efek pendinginan dapat dicapai melalui siklus sebagai berikut; ekspansi, evaporasi, kompresi, dan kondensasi. Proses pertukaran panas dengan gas alam terjadi pada tahap evaporasi dimana sebagian panas dari gas alam diserap oleh pendingin (refrigerant) (Inayah Fatwa Kurnia Dewi, 2009). Dehidrasi gas dengan metode pendinginan (refrigeration) merupakan metode dehidrasi dengan biaya yang cukup rendah. Air akan mengembun jika didinginkan, air ini kemudian dipisahkan dalam separator. Metode ini paling efisien dilakukan pada tekanan tinggi. Jumlah air yang dihilangkan pada proses ini kurang efisien. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah proses adsorpsi dan proses absorpsi. Dari kedua proses tersebut, proses yang lebih banyak digunakan di industri adalah proses absorpsi karena lebih ekonomis dibanding proses adsorpsi. Proses absorpsi dilakukan dengan melarutkan bahan kimia pada wet gas yang mempunyai kelarutan besar pada air. Pertimbangan diterapkannya proses absorpsi adalah sebagai berikut : 1) Biaya investasi alat proses absorpsi lebih murah dibandingkan dengan proses adsorpsi. Hal ini dikarenakan kandungan air pada gas bumi cukup banyak sehingga dibutuhkan adsorben yang cukup besar. Sehingga diperlukan peralatan yang besar dan ruang operasi yang luas. Sedangkan, proses absorpsi menggunakan pelarut yang tidak membutuhkan tempat yang terlalu besar, sehingga biaya investasi alat dapat ditekan. 2) Adsorben lebih mahal dibandingkan pelarut yang digunakan pada proses absorpsi (umumnya glikol).

Bab II Tinjauan Pustaka 12 3) Membutuhkan lebih banyak energi untuk regenerasi adsorben dibanding glikol. Selain itu, regenerasi adsorben membutuhkan lebih banyak biaya dibanding regenerasi glikol. Glikol dapat diganti secara kontinyu sementara penggantian adsorben memerlukan penghentian proses. 4) Proses absorpsi merupakan proses kontinyu yang umumnya lebih disukai dibandingkan proses batch. Pada proses dehydration gas dengan menggunakan metode absorpsi dilengkapi dengan proses flashing. Terdapat dua bagian utama pada proses flashing ini yaitu flash valve dan flash separator. Flash valve terletak setelah contactor yang berfungsi untuk menurunkan tekanan rich glycol sebelum memasuki regenerator. Flash separator terletak setelah flash valve yang berfungsi untuk merilis sebagian hidrokarbon dan air yang terserap oleh glikol sehingga hidrokarbon dapat digunakan sebagai gas proses di plant. Jika tidak tedapat proses flashing maka hidrokarbon dan air seluruhnya akan dilepaskan di proses regenerasi dan dibuang ke atmosfer, sehingga dapat meningkatkan emisi udara (Dan Laudal Christensen, 2009). 2.2 Proses Dehydration Gas di SPG Merbau Proses dehydration gas di SPG Merbau dilakukan dengan prinsip absorpsi. Larutan absorben yang digunakan adalah larutan Triethylen Glycol (TEG). Gas umpan yang masuk ke proses ini merupakan gas yang berasal dari CO 2 Removal Unit dimana kandungan CO 2 pada gas telah diturunkan menjadi 5 % mol. Komposisi gas umpan pada proses dehydration unit adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Komposisi Gas Umpan Komposisi Glycol % - mol 0,0000 H 2 O % - mol 0,2341 Nitrogen % - mol 2,2913 Oxygen % - mol 0,0000

Bab II Tinjauan Pustaka 13 H 2 S % - mol 0,0000 CO 2 % - mol 4,9883 Methane % - mol 84,9961 Ethane % - mol 3,9670 Propane % - mol 1,9033 i-butane % - mol 0,3650 n-butane % - mol 0,5850 i-pentane % - mol 0,2326 n-pentane % - mol 0,1979 n-hexane % - mol 0,1591 n-heptane % - mol 0,0802 n-octane % - mol 0,0798 Sumber : Techical Data Book Volume IV Operating Manual Book 1 of 2 Berikut ini skema proses dehidrasi gas yang terdapat di SPG Merbau : Gambar 2.2 Skema Proses Penghilangan H 2 O dalam Gas Sumber : Techical Data Book Volume IV Operating Manual Book 1 of 2

Bab II Tinjauan Pustaka 14 1) Proses penyerapan air Proses penyerapan air dilakukan di menara kontaktor (Glycol Contactor). Gas dialirkan menuju bagian bawah dari menara kontaktor pada tekanan 644 psig dengan suhu 110 o F dan larutan TEG dari bagian atas menara (counter current) pada tekanan 650 psi dengan suhu 122 o F. Perbedaan suhu antara gas yang masuk dengan larutan TEG yang masuk harus dijaga antara 5-20 o F (Dan Laudal Christensen, 2009). Hal ini ditujukan untuk menghindari terkondensasinya hidrokarbon pada gas. Suhu operasi yang rendah dimaksudkan agar sebagian air yang terkandung dalam gas dapat berubah fasa menjadi fasa cair sehingga memudahkan proses absorpsi. Pada alat ini terdapat Packing Ring yang bertujuan untuk memperluas kontak antara TEG dan wet gas. Pada bagian atas kontaktor terdapat Mist Extractor yang berfungsi untuk menangkap TEG yang terbawa pada aliran dry gas. Bagian bawah menara (bottom side Glycol Contactor) berfungsi juga sebagai Scrubber dimana bagian atasnya tedapat Demister yang berfungsi untuk menangkap hidrokarbon cair yang mungkin terbawa aliran dan pelepasan sebagian kandungan air yang terkandung dalam inlet gas. Pada bagian bawah Glycol Contactor terjadi pemisahan fasa antara fasa hidrokarbon cair dengan air. Dibagian ini hidrokarbon cair dikirim ke Close Drain Drum dan air dikirim ke Open Drain System. Kedua buangan liquid tersebut diatur dengan Level Control Valve (LCV) yang terdapat pada Glycol Contactor. Aliran gas yang keluar telah memiliki kandungan air kurang dari 7 lb /MMSCF dan biasa disebut dengan dry gas. Aliran dry gas yang keluar dari aliran upstream masuk ke Heat Exchanger (HE). Pada aliran Heat Exchanger ini terdapat pemanfaatan panas yang berasal dari lean TEG (TEG yang tidak mengandung air). Gas hasil proses dikontakan dengan lean TEG di Heat Exchanger secara counter current. Selain itu, pertukaran panas dilakukan untuk mendinginkan larutan lean TEG sebelum masuk ke menara kontaktor. Gas mengalami pemanasan dari

Bab II Tinjauan Pustaka 15 114 o F hingga 116 o F dan lean TEG yang masuk ke menara mengalami pendinginan hingga 122 o F. Heat Exchanger yang digunakan adalah jenis Strike Shell and Tube. Aliran dry gas masuk di bagian Tube dan lean TEG masuk di bagian shell. 2) Regenerasi TEG Rich TEG (TEG yang mengandung banyak air) dialirkan menuju proses Glycol Regeneration. Proses ini terdiri dari Glycol Reboiler, Glycol Still Column, Glycol Reflux Condenser, dan Stripping Column. Rich TEG dialirkan menuju Glycol Reflux Condenser untuk mendapatkan pemanfaatan panas dari proses kondensasi uap air hasil proses regenerasi. Dari proses ini rich TEG mengalami peningkatan suhu dari 120 o F menjadi 132 o F. Setelah itu rich TEG dipanaskan pada dua Heat Exchanger (HE). Media pemanasnya merupakan lean TEG yang berasal dari Stripping Column. Rich TEG melewati HE pertama dengan suhu masuk 132 o F dan suhu keluar 150 o F. Pemanas pada HE 1 berfungsi untuk mengefektifkan proses pelepasan hidrokarbon dan air di Glycol Flash Drum. Pada Glycol Flash Drum terjadi pelepasan hidrokarbon yang terbawa pada aliran TEG (loss methane) dan sebagian air pada rich TEG. Alat ini merupakan separator tiga fasa yang berfungsi memisahkan cairan, hidrokarbon, dan gas. Hidrokarbon liquid dihasilkan dari proses kondensasi gas yang terbawa aliran TEG. Fasa gas yang dipisahkan merupakan gas yang ikut terbawa dalam aliran TEG dan sebagian air yang teruapkan. Setelah melewati Glycol Flash Drum aliran rich TEG dialirkan ke Glycol Solid Filter dan Charcoal Filter untuk menghilangkan partikel padatan pada aliran rich TEG. Setelah melewati proses penyaringan, rich TEG dipanaskan kembali di HE 2 dengan media pemanas yang sama. Pada HE 2 ini suhu gas ditingkatkan dari 150 o F menjadi 322 o F. Kedua HE yang digunakan

Bab II Tinjauan Pustaka 16 berbentuk U Tube Double Pipe Heat Exchanger. Setelah melewati HE 2 rich TEG masuk ke Glycol Still Column dan masuk ke Glycol Reboiler. Pada Glycol Reboiler terjadi pemanasan larutan TEG sehingga air yang terkandung dalam rich TEG teruapkan. Jenis Reboiler yang digunakan adalah Fire Tube Reboiler. Reboiler bekerja pada tekanan 3,1 psig dan suhu 400 o F. Pemanasan dilakukan dengan bahan bakar gas. Air yang terkandung dalam TEG akan berubah fasa menjadi uap yang dikarenakan adanya pemanasan pada Reboiler. Uap ini akan mengalir ke Glycol Still Column dan mengalami kontak dengan rich TEG. Pada tahap ini terjadi proses penguapan air yang dibantu oleh Packing yang terdapat pada Glycol Still Column. Uap air akan menuju Glycol Reflux Condenser untuk merubah fasa uap air menjadi fasa cair. Media pendingin yang digunakan adalah rich TEG yang keluar dari menara kontaktor. Rich TEG yang berasal dari reboiler mengalir ke Stripping Column untuk membantu penguapan air menggunakan fuel gas. Hasil dari proses regenerasi merupakan lean TEG yang telah memiliki kandungan air sekecil mungkin. Lean TEG kemudian melewati dua Heat Exchanger sebagai media pemanasan untuk rich TEG. Setelah melewati Heat Exchanger lean TEG masuk ke Glycol Accumulator dan dipompakan oleh Glycol Circulation Pump menuju menara kontaktor. Tekanan lean TEG dinaikan oleh Glycol Circulation Pump dari 230 psi menjadi 653 psi. Sebelum masuk ke menara kontaktor lean TEG didinginkan dari 175,13 o F menjadi 122 o F di Heat Exchanger dengan dikontakkan dengan dry gas. Make up TEG dimasukan ke Glycol Sump Drum untuk kemudian dialirkan ke Glycol Day Tank. Jika volume TEG pada proses berkurang penambahan TEG berasal dari Glycol Day Tank ke Glycol Reboiler.

Bab II Tinjauan Pustaka 18 Triethylene Glycol (TEG) banyak digunakan sebagai larutan absorben pada proses dehidrasi hal ini dikarenakan : Biaya operasi dan investasi peralatan rendah Stabilitas termal tinggi Efisien jika diregenerasi pada temperatur reboiler yang tinggi Losses vaporization rendah Kelarutan yang tinggi pada air Biaya yang murah Tidak bersifat corrosive Kelarutan yang rendah pada hidrokarbon dan acid gases Viskositas rendah Kecenderungan terbentuknya foaming rendah Laju umpan larutan TEG pada proses dehidrasi gas dianjurkan antara 0.017 sampai 0.042 m 3 lean TEG per kg air pada feed gas. Adanya rentang laju umpan TEG bertujuan untuk meminimalisasi terbawanya gas ke aliran TEG dan terbawanya larutan TEG ke aliran gas (Dan Laudal Christensen, 2009). 2.4 Pemodelan Model didefinisikan sebagai suatu deskripsi logis tentang bagaimana sistem bekerja atau komponen-komponen berinteraksi. Dengan membuat model dari suatu sistem maka diharapkan dapat lebih mudah untuk melakukan analisis. Hal ini merupakan prinsip pemodelan, yaitu bahwa pemodelan bertujuan untuk mempermudah analisis dan pengembangannya. Melakukan pemodelan adalah suatu cara untuk mempelajari sistem dan model itu sendiri dan juga bermacam-macam perbedaan perilakunya. 2.4.1 Validasi Penjelasan mengenai validasi (Harrell, 2003), yaitu sebagai berikut model simulasi yang dibangun harus kredibel. Representasi kredibel sistem nyata oleh

Bab II Tinjauan Pustaka 19 model simulasi ditunjukkan oleh validasi model. Validasi adalah proses penentuan apakah model sebagai konseptualisasi atau abstraksi merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata. Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji yang dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer. Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti (1) tanda aljabar, (2) tingkat kepangkatan dari besaran, (3) format respons (linear, eksponensial, logaritmik, dan sebagainya, (4) arah perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan (5) nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. 2.4.2 Simulasi (Analisis Sensitivitas) Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses- proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law and Kelton, 1991). Dalam simulasi digunakan komputer untuk mempelajari sistem secara numerik, dimana dilakukan pengumpulan data untuk melakukan estimasi statistik untuk mendapatkan karakteristik asli dari sistem. Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari komentar terbaik dari komponen-komponen sistem. Hal ini dikarenakan sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil. Dengan melakukan studi simulasi maka dalam waktu singkat dapat ditentukan keputusan yang tepat serta dengan biaya yang tidak terlalu besar karena semuanya cukup dilakukan dengan komputer. Pendekatan simulasi diawali dengan pembangunan model sistem nyata. Model tersebut harus dapat menunjukkan bagaimana berbagai komponen dalam sistem saling berinteraksi sehingga benar-benar menggambarkan perilaku sistem.

Bab II Tinjauan Pustaka 20 Setelah model dibuat maka model tersebut ditransformasikan ke dalam program komputer sehingga memungkinkan untuk disimulasikan.